Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI PEMUPUKAN DAN KONSERVASI LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN PERTANIAN DI SEBAGIAN WLAYAH


PERBATASAN KALIMANTAN BARAT
M.T. Sutriadi, Haryono, dan Suparto
ABSTRAK
Untuk melaksanakan pembangunan sektor pertanian yang terarah agar
dapat dicapai hasil optimal, diperlukan data dan informasi potensi sumberdaya
lahan yang rinci diperoleh dari kegiatan pemetaan dan evaluasi lahan. Evaluasi
Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Pertanian di sebagian
Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, dengan luas sekitar 173.033 ha,
termasuk dalam 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Entikong, Sekayam, sebagian
Kecamatan Beduai, dan Noyan Kabupaten Sanggau; dan sebagian Kecamatan
Ketungau Hulu, Kab. Sintang. Penelitian bertujuan menyusun rekomendasi
pemupukan komoditas tersebut dan teknologi konservasi lahan pada satuan
lahan. Pengamatan tanah dilakukan dari lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm pada
setiap satuan lahan. Rekomendasi pemupukan ditetapkan berdasarkan uji tanah dan
rekomendasi teknologi konservasi tanah berdasarkan kemiringan lereng. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian mempunyai curah hujan cukup
tinggi dengan bulan basah 10-11 bulan, hampir merata sepanjang tahun,
sehingga hampir tidak mempunyai masalah kebutuhan air untuk pengembangan
pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan. Tanah-tanah di daerah
penelitian diklasifikasikan kedalam tiga ordo yaitu: Inceptisols, Ultisols dan sedikit
Spodosols. Status hara tanah daerah penelitian menunjukkan tingkat kesuburan
tanah rendah-sedang. Hal ini dapat dilihat dari status hara N, P, K, dan KTK
tanah, sangat rendah sampai sedang, serta kation (Ca dan Mg) tergolong sangat
rendah. Pemupukan didasarkan pada status hara tanah. Pemberian bahan
organik ditujukan untuk perbaikan fisika-kimia tanah, dan pengapuran diberikan
berdasarkan
status
kejenuhan
Al.
Selain
itu,
untuk
tanaman
perkebunan/tahuanan juga dipertimbangkan umur tanaman. Untuk meningkatkan
kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah, maka pengelolaan kesuburan tanah
harus dilakukan secara terpadu, dikombinasikan dengan pemupukan organik,
dan pengapuran pada lahan kering. Komoditas tanaman yang rekomendasikan
untuk dikembangkan di wilayah perbatasan adalah tanaman semusim, yaitu padi
sawah, padi gogo, jagung, dan tanaman tahunan/perkebunan, adalah kakao,
karet, kelapa sawit, dan lada. Telah disusun takaran pemupukan komoditas
tersebut, di daerah penelitian, didasarkan pada status hara tanah, yaitu untuk
untuk padi sawah 250 kg urea, 100 kg SP-36, dan 100 kg KCl per ha pada status
hara tanah (N, P, dan K) rendah dan 200 kg urea, 75 kg SP-36 dan 50 kg KCl per
ha pada status hara (N, P, dan K) sedang. Untuk tanaman padi gogo dan jagung,
300 kg urea, 250 kg SP-36, dan 150 kg KCl per ha pada status hara rendah dan
200 kg urea, 175 kg SP-36, dan 100 kg KCl per ha pada status hara sedang.
Untuk tanaman kakao, 310-610 g urea, 260-520 g SP-36, dan 350-700 g KCl per
149

M.T. Sutriadi, et al.

pohon per tahun. Untuk tanaman karet, 65-90 g urea, 40-65 g SP-36, dan 25-75 g
KCl, serta 15-25 g Kieserit per pohon per aplikasi. Untuk kelapa sawit, 0,9-2,2 kg
urea, 1,4-2,0 kg SP-36, dan 1,0-2,5 kg KCl, serta 0,6-1,5 kg kieserit per pohon
per aplikasi. Untuk lada, 50-600 g urea, 25-600 g SP-36, dan 25-600 g KCl, serta
50-200 g kieserit per pohon per aplikasi. Pada tanaman padi gogo dan jagung
dilakukan pengapuran 1 dan 2 t/ha masing-masing pada status kejenuhan Al
sedang dan tinggi. Sedangkan takaran kapur untuk tanaman kacang-cangan 1, 2,
dan 4 t/ha masing-masing pada status kejenuhan Al rendah, sedang, dan tinggi.
Takaran bahan organik tanah yaitu 2 dan 3 t/ha untuk tanaman padi gogo,
jagung, dan kacang-kacangan pada status hara rendah dan sedang. Teknik
konservasi tanah yang direkomendasikan adalah teras bangku pada kemiringan
lereng > 8%, dan teras gulud permanen pada kemiringan lereng 5-8%. Pada
teras bangku dan gulud dilengkapi tanaman penguat teras.
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai wilayah perbatasan daratan dengan Serawak dan
Sabah Malaysia, yaitu di bagian utara Pulau Kalimantan yang termasuk dalam
wilayah provinsi Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Ketimpangan
pengembangan wilayah antar negara di kawasan perbatasan tersebut,
mendorong semakin maraknya pembalakan dan penyelundupan kayu (illegal
logging), satwa yang dilindungi, dan semrawutnya pelintas batas. Oleh karena itu,
wilayah perbatasan tersebut perlu prioritas penanganan khusus, terutama di
bidang pembangunan pertanian.
Pengembangan komoditas pertanian di daerah perbatasan dapat bertujuan
ganda, yaitu selain meningkatkan taraf hidup penduduk setempat, juga berfungsi
mengimbangi pembangunan di negara tetangga Malaysia. Hal ini akan
mengurangi ketimpangan ekonomi dan pembangunan yang terjadi diantara
kedua bangsa. Kegiatan untuk mengatasi kerusakan hutan dan lingkungannya,
serta pembangunan berbagai sektor di kawasan perbatasan harus dilakukan
secara terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan keamanan
wilayah. Pelaksanaan pembangunan sektor pertanian yang terarah, dapat
mencapai hasil optimal, jika tersedia data dan informasi potensi sumberdaya
lahan yang akurat, yang diperoleh dari hasil kegiatan pemetaan dan evaluasi
lahan.
Identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan di suatu wilayah,
merupakan kegiatan awal untuk menghasilkan data/informasi sumberdaya lahan
sebagai dasar dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pertanian.
Potensi lahan untuk pengembangan suatu komoditas yang merupakan salah satu
usaha untuk mendapatkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi, baik

