Menimbang : a.
bahwa pemanfaatan
ruang wilayah
nasional
baik
penegakan
prinsip-prinsip
keterpaduan,
baik dengan
bahwa sejalan
dengan
kebijakan
otonomi
daerah,
tersebut
perlu
diatur
demi
menjaga
ruang
telah berkembang
sehingga
perlu
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. 5.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
dilaksanakan secara sekuensial.
6. 6.
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang.
7. 7.
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. 8.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah;
9. 9.
Pengaturan penataan ruang adalah upaya untuk
memberikan landasan normatif bagi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
10. 10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk
meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
11. 11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian
tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
112. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
penyelenggaraan
2penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
12. 13. Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
13. 14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
14. 15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah proses perizinan,
pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang berdasarkan peraturan zonasi.
15. 16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
16. 17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
17. 18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola pemanfaaan
ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat wilayah.
18. 19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola
pemanfaatan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat
internal perkotaan.
19. 20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama
lindung atau budidaya.
20. 21. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
21. 22. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan.
22. 23. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
124. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama
2bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
23. 25. Kawasan strategis nasional adalah kawasan yang secara
nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan.
24. 26. Kawasan strategis provinsi adalah kawasan yang secara
regional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan.
25. 27. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan yang
secara lokal mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan.
26. 28. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan
lokasi kegiatan, kualitas ruang, administrasi pertanahan, dan tata
bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
27. 29. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum.
28. 30. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang penataan ruang.
ruang meliputi:
4. a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional;
5. b. penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis
nasional; dan
6. c. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota.
7. (2) Wewenang Pemerintah dalam penataan ruang nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
8. a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
9. b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta
pembiayaannya; dan
10. c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.
11. (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah
melaksanakan:
12. a. penetapan kawasan strategis nasional;
13. b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional;
14. c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan
15. d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
nasional.
3(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui
dekonsentrasi atau tugas pembantuan.
4(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah
berwenang menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman,
dan manual bidang penataan ruang.
1. (1) Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas
menyelenggarakan
2. penataan ruang wilayah nasional.
3. (2) Pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
4. a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua
tingkatan wilayah; dan
5. b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan
penataan ruang antar-provinsi dan/atau antara provinsi
dengan kabupaten/kota.
2b. fasilitasi
penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan
penataan ruang antar-kabupaten/kota.
Bagian Keempat Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 12
1. (1) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
2. a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
dan
3. b. penataan ruang kawasan strategis kabupaten dan ruang
kawasan strategis kota.
4. (2) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penataan
ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
5. a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
6. b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta
pembiayaannya; dan
7. c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
8. (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah
Kabupaten/Kota melaksanakan:
9. a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
10. b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Kabupaten/Kota;
11. c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
12. d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
2(4) Dalam melaksanakan kewenangan penyelenggaraan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
melaksanakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang
penataan ruang dan pedoman pelaksanaannya.
3(5) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah
Provinsi dapat mengambil alih kewenangan sesuai peraturan
perundang-undangan.
BAB IV PENGATURAN DAN PEMBINAAN PENATAAN RUANG
Pasal 13 Pengaturan penataan ruang
dilakukan melalui penetapan norma, standar, pedoman, dan manual
lebih
lanjut
mengenai penyelenggaraan
ayat (1)
diatur dengan
pembinaan
Peraturan
Pemerintah.
ruang dan
2. rencana pola pemanfaatan ruang.
4(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem
jaringan prasarana.
5(3) Rencana pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
6(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang
untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial-budaya, ekonomi,
serta pertahanan dan keamanan.
7(5) Rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan keterkaitan
antarwilayah dan antar-fungsi kawasan.
8(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana
tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan
keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18 Paragraf 2 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
Pasal 19 Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dilakukan dengan mengacu kepada rencana
pembangunan jangka panjang nasional dan memperhatikan:
1a.Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
2b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil
pengkajian implikasi penataan ruang nasional;
3c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta
stabilitas ekonomi;
4d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan
daerah; dan
5e. daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pasal 20
1(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
2a.tujuan pemanfaatan ruang nasional;
3b.kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional;
4c. struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem pusat
permukiman yang merupakan susunan fungsional kawasan
perkotaan dan jaringan prasarana utama;
9(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten.
10(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
11(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara
penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Bupati.
b. mewujudkan
perkembangan
keterpaduan,
antar-wilayah
keterkaitan,
dan
kabupaten/kota
keseimbangan
serta keserasian
antar-sektor;
c. penetapan lokasi investasi;
d. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
e. penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
budidaya, dan
dan sistem
jaringan
dan sumber
daya
Pasal 37
1(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disusun
sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
2(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana tata ruang untuk
setiap zona pemanfaatan ruang.
1(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2Pasal 38
3(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diberikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-masing sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dapat dibatalkan oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
menurut kewenangannya masingmasing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1(3) Apabila izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat
dibuktikan telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap
kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
dapat dimintakan penggantian yang layak kepada lembaga
pemberi izin.
2Pasal 39
5(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
6(2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat indikasi pelanggaran terhadap
rencana tata ruang, Bupati/Walikota mengambil langkah-langkah
penyelesaiannya.
7(3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil
langkah-langkah penyelesaiannya.
1(4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mengambil
langkah-langkah penyelesaiannya.
2Pasal 40
8(1) Dalam hal indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat dibuktikan, aparat
penegak hukum melakukan penertiban.
9(2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebagaimana dimaksud
pada
pengelolaan
ayat (1)
kawasan
perkotaan
diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 60
Setiap
orang
yang melanggar
ketentuan
Pasal
56, dikenai
sanksi
administratif.
Pasal 61
1(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
dapat berupa:
2a. peringatan tertulis;
3b. penghentian kegiatan sementara;
4c. penghentian sementara pelayanan umum;
5d. penutupan lokasi;
6e. pencabutan izin;
7f. penolakan atau pembatalan izin;
8g. pembongkaran bangunan; dan/atau
9h. pemulihan fungsi ruang.
2(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat dikenai denda yang nilainya ditentukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.