Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periodontitis adalah penyakit mulut yang paling sering dijumpai, ini adalah
penyebab utama tanggalnya gigi orang dewasa dan merupakan penyakit mulut utama
yang membahayakan mulut dan seluruh kesehatan. Banyak sekali masyarakat kita
yang belum mengerti mengenai periodontitis bahkan dampak yang diakibatkan oleh
periodontitis. Mereka sering beranggapan bahwa yang dialaminya hanyalah penyakit
gigi biasa. Hal ini dikarenakan proses terjadinya periodontitis pada rongga mulut
berlangsung lambat, tidak terasa sakit namun progresif.1
Penelitian medis modern menunjukkan bahwa bahaya periodontitis jauh
melebihi gigi itu sendiri. Periodontitis sangat mempengaruhi banyak penyakit seluruh
tubuh, menyangkut fungsi jantung, paru-paru, ginjal dan organ penting lainnya,
sehingga menjadi penyebab utama yang menyebabkan persentase kematian yang
lebih tinggi.2
Selama lebih dari 15 tahun, beberapa penelitian telah dilakukan, dan
dilaporkan tentang adanya hubungan epidemiologis di antara penyakit-penyakit
infeksi, termasuk infeksi dental seperti periodontitis, dengan berbagai manifestasi
klinik dari penyakit arteriosklerotik pembuluh darah. Dilaporkan bahwa petanda
peradangan (inflammatory markers) seperti C-reactive protein (CRP), fibrinogen, dan
hitung leukosit, ditemukan dalam kadar yang lebih tinggi secara bermakna pada
penderita-penderita gingivitis atau periodontitis yang berat.2
Penyakit kardiovaskuler menduduki peringkat cukup tinggi sebagai penyakit
sistemik yang berhubungan dengan penderita penyakit periodontal. Perhitungan
statistik terakhir menyimpulkan bahwa penyakit kardiovaskuler adalah penyebab dari
20% kematian di seluruh dunia dan penyakit periodontal berhubungan dengan 19%
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periodontitis
2.1.1 Pengertian periodontitis
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium.
Periodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk
mempertahankan dan menyokong gigi. Jaringan ini terdiri dari dentoginggival
junction, cementum, periodontal ligament, dan alveolar bone.1
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu alveolar bone juga
mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan
atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah
tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan
periodontal.1

Gambar 2.1 Proses terjadinya Ginggivitis dan Periodontitis

2.1.2 Struktur jaringan periodontal

Gambar 2.2 struktur jaringan periodontal pada gigi-geligi manusia

2.1.2.1 Dentoginggival junction


Dentoginggival junction adalah ginggiva yang melapisi gigi. Dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu epithelial dan connective tissue component.
Epithelium ini dibentuk oleh sel basal (flattened cell), sel superbasal, dan sel
permukaan yang terdiri dari basal lamina, merupakan sel perlekatan. Sel-sel tersebut
memiliki banyak sitoplasma, retikulum endoplasma, dan badan golgi.

Connective tissue terdiri dari 2 bagian, yaitu superficial dan deep. Terletak
bersebelahan dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong
epithelium. Selain itu connective tissue memiliki peranan untuk memulihkan
dentoginggival junction setelah pembedahan periodontal. Jaringan ini dibentuk oleh
inflammatory cell infiltrate. Jaringan yang berbatasan dengan epithelium adalah
extensive vascular plexus.2
2.1.2.2 Cementum
Cementum merupakan bagian yang menyelimuti akar gigi. Bersifat keras, tak
berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama periodontal ligament.1
2.1.2.3 Periodontal ligament
Sebagian besar periodontal ligament bersifat lunak, terutama jaringan yang
berada diantara cementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari
periodontal ligament adalah senantiasa menjaga gigi pada tempatnya yang
disesuaikan dengan kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang
selama pengunyahan,serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi.1
2.1.2.4. Alveolar bone
Adalah tulang yang berongga, tepatnya di samping periodontal ligament.
Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta lapisan
dasar adalah alveolar bone.Lapisan luar(compact bone) dan lapisan tengah
(spongiosa/

trabecular

bone)

tersusun

atas

lamel-lamel

dengan

system

havers.Trabecular tulang tidak hadir pada daerah anterior dari gigi, dan pada beberapa
kasus, cortical plate dan alveolar bone yang melekat satu sama lain, tanpa adanya
spongiosa bone.2
2.1.3 Bakteri pada jaringan periodontal
Ada beberapa macam bakteri yang berhubungan dengan periodontitis, antara
lain P.gingivalis, A. Actinomycetemcomitans, tannerella forsythia, treponema
denticola,

eikonolla

corrodens.