150

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

secara kualitas maupun kuantitasnya. Dengan mengetahui potensi lahan untuk


pengembangan komoditas pertanian, bertujuan untuk merubah/memperbaiki
sistem pertanian tradisional ke arah pertanian tangguh, dimana sifat saling
ketergantungan dan saling mendukung, serta persaingan yang sehat dapat
ditumbuh kembangkan (Soekardi, 1994). Tiap wilayah mempunyai potensi
produksi komoditas pertanian yang berbeda, tergantung pada kualitas
sumberdaya lahannya, keterampilan sumberdaya manusianya, dan modal. Maka
dari itu, pemilihan komoditas diharapkan mampu membentuk usahatani
berdasarkan wilayah-wilayah kelompok komoditas berproduksi secara optimal,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Sampai saat ini peta potensi sumberdaya lahan skala 1:250.000 1:
50.000, yang tersedia di Balai Besar Litbang SDL Pertanian untuk wilayah
perbatasan Pulau Kalimantan tidak lengkap, hanya terdapat beberapa lokasi
yang telah dipetakan dan letaknya terpencar-pencar. Oleh karena itu, untuk
pengembangan komoditas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat, diperlukan
data dan informasi sumberdaya lahan pertanian skala 1:50.000, yang diperoleh
melalui kegiatan pemetaan dan evaluasi potensi sumberdaya pertanian di
wilayah perbatasan tersebut.
Sebagai langkah awal untuk menyusun perencanaan pengembangan
tanaman, tahunan/perkebunan, di mana kegiatan ini di bawah koordinasi program
dengan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), diperlukan informasi dasar
potensi sumberdaya lahan yang mutakhir. Data spasial potensi sumberdaya
lahan memberikan informasi tentang kualitas dan, penyebaran dan luasan lahan,
karakteristik lahan/tanah, serta tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas biofisik
lahan, dan alternatif teknologi khususnya pemupukan tanah untuk mengatasi
faktor pembatas tersebut dan pengelolaan lahannya. Berdasarkan latar belakang
di atas dilaksanakan penelitian yang bertujuan untuk menyusun teknologi
pemupukan dan konservasi tanah berdasarkan status hara tanah dan satuan
lahannya.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat
dengan Serawak Malaysia, yaitu daerah antara Entikong Badau, dengan luas
173.033 ha. Daerah penelitian termasuk 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Entikong,
Sekayam, Beduai, dan Noyan Kabupaten Sanggau; dan Kecamatan Ketungau
Hulu, Kabupaten Sintang

151

M.T. Sutriadi, et al.

Penelitian penyusunan teknologi pemupukan dan konservasi berdasarkan


status hara tanah dan satuan lahan merupakan bagian dari penelitian
penyusunan peta ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan dan
perkebunan di wilayah perbatasan provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian lapang didahului oleh prasurvei, dengan tujuan untuk penjajagan
dalam mempersiapkan kelancaran survei utama, baik segi teknis maupun non
teknis. Penelitian lapang mencakup kegiatan identifikasi, karakterisasi, dan
klasifikasi sumberdaya tanah, penggunaan lahan dan penyebarannya pada
satuan lahan. Teknik pengamatan di lapangan menggunakan metode transek,
atau lito-toposekuen dari tiap satuan lahan (Steer dan Hajeek, 1979). Titik
pengamatan di dalam suatu transek tergantung pada keragaman landform,
bentuk wilayah, lereng dan penggunaan lahannya, serta bentukan permukaan
lahannya. Pengamatan sifat morfologi tanah di lapang dilakukan dengan
pembuatan profil, minipit ataupun bor yang mengacu kepada FAO (1990) dan
Soil Survey Division Staff (1993). Pengamatan sifat morfologi tanah antara lain
kedalaman tanah, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, drainase, pH tanah
(Truogh), sementasi (batuan/padas), konsentrasi bahan kasar atau fragmen
batuan, dan perakaran tanaman. Klasifikasi tanah ditetapkan sampai subgrup
menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003). Penyusunan satuan
peta mengacu legenda peta tanah seperti yang diuraikan dalam Balittanah
(2002).
Pengambilan contoh tanah dilakukan dari profil atau minipit pewakil dari
setiap subgrup tanah yang representatif dan penyebarannya luas. Semakin
beragam sifat-sifat subgrup tanah, maka pengambilan contoh tanah akan
semakin banyak. Demikian pula sebaliknya, semakin seragam sifat-sifat tanah,
maka pengambilan contoh tanah untuk dianalisis akan semakin sedikit.
Sifat-sifat tanah yang dianalisis terdiri dari sifat-sifat fisika, kimia dan
susunan mineralnya. Analisis sifat fisika tanah meliputi : tekstur, kadar air. Sifat
kimia tanah meliputi : kandungan bahan organik (C organik, N total dan C/N),
reaksi tanah (pH), kandungan P dan K potensial, P dan K tersedia, retensi P,
basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar kation (KTK),
kejenuhan basa (KB), kejenuhan Al, serta analisis tambahan lainnya untuk
mendukung interpretasi sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan pengelolaan
tanah. Analisis mineral meliputi fraksi pasir total dengan metode line counting.
Jenis dan metode analisis tanah di laboratorium mengacu kepada Penuntun
Analisis kimia Tanah, Air, Tanaman, dan Pupuk (Sulaeman et al., 2005) yang
diadopsi dari Soil Survey Laboratory Methods Manual (Burt (ed.), 2004). Data

