Anda di halaman 1dari 8

1. mengenai tugas saya di hari H kak. berikut lampiran dari sie acara.

Ini dr tim acara, terkait materi yg akan disampaikan tgl 12 nanti, kurang lebih
poinnya:
- pengertian puasa
Secara bahasa Shaum (puasa) bermakna imsaak yaitu menahan. Secara istilah
syari maka puasa adalah beribadah kepada Allah subahanahu wataala dengan
cara menahan diri dari makan, minum dan dari segala yang membatalkannya, sejak
terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Niat puasa tempatnya adalah dalam hati, tidak boleh melafalkan niat ini secara lisan,
sebab melafalkannya secara lisan adalah perkara bidah. Niat ini boleh diniatkan
pada waktu kapanpun dalam malam hari itu, walaupun sudah dekat waktu fajar.
Ketentuan puasa wajib adalah wajib berniat puasa sebelum fajar. Tentang sifat niat
ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: Setiap orang yang tahu
bahwa keesokan harinya adalah awal Ramadhan dan ia (dalam hatinya)
berkeinginan untuk berpuasa besoknya, maka sudah dianggap sebagai niat, dan ini
merupakan amalan seluruh kaum muslimin.
Adapun puasa sunat maka boleh diniatkan sebelum waktu zawal (yaitu waktu
dimana matahari tepat berada ditengah langit = sekitar 15 menit sebelum azan
zuhur) dengan syarat pada pagi hari itu anda belum makan/minum (sejak fajar),
sebagaimana yang sering dilakukan oleh Nabi shallallahualaihi wasallam.
Sumber Tulisan: ( http://wahdah.or.id/definisi-puasa/ )
- tadabbur ayat diwajibkan berpuasa
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (QS.Al Baqarah : 183)
# Puasa merupakan ibadah yang agak sulit dan melelahkan, sebab itu dalam
mewajibkannya Allah taala menyeru kita dengan seruan yang indah dan penuh
kelembutan dan motivasi, agar kita bisa mendengar dan melaksanakannya dengan
ikhlas dan senang hati. Ada tiga poin motivasi dalam seruan-Nya yaitu:
1.Panggilan cinta dan kemuliaan yang menunjukkan tingginya derajat kita sebagai
manusia yang tunduk dalam aturan dan perintah-Nya, tatkala ia menyeru kita
dengan seruan Wahai orang-orang yang beriman.
2.Agar kita tidak merasa terzalimi oleh-Nya atau merasa tidak diistimewakan dari
umat-umat sebelumnya, Dia pun menyatakan: Sebagaimana (puasa ini) diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu. Ini juga berfungsi agar kita termotivasi untuk

melaksanakannya dengan puasa yang lebih baik dan afdhol dari umat-umat
sebelumnya. Dalam penyerupaan kewajiban ini dengan kewajiban umat sebelumnya
terdapat hikmah yang besar, dan cara pembinaan yang baik yaitu menyemangati
dan menghibur orang-orang yang diembankan kewajiban dengan mengisahkan atau
menyebutkan bahwa kewajiban tersebut telah diemban oleh orang lain dan mampu
menjalankannya.
3.Untuk lebih memotivasi kita dalam menjalankannya, Dia menyebutkan hikmah
dibalik puasa ini, yaitu Agar kalian bertakwa.

# Panggilan Hai orang-orang beriman Menunjukkan bahwa orang yang menjawab


seruan ini dengan berpuasa maka ia adalah benar-benar mukmin sejati, sebaliknya
yang tidak menjawabnya dengan puasa keimanannya sangatlah kurang, dan bisa
saja ia menjadi kafir kalau berkeyakinan bahwa puasa ini bukanlah suatu kewajiban.

# Lafadz Kutiba atau Kitaaban yang berarti penetapan dan kewajiban dalam AlQuran bermakna sesuatu yang wajib dan mesti dilakukan dan terjadi, baik dari segi
perkara syariat seperti dalam ayat puasa ini, ataupun sesuatu yang berkaitan
dengan takdir seperti ayat Rabbmu telah menetapkan (mewajibkan/ kataba) atas
Diri-Nya rahmat. (QS Al-Anam: 54). Ibadah puasa ini wajib dan harus
dilaksanakan, dan rahmat Allah ini mesti ada dan tercurahkan atas mereka yang
beriman. Keduanya menggunakan kata kutiba (kitaabah).