Akan

tetapi

bakteri

yang

periodontopatogenik adalah P.gingivalis, A. Actinomycetemcomitans.3


2.1.4 Faktor yang mempengaruhi periodontitis

tergolong

Pengamatan klinis menunjukkan bahwa mikroorganisme cepat berkumpul di


permukaan gigi ketika sesorang berhenti menjaga kebersihan mulutnya. Hanya
dengan beberapa hari, tanda-tanda mikroskopis dan klinis dari gingivitis sudah
terlihat. Perubahan peradangan bisa ditanggulangi ketika orang tersebut kembali
menjaga kesehatan mulutnya secara intensif.
Mikroorganisme yang berasal dari plak pada gigi dan menyebabkan gingivitis
juga termasuk pelepasan bakteri yang menyebabkan peradangan jaringan. Percobaan
klinis menekankan pada kebutuhan untuk membuang microbial plaque pada supradan subgingival dalam perawatan gingivitis dan periodontitis.3
Plak gigi merupakan microbial yang mengawali terjadinya penyakit jaringan
periodontal. Namun bagaimana hal itu dapat mempengaruhi suatu subjek, bagaimana
penyakit tersebut timbul dan bagaimana dengan progressnya, semuanya tergantung
dari kekebalan atau pertahanan dari host itu sendiri.
Faktor pendukung yang mempengaruhi semua hal dari periodontitis secara
utama dengan efeknya terhadap kekebalan normal dan pertahanan terhadap
pembengkakan adalah sebagai berikut :
1.1.4.1 Infeksi HIV
Meskipun banyak orang yang terinfeksi HIV tanpa periodontitis, mereka
mungkin sering mengalami gangguan dalam rongga mulut, beberapa ditemukan pada
periodontium. Jaringan periodontal pada penderita HIV-positif termasuk linear
gingival erythema, necrotizing ulcerative gingivitis, periodontitis lokal parah dan
severe destructive necrotizing stomatitis yang mempengaruhi gingival dan tulang
(mirip noma dan cancrum oris).4
2.1.4.2 Tekanan Emosi
Stress yang berkepanjangan telah menjadi faktor pendukung timbulnya
necrotizing ulcerative gingivitis. Dampak negatif dari stress pada jaringan
periodontium dapat disebabkan juga oleh perubahan perilaku, misalnya kebersihan
mulut yang buruk dan rokok. Hal ini dapat merusak fungsi imun sehingga
meningkatkan

kerentanan

terkena

infeksi.