152

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

hasil analisis tanah digunakan untuk pemantapan peta satuan lahan untuk
komoditas karet, kelapa sawit, kakao dan lada, serta tanaman pangan padi
sawah, gogo, dan jagung.
Status hara tanah ditetapkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Balitanah (2007) dan kriteria penilaian sifat-sifat tanah (Puslit Tanah dan
Agroklimat, 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan sebaran curah hujan pada wilayah penelitian dapat
dimasukan ke dalam 2 Zona Agroklimat (Oldeman, 1975), yaitu Zona A, pada
wilayah Entikong dengan bulan basah (> 200 mm) terjadi selama 10 bulan, yaitu
mulai bulan Agustus sampai Mei, dan bulan kering (<100 mm) terjadi selama satu
bulan yaitu bulan Juni dan Zona C-1, dengan bulan kering (<100 mm) sebanyak
satu bulan yaitu Agustus dan bulan basah (>200 mm) sebanyak 6 bulan yaitu
bulan Nopember Desember, Januari Maret April dan Mei. Sedangkan Klasifikasi
tipe hujan (Schmidt dan Ferguson, 1951), daerah penelitian tidak ada bulan
kering, rata-rata bulan lembab hanya satu bulan ( curah hujan 60 -100 mm), dan
rata-rata bulan basah (curah hujan >100 mm) mencapai 11 bulan, yang
menunjukan nilai Q = 10 %. Dengan demikian curah hujan daerah penelitian
tergolong dalam tipe A.
Kecamatan Entikong dan Sekayam mempunyai curah hujan cukup tinggi
yaitu 2,846-2.944 mm/tahun dengan hujan hampir merata sepanjang tahun,
daerah ini menunjukan hampir tidak mempunyai masalah kebutuhan air untuk
pengembangan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan.
Di daerah peneliltian terdapat banyak sungai, yaitu Sungai Kapuas, Sungai
Sekayam, Sungai Mengkiang, Sungai Kambing, dan Sungai Tayan melintasi
wilayah ini yang memungkinkan dibuat jaringan irigasi untuk pengembangan
tanaman pangan, khususnya padi sawah dan palawija. Pada saat ini di daerah
Pengadang sudah dibuat jaringan irigasi yang berfungsi selain untuk pengairan
tanaman padi dan jagung juga sebagai sarana mandi dan cuci warga sekitar
saluran tersebut
Landform dan Bentuk Wilayah
Analisis landform dilakukan melalui interpretasi landsat yang didukung peta
rupabumi skala 1:50.000 dan peta geologi, serta pengecekan lapang.

153

M.T. Sutriadi, et al.

Pengelompokan landform mengacu pada Klasifikasi Landform LREP II (Marsoedi


et. al., 1997). Berdasarkan hasil interpretasi dan pengecekan lapang tersebut,
daerah penelitian dikelompokan kedalam 4 Grup landform, yaitu: Aluvial (A),
Volkan (V), Tektonik (T), dan Aneka Bentuk (X). Bentuk wilayah dibedakan
menjadi: datar, seluas 677 ha; agak datar, seluas 25.102 ha; berombak, seluas
43.082 ha; bergelombang, seluas 36.978 ha; berbukit kecil, seluas 31.654 ha;
berbukit, seluas 21.501 ha; dan bergunung, seluas 11.881 ha (Tabel 1).
Tabel 1. Bentuk wilayah daerah penelitian
Simbol
F
N
U
R
C
H
M
X

Uraian
Datar
Agak Datar
Berombak
Bergelombang
Berbukit Kecil
Berbukit
Bergunung
Escarpmen, pemukiman, tubuh air,
dan galian tambang
Luas Total

Lereng
03
2-3
38
8 15
15 - 25
25 - 40
>40

ha
677
25.102
43.082
36.978
31.654
21.501
11.881

%
0,39
14,51
24,90
21,37
18,29
12,43
6,87

2.158

1,25

173.033

100,00

Keadaan Tanah
Tanah yang terdapat di daerah penelitian, antara lain, Inceptisols, Ultisols,
dan Spodosols, ketiga ordo tersebut menurunkan 8 grup dan 11 subgrup seperti
disajikan pada Tabel 2. Sebagian besar tanah-tanah tersebut tergolong marginal,
namun dengan input dan teknologi dapat ditingkatkan kualitas dan potensinya.
Tanah di daerah upland umumnya terbentuk dari batuan sedimen batupasir dan
batuliat, yang miskin mineral primer sebagai sumber hara tanaman, sementara
hanya sedikit yang terbentuk dari bahan volkan. Di daerah lowland sepanjang
jalur aliran sungai dan pelembahan, tanah terbentuk dari endapan fluviatil yang
relatif potensial untuk pertanian.
Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh lima faktor utama, yaitu: iklim,
bahan induk, topografi, vegetasi dan waktu. Kelima faktor tersebut saling
berinteraksi dan sebagai resultannya adalah adanya variasi sifat-sifat tanah.
Diantara kelima faktor tersebut, iklim, bahan induk dan topografi tampaknya lebih
berperan dalam proses pembentukan tanah.

