Mahasiswa :
Andreas Surya Dinata
NIM :
1304205040
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
Saat ini, sudah terjadi banyak perubahan pada rumah penduduk terutama pada daerah
perkotaan, salah satunya dapat dilihat di Denpasar, banyak rumah Bali yang telah mengalami
perubahan baik itu bentuk maupun pengalihan beberapa fungsi yang ada.
Sebagai contoh berikut adalah tinjauan rumah tradisional Bali pada salah satu sample
rumah di daerah Sesetan milik Ni Luh Gede Rodi.
Bale Dauh
Dapur
Awalnya dapur pada umah ini
mengikuti penataan sesuai Asta Kosala
Kosali. Dapur ini mengalami perubahan
posisi karena mengikuti perkembangan
jaman. Dapur pada umah ini berada
pada bagian dalam dari bale dauh.
Pada umah ini juga tidak terdapat jineng yang biasanya digunakan sebagai tempat
penyimpanan padi pada rumah Bali tradisional, hal ini karena selain terjadi penyesuaian juga
karena adanya kendala lahan pada daerah perkotaan.
Disebut Rumah Gadang (Gadang= besar), bukan karena bentuk fisiknya yang besar, melainkan
karena fungsinya. Sebagaimana diungkapkan dalam syair:
Rumah gadang basa batuah,
Tiang banamo kato hakikaik,
Pintunyo basamo dalia kiasannya,
Banduanyo sambah-manyambah,
Artinya :
Rumah gadang besar bertuah,
Tiangnya bernama kata hakikat,
Pintunya bernama dalil kiasan,
Bendulnya sembah-menyembah,
Berjenjang naik, bertangga turun,
Dindingnya penutup malu,
Biliknya alung bunian.
Tinjauan denah bagi rumah tradisional Minang dapat dilihat pada rumah adatnya.
Biasanya susunan denah dibuat simetris dengan tempat masuk pada bagian tengah arah sumbu
memanjang. Jumlah ruangnya, disesuaikan dengan jumlah anak gadis atau wanita yang berdiam
dirumah tersebut, namun tetap dibuat jumlah ruang yang ganjil karena memperhatikan kesan
simetri tadi. Semua kamar didalam rumah memang diperuntukkan bagi wanita, dimana mereka
dapat menerima suami pada malam hari. Sehingga tidak dikenal adanya kamar untuk laki-laki.
Ruang duduk besar terletak dibagian muka untuk menerirna tamu dan tempat upacara adat. Ada
semacam pengertian yang tersirat dari adanya ruang duduk besar ini, bahwa orang Minang
sebenarnya sangat mengenal faham demokrasi yang diistilahkan sebagai duduk sama rendah,
berdiri sama tinggi. Ruang ini pun digunakan untuk berbincang-bincang santai, bahkan
perabotannyapun hampir tidak ada. Biasanya orang-orang duduk dibawah dengan beralaskan
tikar, demikian pula pada waktu makan, duduk dibawah pula. ruang duduk dalam, untuk
menunjang kegiatan pada ruang duduk besar.
Dapur biasanya terdapat pada belakang rumah, tidak menjadi satu dengan rumah. Namun
bila ingin meletakkan dapur didalam rumah, mereka biasanya mengambil tempat pada ruang
tengah belakang, persis pada sumbu entrance. Sedangkan kamar mandi pada rumah rumah adat
biasanya diletakkan terpisah. Pada bagian samping kiri dan kanan, biasanya terdapat ruang
khusus untuk duduk-duduk atau menenun bagi kaum wanita. Ruang ini biasanya disebut
anjuang dan lantainya agak dinaikkan sedikit dari pada ruang tengah. Diruang inilah kaum
wanita mengerjakan kerajinan tangan, apakah itu menenun, merajut, menyulam atau kegiatan
lain.