Pengaruh

stress

pada

jaringan

periodontium yaitu dapat meningkatkan level sirkulasi kortikostiroid. Meskipun

stress merupakan faktor yang tidak mudah diukur, level kortikostiroid pada urin dapat
diukur dan ditemukan lebih tinggi pada pasien necrotizing ulcerative gingivitis.4
2.1.4.3 Diabetes Mellitus
Penyakit jaringan periodontal merupakan komplikasi ke enam dari penyakit
diabetes mellitus. Beberapa review menunjukkan bukti dari keterkaitan secara
langsung antara diabetes mellitus dengan penyakit periodontitis. Hubungan antara
diabetes mellitus dengan periodontitis tampak dengan kuat dalam populasi khusus.
Sebuah studi melibatkan 75 penderita diabetes diabetes (IDDM dan NIDDM)
bertujuan untuk memeriksa hubungan antara kontrol diabetes, sebagaimana dievaluasi
oleh glycosylated hemoglobin levels dan periodontitis. Dalam studi tersebut,
keakutan dari dari periodontitis meningkat seiring dengan control yang buruk dari
diabetes. Sebuah laporan menyebutkan bahwa metabolik kontrol dapat menjadi faktor
terpenting antara kesehatan periodontal dengan IDDM. Data tersebut mendukung
hipotesis bahwa diabetes dan level dari metabolik kontrol penting dalam
hubungannya dengan penyakit periodontitis.4
2.1.4.4 Hormon seks
Elevasi di level plasma dari hormon seks selama kehamilan menyebabkan
modifikasi dari respon host pada plak gigi, namun hal ini mempengaruhi jaringan
yang lembut yang meningkatkan pembengkakan dan gingivitis kronis. Beberapa studi
menyebutkan keadaan dari kemerahan gusi, edema, pendarahan, meningkat pada
bulan ke-2 kehamilan sampai bulan ke-8 dan akhirnya menurun. Fluktuasi gingivitis
dengan fase siklus menstruasi dan efek dari kontrasepsi oral pada gingival merupakan
efek dari hormon seks terhadap jaringan periodontal. Lebih lanjut pubertas juga
merupakan hal yang dapat menaikkan pembengkakan gingiva dan peningkatan respon
pada plak merupakan akibat dari konsentrasi hormon seks dalam plasma.5
2.1.4.5 Osteoporosis
Penelitian pada hewan studi pada domba menunjukkan bahwa kekurangan
estrogen dapat menyebabkan meningkatnya penyakit periodontal. Sebuah studi pada
28 wanita berumur antara 23 dan 78 tahun dengan membaginya menjadi 2 kelompok,

kelompok yang lebih tua postmenopausal dan yang lebih muda premenopausal.
Kelompok yang lebih tua mengalami kekurangan dalam kepadatan alveolar bone,
dimana penulis menyimpulkan bahwa menopause dapat menyebabkan berkurangnya
kepadatan dalam alveolar bone. Studi yang lain pada manusia dengan osteopenia dan
osteoporosis, menunjukkan bahwa keakutan dari osteopenia berhubungan dengan
berkurangnya alveolar cristal height dan gigi tanggal pada wanita yang mengalami
postmenopause.5
2.1.4.6 Gangguan genetik
Jumlah dari gangguan genetik meningkat seiring dengan periodontitis kronis.
Plak microbial, berubah sesuai level dan durasi penumpukan faktor lingkungan,
misalnya merokok, diabetes, systemic health, dan genetik seseorang.
Salah satu gangguan genetik yaitu Downs syndrome dikarakteristik oleh awal
dari periodontitis yang bermanifestasi pada dentition utama dan berlanjut hingga
dewasa. Keakutan dari penyakit periodontal tersebut sangat tinggi dibandingkan
dengan lainnya, atau individu cacat mental lainnya.4
2.2 Jantung koroner
2.2.1 Definisi jantung koroner
Penyakit

Jantung

Koroner

adalah

penyempitan/penyumbatan

(arteriosclerosis) pembuluh arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan dari


zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama makin banyak dan
menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi.6
2.2.2 Penyebab jantung koroner
Adanya penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner. Penyempitan
dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh penumpukan zat-zat
lemak yaitu kolesterol dan gliserida, yang makin lama makin banyak dan menumpuk
di bawah lapisan terdalam pembuluh (endothelium) dari pembuluh nadi. Hal ini
mengurangi atau menghentikan aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu

kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung korner adalah
kehilangan oksigen dan nutrien ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri akan mempengaruhi pembentukan bekuan
darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung.6

2.2.3 Gejala jantung koroner

Gambar 2.3 Tanda dan Gejala Penyakit jantung Koroner


Penyakit jantung bisa terjadi secara tiba-tiba tanpa maupun dengan keluhan
klinis. Tanda-tanda atau gejala peyakit jantung koroner adalah:
1. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh
yang sangat terasa dan menetap di tengah dada dan berlangsung selama
beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit)

2. Nyeri dada yang menjalar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau
nyeri menembus hingga ke punggung, dan nyeri ulu hati.
3. Keringat dingin
4. Mual
5. Sesak napas

2.3 Penatalaksanaan Periodontitis kronik


Pengobatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 6
Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal
atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal
seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang
sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau
rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,

10

rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal


(bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,
ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
2.4 Komplikasi Periodontitis kronik terhadap Jantung Koroner
Komplikasi periodontitis biasanya bersifat degeneratif yaitu mengawali
timbulnya penyakit jantung koroner. Dengan penyulit seperti merokok, penyakit
Diabetes Melitus dan hipertensi akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh
darah arteri, apabila kerusakan dinding ini diperberat dengan peningkatan kadar
lemak/kolesterol dalam pembuluh darah akan menimbulkan penyempitan pada lumen
arteri koroner, dan hal ini dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Kontrol yang
baik pada pasien hipertensi, dapat diupayakan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
pembuluh darah dan meminimalkan kemungkinan terkena penyakit jantung koroner.8

11

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bakteri Jaringan Periodontal
Infeksi Bakteri periapikal serta periodontal dapat menyebabkan bakterimia pada
rongga mulut. Keadaan ini dapat menimbulkan endokarditis bakterialis pada
penderita yang memiliki riwayat penyakit demam rematik, kelainan katup jantung
dan juga jantung koroner. 9
Penyakit periodontal menjadi suatu kondisi penyakit yang disertai dengan
Porhyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan organisme gram negatif lainnya.
Periodontitis juvenil lokalisata (LJP) menyebabkan hilangnya tulang, cepat dan
disertai dengan Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) Capnocytophaga,
Eikenella corrodens dan anaerob lain.9
3.2 Respon Kekebalan Tubuh
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. 10
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme). Cedera radang yang ditimbulkan oleh
berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama,
yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis
(kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler,
terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat
radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik.11
Salah satu strategi penting pertahanan dari system immune host terhadap
mikroba adalah dengan memproduksi protein pembawa sinyal yang disebut dengan

12

sitokin. Molekul ini merupakan hormon local dan sistemik yang penting dan berperan
sebagai homeostatic mediator secara umum. Homeostatic mediator merupakan
penyeimbang sistem imun dan memberitahu kepada sistem imun kapan harus bekerja
dan kapan harus beristirahat. Beberapa jenis sitokin, seperti IL-1, IL-6, IL-8,
interferon- dan tumor necrosis factor- meningkatkan peradangan. Sitokin yang
lain, seperti transforming growth factor- dan IL-10 berperan dalam mengatur respon
inflamasi. Level dari pro dan sitokin anti-inflamasi pada tempat yang spesifik dan
waktu

tertentu

sangat

bervariasi

dan

sejalan

dengan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya. Selama manusia dalam keadaan sehat, beberapa dari bakteri


endogen ini membangun kemampuan untuk mengatur jaringan sitokin dan pada
akhirnya mampu menurunkan respon inflamasi pada host.12
Namun, Bakteri Periodontopatogenik seperti P.Gingivalis dapat merusak dan
mengubah system imun dari host. P.gingivalis menghambat polymorphonuclear
leukocyte chemotaxis yang diinisiasi oleh exogenous IL-8 atau N-Formil-metionilleusil-Fenilalanin(fMLP) dan sepanjang infeksi pada sel epitel mulut, P.Gingivalis
dapat menghambat migrasi transepitel dari neutrofil. Lebih jauh lagi, P.Gingivalis
menurunkan produksi IL-8 dan ekspresi ICAM-I pada sel epitel oral. Efek inhibitor
yang lainnya melingkupi pemecahan tumor necrosis factor- secara proteolitik dan
menekan ekspresinya setelah diinduksi oleh lipopolisakarida dari bakteri lain dalam
jalur makrofag pada manusia, P.Gingivalis juga menyebabkan down-regulating Th1
respon, menekan ekspresi IL-1 pada monocytes cocultured dengan apoptotic
neutrophils, mengecilkan ekspresi costimulatory molecules pada monosit dan dendrit
setelah pemaparan lipopolisakarida dari P.Gingivalis secara berulang kali dan
meningkatkan hilangnya ikatan membran pada CD14. Berdasarkan fakta di atas
P.Gingivalis dapat merubah jaringan sitokin dari host. Jika hal ini terjadi pada tahap
awal dari kolonisasi dan invasi, hal ini mengindikasikan bahwa organisme ini
menggunakan stealth-like strategy dengan cara melumpuhkan respon imun awal.
Strategi lain yang dijalankan oleh bakteri periodontopathogenik adalah
dengan mengeluarkan racun yang dapat membunuh sel imun atau menekan respon

13

immun. A. Actinomycetemcomitans dapat mengeluarkan leukotoxin-A yang secara


spesifik dapat membunuh neutrofil dan monosit melalui interaksi dengan leucocytassociated antigen(LFA)-1.12
Hal-hal tersebut dapat menyebabkan penurunan tingkat imunitas dari host
sehingga bakteri-bakteri periodontopatogenik dapat masuk lebih jauh lagi ke dalam
pembuluh darah sistemik.

