Pendahuluan
BAB II
Kasus
Identitas :
Nama
: Ny. TM
Umur
: 27 tahun
Alamat
No MR
: 92 71 72
Tanggal masuk
: 26 November 2015
Anamnesis
Pasien usia 27 tahun masuk ke IGD RSUP Dr Mjamil Padang pada
tanggal 26 November 2015 pada jam 20.30wib, rujukan dari RS Swasta di
Padang dengan diagnosa G2P1A0H1 gravid preterm 30-31 minggu +
polihidramnion
RPS
HPHT : lupa
TP : sulit ditentukan
RPD
Keluhan penyakit jantung, paru, ginjal, hati, HT, DM, riw alergi
disangkal.
RPK
Keluhan penyakit keturunan, menular dan kejiwaan disangkal
Riw Menikah : menikah satu kali pada tahun 2012
Riw pendidikan dan pekerjaan : tamat SMA, pekerjaan IRT
Riw persalinan :
1. 2013, laki-laki, 3400gr, cukup bulan, spontan, di bidan, hidup.
2. Sekarang
Riw KB : penggunaan KB disangkal
Riw Imunisasi : penggunaan imunisasi disangkal
Riw kebiasaan : merokok, penggunaan narkoba alkohol
Pemeriksaan Fisik :
KU
Kes
TD
HR
RR
80
20
36,8
BH
BMI
Mata
Leher
Toraks
L2
L3
L4
: tidak dilakukan
TFU : 59 cm
TBA : -
HIS : (-)
DJJ : 150-160x/mnt
Gentalia
: I V/U tenang
PPV (-)
CTG :
Baseline
: 145 bpm
Variabilitas
: 5 15 bpm
Akselerasi
: (+)
4
Deselerasi
: (-)
Gerak janin
: (-)
kontraksi
: (-)
Laboratorium
Parameter
Result
Normal Value
Unit
Haemoglobin
10
12.00-14.00
g/dl
Leucocyte
15.900
5.60-16.90
103/mm3
Eritrocyte
3,54
4.00-5.00
106/l
Thrombocyte
246.000
150.00-400.00
103/mm3
Hematocrit
31
37.00-43.00
MCH
28
27-31
Pg
MCV
87
82-92
m3
MCHC
33
32-36
g/dL
APTT
31,8
29.2-39.4
Seconds
PT
10,2
10.0-13.6
Seconds
Parameter
Result
Normal Value
Unit
Calcium
7,7
8.6-10.3
mg/dL
Potassium
3,5
3.5-5.1
mmol/L
Sodium
138
139-145
mmol/L
83
< 200.00
mg/dL
Total Protein
5,7
6.0-7.8
g/dL
Albumin
3,4
3.5-5.2
g/dL
Random
Blood
Glucose
Globulin
2,3
0.00-0.00
g/dL
Total Bilirubin
0,6
0.10-1.20
mg/dl
Direct Bilirubin
0,3
0-0.2
mg/dl
Indirect Bilirubin
0,3
0.00-0.00
g/dl
SGOT
29
0.00-31.00
u/L
SGPT
26
0.00-34.00
u/L
Ureum
11
15.00-40.00
mg/dL
Creatinine
0,7
0.60-1.20
mg/dL
LDH
348
240-480
u/L
Protein
: (-)
Glukosa
: (-)
Leukosit
: 0-1
Eritrosit
: 0-1
Silinder
: (-)
Kristal
: (-)
Epitel
: (+)
Bilirubin
: (-)
Urobilinogen
: (+)
Diagnosis :
Sikap :
Informed Consent
USG fetomaternal
Rencana :
Ekspectatif
27-10-2015
07.00 am
S:
O:
KU
Kes
TD
HR
80
RR
20
T
37
A:
Sikap
Rencana
Ekspektatif
USG
Biometri :
BPD : 75 mm
FL
: 50 mm
AFI : 35,5 cm
AC : 258 mm
EFW : 1600-1700gr
DIC : 40 mm
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
80
RR
20
T
37
29-10-2015
S
07.00 am
Nyeri pinggang (-), gerak anak(+).