# Karena puasa ini adalah ibadah yang agak susah dan melelahkan, maka ketika
menyatakan kewajibannya dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan/menisbatkan
nama-Nya secara langsung sebagai Dzat yang memberikan kewajiban ini sebab ia
tidak layak untuk dinisbatkan pada yang sulit dan menyusahkan. Hal ini senada
dengan firman-Nya :
Diwajibkan atas kamu untuk berperang (QS Al-Baqarah: 216), juga : Hai orangorang beriman, diwajibkan atas kalian menerapkan qishash dalam pembunuhan...
(QS Al-Baqarah: 178).
Namun ketika dalam kewajiban yang mengandung rahmat dan kabar gembira Dia
secara langsung menyebut nama-Nya atau menyandarkan perbuatan tersebut pada
Dzat yang mewajibkannya, contohnya dalam firman-Nya: Rabbmu telah
menetapkan (mewajibkan) atas Diri-Nya rahmat (QS Al-Anam: 54).

# Satu ketaatan akan mendatangkan ketaatan yang lainnya. Dalam ayat ini Allah
taala menyatakan bahwa puasa dapat membuahkan sifat taqwa. Dan taqwa ini

adalah semua amalan shalih menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Ini menunjukkan bahwa puasa bisa mendatangkan ketaatan-ketaatan lainnya
yang lebih banyak, baik berupa menjauhi maksiat, tilawah al-quran, sedekah (karena
merasakan penderitaan fakir miskin),, ataupun ibadah-ibadah lainnya. Sebaliknya
kalau tidak puasa tanpa udzur, maka akan mendatangkan adanya maksiat-maksiat
lain yang lebih banyak karena kemaksiatan sebagaimana halnya kebaikan- juga
menyebabkan adanya maksiat-maksiat lainnya.

# Makna agar kalian bertaqwa:


1.Dengan ibadah puasa diharapkan agar kalian meraih sifat taqwa. Karena ia
berfungsi sebagai tazkiyatunnafs (penyuci jiwa), dan pembersihnya dari akhlak dan
sifat yang buruk.
2.Dengan ibadah puasa engkau akan dimasukkan dalam golongan orang-orang
bertaqwa karena puasa merupakan syiar mereka.
3.Taqwa bisa bermakna tameng dan penghalang. Sehingga ibadah puasa yang
konsekuensinya adalah meninggalkan maksiat, karena bisa mengekang hawa nafsu
dan mempersempit pintu masuk syaithan dalam tubuh manusia, pasti menjadi
tameng dari api neraka, karena ia membuat lemah hawa nafsu dan
menundukkannya.
4.Taqwa sebagai penghalang dari maksiat. Artinya dengan puasa ini, seseorang bisa
mengekang hawa nafsunya dari berbuat dosa dan maksiat baik dalam bulan puasa
atau diluarnya.

# Tujuan suatu kewajiban atau amal ibadah yang disebutkan oleh Allah taala
merupakan bagian dari suatu kewajiban juga, artinya melakukan kewajiban agar
bisa melakukan kewajiban yang lain. Sama halnya dengan puasa yaitu kita
melakukan puasa yang merupakan suatu kewajiban agar kita semua bisa
mewujudkan kewajiban yang lain yaitu sifat taqwa. Ini juga sama halnya dengan
ibadah shalat, sebagaimana dalam firman-Nya: Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar (QS Al-Ankabut: 45). Artinya shalat merupakan
suatu kewajiban, dengan melaksanakannya maka akan bisa mewujudkan kewajiban
lain yaitu mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar.

# Dalam perintah suatu ibadah, Allah hanya menyebutkan tujuan dan hikmah ibadah
tertentu seperti yang disebutkan diatas, dan Dia sama sekali tidak menyebutkan
tentang nikmatnya suatu ibadah tersebut, atau tidak menjadikan nikmat dan lezatnya
suatu ibadah sebagai bagian dari tujuan ibadah secara langsung. Hikmah dari hal ini

adalah karena rasa nikmat dan kelezatan ibadah merupakan inti dari derajat ihsan,
yang mana bila dijadikan sebagai bagian dari tujuan ibadah maka akan mempersulit
kebanyakan orang yang melakukannya lantaran sulitnya untuk benar-benar
mewujudkannya dalam hati.

