Isi 1
Isi 1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Periodontitis
2.1.1 Pengertian periodontitis
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium.
Periodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk
mempertahankan dan menyokong gigi. Jaringan ini terdiri dari dentoginggival
junction, cementum, periodontal ligament, dan alveolar bone.1
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu alveolar bone juga
mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan
atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah
tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan
periodontal.1
Connective tissue terdiri dari 2 bagian, yaitu superficial dan deep. Terletak
bersebelahan dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong
epithelium. Selain itu connective tissue memiliki peranan untuk memulihkan
dentoginggival junction setelah pembedahan periodontal. Jaringan ini dibentuk oleh
inflammatory cell infiltrate. Jaringan yang berbatasan dengan epithelium adalah
extensive vascular plexus.2
2.1.2.2 Cementum
Cementum merupakan bagian yang menyelimuti akar gigi. Bersifat keras, tak
berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama periodontal ligament.1
2.1.2.3 Periodontal ligament
Sebagian besar periodontal ligament bersifat lunak, terutama jaringan yang
berada diantara cementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari
periodontal ligament adalah senantiasa menjaga gigi pada tempatnya yang
disesuaikan dengan kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang
selama pengunyahan,serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi.1
2.1.2.4. Alveolar bone
Adalah tulang yang berongga, tepatnya di samping periodontal ligament.
Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta lapisan
dasar adalah alveolar bone.Lapisan luar(compact bone) dan lapisan tengah
(spongiosa/
trabecular
bone)
tersusun
atas
lamel-lamel
dengan
system
havers.Trabecular tulang tidak hadir pada daerah anterior dari gigi, dan pada beberapa
kasus, cortical plate dan alveolar bone yang melekat satu sama lain, tanpa adanya
spongiosa bone.2
2.1.3 Bakteri pada jaringan periodontal
Ada beberapa macam bakteri yang berhubungan dengan periodontitis, antara
lain P.gingivalis, A. Actinomycetemcomitans, tannerella forsythia, treponema
denticola,
eikonolla
corrodens.
Akan
tetapi
bakteri
yang
tergolong
kerentanan
terkena
infeksi.
Pengaruh
stress
pada
jaringan
stress merupakan faktor yang tidak mudah diukur, level kortikostiroid pada urin dapat
diukur dan ditemukan lebih tinggi pada pasien necrotizing ulcerative gingivitis.4
2.1.4.3 Diabetes Mellitus
Penyakit jaringan periodontal merupakan komplikasi ke enam dari penyakit
diabetes mellitus. Beberapa review menunjukkan bukti dari keterkaitan secara
langsung antara diabetes mellitus dengan penyakit periodontitis. Hubungan antara
diabetes mellitus dengan periodontitis tampak dengan kuat dalam populasi khusus.
Sebuah studi melibatkan 75 penderita diabetes diabetes (IDDM dan NIDDM)
bertujuan untuk memeriksa hubungan antara kontrol diabetes, sebagaimana dievaluasi
oleh glycosylated hemoglobin levels dan periodontitis. Dalam studi tersebut,
keakutan dari dari periodontitis meningkat seiring dengan control yang buruk dari
diabetes. Sebuah laporan menyebutkan bahwa metabolik kontrol dapat menjadi faktor
terpenting antara kesehatan periodontal dengan IDDM. Data tersebut mendukung
hipotesis bahwa diabetes dan level dari metabolik kontrol penting dalam
hubungannya dengan penyakit periodontitis.4
2.1.4.4 Hormon seks
Elevasi di level plasma dari hormon seks selama kehamilan menyebabkan
modifikasi dari respon host pada plak gigi, namun hal ini mempengaruhi jaringan
yang lembut yang meningkatkan pembengkakan dan gingivitis kronis. Beberapa studi
menyebutkan keadaan dari kemerahan gusi, edema, pendarahan, meningkat pada
bulan ke-2 kehamilan sampai bulan ke-8 dan akhirnya menurun. Fluktuasi gingivitis
dengan fase siklus menstruasi dan efek dari kontrasepsi oral pada gingival merupakan
efek dari hormon seks terhadap jaringan periodontal. Lebih lanjut pubertas juga
merupakan hal yang dapat menaikkan pembengkakan gingiva dan peningkatan respon
pada plak merupakan akibat dari konsentrasi hormon seks dalam plasma.5
2.1.4.5 Osteoporosis
Penelitian pada hewan studi pada domba menunjukkan bahwa kekurangan
estrogen dapat menyebabkan meningkatnya penyakit periodontal. Sebuah studi pada
28 wanita berumur antara 23 dan 78 tahun dengan membaginya menjadi 2 kelompok,
kelompok yang lebih tua postmenopausal dan yang lebih muda premenopausal.