10
KU
Kes
TD
HR
RR
80
20
37
30-10-2015
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
80
RR
20
T
37
11
31-10-2015
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
84
RR
18
T
36,7
01-11-2015
S
07.00 am
Nyeri pinggang (-), gerak janin(+).
12
KU
Kes
TD
HR
86
RR
18
T
36,8
02-11-2015
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
84
RR
18
T
36,8
03-11-2015
S
07.00 am
Nyeri pinggang (-), gerak janin(+).
13
KU
Kes
TD
HR
84
RR
18
T
36,8
04-11-2015
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
84
RR
20
T
36,8
14
04-11-2015
07.00 am
KU
Kes
TD
HR
84
RR
20
T
36,8
15
Baseline
: 150 bpm
Variabilitas
: 2-5 bpm
Akselerasi
: (-)
Deselerasi
: (-)
Gerak janin
: (-)
Kontraksi
: (-)
Kesan : suspicious
Diagnosis :
Sikap :
Informed Consent
Konsul anestesi
16
Konsul perinatologi
Rencana :
SC
1250gr
PB
37 cm
A/S
6/8
Plasenta lahir dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat denga berat
250 gr, Ukuran 12x11x1,5cm. panjang tali pusat 35 cm, insersi
parasentralis.
Perdarahan 200 cc
Diagnosa :
P2A0H2 post SCTPP ai fetal distress
Ibu anak dalam perawatan, nifas H1
17
BAB III
Tinjauan Pustaka
18
janin dari trauma dan terjadinya kompresi tali pusat. Abnormalitas dari
cairan amnion menandakan adanya kelainan dari produksi atau sirkulasi,
seperti gangguan plasenta dan janin. Peningkatan ekstrem berhubungan
dengan peningkatan risiko gangguan luaran kehamilan(Callen, 2008,
Cunningham, 2014).
A. Volume Normal Cairan Amnion
Cairan amnion meningkat dari 30mL saat usia kehamilan 10
minggu sampai 200 mL pada usia 16 minggu dan mencapai 800mL pada
pertengahan trimester ke tiga. Cairan ini 98%nya adalah air. Janin dengan
usia kehamilan cukup bulan secara kasar diliputi oleh 2800 mL air, dan
plasenta mengandung 400mL lainya, pada uterus yang aterm dapat
menahan sampai 4 liter air. Penurunan cairan amnion didefinisikan
sebagai oligohidramnion, dan peningkatan abnormal dari cairan ini
didefinisikan sebagai hidramnion atau polihidramnion(Sandlin dkk, 2013,
Cunningham, 2014).
Tabel 1.1. Definisi polihiramnion
AFI >2000 mL
AFI >95th percentile for gestational age
AFI >97th percentile for gestational age
AFI 24 cm
AFI >25 cm
SDP 8 cm
Peningkatan subjektif AFI
Sumber : Sandlin, 2013
B. Fisiologi
Pada awal kehamilan, ruang amnion diisi oleh cairan yang
komposisinya mirip dengan cairan ekstrasel. Pada pertengahan trimester
pertama kehamilan, transfer air dan molekul kecil lainya terjadi melintasi
cairan amnion(transmembranosa), melintasi pembuluh darah janin pada
permukaan
plasenta(intramembranosus),
dan
melintasi
kulit
janin.
19
Produksi urin janin terjadi pada usia kehamilan antara 8-11 minggu,
namun ini tidak menjadi komponen mayor yang membentuk cairan amnion
sampai pada trimester ke dua. Ini membuktikan kenapa janin dengan
kelainan
ginjal
yang
letal
tidak
berhubungan
dengan
keadaan
20
dengan
proporsi
yang
kecil
pada
pertengahan
kehamilan(Cunningham, 2014).