Gambar 3.1 Skema alur potensial inflamasi jariangan periodontal pada patogenesis
kardiovaskular

3.3 Patofisiologi Periodontitis Kronik menjadi Penyakit Jantung Koroner


Bakteri periodontopatogenik seperti P. gingivalis memperoleh akses sistemik
melalui sistem sirkulasi. Selanjutnya terjadi peningkatan kadar faktor-faktor
peradangan dalam darah seperti fibrinogen, C-reaktif protein, dan beberapa hormon
protein. Salah satu strategi penting pertahanan dari sistem imun host terhadap bakteri
yang masuk adalah dengan memproduksi protein pembawa sinyal yang disebut
dengan sitokin.1 Molekul ini berperan penting sebagai homeostatic mediator. Namun

14

bakteri ini dapat merusak dan mengubah jaringan sitokin dari host sehingga terjadi
penurunan respon kekebalan.1 Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi pada
pembuluh darah dan mengaktivasi jalur koagulasi dan terjadi agregasi trombosit di
sana. Tidak hanya itu, penurunan respon kekebalan tersebut dapat meningkatkan
LDL, menurunkan HDL, dan meningkatkan trigliserida dalam sistem sirkulasi. Kadar
LDL yang meningkat dalam sirkulasi akan teroksidasi menjadi LDL-oks. Kemudian
LDL-oks akan difagosit oleh makrofag sehingga makrofag menjadi foam cell. Foam
cell akan mengendap pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi atherosclerosis.
Teraktivasinya jalur koagulasi dan atherosclerosis mempercepat terjadinya ischemic
cardiovascular.13 Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya suplai makanan dan
oksigen ke jantung sehingga dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner.

Gambar 3.2 Potential mechanism of infectious agents in atherosclerosis

3.4 Hubungan penyakit Periodontitis dengan penyakit Kardiovaskuler


PJK dan kesehatan gigi-geligi yang buruk merupakan masalah yang dijumpai
di seluruh dunia, dan hubungan antara keduanya secara potensial penting sekali.

15

Untuk memastikan bahwa kelainan kronik periodontal merupakan faktor risiko


timbulnya penyakit kardiovaskuler seperti PJK, perlu dipikirkan: apakah dental
health scores (skor kesehatan gigi-geligi) harus digunakan sebagai prediktor PJK.
Laporan mengenai hubungan positif antara PJK dan penyakit periodontal telah
banyak dikemukakan. Meskipun secara umum hubungan yang dilaporkan secara
statistik bermakna namun keterbatasan dari studi-studi kasus-kelola tersebut patut
mendapatkan perhatian dan kewaspadaan di dalam membaca dan interpretasi hasilhasilnya.
Buhlin dkk membandingkan penderita-penderita periodontitis berat dengan
individu yang tidak menderita periodontitis (nonperiodontitis). Untuk membuktikan
tidak adanya PJK dilakukan tes latihan (exercise test) dan melalui riwayat medis
subyek. Individu dengan periodontitis secara signifikan mempunyai kadar monosit
beredar (circulating monocytes) dan CRP yang tinggi dan HDL-kolesterol yang
rendah, bila dibandingkan dengan subyek nonperiodontitis. Studi dari Buhlin dkk ini
menunjukkan bahwa periodontitis yang dulu dianggap suatu penyakit lokal murni,
ternyata dapat menyebabkan inflamasi sistemik dan perubahan-perubahan lipid, yang
diketahui meningkatkan risiko terhadap PJK. Persson dkk melakukan studi terhadap
penderitapenderita infark miokard yang sembuh dan membandingkannya dengan
kontrol dan mendapatkan hasil yang serupa dengan hasil yang dilaporkan oleh lainlain peneliti. Melalui studinya Persson dkk berkesimpulan untuk menggunakan foto
radiografis terhadap tulang alveolar yang hilang (alveolar bone loss).
Pemeriksaan radiografis merupakan cara yang penting dan praktis pada studi
besar oleh karena lebih mudah dilakukan daripada pemeriksaan klinis. Upaya
radiografis dapat dilakukan secara buta (blind) dan independen. Hasil yang didapat
melalui foto radiografis ini merupakan gambaran efek akumulasi dari periodontitis
dan cara ini adalah yang paling baik untuk mengetahui tingkat keparahan dari
periodontitis. Suatu faktor pengganggu lain dalam hubungan antara parameter
kesehatan gigi-geligi dan PJK adalah kesamaan hubungan antara keduanya dengan
pertanda inflamasi. Seperti dilaporkan oleh Kweider dkk dalam suatu penelitian

