Anda di halaman 1dari 4

13

BAB IV
ANALISA KASUS
Kasus ini memaparkan Ny. MA seorang perempuan berusia 45 tahun yang
datang dengan nyeri perut bagian bawah sejak 2 bulan lalu. Nyeri yang dirasakan
menjalar ke bagian pinggang, dan nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri terutama
dirasakan saat sedang beraktivitas sedang. Nyeri saat coitus (-). Ny. MA datang
berobat ke RS Bhayangkara dan diberi obat nystatin, dan asam mefenamat.
Kemudian, Ny. MA juga pernah berobat di berbagai tempat lain dan diberi obat
ciprofoxacin. Setelah berobat, Ny. MA masih merasa nyeri di bagian bawah perut.
Ny. MA mengatakan riwayat menstruasi normal setiap bulannya, demam (-), dan
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Ny. MA tidak memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes melitus.

Berdasarkan keluhan utama pasien tersebut dapat dipikirkan beberapa


penyebab dari nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri yang muncul pada daerah ini

14

dapat berasal dari kandung kemih, usus, uterus, tuba fallopi, serviks uteri, dan
ovarium. Apabila kelainan berasal dari kandung kemih maka nyeri atau perih saat
buang air kecil dan rasa ingin selalu buang air kecil. Bila terjadi akibat peradangan
pada usus yang diakibatkan oleh infeksi maka nyeri akan merambat dan dirasakan
seperti perih, dan terbakar. Nyeri yang diakibatkan oleh tuba fallopi dan ovarium
dapat dirasakan di bagian bawah punggung, nyeri dirasakan saat coitus, dan nyeri
dirasakan saat menstruasi. Bila terjadi nyeri pada uterus, nyeri saat mendekati
menstruasi yang makin lama makin sering dan kuat atau disertai perdarahan abnormal
yang banyak dan lama selama masa haid atau diluar masa haid. Nyeri yang terjadi
pada serviks seperti nyeri hilang timbul yang menjalar ke pinggang atau disertai
perdarahan yang abormal saat coitus ataupun tidak. Berdasarkan anamnesis pada
pasien dan keterangan diatas, maka kemungkinan besar keluhan pada pasien ini
berasal dari serviks. Kemudian, pada gangguan pada serviks sendiri terdapat beberapa
kemungkinan penyebab diantaranya adalah servisitis dan kanker serviks. Gejala
servisitis terkadang dirasakan dan terkadang tidak. Gejala servisitis adalah nyeri perut
bagian bawah, dan adanya vaginal discharge post coitus atau intermestruasi.
Sedangkan, gejala kanker serviks adalah nyeri disertai perdarahan yang abormal saat
coitus, nyeri menjalar ke pinggul, perdarahan menstruasi yang banyak dan lama, dan
mengalami keputihan yang patologis. Pada kasus ini, kemungkinan kasus yang terjadi
adalah servisitis. Servisitis terjadi karena adanya infeksi yang masuk ke dalam serviks
dan meradang di daerah serviks. Infeksi dapat masuk dengan mudah karena pasien
memiliki riwayat multipara (P4A1). Selain itu, gejala yang dialami Ny.NA sekitar 2
bulan yang lalu dan melakukan pengobatan di berbagai tempat tapi tidak sembuhsembuh menyatakan bahwa penyakit yang dialami Ny.NA sudah kronis. Serviitis
kronis sering terjadi pada sebagian besar wanita yang pernahh melahirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum
tampak sakit sedang. Tekanan darah 110/80 mmHg, pernafasan 20 x/menit, nadi 92
x/m, suhu 36,8 derajat celcius, Pada pemeriksaan fisik kepala, leher, jantung, paruparu dalam batas normal. Pada pemeriksaan dalam, pemeriksaan inspekulo

15

didapatkan portio tak livide, ostium uteri eksternum tertutup, fluor (+), fluksus (-),
erosi (-), laserasi (-), polyp (-). Sedangkan, pemeriksaan VT didapatkan portio
tertutup, AP kanan kiri lemas, CD tak menonjol. Dalam pemeriksaan pasien ini,
didapatkan adanya keputihan (vaginal discharge) yang merupakan salah satu gejala
servisitis.
Pada pemeriksaan penunjang berupa patologi anatomi dari pap smear yang
telah dilakukan didapatkan kesan berupa tidak dijumpai lesi prekanker atau kanker,
dan servisitis kronis ec Haemophilus vaginalis. Terdapat riwayat operasi LEEP 7
bulan lalu 30 September 2015). Setiap 3 bulan sekali, os datang untuk kontrol post
operasi. Hasil PA os kontrol bulan Januari dengan no. 13/C/2016 dengan kesan
normal smear, dan tidak dijumpai lesi intraepitelial dan malignansi. Pemeriksaan
penunjang yang didapatkan menyatakan pasien mengalami servisitis kronis ec
Haemophilus vaginalis.
Terdapat kriteria penegakkan diagnosis dari servisitis yakni adanya eksudat
yang purulen atau mukopurulen dari endoserviks yang terlihat di kanal endoserviks
atau pada spesimen apusan endoserviks, atau mudahnya terjadi perdarahan pada
endoserviks yang dilewati apusan kapas melalui ostium serviks. Pada umumnya,
servisitis yang terjadi bersifat asimptomatik, akan tetapi beberapa wanita mengeluh
adanya cairan abnormal yang keluar dari vagina dan perdarahan berasal dari vagina
setelah coitus. Jika tidak terdapat vaginitis inflamasi, leukorea dapat dijadikan
indikator sensitif pada inflamasi serviks. Pada kasus ini, servisitis yang terjadi adalah
servisitis kronis sehingga gejalanya asimptomatik. Untuk menegakkan diagnosis
secara pasti, dapat dilakukan tes spesimen seperti tes pap smear. Hasil tes pap smear
pada kasusu ini menyatakan bahwa tidak ada tanda kanker serviks dan adanya infeksi
Haemophilus vaginalis pada serviks.
Pada pasien ini juga didapatkan adanya riwayat operasi LEEP (Loop
Electrosurgical Excision Procedure) sekitar 7 bulan lalu di RSMH. Riwayat operasi
LEEP dapat menjadi salah satu faktor risiko untuk terjadinya servisitis. Adanya
riwayat operasi memungkinkan terjadinya peradangan terjadi pada serviks akibat

16

kuman pathogen aerob dan anaerob. Proses peradangan melibatkan epitel serviks dan
stoma yang mendasarinya. Selain itu, infeksi dapat masuk melalui perlukaan yang
menjadi pintu masuk saluran genitalia, yang terjadi pada waktu persalinan atau
tindakan medis yang menimbulkan perlukaan, atau terjadi karena hubungan seksual.
Terapi yang diberikan berupa flagystatin suppositoria. Obat yang diberikan
terdiri atas metronidazole dan nystatin sebagai antibiotik dan antifugal. Pemberian
obat sehari sekali yang dimasukkan kedalam vagina saat malam hari. Tujuan
pemberian obat flagystatin adalah untuk membunuh bakteri dan jamur yang
menginfeksi vagina dan serviks sehingga mencegah terjadinya komplikasi lain yang
terjadi akibat servisitis. Selain itu, dijadwalkan rencana evaluasi 1 bulan untuk
melihat apakah obat yang diberikan bekerja efektif atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai