Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BRONKOPNEUMONIA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Tugas Mata Kuliah Ilmu Penyakit Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

KIRNIA TRI WULANDARI


J500.060.005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

BRONCHOPNEUMONIA
A. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi.
(Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal
yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau
membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Engel,
2008).
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat
mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang
berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran
pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun (Smillie en Duerschen, 2000).

C. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan
sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682)
antara lain:
1. Bakteri

: Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumoniae


3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4.

Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paruparu

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.


Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang
terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma.
(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
D. PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau
karena aspirasi makanan dan minuman (Anonim, 2009)
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke
saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di
tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran
pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora
normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi
dan

kemudian

terjadilah

diare

yang

beresiko

terhadap

gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit.


(Soeparman, 1991)
E. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas
menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Barbara C. long, 1996 :
435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina,
2001 : 683).
F. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
1.

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,


dan pernafasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distress pernafasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleural yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi
jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bgian yang mudah terpengaruh pada

dinding dada, yaitu bagian ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula
dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleural yang semakin positif. Retraksi lebih
mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis
dan lebih lemah disbanding anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing , yang dapat diamati dengan
jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda-tanda distress pernafasan yang lain pada
head bobbing, adanya kerusakan system saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distres pernafasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hinung anterior dan menurunkan resistensi jalan nafas
atas dan keseluhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan nafas atas dengan
mencegah tekanan negative faring selama inspirasi.
2.

Pada palpasi ditemukan fokal fremitus yang simetris


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi
akan berkurang.

3.

Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.

Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring


Crackles adalah bunyi non musical, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang dengan spektrun frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi maupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitude osilasi), jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual), halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjandinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui


sekret jalan nafas atau jalan nafas kecil yang tiba-tiba terbuka.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya
15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit
yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau
mycoplasma. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
serta terjadi peningkatan LED

Pemeriksaan sputum
Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang
tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil
dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

Analisa gas darah


Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

Kultur darah

Sampel darah, sputum, dan urin

2. Pemeriksaan Radiologi

Rontgenogram Thoraks

Laringoskopi/ bronkoskopi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan


peningkatan corakan bronkovaskuler dan infiltrat kecil yang halus dan
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat
pada lobus bawah.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan inflamasi

trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.


(Doenges, 1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan
pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan proses inflamasi dalam

alveoli. (Doenges, 1999 :177)


4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 :
172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)
I. FOKUS INTERVENSI
1. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
-

Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas

Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret

Hasil yang diharapkan :


-

Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas


Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya:
mengi, krekels dan ronki.

Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat


dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi
fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk
bernafas
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki
keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional:

Hidrasi

menurunkan

kekentalan

sekret

dan

mempermudah pengeluaran.
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
-

Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam


rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.

Hasil yang diharapkan :


-

Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/
dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi
demam dan menggigil
Rasional

:Demam

tinggi

sangat

meningkatkan

kebutuhan

metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu


oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
dalam, dan batuk efektif
Rasional

:Tindakan

ini

meningkatkan

inspirasi

maksimal,

meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki


ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan
indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli
Tujuan:

Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang


normal dan paru jelas/ bersih

Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi
dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat
obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional

:Batuk

biasanya

mengeluarkan

sputum

dan

mengindikasikan adanya kelainan.


e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret untuk memudahkan
pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan
drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
4. Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,,


hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c. Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5. DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
-

Menunjukkan peningkatan nafsu makan

Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.

10

Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat,


distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara
dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran
gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering
atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya
responterhadap terapi
6. DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional

:Menetapkan

kemampuan/

kebutuhan

pasien

dan

memudahkan pilihan intervensi


b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut.
Rasional

:Menurunkan

stres

dan

rangsangan

berlebihan,

meningkatkan istirahat
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen

11

J. DIAGNOSA BANDING
1. Bromkiolitis
2. Aspirasi pneumonia
3. Tb paru primer
K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai
dengan

hasil

dari

pemeriksaan

sputum,yang

mencakup:

1. Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)


2. Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
3.Koreksi

gangguan

keseimbangan

asam

basa

dan

elektrolit

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal
ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka
dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah
dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampicilin.
L. KOMPLIKASI
1. Otitis media
2. Bronkiektase
3. Abses paru
4. Empiema
M. PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduaduanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi

12

dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi
dan malnutrisi apabila berdiri sendiri (Anonim, 2008)

N. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yamg dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai
penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan, beristirahat cukup, rajin berolahraga dan lain-lain.
Selain itu juga dapat dilakukan melalui cara vaksinasi (Daulay, 2006)

13

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,

2008,

Bronkopneumonia,

online

(http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.htlm.

diakses

tanggal 18 Desember 2009)


Anonim,

2009,

Pathophysiology

of

Bronchopneumonia,

(http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/brpn-pat.pdf.

online,
diakses

tanggal 21 Desember 2009)


Daulay, R. M., 2006, Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA),

online,

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_KendalaPenangananInfeksiSalu
ranPernapasanAkut.pdf/16_KendalaPenangananInfeksiSaluranPernapasan
Akut.html. diakses tanggal 21 Desember 2009)
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Engel, S., 2008, Peduncular Bronchopneumonia, Springer : London
Nettina, Sandra M. 1996. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Smillie,

Duerschner,

A.

J.,

2000,

The

Epydemiology

of

Terminal

Bronchopneumonia, Second Edition, New York: Mc-Graw Hill


Soeparma, Sarwono Waspadji. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai
Penerbit FKUI

14

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC

15

Anda mungkin juga menyukai