16

kasus-kelola,

penderita-penderita

dengan

infeksi

periodontal

menunjukkan

peningkatan fibrinogen plasma secara signifikan sehingga menimbulkan dugaan


bahwa periodontitis dapat meningkatkan risiko PJK.
Sebuah penelitian berikutnya memperlihatkan bahwa hilangnya gigi-geligi secara
total (total tooth loss) (yang umumnya diakibatkan oleh penyakit periodontal dan
karies gigi) juga berhubungan dengan beberapa pertanda dari inflamasi dan
hemostasis (termasuk CRP). Oleh karena hilangnya gigigeligi secara total tidak
memungkinkan terjadinya periodontitis maka dapat ditarik dua kesimpulan alternatif.
Pertama, hilangnya gigigeligi secara total mungkin mencerminkan suatu predisposisi
konstitusional terhadap reaksi inflamasi yang berat menyusul terjadinya stres
inflamatorik (misalnya infeksi periodontal). Oleh karena itu, hubungan antara
hilangnya gigi-geligi dan PJK merupakan refleksi dari suatu pengaruh keadaan
konstitusional proinflamatorik (misalnya karena periodontitis berat sehingga perlu
dilakukan pencabutan). Kedua, hilangnya gigi-geligi secara total berakibat terjadinya
perubahan status nutrisi seperti berkurangnya asupan (intake) buah-buahan sitrus dan
vitamin C, yang mungkin dapat meningkatkan risiko terhadap inflamasi maupun
penyakit kardiovaskuler. Suatu penelitian meta-analisis baru-baru ini menyimpulkan
adanya hubungan yang cukup bermakna antara berbagai parameter kesehatan gigi
dengan penyakit kardiovaskuler. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas
mengenai parameter kesehatan gigi mana yang lebih bermakna hubungannya dengan
penyakit kardiovaskuler, Janket dkk melakukan suatu studi yang membandingkan
Asymptomatic Dental Score (ADS) dengan Total Dental Index (TDI) dan hasilnya
dikonfimasikan dengan pemeriksaan angiografi.
Total Dental Index adalah parameter yang dikemukakan oleh Mattila dkk
pertama kali pada tahun 1989 dan merupakan sebuah penelitian di dalam upaya
memprediksi terjadinya PJK (infark miokard) dikaitkan dengan kesehatan gigi-geligi.
Di dalam studinya, Mattila dkk meneliti keadaan kesehatan gigi-geligi dari kasuskasus dengan infark miokard akut dan membandingkannya dengan kontrol. Infeksi
oral dari kedua kelompok (kasus dan kontrol) dinilai dengan melihat adanya karies

17

dentis,

penyakit

endodontik

dan

komponen

periodontitis

(TDI).