Kelompok yang lebih tua mengalami kekurangan dalam kepadatan alveolar bone,
dimana penulis menyimpulkan bahwa menopause dapat menyebabkan berkurangnya
kepadatan dalam alveolar bone. Studi yang lain pada manusia dengan osteopenia dan
osteoporosis, menunjukkan bahwa keakutan dari osteopenia berhubungan dengan
berkurangnya alveolar cristal height dan gigi tanggal pada wanita yang mengalami
postmenopause.5
2.1.4.6 Gangguan genetik
Jumlah dari gangguan genetik meningkat seiring dengan periodontitis kronis.
Plak microbial, berubah sesuai level dan durasi penumpukan faktor lingkungan,
misalnya merokok, diabetes, systemic health, dan genetik seseorang.
Salah satu gangguan genetik yaitu Downs syndrome dikarakteristik oleh awal
dari periodontitis yang bermanifestasi pada dentition utama dan berlanjut hingga
dewasa. Keakutan dari penyakit periodontal tersebut sangat tinggi dibandingkan
dengan lainnya, atau individu cacat mental lainnya.4
2.2 Jantung koroner
2.2.1 Definisi jantung koroner
Penyakit
Jantung
Koroner
adalah
penyempitan/penyumbatan
kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung korner adalah
kehilangan oksigen dan nutrien ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri akan mempengaruhi pembentukan bekuan
darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung.6
2. Nyeri dada yang menjalar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau
nyeri menembus hingga ke punggung, dan nyeri ulu hati.
3. Keringat dingin
4. Mual
5. Sesak napas
10
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bakteri Jaringan Periodontal
Infeksi Bakteri periapikal serta periodontal dapat menyebabkan bakterimia pada
rongga mulut. Keadaan ini dapat menimbulkan endokarditis bakterialis pada
penderita yang memiliki riwayat penyakit demam rematik, kelainan katup jantung
dan juga jantung koroner. 9
Penyakit periodontal menjadi suatu kondisi penyakit yang disertai dengan
Porhyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan organisme gram negatif lainnya.
Periodontitis juvenil lokalisata (LJP) menyebabkan hilangnya tulang, cepat dan
disertai dengan Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) Capnocytophaga,
Eikenella corrodens dan anaerob lain.9
3.2 Respon Kekebalan Tubuh
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. 10
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme). Cedera radang yang ditimbulkan oleh
berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama,
yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis
(kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler,
terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat
radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik.11
Salah satu strategi penting pertahanan dari system immune host terhadap
mikroba adalah dengan memproduksi protein pembawa sinyal yang disebut dengan
12
sitokin. Molekul ini merupakan hormon local dan sistemik yang penting dan berperan
sebagai homeostatic mediator secara umum. Homeostatic mediator merupakan
penyeimbang sistem imun dan memberitahu kepada sistem imun kapan harus bekerja
dan kapan harus beristirahat. Beberapa jenis sitokin, seperti IL-1, IL-6, IL-8,
interferon- dan tumor necrosis factor- meningkatkan peradangan. Sitokin yang
lain, seperti transforming growth factor- dan IL-10 berperan dalam mengatur respon
inflamasi. Level dari pro dan sitokin anti-inflamasi pada tempat yang spesifik dan
waktu
tertentu
sangat
bervariasi
dan
sejalan
dengan
faktor-faktor
yang
13
Gambar 3.1 Skema alur potensial inflamasi jariangan periodontal pada patogenesis
kardiovaskular
14
bakteri ini dapat merusak dan mengubah jaringan sitokin dari host sehingga terjadi
penurunan respon kekebalan.1 Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi pada
pembuluh darah dan mengaktivasi jalur koagulasi dan terjadi agregasi trombosit di
sana. Tidak hanya itu, penurunan respon kekebalan tersebut dapat meningkatkan
LDL, menurunkan HDL, dan meningkatkan trigliserida dalam sistem sirkulasi. Kadar
LDL yang meningkat dalam sirkulasi akan teroksidasi menjadi LDL-oks. Kemudian
LDL-oks akan difagosit oleh makrofag sehingga makrofag menjadi foam cell. Foam
cell akan mengendap pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi atherosclerosis.