# Diwajibkan atas kamu berpuasa . Agar kamu Bertaqwa, Taqwa merupakan


derajat iman yang paling tinggi, tidak semua mukmin bisa mencapai derajat ini
kecuali orang-orang yang benar-benar bisa bersabar dalam menjalani ibadah dan
ujian Allah taala. Artinya: untuk mencapai suatu derajat yang tinggi, baik dalam
urusan dunia apalagi akhirat, seseorang harus menjalani tes, ujian bahkan
rintangan, bila bersabar dan berhasil melaluinya maka derajatnya akan terangkat,
dan akan dimuliakan, Ini sama halnya dengan ibadah puasa ini yang membutuhkan
kesabaran dalam menjalaninya, sebab ia adalah ujian dan cobaan agar kita bisa
meraih derajat taqwa disisi-Nya.

# Salah satu tanda orang yang sungguh-sungguh ingin bertakwa adalah yang
sungguh-sungguh
menjalankan
puasa
Agar
kalian
bertaqwa.
Sumber Tulisan: ( http://wahdah.or.id/tadabbur-ayat-diwajibkan-kamu-berpuasa/ )

- syarat wajib dan sahnya puasa


Puasa Ramadan menjadi wajib apabila sempurnanya perkara berikut:
1. Islam
Puasa tidak diwajibkan ke atas orang kafir. Bermaksud, di dunia ini dia tidak dituntut
untuk berpuasa karena puasa adalah satu cabang yang dikira apabila dia masuk ke
dalam Islam. Selagi dia tidak masuk Islam maka tidak ada makna bagi puasanya
dan tidak ada makna dia dituntut untuk berpuasa. Adapun di akhirat, mereka akan
disiksa karena kekafirannya dan karena dia meninggalkan cabang-cabang Islam.
2. Taklif
Maksud taklif ialah orang Islam itu telah berakal dan baligh. Sekiranya hilang salah
satu dari dua sifat ini maka jatuhlah darinya sifat taklif. Apabila jatuh sifat taklif maka
dia tidak dituntut sedikitpun melaksanakan tugas-tugas keagamaan.

Dalilnya ialah hadis Ali Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
Diangkat qalam (tulisan amalan) dari tiga jenis manusia, dari orang tidur sehingga
dia bangun, dari kanak-kanak sehingga dia bermimpi (baligh) dan dari orang gila
hingga dia berakal [Abu Daud (4403) dan selainnya].
3. Tiada Keuzuran Yang Menghalangnya Berpuasa Ataupun Mengbolehkannya
Berbuka
Keuzuran yang menghalang berpuasa ialah:
1. Berada di dalam keadaan haid atau nifas pada mana-mana bahagian waktu
siang.
2. Pengsan ataupun gila sepanjang hari. Sekiranya dia sadar pada waktu siang
walaupun satu saat, maka hilanglah keuzuran dan dia wajib menahan diri
untuk hari tersebut.
Keuzuran yang mengbolehkan berbuka ialah:
1. Sakit yang mendatangkan mudarat yang besar ataupun kesakitan dan
kekhawatirann yang amat dahsyat kepada orang yang berpuasa. Jika
penyakitnya itu menjadi semakin parah ataupun kesakitan itu semakin dasyat
(jika dia berpuasa), dan dia bimbang dia akan binasa ( ( ) sekiranya dia
meneruskan puasanya), maka pada waktu itu dia wajib berbuka.
2. Musafir yang jauh yang tidak kurang dari 83 km dengan syarat ia adalah
pemusafiran yang dibenarkan dan mencakupi seluruh hari. Mengenai seorang
yang berpuasa, pada waktu paginya dia bermukim, kemudian dia bermusafir
pada waktu siang, maka dia tidak dibenarkan berbuka. Dalil kedua-dua
penguzuran ini ialah firman Allah:
Dan siapa yang sakit atau dalam musafir maka (dibolehkan berbuka, kemudian
wajib diganti puasanya) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain. (Al-Baqarah:185)

iii. Tidak mampu berpuasa. Oleh itu tidak wajib berpuasa disebabkan terlalu tua atau
sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh karena puasa hanya wajib terhadap
orang yang mampu melakukannya. Dalilnya adalah firman Allah swt:
Dan wajib atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (karena tua dan
sebagainya) membayar fidyah (dengan) memberi makan orang-orang miskin. (AlBaqarah:184)
Dibaca juga jika mereka tetap diwajibkan melakukannya (puasa), nescaya mereka
tidak mampu melakukannya.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata: Yang dimaksudkan ialah orang lelaki dan
perempuan yang terlalu tua, keduanya tidak mampu untuk berpuasa, kedua-duanya
hendaklah menggantikan setiap hari puasa dengan memberi makan seorang fakir
miskin. Riwayat Al-Bukhari (4235)]
Syarat Sah Puasa
Syarat sah puasa ialah:
1. Islam, tidak sah puasa orang kafir.
2. Berakal yang bermaksud mumayyiz, tidak sah puasa orang gila dan kanakkanak yang belum mumayyiz karena mereka tidak memiliki niat. Puasa
kanak-kanak yang sudah mumayyiz adalah sah. Apabila usianya mencapai 7
tahun, dia hendaklah diminta supaya berpuasa jika dia mampu
melaksanakannya. Apabila usianya mencapai 10 tahun, dia hendaklah
dipukul karena meninggalkannya sebagaimana sembahyang.
3. Tidak mempunyai keuzuran yang menghalangnya dari berpuasa seperti
berada dalam keadaan haid atau nifas, pengsan atau gila sepanjang hari.