Hasilnya

menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dijumpai lebih banyak keadaan gigi geligi
yang sangat buruk dibanding kelompok kontrol.
Analisis regresi logistik lebih lanjut menyimpulkan bahwa kesehatan gigi
yang buruk dan infark miokard menunjukkan hubungan atau asosiasi dengan odds
ratio (OR) sebesar 1.3. Artinya subyek dengan kesehatan gigi buruk mempunyai
risiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami infark miokard dibanding dengan
individu yang mempunyai kesehatan gigi baik. Menurut para peneliti, hubungan
tersebut tidak tergantung (independent) dari faktor-faktor risiko yang telah diketahui
seperti umur, kolesterol total, trigliserida, hipertensi, merokok, dan penyakit diabetes.
Menyusul TDI yang dikemukakan oleh Mattila dkk, Janket dkk mengusulkan
menggunakan apa yang mereka sebut sebagai ADS untuk mempredeksi terjadinya
PJK. Menurut Janket dkk, TDI yang menggunakan berbagai lesi oral serbagai dasar
pernilaian adalah prediktor yang signifikan untuk PJK; akan tetapi dengan kelainankelainan asimtomatik sebagai dasar pernilaian dan menggabungkannya dengan
beberapa lesi oral, sistem tersebut dapat menjadi lebih sensitif dan untuk meramalkan
kemungkinan terjadinya PJK. Dari berbagai variabel yang diuji pada penelitian Janket
dkk ada 5 variabel yang terkait dengan PJK. Variabel-variabel ini meliputi: jumlah
sisa akar, perikoronitis, karies gigi-geligi, edentulisme bimaksiler, dan gingivitis.
Sebagai tambahan, kemampuan prediksi ADS dibandingkan pula dengan TDI yang
diformulasikan oleh Mattila dkk. Janket dkk menyimpulkan bahwa hasil dari
penelitian mereka mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semakin tepat
dental health score, semakin kuat hubungannya dengan PJK, sehingga benar-benar
merupakan suatu hubungan biologis.
Beberapa peneliti di antaranya Lavelle meragukan apakah benar penyakit
periodontal merupakan suatu faktor risiko terhadap PJK. Menurut Lavelle tidak
cukup bukti kuat yang medukung konsep tersebut. Misalnya, deposisi plak
ateromatosa pada pembuluh darah koroner dapat pula disebabkan oleh infeksi lain di
samping periodontitis, dan pengobatan terhadap infeksi periodontal tidak dapat

18

mencegah atau mengubah prevalensi PJK. Dengan kata lain: risiko PJK tidak menjadi
menurun pada kelompok individu yang tanpa infeksi periodontal. Hujoel dkk
meragukan laporan-laporan yang konklusinya mendukung adanya hubungan antara
infeksi periodontal dengan PJK. Ia mempertanyakan apakah penelitian-penelitian
tersebut cukup melakukan kontrol atas faktor-faktor confounding seperti kebiasaan
merokok dan gaya hidup. Mereka menegaskan bahwa kedua faktor itu berpengaruh
signifikan terhadap terjadinya PJK maupun periodontitis kronik. Dosis rokok yang
dikonsumsi subyek penelitian amat bervariasi misalnya dalam intensitas, usia saat
mulai merokok, dan usia saat berhenti merokok. Kontrol atas perilaku hidup sehat
jauh lebih sulit karena tidak dapat dikuantifikasikan. Subyek yang tidak menderita
periodontitis atau gingivitis mungkin merupakan kelompok yang perduli untuk
menjaga kesehatannya termasuk
menjaga kesehatan terhadap penyakit jantung bila dibandingkan dengan mereka yang
menderita penyakit tersebut. Mungkin saja penderita-penderita penyakit jantung yang
juga menderita periodontitis atau gingivitis itu kurang mempunyai keperdulian
terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit jantung.
Selain itu, Hujoel dkk juga menyimpulkan bahwa besar atau jumlah sampel
pada banyak penelitian-penelitian yang dilaporkan kurang memadai sehingga
memberikan kesimpulan yang tidak benar. Konklusi adanya hubungan positif yang
dilaporkan itu diperoleh dari sampel yang kecil sehingga besar kemungkinan itu
adalah positif palsu.
Genco dkk juga mengakui bahwa perbedaan dalam cara penelitian yang
dilakukan akan berpengaruh terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Beberapa
kemungkinan penyebab dari inkonsistensi pada hasil-hasil yang
dilaporkan menurut mereka antara lain karena perbedaan umur subyek yang diteliti
(terdapat indikasi adanya kaitan antara penyakit jantung dengan penyakit periodontal
justru lebih banyak pada orang muda), status merokok yang bervariasi, kurangnya
atau terlalu ketatnya melakukan kontrol terhadap faktor-faktor confounding lain,
masih terdapatnya faktor confounding yang tidak diperhitungkan, dan perbedaan