Teraktivasinya jalur koagulasi dan atherosclerosis mempercepat terjadinya ischemic
cardiovascular.13 Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya suplai makanan dan
oksigen ke jantung sehingga dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner.
15
16
kasus-kelola,
penderita-penderita
dengan
infeksi
periodontal
menunjukkan
17
dentis,
penyakit
endodontik
dan
komponen
periodontitis
(TDI).
Hasilnya
menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dijumpai lebih banyak keadaan gigi geligi
yang sangat buruk dibanding kelompok kontrol.
Analisis regresi logistik lebih lanjut menyimpulkan bahwa kesehatan gigi
yang buruk dan infark miokard menunjukkan hubungan atau asosiasi dengan odds
ratio (OR) sebesar 1.3. Artinya subyek dengan kesehatan gigi buruk mempunyai
risiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami infark miokard dibanding dengan
individu yang mempunyai kesehatan gigi baik. Menurut para peneliti, hubungan
tersebut tidak tergantung (independent) dari faktor-faktor risiko yang telah diketahui
seperti umur, kolesterol total, trigliserida, hipertensi, merokok, dan penyakit diabetes.
Menyusul TDI yang dikemukakan oleh Mattila dkk, Janket dkk mengusulkan
menggunakan apa yang mereka sebut sebagai ADS untuk mempredeksi terjadinya
PJK. Menurut Janket dkk, TDI yang menggunakan berbagai lesi oral serbagai dasar
pernilaian adalah prediktor yang signifikan untuk PJK; akan tetapi dengan kelainankelainan asimtomatik sebagai dasar pernilaian dan menggabungkannya dengan
beberapa lesi oral, sistem tersebut dapat menjadi lebih sensitif dan untuk meramalkan
kemungkinan terjadinya PJK. Dari berbagai variabel yang diuji pada penelitian Janket
dkk ada 5 variabel yang terkait dengan PJK. Variabel-variabel ini meliputi: jumlah
sisa akar, perikoronitis, karies gigi-geligi, edentulisme bimaksiler, dan gingivitis.
Sebagai tambahan, kemampuan prediksi ADS dibandingkan pula dengan TDI yang
diformulasikan oleh Mattila dkk. Janket dkk menyimpulkan bahwa hasil dari
penelitian mereka mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semakin tepat
dental health score, semakin kuat hubungannya dengan PJK, sehingga benar-benar
merupakan suatu hubungan biologis.
Beberapa peneliti di antaranya Lavelle meragukan apakah benar penyakit
periodontal merupakan suatu faktor risiko terhadap PJK. Menurut Lavelle tidak
cukup bukti kuat yang medukung konsep tersebut. Misalnya, deposisi plak
ateromatosa pada pembuluh darah koroner dapat pula disebabkan oleh infeksi lain di
samping periodontitis, dan pengobatan terhadap infeksi periodontal tidak dapat
18
mencegah atau mengubah prevalensi PJK. Dengan kata lain: risiko PJK tidak menjadi
menurun pada kelompok individu yang tanpa infeksi periodontal. Hujoel dkk
meragukan laporan-laporan yang konklusinya mendukung adanya hubungan antara
infeksi periodontal dengan PJK. Ia mempertanyakan apakah penelitian-penelitian
tersebut cukup melakukan kontrol atas faktor-faktor confounding seperti kebiasaan
merokok dan gaya hidup. Mereka menegaskan bahwa kedua faktor itu berpengaruh
signifikan terhadap terjadinya PJK maupun periodontitis kronik. Dosis rokok yang
dikonsumsi subyek penelitian amat bervariasi misalnya dalam intensitas, usia saat
mulai merokok, dan usia saat berhenti merokok. Kontrol atas perilaku hidup sehat
jauh lebih sulit karena tidak dapat dikuantifikasikan. Subyek yang tidak menderita
periodontitis atau gingivitis mungkin merupakan kelompok yang perduli untuk
menjaga kesehatannya termasuk
menjaga kesehatan terhadap penyakit jantung bila dibandingkan dengan mereka yang
menderita penyakit tersebut. Mungkin saja penderita-penderita penyakit jantung yang
juga menderita periodontitis atau gingivitis itu kurang mempunyai keperdulian
terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit jantung.