Sumber utama dari cairan amnion adalah produksi urin janin, cairan
paru janin, dan sekresi dari hidung dan mulut janin. Rute utama dari
pembersihan cairan amnion adalah kemampuan menelan janin dan
absorpsi via jalur intramembranosus. Polihidramnion dapat terjadi dari
gangguan dari jalur ini. Penurunan dari penyisihan cairan amnion, baik
dari
anomali(contoh:
atresia
koana,
atresia
esofagus,
fistula
neurologis(contoh:
anensefal)
atau
gangguan
toxoplasmosis,
syphilis,
dan
parvovirus),
22
dari
aqaporin
meningkat
pada
kehamilan
dengan
Janin
dan
Aneuploidi
yang
dihubungkan
dengan
Polihidramnion
Etiologi
terbanyak
kedua
yang
dapat
menyebabkan
23
dengan
diet),
dihubungkan
dengan
diabetes
pregestasional. Idris dkk pada tahun 2010 malakukan studi pada 314
kehamilan dengan komplikasi diabetes pregestasional dan gestasional
pada
usia
kehamilan
lebih
dari
24
minggu, angka
kejadian
24
makrosomia(sering
pada
kehamilan
dengan
diabetes)
kongenital
dan
diabetes
yang
berhubungan
dengan
25
kehamilan
kembar
dengan
cairan
amnion
normal(Cunningham, 2014).
D. Efek Polihidramnion Pada Hemodinamik Plasenta dan Uterus
Mekanisme kematian janin akibat dari polihidramnion masih belum
diketahui. Diketahui bahwa tekanan amniotik meningkat akibat dari
peningkatan AFV. Peningkatan tekanan ini dapat berdampak pada
penurunan pH arteri umbilikalis. Pada tahun 1994, Fisk dkk
menerangkan peningkatan tekanan amniotik, nilai pH dan PO2 janin
menurun secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan tekanan
cairan amnion. Pada studi ini Fisk dkk menerangkan, beberapa dari
janin adalah hidrop, mempunyai kelainan kongenital, atau kehamilan
multipel; namun tetap hubungan antara peningkatan tekanan amniotik
dan hasil gas darah janin ditemukan sebagai variabel yang potensial
berhubungan. Sebagai tambahan, pada studi 113 pasien dengan
hidramnion idiopatik(AFI>24cm), indeks pulsatil arteri serebri media
secara signifikan lebih abnormal dibanding kontrol. Ketika AFI
meningkat, indeks pulsatil arteri serebri media terlihat menurun,
menunjukkan bahwa terjadi shunting aliran darah janin ke organ vital
seperti otak, akibat dari gangguan janin. Akhirnya, mekanisme fisiologi
yang menyebabkan kematian janin masih belum jelas diketahui(Sandlin
dkk, 2013).
Intrauterine growth restriction(IUGR) terjadi pada sekitar 3-6%
kasus polihidramnion. Ditemukannya IUGR pada polihidramnion harus
mendapatkan perhatian yang besar untuk terjadinya anomali janin
mayor,
abnormalitas
kromosom
atau
keduanya.
Sikler
dkk
26
59%.
Kombinasi
hidramnion
dan
kecil
untuk
masa
kematian
neonatus
dibandingkan
dengan
kasus
dengan
rendah
pada
kehamilan
dengan
resolusi
hidramnion.
27
Morbiditas
dan
Mortalitas
Perinatal
Dihubungkan
dengan
Polihidramnion
Komplikasi polihidramnion pada kehamilan akan meningkatkan
risiko yang berat terhadap luaran kehamilan, termasuk mortalitas
perinatal. Golan dkk menunjukkan polihidramnion dihubungkan dengan
peningkatan risiko maternal, janin, dan komplikasi neonatus: hipertensi
dipicu kehamilan, infeksi traktus urinarius, persalinan prematur, PPROM,
lilitan tali pusat, kelainan presentasi janin, persalinan sesar, IUFD dan
kematian neonatal. Sebagai tambahan, tampaknya ada hubungan antara
komplikasi persalinan dengan polihidramnion, seperti peningkatan angka
persalinan sesar, malpresentasi janin saat persalinan, persalinan janin
makrosomia, dan gawat janin saat persalinan. Komplikasi janin seperti
skor APGAR juga dihubungkan dengan polihidramnion, peningkatan berat
lahir neonatus, peningkatan rawatan di ruang NICU, dan kematian
neonatus(Sandlin dkk, 2013).
F. Pendekatan Diagnostik Hidramnion
Pendekatan diagnostik hidramnion harus menyingkirkan 4 kondisi :
1. Diabetes
2. Sipilis
3. Isoimunisasi atau keadaan yang dapat menyebabkan penyakit
haemolitik pada bayi baru lahir.
4. Anomali janin atau kelainan plasenta
Penggunaan amniosentesis sebagai media untuk mendeteksi
kelainan
kromosom
pada
hidramnion
idiopatik
masih
dianggap
28
a. Pemeriksaan USG
Pasien dengan polihidramnion memberikan tantangan bagi seorang
sonologis dalam menegakkan diagnosa, karena janin diliputi dengan
cairan yang banyak disekitarnya, usaha untuk menilai kelainan struktur
terkendala dengan adanya gerakan yang berlebih. Janin mungkin
terletak dalam diantara dinding uterus, jauh dari jangkauan transduser
USG dan diluar dari jarak ideal USG. Biasanya, meminta pasien untuk
berbaring kesamping mungkin dapat membantu untuk beberapa
saat(Callen, 2008).
1) Kantung Tunggal Terdalam
Disebut juga kantung vertikal maksimum. Transduser USG
diletakkan perpendikular terhadap lantai dan paralel terhadap
aksis terpanjang dari wanita hamil. Pada pemeriksaan sagital,
kantung terdalam dapat diidentifikasi. Diantara cairan dapat
ditemukan bagian dari janin dan tali pusat, namun ini tidak
termasuk dalam perhitungan(Callen, 2008, Cunningham, 2014).
Nilai normal dari kantung tunggal terdalam yang biasa kita
gunakan adalah 2-8 cm, nilai dibawah dan diatas ini dianggap
oligohidramnion dan hidramnion. Batasan ini berdasakan data
dari Chamberlain dkk dan sesuai terhadap persentil ke 3 dan
97. Pada pasien dengan kehamilan multipel penilaian kantung
tunggal terdalam dilakukan disetiap kantung gestasi, dengan
nilai yang sama(Callen, 2008, Sandlin dkk, 2013, Cunningham,
2014).
29
diagnosis
polihidramion
ditegakkan,
penting
untuk
penyebab
adalah
kelainan
imum
adalah
dengan
mencakup
cytomegalovirus,
skrening
perdarahan
toksoplasmosis,
dan
fetomaternal,
parvovirus,
titer
rubella,
hemoglobinopati,
30
amniosentesis
dilakukan
untuk
konfirmasi
31
Opsi pertama, jika ada indikasi, terapi janin langsung. Terapi ini
meliputi transfusi janin intrauterin untuk anemia janin, yang bisa
disebabkan oleh beberapa kasus termasuk hidrop fetalis, perdarahan
fetomaternal, dan infeksi parvovirus B19. Interfensi janin lainnya adalah
terapi medikasi untuk mengkoreksi aritmia janin intra uteri atau ablasi
pembuluh darah yang dibantu dengan fetoskopi pada sindrom transfusi
twin to twin. Biasanya pendekatan konservatif lebih diutamakan(Sandlin
dkk, 2013).
Pada pasien hidramnion idiopatik yang asimptomatik, Golan dkk
melaporkan lebih dari setengahnya beresolusi secara spontan. Pada
kasus ini, pemeriksaan USG serial untuk menilai keadaan cairan amnion
dan pertumbuhan janin dilakukan setelah kehamilan didiagnosa sebagai
hidramnion. Jika terdapat keluhan, seperti gangguan pernafasan dan
aktivitas uterus yang meningkat selama kehamilan, penatalaksaan dapat
berupa amniosentesis, atau konsultasi dengan bagian fetomaternal, terapi
dengan penghambat prostaglandin sepeti indometasin diberikan sampai
48 jam(Sandlin dkk, 2013).
Kemampuan untuk mempertahankan kehamilan dengan melakukan
amniosentesis juga pernah dilakukan. Amniosentesis serial dilakukan
untuk pasien polihidramnion dengan kelainan janin atau sindrom transfusi
twin-twin. Elliot dkk melaporkan pada 94 pasien amniosentesis dengan
volume besar dapat dilakukan(pasien dengan hidramnion idiopatik,
kembar, sindrom transfusi twin to twin, diabetes, kelainan janin/aneuploidi)
total menjalani 200 kali amniosentesi dengan resiko komplikasi 1,5%
(Sandlin dkk, 2013). Biasanya, 1-5 liter cairan di keluarkan, atau cukup
cairan
ditinggalkan
sebanyak
AFV
normal(SDP
<8cm).
Resiko
penghambat
prostaglandin.
Pengobatan
tersering
dengan
32
telah
terlihat
pada
beberapa
percobaan
pada
kali
seminggu
untuk
evaluasi
AFV
untuk
penilaian
beberapa
peneliti
yang
menyarankan
penghentian
indometasin jika AFI berkurang sampai 2/3 dari sebelum terapi. Efek
samping indometasin yang poten pada janin adalah konstriksi duktus
arteriosus janin. Resiko konstriksi duktus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia gestasi, hampir 50% pada usia gestasi 32 minggu.
Efek ini biasanya akan hilang dengan sendirinya setelah 24 jam
33
34
janin
harus
diperiksa
selama
persalinan
dikarenakan
pergerakan janin yang sering akibat dari banyaknya cairan amnion, yang
dapat menyebabkan tingginya malpresentasi janin. Juga harus diingat
kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum akibat dari atonia uteri
karena distensi berlebihan uterus. Pelahiran perabdominam sebaiknya
dilakukan jika ada indikasi obstetrik(Sandlin dkk, 2013).
GAWAT JANIN
A. Definisi
Yang dimaksud dengan gawat janin adalah keadaan hipoksia janin
intrauterin yang secara klinis bermanifestasi berupa perubahan frekuensi,
irama dan kualitas denyut jantung janin(Cunningham FG et al 2014).
B. Patofisiologi
Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut
oksigen pada janin lebih besar dibandingkan orang dewasa. Demikian
juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah.Mengapa
diagnosis fetal distress didasarkan pada Pola denyut jantung janin salah
satu penjelasannya adalah cerminan dari fisiologi janin dibandingkan
dengan patologi. Kontrol fisiologis denyut jantung janin meliputi hubungan
antara aliran darah dan oksigenasi. Dengan demikian penyaluran oksigen
melalui plasenta ke janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan
relatif baik. Dalam kondisi normal jika pasokan oksigen adekuat, glikolisis
aerobik terjadi pada janin dan glikogen diubah menjadi asam piruvat yang
dioksidasi melalui siklus Kreb. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi
akibat dari perfusi ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran
oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu, sehingga menimbulkan
hipoksia dimana saturasi oksigen turun di bawah 55% (normal 65%), akan
timbul glikolisis anaerobik, yang menghasilkan penumpukan asam laktat
35
dan piruvat sehingga timbul asidosis metabolik dan penurunan pH. Ion H+
pada awalnya menstimulasi dan kemudian mendepresi sino-aurikuler
node dan timbullah takikardia dan bradikardia. Juga menstimulasi para
simpatis yang menyebabkan hiperperistaltik dan relaksasi spinkter anus
sehingga keluarlah mekonium. Kekurangan oksigen yang terus menerus
dapat menyebabkan kematian janin(Cunningham FG et al 2014).
Pada gawat janin ringan, tekanan darah dan frekuensi denyut
jantung janin sangat sedikit atau tidak berubah, tetapi katekolamin mulai
meningkat. Peningkatan katekolamin yang banyak akan menyebabkan
hipertensi dan frekuensi denyut jantung mulai menurun.