19

kriteria inklusi untuk PJK maupun penyakit periodontal. Beberapa penelitian


menetapkan kriteria inklusi yang sama untuk PJK, misalnya, infark miokard fatal dan
nonfatal
serta hospitalisasi untuk prosedur kardiovaskuler. Tetapi ada juga beberapa penelitian
yang memasukkan infark miokard yang asimtomatik sebagai kriteria inklusi.
Demikian pula, di dalam penggunaan kriteria inklusi untuk penyakit periodontal ada
perbedaan-perbedaan yang mendasar.
Danesh dkk bahkan menyatakan bahwa penelitian-penelitian mengenai
hubungan penyakit periodontal dengan PJK tidak mengikut-sertakan pengukuran atas
infeksinya sendiri dan respon imun pejamu. Menurutnya, tanda klinis disertai
pengukuran banyaknya bakteri patogen oral dan antibody yang terjadi, secara
langsung lebih memastikan adanya penyakit periodontal. Hasil-hasil penelitian
terakhir menunjukkan bahwa berbagai kelompok faktor risiko yang beraneka ragam
ikut serta berperan di dalam terjadinya PJK sehingga membuat kompleks penentuan
faktor mana yang paling dominan.

20

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan rongga mulut yang buruk menjadi salah satu faktor resiko penyakit
kardiovaskular. Ditinjau dari pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit jantung koroner. Hubungan
tersebut dapat melalui mekanisme imunitas pada individu terhadap infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Periodontitis menyebabkan bakteri memasuki aliran darah.
Bakteri ini merusak sitokin yang berperan sebagai sistem imun host sehingga respon
kekebalan host menurun. Selain itu, bakteri tersebut dapat meningkatkan LDL,
menurunkan HDL, dan meningkatkan trigliserida sehingga keadaan lemak dalam
pembuluh darah tidak normal dan mengakibatkan artherosclerosis pada pembuluh
arteri koronaria.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Lamnont, Richard. J.Oral Microbiology and immunology. ASM press; 2006 Majid.
Abdul. Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
terikini; 2007.
2. Carranza FA, Jr.: Glickman's Clinical Periodontology, Sixth Edition, Philadelphia,
London,W. B. Saunders Compan, 2011.
3. Hanafi, Muin Rahman, Harun.Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta: FKUI,
hal1082-108; 2007
4. Corwin E.Handbook of Pathophysiology, alih bahasa, Brahm U.Pendit ; Endah P
ed 3, Jakarta. hal 352 71; 2010
5. Sloop GD, Kevin JW, Ira Tabas, Peter LW, Martin RB. Atherosclerosis-an
inflammatory disease. NEJM 2009 June 17 Volume 340 Number 24; 1928-29
6. Harker LA, Ross R, Slichter SJ, Scott CR. Homocystine-induced arteriosclerosis:
the role of endothelial cell injury and platelet response in its genesis. J Clin Invest
2005;58:731-41
7. Setiyohadi. Periodontitis sebagai suatu faktor resiko terjadinya strok. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 519-23
8. Beck JD, Offenbacher S, Williams R, Gibbs P, Garcia R. Periodontitis as a risk
factor for coronary heart disease, Ann Periodontal 1998:3:127-141
9. Mendall MA, Strachan DP, Butland BK, Ballam L, Morris J, and Sweetnam PM.
C-reactive proteinrelation to total mortality,cardiovasculer mortality and
cardiovasculer risk factors in men.Eur Heart Journal 2011;21:1584-1590.
10. Haynes.W.G and Stanford,C,Periodontal Disease and atherosclerosis:From Dental
to Arterial Plaque; 2003 Atherioscler.Thromb.Vasc.Biol;23:1309-1311
11. Wu T, Trevisan M, Genco RJ, Falkner L, Dorn JP, Tempos CT. An Examination
of the relation between periodontal health status and cardiovasculer risk

22

factors:serum

total

and

HDL

cholsterol,C-reactive

protein,and

plasma

Pankow,J.S,Acute

phase

fibrinogen.Am J Epidemiol;151:273-282; 2000


12. Slade,G,D,Offenbacher,S,Beck,J.D,Heiss,G,and

inflammatory response to periodontal disease in the US population.J Dent


Res;79(1):4957; 2000.

Anda mungkin juga menyukai