154

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

Tabel 2.

Klasifikasi tanah di daerah penelitian.


Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003)
Grup
Subgrup
Endoaquepts
Typic Endoaquepts
Epiaquepts
Typic Epiaquepts
Aquic Dystrudepts
Oxix Dystrudepts
Dystrudepts
Lithic Dystrudepts
Typic Dystrudepts
Paleudults
Typic Paleudults
Kandiudults
Typic Kandiudults
Kanhapludults
Typic Kanhapludults
Hapludults
Typic Hapludults
Haplorthods
Typic Haplorthods

Ordo

Inceptisols

Ultisols

Spodosols

Status Hara Tanah


Berdasarkan hasil analisis terrain dari peta rupabumi dan citra landsat,
yang dilengkapi dengan hasil pengamatan di lapangan, telah ditetapkan
sebanyak 43 satuan lahan, yang menyajikan informasi karakteristik lahan, yang
berkaitan erat dengan parameter evaluasi lahan. Karakteristik lahan atau unsur
penyusun satuan lahan, yang disusun dalam legenda peta adalah satuan
landform, bahan induk, relief/lereng, ketinggian tempat dari muka laut, subgrup
tanah, proporsi penyebaran tanah dan luasan untuk setiap satuan lahan.
Penilaian status kesuburan tanah didasarkan pada kemampuan tanah
dalam menyediakan unsur hara untuk tanaman, yang ditetapkan berdasarkan
data hasil analisis tanah lapisan atas dan bawah profil tanah pada masing-masing
satuan lahan. Kriteria rendah, sedang, dan tinggi sifat-sifat tanah disajikan pada
Tabel 3 dan 4.
Tabel 3.

Status dan Kriteria P dan K untuk tanah sawah.

Status

Kriteria Penilaian (ekstrak HCl 25 %)


mg P2O5/100 g tanah

mg K2O/100 g tanah

Rendah

< 20

< 10

Sedang

20 40

10 20

Tinggi

> 40

> 20

155

M.T. Sutriadi, et al.

Tabel 4.

Kriteria penilaian sifat-sifat tanah

Sifat Tanah
C (%)
N (%)
C/N
P2O5 HCl 25% (mg/100 gr)
P2O5 Bray I (ppm)
P2O5 Olsen (ppm)
K2O HCl 25% (mg/100 gr)
KTK (me/100 gr)
Susunan Kation:
- K (me/100 gr)
- Na (me/100 gr)
- Mg (me/100 gr)
- Ca (me/ 100 gr)
- Kejenuhan basa (%)
- Kejenuhan Al (%)

SR
<1,00
<0,10
<5
<10
<10
<10
<10
<5

R
S
T
1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00
0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75
5-10
11-15
16-25
10-20
21-40
41-60
10-15
16-25
26-35
10-25
26-45
46-60
10-20
21-40
41-60
5-16
17-24
25-40

<0,1
0,1-0,2
0,3-0,5
<0,1
0,1-0,3
0,4-0,7
<0,4
0,4-1,0
1,1-2,0
<2
2-5
6-10
<20
20-35
36-50
<10
10-20
21-30
Agak
Sangat
pH H2O
masam
masam masam
<4,5
4,5-5,5
5,6-6,5
Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994

0,6-1,0
0,8-1,0
2,1-8,0
11-20
51-70
31-60
netral
6,6-7,5

ST
>5,00
>0,75
>25
>60
>35
>60
>60
>40
>1,0
>1,0
>8,0
>20
>70
>60
Agak Al
alkalis kalis
7,6-8,5 >8,5

Hasil penilaian status hara tanah daerah penelitian (Tabel 5), menunjukkan
bahwa, umumnya mempunyai tingkat kesuburan tanah rendah. Hal ini dapat
dilihat dari status hara N, P, K, dan KTK tanah, sangat rendah sampai sedang,
serta kation (Ca dan Mg) tergolong sangat rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa
secara umum tanah di daerah penelitian miskin hara, sehingga perlu
penambahan pupuk yang cukup tinggi dalam pengelolaannya, terutama pupuk N,
P, dan K. Selain itu, sifat tanah penting lainnya seperti reaksi (pH) tanah
tergolong masam, Kejenuhan Aluminium tinggi, dan C-organik sedang. Reaksi
tanah masam, dengan kejenuhan Al tinggi, merupakan kendala atau faktor
pembatas tanah, namun dapat diatasi dengan upaya pengapuran. Kondisi tanah
ini, akan mengakibatkan tanaman mengalami keracunan unsur mikro Al, Fe, dan
Mn.
Bahan organik tanah, tergolong sedang, sangat membantu dalam
memperbaiki kesuburan tanah. Bahan organik tanah selain menciptakan kondisi
yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisma tanah, sehingga sifat fisik
tanah menjadi semakin baik, juga mengakibatkan kondisi yang baik untuk
pelepasan-pelepasan hara dari larutan tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman.