Meskipun curah jantung tidak berubah pada hipoksemia sedang,
tetapi distribusi curah jantung mengalami perubahan. Resistensi vaskuler
menurun pada otak, jantung dan glandula adrenal janin. Sehingga aliran
darah meningkat dan oksigen darah ke jantung, otak dan adrenal
meningkat. Organ perifer dan splannikus seperti ginjal, usus, otot dan kulit
mengalami vasokontriksi sehingga meningkatkan alirah darah ke organorgan vital. Ketika hipoksia atau asfiksia lama, terjadi aliran darah seperti
ini bertahan hingga terjadi asidemia (asidosis). Akibat stres dan asidosis
curah
jantung
menurun
hingga
menyebabkan
bradikardi(Bahiah
hematologi,
pulmologi,
solusio
plasenta,
uterus,
hipertonus,
infark
plasenta,
36
dkk
(1999)
meneliti
tentang
ketidaksepakatan
terhadap
37
dengan
meningkatkan
menambah
obat
beta-adrenergic
frekuensi
kekuatan
denyut
jantung
kontraksi
jantung
akan
janin,
dan
sistim
syaraf
simpatis
ini
berfungsi
akan
janin,
menurunkan
sedangkan
dengan
atropin,
frekuensi
hambatan
akan
n.
denyut
vagus,
meningkatkan
d.
jantung janin.
Kemoreseptor, yang terdiri dari 2 bagian, yakni bagian
perifer yang terletak di daerah karotid dan korpus
aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang
39
f.
menurun.
Rangsangn
hipothalamus
akan
menyebabkan takhikardi.
Sistim hormonal juga berperan dalam pengaturan
denyut jantung janin. Pada keadaan stres, misalnya
asfiksia, maka medula adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan nor-epinefrin dengan akibat takhikardi,
peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan tekanan
darah.
2. Kardiotokografi
Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik
yang digunakan untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin
dalam rahim, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam
hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktifitas janin
dalam rahim(Gibbs R, Sweet R & Duff W 2004).
Hasil rekaman kardiotokografi yang normal pada umumnya
memberikan gambaran sebagai berikut:
1) Frekuensi dasar denyut jantung janin sekitar 120-160
dpm.
2) Variabilitas denyut jantung janin antara 6-25 dpm
3) Terdapat akselerasi
40
denyut
jantung
janin
dalam
pemeriksaan
periodik
(reactivity),
merupakan
perubahan
denyut jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau
kontraksi uterus.
4. Pola Denyut Jantung Janin
Secara umum, interpretasi saat ini yang dipakai untuk
menggambarkan pola denyut jantung janin bervariasi karena
sangat kurangnya kesepakatan dalam defenisi dan nomenklatur
(American College of Obstetry and Gynecology 2013). The National
Institute of Child Health and Human Development (NICHD)
Research Planning Workshop (1997) melakukan investigasi untuk
menetapkan standarisasi defenisi untuk interpretasi pola denyut
jantung janin selama persalinan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
41
yang
Dasar
paling
Denyut
Jantung
menonjol
Janin
diantara
merupakan
akserelasi
dan
42
dua
persalinan.
Freeman
dan
rekan(2003)
yang
jelas
(penurunan
variabilitas
yang
abnormal)(Cunningham FG et al 2014).
Gambar 2. Fetal Bradikardia(Cunningham FG et al 2014)
b) Takikardia
Takikardia janin didefinisikan sebagai denyut jantung
dasar lebih besar dari 160 bpm. Penjelasan umum untuk
takikardia janin sering terjadi akibat demam pada ibu dari
korioamnionitis. Takikardi dapat terjadi pada keadaan :
1)
Hipoksia janin (ringan / kronik).
2)
Kehamilan preterm (<30 minggu).
3)
Infeksi ibu atau janin.
4)
Ibu febris atau gelisah.
5)
Ibu hipertiroid.
6)
Takhiaritmia janin
7)
Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.)