Selain itu, Hujoel dkk juga menyimpulkan bahwa besar atau jumlah sampel
pada banyak penelitian-penelitian yang dilaporkan kurang memadai sehingga
memberikan kesimpulan yang tidak benar. Konklusi adanya hubungan positif yang
dilaporkan itu diperoleh dari sampel yang kecil sehingga besar kemungkinan itu
adalah positif palsu.
Genco dkk juga mengakui bahwa perbedaan dalam cara penelitian yang
dilakukan akan berpengaruh terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Beberapa
kemungkinan penyebab dari inkonsistensi pada hasil-hasil yang
dilaporkan menurut mereka antara lain karena perbedaan umur subyek yang diteliti
(terdapat indikasi adanya kaitan antara penyakit jantung dengan penyakit periodontal
justru lebih banyak pada orang muda), status merokok yang bervariasi, kurangnya
atau terlalu ketatnya melakukan kontrol terhadap faktor-faktor confounding lain,
masih terdapatnya faktor confounding yang tidak diperhitungkan, dan perbedaan
19
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan rongga mulut yang buruk menjadi salah satu faktor resiko penyakit
kardiovaskular. Ditinjau dari pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit jantung koroner. Hubungan
tersebut dapat melalui mekanisme imunitas pada individu terhadap infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Periodontitis menyebabkan bakteri memasuki aliran darah.
Bakteri ini merusak sitokin yang berperan sebagai sistem imun host sehingga respon
kekebalan host menurun. Selain itu, bakteri tersebut dapat meningkatkan LDL,
menurunkan HDL, dan meningkatkan trigliserida sehingga keadaan lemak dalam
pembuluh darah tidak normal dan mengakibatkan artherosclerosis pada pembuluh
arteri koronaria.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Lamnont, Richard. J.Oral Microbiology and immunology. ASM press; 2006 Majid.
Abdul. Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
terikini; 2007.
2. Carranza FA, Jr.: Glickman's Clinical Periodontology, Sixth Edition, Philadelphia,
London,W. B. Saunders Compan, 2011.
3. Hanafi, Muin Rahman, Harun.Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta: FKUI,
hal1082-108; 2007
4. Corwin E.Handbook of Pathophysiology, alih bahasa, Brahm U.Pendit ; Endah P
ed 3, Jakarta. hal 352 71; 2010
5. Sloop GD, Kevin JW, Ira Tabas, Peter LW, Martin RB. Atherosclerosis-an
inflammatory disease. NEJM 2009 June 17 Volume 340 Number 24; 1928-29
6. Harker LA, Ross R, Slichter SJ, Scott CR. Homocystine-induced arteriosclerosis:
the role of endothelial cell injury and platelet response in its genesis. J Clin Invest
2005;58:731-41
7. Setiyohadi. Periodontitis sebagai suatu faktor resiko terjadinya strok. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 519-23
8. Beck JD, Offenbacher S, Williams R, Gibbs P, Garcia R. Periodontitis as a risk
factor for coronary heart disease, Ann Periodontal 1998:3:127-141
9. Mendall MA, Strachan DP, Butland BK, Ballam L, Morris J, and Sweetnam PM.
C-reactive proteinrelation to total mortality,cardiovasculer mortality and
cardiovasculer risk factors in men.Eur Heart Journal 2011;21:1584-1590.
10. Haynes.W.G and Stanford,C,Periodontal Disease and atherosclerosis:From Dental
to Arterial Plaque; 2003 Atherioscler.Thromb.Vasc.Biol;23:1309-1311
11. Wu T, Trevisan M, Genco RJ, Falkner L, Dorn JP, Tempos CT. An Examination
of the relation between periodontal health status and cardiovasculer risk
22
factors:serum
total
and
HDL
cholsterol,C-reactive
protein,and
plasma
Pankow,J.S,Acute
phase