156

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

Tabel 5.
Satuan
Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
14
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Satuan lahan dan status hara tanah di daerah penelitian.


pH
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

C
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
R
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S

N
S
S
S
R
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
R
R
R
S
R
R
R
R
S
S
R
S
S
S
R
S
R
S
S
S

P
R
R
R
S
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R

Status hara
K
S
R
R
R
S
R
S
R
S
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
S
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R

Ca, Mg
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR
SR

KTK
R
R
R
SR
R
R
R
R
R
S
S
S
S
S
S
S
R
R
R
R
R
R
R
SR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R

Kej. Al
S
R
R
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
S
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T

Rekomendasi Pemupukan
Komoditas tanaman yang rekomendasikan untuk dikembangkan di wilayah
perbatasan adalah tanaman semusim, yaitu padi sawah, padi gogo, jagung, dan
tanaman tahunan/perkebunan, adalah kakao, karet, kelapa sawit, dan lada.
Pemupukan didasarkan pada status hara tanah dari hasil analis contoh tanah
lapisan atas dan bawah dari profil pewakil di tiap-tiap satuan lahan (SL) di wilayah
penelitian. Pemberian bahan organik ditujukan untuk perbaikan fisika-kimia tanah,

157

M.T. Sutriadi, et al.

dan pengapuran diberikan berdasarkan status kejenuhan Al. Disamping itu, untuk
tanaman perkebunan/tahunan juga dipertimbangkan umur tanaman. Takaran
pemupukan NPK, penambahan bahan organik dan pengapuran disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rekomendasi Pemupukan N, P, K, kapur dan bahan organik.
No.

Komoditas/

Jenis pupuk
Urea
SP-36 KCl
Kieserit
.kg/ha...

Status hara
1.
Padi sawah
Rendah
250
100
100
Sedang
200
75
50
Tinggi
2.
Padi gogo
Rendah
300
250
150
Sedang
200
175
100
Tinggi
3.
Jagung
Rendah
300
250
150
Sedang
200
175
100
Tinggi
4.
Kacang-kacangan
Rendah
75
300
125
Sedang
50
200
75
Tinggi
5.
Kakao
g/pohon/tahun
Umur 1 tahun
310
260
350
Umur 2 tahun
370
310
420
Umur 3 tahun
500
420
560
Umur 4 tahun
560
470
630
Umur 5 tahun
620
520
700
6.
Karet
g/pohon/aplikasi
TBM, 1 tahun
65
40
25
TBM, 2 tahun
65
65
30
TBM, 3 tahun
65
65
30
TBM, 4 tahun
85
65
35
TBM, 5 tahun
85
65
35
TM, 6-15 tahun
90
65
75
TM, > 15 tahun
75
50
65
7.
Kelapa sawit
Kg/pohon/aplikasi
TBM, 1 tahun
0,9
1,4
1,0
TBM, 2 tahun
1,5
1,7
2,8
TBM, 3 tahun
2,2
2,0
2,5
TM
2,2
2,0
2,5
8.
Lada
g/pohon/aplikasi
Umur < 1tahun
50
25
25
Umur 2 tahun
100
50
50
Umur 3 tahun
200
100
100
Umur 4 tahun
600
600
600
Keterangan: *) jerami hasil panen dikembalikan kembali ke

158

Kapur B. organik
...t/ha

-*)
-*)
1,0
2,0
2,0
3,0
1,0
2,0
2,0
3,0
2,0
2,0
4,0
3,0
kg/pohon/aplikasi
5
5
5
5
5
kg/pohon/aplikasi
15
5
20
5
25
5
25
5
25
5
20
5
20
5
kg/pohon/aplikasi
0.6
5
1,0
5
1,5
5
1,5
5
kg/pohon/aplikasi
0
5
50
5
50
5
200
5
lahan sawah.

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

Rekomendasi Tanaman Semusim


Padi dan jagung. Jenis pupuk yang umumnya digunakan untuk tanaman
padi sawah adalah urea, SP-36, dan KCl. Untuk padi sawah, pada status hara
tanah (N, P, dan K) rendah, takaran pupuk yang direkomendasikan adalah 250 kg
urea, 100 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha. Pada status hara (N, P, dan K) sedang,
takaran pupuk yang direkomendasikan adalah 200 kg urea, 75 kg SP-36 dan 50
kg KCl/ha.
Untuk tanaman padi gogo dan jagung, pada status hara rendah, takaran
pupuk yang direkomendasikan adalah 300 kg urea, 250 kg SP-36, dan 150 kg
KCl/ha. Pada status hara (N, P, dan K) sedang, takaran pupuk yang
direkomendasikan adalah 200 kg urea, 175 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha.
Rekomendasi Pemupukan Tanaman Tahunan
Kakao. Jenis pupuk yang umumnya digunakan untuk tanaman kakao
adalah urea, SP-36, dan KCl. Pemupukan untuk kakao diberikan berdasarkan
umur tanaman. Pada tanaman kakao sampai dengan umur 1 tahun, takaran
pupuk yang direkomendasikan adalah 310 g urea, 260 g SP-36, dan 350 g
KCl/pohon/aplikasi, pada kakao umur 2 tahun adalah 370 g urea, 310 g SP-36,
dan 420 g KCl/pohon/aplikasi, pada kakao berumur 3 tahun adalah 500 g urea,
420 g SP-36, dan 560 g KCl/pohon/aplikasi, pada kakao berumur 4 tahun adalah
560 g urea, 470 g SP-36, dan 630 g KCl/pohon/aplikasi, dan pada kakao berumur
5 tahun adalah 620 g urea, 520 g SP-36, dan 700 g KCl/pohon/aplikasi. Pupuk
diberikan dua kali setahun pada awal dan akhir musim hujan.
Karet. Jenis pupuk yang umumnya digunakan untuk tanaman karet adalah
urea, SP-36, KCl, dan Kieserit. Pupuk untuk tanaman karet diberikan
berdasarkan tanaman karet yang belum menghasilkan (TBM) dan yang sudah
menghasilkan (TM). Pada tanaman karet TBM umur 1 tahun, takaran pupuk yang
direkomendasikan adalah 65 g urea, 40 g SP-36, 25 g KCl, dan 15 g
Kieserit/pohon/aplikasi. Kieserit adalah pupuk sumber hara Mg dan S. Pada umur
2 tahun adalah 65 g urea, 65 g SP-36, 30 g KCl, dan 20 g Kieserit/pohon/aplikasi,
pada umur 3 tahun adalah 65 g urea, 65 g SP-36, 30 g KCl, dan 25 g
Kieserit/pohon/aplikasi, pada umur 4 tahun adalah 85 g urea, 65 g SP-36, 65 g
KCl, dan 25 g Kieserit/pohon/aplikasi, dan pada umur 5 tahun adalah 85 g urea,
65 g SP-36, 65 g KCl, dan 25 g Kieserit/pohon/aplikasi. Untuk tanaman karet TM
rekomendasi pupuknya yaitu pada umur 6-15 tahun adalah 90 g urea, 65 g SP36, 75 g KCl, dan 20 g Kieserit/pohon/aplikasi, dan pada umur 16-25 tahun

159

M.T. Sutriadi, et al.

adalah 75 g urea, 50 g SP-36, 65 g KCl, dan 20 g Kieserit/pohon/aplikasi. Pupuk


diberikan empat kali setahun pada awal, akhir musim hujan, dan pada awal dan
akhir musim kemarau.
Kelapa Sawit. Jenis pupuk yang dapat digunakan untuk tanaman kelapa
sawit adalah urea, SP-36, KCl, dan Kieserit. Pemupukan untuk tanaman kelapa
sawit diberikan berdasarkan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan
(TBM) dan yang sudah menghasilkan (TM). Pada tanaman kelapa sawit TBM
umur 1 tahun, takaran pupuk yang direkomendasikan adalah 0,9 kg urea, 1,4 kg
SP-36, 1,0 kg KCl, dan 0,6 kg Kieserit/pohon/aplikasi, pada umur 2 tahun adalah
1,5 kg urea, 1,7 kg SP-36, 2,8 kg KCl, dan 1,0 kg Kieserit/pohon/aplikasi, dan
pada umur 3 tahun adalah 2,2 kg urea, 2,0 kg SP-36, 3,5 kg KCl, dan 1,0 kg
Kieserit/pohon/aplikasi. Untuk tanaman kelapa sawit TM, rekomendasi pupuknya
yaitu pada umur 6-15 tahun adalah 2,2 kg urea, 2,0 kg SP-36, 2,5 kg KCl, dan 1,5
kg Kieserit/pohon/aplikasi. Pupuk diberikan dua kali setahun pada awal, dan akhir
musim hujan.
Lada. Jenis pupuk yang dapat digunakan untuk tanaman lada adalah urea,
SP-36, KCl, dan Kieserit. Pemupukan tanaman lada dibedakan berdasarkan
umur tanaman. Pada tanaman umur 8-12 bulan, takaran pupuk yang
direkomendasikan adalah 50 g urea, 25 g SP-36 dan 25 g KCl per pohon/aplikasi,
pada tahun ke dua adalah 100 g urea, 50 g SP-36, 50 g KCl, dan 50 g
Kieserit/pohon/aplikasi, pada tahun ke tiga adalah 200 g urea, 100 g SP-36, 100
g KCl dan 50 g Kieserit per pohon/aplikasi, dan pada tahun ke empat adalah 600
g urea, 600 g SP-36, 600 g KCl, dan 200 g Kieserit/pohon/aplikasi. Pupuk NPK
dan Kieserit pada tahun ke dua diberikan setiap 4 bulan sekali, pada tahun ke
tiga dan ke empat diberikan dua kali yaitu pada waktu menjelang pembungaan
dan setelah panen. Pupuk diberikan pada lubang sedalam 50 cm melingkar
mengelilingi batang dengan jarak mengikuti tajuk terluar, kemudian lubang pupuk
ditutup kembali.
Pengelolaan Hara Terpadu
Mengingat pentingnya bahan organik terhadap kesuburan fisik, kimia, dan
biologi tanah, maka pengelolaan kesuburan tanah harus dilakukan secara
terpadu dimana pupuk anorganik dengan takaran berdasarkan uji tanah (status
hara tanah dan kebutuhan tanaman) dikombinasikan dengan pemupukan
organik. Sumber pupuk organik yang dapat digunakan pada lahan sawah adalah
jerami padi, pupuk hijau (Sesbania rosrata, Azolla sp.), dan pupuk kandang.
Sedangkan pada lahan kering sumber pupuk organik yang dapat digunakan