- udzur yg membolehkan tidak puasa


Udzur yang membolehkan untuk berbuka adalah sakit dan bepergian seperti yang
dijelaskan al-Quran. Di antara udzur lainnya adalah wanita hamil yang takut akan
membahayakan dirinya atau janinnya jika berpuasa, wanita menyusui yang takut

akan membahayakan dirinya dan anaknya jika berpuasa, dan seseorang yang perlu
berbuka untuk menyelamatkan orang yang sedang menghadapi marabahaya.
Seperti seseorang yang menemukan orang tenggelam di lautan sehingga orang itu
harus berbuka atau menemukan orang di tempat yang terkunci yang di dalamnya
ada kebakaran, sehingga dia harus berbuka puasa untuk menyelamatkannya. Maka,
dalam keadaan seperti ini dia boleh berbuka dan menyelamatkannya. Begitu juga
orang yang perlu berbuka supaya kuat dalam berjihad di jalan Allah. Semua itu
termasuk sebab-sebab yang membolehkan seseorang berbuka puasa, karena
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya dalam
Perang al-Fath,
Besok kalian akan menghadapi musuh dan berbuka akan lebih kuat bagi kalian,
maka berbukalah. (HR. Muslim)
Jika seseorang menemukan sebab yang membolehkannya berbuka, lalu dia
berbuka, maka tidak wajib baginya menahan diri dari makan dan minum pada sisa
harinya. Jika telah ditakdirkan bahwa seseorang harus berbuka untuk
menyelamatkan orang yang sedang dalam bahaya, maka dia harus tetap berbuka
seperti biasa walaupun setelah penyelamatan, karena dia berbuka berdasarkan
sebab yang membolehkannya berbuka. Maka dari itu, kami berpendapat dengan
pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa orang yang sakit, lalu sembuh di
siang hari padahal dia sudah berbuka, maka tidak wajib baginya untuk menahan diri
dari makan dan minum. Jika seorang musafir telah sampai di negerinya pada waktu
siang hari, padahal dia sudah berbuka, maka dia tidak wajib menahan diri. Seorang
wanita haid yang suci di pertengahan siang, tidak wajib menhan diri pada sisa
siangnya, karena mereka semua berbuka berdasarkan sebab yang membolehkan
mereka berbuka. Bagi mereka, pada hari itu tidak ada kewajiban untuk memuliakan
puasa, karena syariat membolehkan mereka berbuka di dalamnya sehingga mereka
tidak wajib menahan diri.
Kasus ini berbeda dengan orang yang baru tahu bahwa dia telah masuk bulan
Ramadhan di pertengahan siang. Orang yang baru tahu bahwa dia masuk di bulan
Ramadhan setelah pertengahan siang, pada saat itu juga dia harus menahan diri.
Perbedaan antara keduanya jelas; jika ada keterangan tentang datangnya bulan
puasa di pertengahan siang, maka orang yang baru tahu wajib menahan diri pada
sisa hari berikutnya, tetapi dia dimaafkan jika dia tidak menahan diri sebelum adanya
keterangan itu.
Maka dari itu, jika dia tahu bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan, maka dia
harus menahan diri. Sedangkan orang yang mendapatkan udzur syari seperti yang
kami paparkan di atas, diperbolehkan berbuka walaupun dia tahu bahwa hari itu hari
puasa. Antara keduanya terdapat perbedaan yang jelas.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa
Arkanul Islam)

- maghfirah di 10 hari pertama, tengah, dan terakhir Ramadhan

Durasi 20 menit.
Untuk pembawaan materi, diharapkan bisa interaktif dengan audiens yg usianya
masih anak2. Bisa dibuat komunikasi 2 arah dgn cara melempar pertanyaan2 ringan
terkait materi dsb.

Anda mungkin juga menyukai