Biasanya gambaran takhikardi tidak berdiri sendiri.
Bila takhikardi disertai gambaran variabilitas denyut jantung
44
panjang
digunakan
untuk
menggambarkan
jantung
janin
yang
normal
menunjukkan sistim persyarafan janin mulai dari korteksbatang otak - n.vagus dan sistim konduksi jantung semua
dalam
keadaan
baik.
Pada
keadaan
hipoksia
otak
kompensasi
hemodinamik
untuk
45
mempertahankan
oksigenasi
otak,
dalam
rekaman
hipoksia
variabilitas
otak
jangka
maka
panjang
akan
ini,
terjadi
perubahan
tergantung
derajat
46
tak
sempurna).
4) Blokade vagal.
5) Kelainan jantung bawaan.
6) Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSO4
dsb.
Suatu keadaan dimana variabilitas jangka pendek
menghilang sedangkan variabilitas jangka panjang tampak
dominan sehingga gambaran sinusoidal. Hal ini sering
ditemukan pada :
1) Hipoksia janin yang berat.
2) Anemia kronik.
3) Fetal Erythroblastosis
4) Rh-sensitized.
5) Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodin
47
48
49
peningkatan
50
variabilitas pada 31
minggu
pada
ibu
dengan
dengan
51
butorphanol.
Pola
korioamnionitis,
fetal
sinusoidal
distress,
juga
dan
terjadi
oklusi
tali
pada
pusat.
dan
Freeman
(1982)
mendefenisikan
sebagai berikut :
1) Denyut jantung dasar yang stabil dari 120 sampai
160 bpm dengan osilasi biasa,
2) Amplitudo dari 5 sampai 15 bpm ( jarang lebih
besar)
3) jangka panjang frekuensi variabilitas dari 2 sampai
5 siklus per menit ,
4) Tetap atau variabilitas jangka pendek datar ,
5) Osilasi dari gelombang sinusoidal atas atau di
bawah garis dasar
6) Absennya Akselerasi .
peneliti lain telah mengusulkan klasifikasi pola denyut
jantung sinusoidal menjadi: Ringan dengan amplitudo 5
sampai 15 bpm, Menengah 16 sampai 24 bpm, dan Besar
25 atau lebih bpm untuk mengukur risiko janin(Oswyn G,
Vince J & Friesen H 2000).
f) Perubahan Periodik Fetal Heart Rate
Perubahan Periodik denyut jantung janin mengacu
pada perubahan dari baseline yang berkaitan dengan
kontraksi Rahim. Akselerasi mengacu pada peningkatan
denyut jantung janin di atas baseline dan deselerasi
52
dianggap
perubahan
pola
paling
Denyut
mungkin
Jantung
menyebabkan
Janin.
Contohnya
ini
respon
simpatetik,
dimana
terjadi
oleh
karena
kontraksi
dan
gerakan
penurunan
frekuensi
denyut
jantung
dengan
Gambaran
kontraksi
deselerasi
ini
uterus.
seolah
dpm.
Lamanya deselerasi kurang dari 90
detik.
Frekuensi dasar dan variabilitas masih
normal.
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan
normal / fisiologis dimana terjadi kontraksi uterus
yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini
disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan
lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang
refleks vagal(Cunningham FG et al 2014)
Gambar 5. Deselerasi Dini (Cunningham FG et al 2014)
Freeman
dan
rekan(2003)
mendefinisikan
54
dapat
menjadi
indeks
baik
untuk
akhir
bersifat
halus,
bertahap,
tidak
disertai
dengan
akselerasi(Cunningham FG et al 2014)
Gambar 6. Deselerasi lambat (Cunningham FG et al 2014)
55
Gambar
7.
Deselerasi
Lambat
akibat
insufisiensi
plasenta
adanya
(Cunningham FG et al 2014)
uterus dimulai.
Berakhirnya sekitar
detik).
Timbul berulang pada setiap kontraksi, dan
20-30
detik
setelah
uterus.
Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya
normal atau takhikardi ringan. Akan tetapi pada
keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.
Adapun deselerasi lambat dapat terjadi pada
mengalami
56
dengan
waktu
yang
diperlukan
untuk
dimana
tingkat
hipoksia
belum
sampai
otak,
variabilitas
denyut
jantung
janin
akan
sebelum
menurun
janin
dan
akhirnya
akhirnya
mati
menghilang
dalam
Deselerasi Variabel
Pola deselerasi yang paling umum ditemui
57
timbulnya,
lamanya,
amplitudo
dan
bentuknya.
Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi
dengan cepat dan penurunan frekuensi dasar
denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai
60 dpm.
Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi
pra deselerasi) atau sesudah (akselerasi pasca
yaitu deselerasi
(prolonged)
kemungkinan
harus
waspada
terjadinya
hipoksia
58
(oligohidramnion).
Selama
variabilitas
terkemuka
atau
menumbung,
pemberian
variabilitas
DJJ
masih
normal,
terdapat
Prolonged Deceleration
59
Prolong
deselerasi
didefinisikan
sebagai
Dengan
demikian,
pengelolaan
akan
menjadi
tidak
tidakpastian
sempurna
deselerasi
jantung
janin
dalam
hubungannya
dengan
gerakan
aktivitas
janin
(Fetal
Activity
dengan
adanya
akselerasi
paling
II.
III.
IV.
25dpm.
Minimal terdapat 2 akselerasi dari baseline
minimal15 dpm untuk minimal 15 detik dalam
20 menit periode.
b. Non reaktif
I. Tidak didapatkan gerakan janin selama 20
menit
II.
pemeriksaan
atau
tidak
ditemukan
61
keadaan
ini
sebaiknya
dilakukan
62
dengan
kontraksi
uterus
yang
spontan,
Posisi
pasien
lateral
adalah
semi
fowler
atau
miring
kiri(Wirakusumah F, 2012).
Kontraksi dirangsang dengan menggunakan oksitosin
intravena eksogen atau stimulasi puting susu. Rangsangan
puting susu dapat dilakukan dengan memutar puting susu
selama 2 menit atau kontraksi distimulasi. Jika kontraksi
kurang, puting susu lainnyadapat distimulasisetelah 2
sampai 5 menit istirahat. Jika tetap tidak menghasilkan
kontraksi yang adekuat, stimulasi bilateral dapat dilakukan.
Bila terdapat satu kali kontraksi yang adekuat stimulasi
dihentikan. Infus oksitosin eksogen intravena juga bisa
digunakan untuk merangsang uterus. Pompa infus dapat
dimulai dengan dosis 0,5-1,0 mIU/mnt, ditingkatkan setiap
15 menit dengan 1,0 mIU/mnt sampai kontraksi adekuat
tercapai, biasanya tidak melebihi 10mIU/mnt(Wirakusumah
F, 2012).
Pemeriksaan
CST
dimaksudkan
untuk
menilai
63
jantung
janin,
variabilitas
denyut
jantung
janin
dan
hasil
CST
yang
mencurigakan
maka
64
penghilang
kontraksi
uterus
(tokolitik),
diberikan
pH
merupakan
hal
yang
janin
untuk
tepat
dalam
serta
reagens
yang
selalu
tersedia
dan
terstandarisasi(Cunningham FG et al 2014).
i) Sonografi
Sonografi berguna untuk penilaian simultan beberapa
tingkah laku janin dan karatiristik fisiologi. Test profil biofisik
adalah test
nafas,
tonus,
dan
volume
cairan
amnion.
66
Tabel
6.
Tehnik
dan
interpretasi
penilaian
profil
biofisik
janin(Makakillao 2002)
67
BAB IV
Pembahasan
69
BAB V
Kesimpulan
Kelainan
kongenital
dan
genetik(8-45%),
diabetes
70
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Abadi
2004.
Kardiotokografi
Janin.
Ilmu
Kedokteran
72
73
Denyut
Jantung
Janin.
In:
Suyono
(ed.)
74