160

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

adalah pupuk kandang dan brangkasan hasil panen. Pemberian jerami 5 t/ha
dapat menghemat pemakaian KCl sampai dengan 50 kg/ha. Sesbania
dibenamkan saat pengolahan tanah, biomasnya dapat mencapai 15 t/ha. Aplikasi
Azolla sp. 200 kg/ha dalam 25 hari dapat berkembang menjadi 20 t/ha dengan
kandungan N 40 kg/ha. Bibit Azolla sp. Disebar tiga minggu sebelum pengolahan
tanah yang telah tergenang air. Saat pengolahan tanah, Azolla sp tersebut
dibenamkan. Azolla sp dapat mensubsitusi 30% urea, 25% SP-36, dan 20% KCl.
Pupuk kandang 1-2 t/ha dapat diberikan langsung ke sawah dengan disebarkan 1
minggu sebelum pengolahan tanah.
Pada lahan kering, pupuk kandang dengan takaran 2 t/ha dan 3 t/ha
masing-masing pada status C-organik sedang dan rendah untuk tanaman jagung,
padi gogo, dan kacang-kacangan. Pupuk kandang untuk tanaman tahunan
dengan takaran 5 kg/pohon/aplikasi diberikan bersamaan dengan pemupukan 2
kali setahun. Jerami sisa panen dikembalikan ke lahan dapat sebagai mulsa atau
dicacah dan dimasukan kedalam tanah pada waktu pengolahan tanah.
Disamping pemupukan dan pemberian bahan organik, pengapuran
merupakan persyaratan penting untuk meningkatkan kesuburan tanah dan
produkivitas lahan kering, terutama untuk tanaman kacang-kacangan yang peka
terhadap kemasaan tanah. Pada tanah yang akan ditanami padi gogo dan jagung
pengapuran dilakukan dengan takaran 1, dan 2 ton masing-masing untuk status
kejenuhan Al sedang dan tinggi. Sedang pada tanah yang akan ditanami kacangkacangan pengapuran diaplikasikan dengan takaran 1, 2, dan 4 t/ha masingmasing untuk status kejenuhan Al rendah, sedang, dan tinggi.
Teknik Konservasi
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, hanya beberapa lokasi
yang telah menerapkan teknologi konservasi dengan membuat teras teras
bangku. Teknologi konservasi ini ditemukan pada kebun lada, tetapi lahan
tanaman pangan/palawija tidak ditemukan teknologi konservasi. Rekomendasi
teknik konservasi yang dapat diaplikasikan di wilayah penelitian di antaranya
dengan :
Penyempurnaan teras bangku
Teknik konservasi teras bangku diaplikasikan pada kemiringan lereng >8%.
Penyempuraan teras bangku dapat dilakukan dengan menanam tanaman
penguat teras. Rumput setaria dapat dipilih sebagai tanaman penguat bibir teras,

161

M.T. Sutriadi, et al.

setiap jarak satu meter dalam barisan setaria, ditanam tanaman legum seperti
gamal (Gliricide). Untuk rujuan konservasi, lebih baik gamal ditanam dari biji
sehingga dapat membentuk system perakaran yang lebih kuat. Pada tampingan
ditanam rumput/tanaman yang sifatnya menjalar seperti rumput paspalum atau
legum seperti kakacangan (Arachis pintoi). Manfaat dari tanaman penguat teras
adalah: (1) membuat teras menjadi lebih stabil, (2) bertungsi sebagai filter
sedimen, (3) mendukung penyediaan pakan temak, dan (4) dengan berjalannya
waktu dapat memperbaiiki kondisi bidang olah yang miring keluar menjadi relatif
lebih datar.
Teras bangku juga harus dilengkapi dengan saluran teras, sehingga air
yang tidak meresap ke dalam tanah dapat mengalir secara lebih terkendali dan
selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan air (SPA).
Membuat gulud permanen
Teras gulud permanen diaplikasikan pada lahan dengan kemiringan lereng
5-8%. Agar gulud lebih efektif dalam mencegah erosi dan mengendalikan aliran
permukaan, maka setiap jarak tertentu (tergantung kemiringan lahan) satu gulud
(searah kontur) harus dibuat permanen. Seperti halnya teras bangku, gulud
tersebut harus dilengkapi tanaman penguat gulud dan saluran air. Gulud yang
sudah dilengkapi tanaman penguat saluran air sudah bisa dikategorikan sebagai
teras gulud.
KESIMPULAN
1.

Daerah penelitian, dengan luas 173.033 ha, termasuk dalam 5 kecamatan,


yaitu Kecamatan Entikong, Sekayam, sebagian Kecamatan Beduai, dan
Noyan Kabupaten Sanggau; dan sebagian Kecamatan Ketungau Hulu,
Kabupaten Sintang. Daerah penelitian dengan ketinggian tempat berkisar
antara 20 600 m dpl, curah hujan rata-rata tahunan 2.846 - 2944 mm/thn,
suhu udara berkisar antara 24 32oC, tergolong zone sub-agroekosistem
lahan kering dataran rendah iklim basah (LK DRIB). Daerah penelitian
mempunyai curah hujan cukup tinggi, bulan basah 10-11 bulan, hampir
merata sepanjang tahun, daerah ini menunjukan hampir tidak mempunyai
masalah kebutuhan air untuk untuk pengembangan pertanian tanaman
pangan, perkebunan dan perikanan.

2.

Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan kedalam tiga ordo yaitu:


Inceptisols, Ultisols dan sedikit Spodosols. Ketiga ordo tersebut

162

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

menurunkan 8 grup dan 11 subgrup. Tanah di daerah upland umumnya


terbentuk dari batuan sedimen batupasir dan batuliat, yang miskin mineral
primer sebagai sumber hara tanaman, sementara hanya sedikit yang
terbentuk dari bahan volkan. Di daerah lowland sepanjang jalur aliran
sungai dan pelembahan, tanah terbentuk dari endapan fluviatil yang relatif
potensial untuk pertanian.
3.

Status hara N, P dan K tanah berkisar dari rendah sampai sedang dengan
bahaya erosi karena lereng curam.

4.

Komoditas tanaman yang rekomendasikan untuk dikembangkan di wilayah


perbatasan adalah tanaman semusim, yaitu padi sawah, padi gogo, jagung,
dan tanaman tahunan/perkebunan, adalah kakao, karet, kelapa sawit, dan
lada. Telah disusun takaran pemupukan komoditas tersebut, di daerah
penelitian, didasarkan pada status hara tanah, yaitu untuk untuk padi
sawah 250 kg urea, 100 kg SP-36, dan 100 kg KCl per ha pada status hara
tanah (N, P, dan K) rendah dan 200 kg urea, 75 kg SP-36 dan 50 kg KCl
per ha pada status hara (N, P, dan K) sedang. Untuk tanaman padi gogo
dan jagung, 300 kg urea, 250 kg SP-36, dan 150 kg KCl per ha pada status
hara rendah dan 200 kg urea, 175 kg SP-36, dan 100 kg KCl per ha pada
status hara sedang. Untuk tanaman kakao, 310-610 g urea, 260-520 g SP36, dan 350-700 g KCl per pohon per tahun. Untuk tanaman karet, 65-90 g
urea, 40-65 g SP-36, dan 25-75 g KCl, serta 15-25 g Kieserit per pohon per
aplikasi. Untuk kelapa sawit, 0,9-2,2 kg urea, 1,4-2,0 kg SP-36, dan 1,0-2,5
kg KCl, serta 0,6-1,5 kg kieserit per pohon per aplikasi. Untuk lada, 50-600
g urea, 25-600 g SP-36, dan 25-600 g KCl, serta 50-200 g kieserit per
pohon per aplikasi.

5.

Pemberian bahan organik ditujukan untuk perbaikan fisika-kimia tanah, dan


pengapuran diberikan berdasarkan status kejenuhan Al. Pada tanaman
padi gogo dan jagung dilakukan pengapuran 1 dan 2 t/ha masing-masing
pada status kejenuhan Al sedang dan tinggi. Sedangkan takaran kapur
untuk tanaman kacang-cangan 1, 2, dan 4 t/ha masing-masing pada status
kejenuhan Al rendah, sedang, dan tinggi. Takaran bahan organik tanah
yaitu 2 dan 3 t/ha untuk tanaman padi gogo, jagung, dan kacang-kacangan
pada status hara rendah dan sedang.

6.

Teknik konservasi tanah yang direkomendasikan adalah teras bangku pada


kemiringan lereng > 8%, dan teras gulud permanen pada kemiringan lereng
5-8%. Pada teras bangku dan gulud dilengkapi tanaman penguat teras.

163

M.T. Sutriadi, et al.

DAFTAR PUSTAKA
Balittanah. 2002. Petunjuk teknis penyusunan peta satuan evaluasi lahan untuk
pewilayahan komoditas pertanian, skala 1:50.000, melalui analisis terrain.
LT No.2, Versi 1.0. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Burt, R. (ed). 2004. Soil survey laboratory methods manual. Soil Surv. Invest.
Report No. 42, Vers. 4.0, Nov. 2004, USDA-NRCS.
FAO. 1990. Guidelines for soil profiles description. FAO - VN, Rome, Italy.
Marsoedi D.S., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, S.W.P. Darul., S. Hardjowigeno, Jan
Hof, dan E. R. Jorden. 1997. Pedoman klasifikasi landform. Laporan Teknis
no.5 Versi 3. LREP II Project, CSAR, Bogor.
Oldeman, L. R. 1975. An Agroclimatic Map of Jawa and Madura. Contr. Centr.
Res. Ins. Agric. Bogor. No. 17. 22p+map.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Survei dan Penelitian Tanah
Daerah Way Umpu Provinsi Lampung. Bagian Proyek Pengembangan
Lahan Tanaman Pangan. Ditjen Tanaman Pangan. Departemen Pertanian
(Tidak dipublikasikan).
Schmidt, F.H. and J. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Ver. 42. Djawatan
Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. 9th edition. USDA Natural
Resources Conservation Service. Washington DC.
Soil Survey Division Staff. 1993. Soil Survey Manual. USDA Handbook no.436.
Washington DC.
Soekardi, M. 1994. Potensi sumberdaya lahan dan kegiatan evaluasinya di
kawasan timur Indonesia. Hal. 203-238 dalam Prosiding Temu Konsultasi
Sumberdaya Lahan untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Palu,
17-20 Januari 1994, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Penyunting B.H. Prasetyo, D. Santoso, dan L. R.
Widowati. 136 hal. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Steer, C. A., and B.F. Hajeek. 1979. Determination of map unit composition by
random selection of transect. Soil Sci. Soc. Am. J. 43: 156-160.

164

Teknologi Pemupukan dan Konservasi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian

TANYA JAWAB
Pertanyaan Subowo, BPTP Yogjakarta:
1. Apakah rekomendasi pemupukan yang dilakukan di Kalimantan Barat
juga menggunakan rekomendasi dari Malaysia
2. Apakah ada introduksi varietas dari negara
penggunaan di wilayah perbatasan Indonesia

Malaysia

kepada

Jawab :
1. Rekomendasi pemupukan yang dilakuan pada perkebunan di Kalimantan
Barat menerapkan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh perkebunan setempat, tidak menerapkan rekomendasi
dari Malaysia,
2. Varietas yang digunakan adalah varietas unggul yang telah berkembang
di Indonesia, juga terdapat varietas dari Malaysia.

165

Anda mungkin juga menyukai