Penginderaan Jauh
Pengantar Geologi-2008
________________________________________________________________________________________
Bab
Penginderaan Jauh
6.1. Pendahuluan
Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) berkembang dengan pesat sejak
eksplorasi antariksa berlangsung sekitar tahun 1960-an dengan mengorbitnya
satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera yang mengambil gambar
permukaan bumi dari satelit memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan
bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. Teknologi pemotretan
udara yang berkembang bersamaan dengan era eksplorasi antariksa seperti sistim
kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer diikut
sertakan dalam misi antariksa tersebut pada tahap berikutnya. Pada tahun 1972
satelit ERTS-1 (sekarang dikenal dengan Landsat) untuk pertama kali diorbitkan
Amerika Serikat. Satelit ini dikenal dengan satelit sumber alam karena fungsinya
adalah untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan.
Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat
untuk menunjang program pemetaan, dalam waktu singkat disimpulkan bahwa
data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup
sangat luas. Sejak itu berbagai satelit sejenis diorbitkan oleh negara-negara maju
lain, seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1
oleh MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar
tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor untuk
mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan
melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di
permukaan bumi dapat pula direkam.
Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak
dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi mineral
dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan dalam bidang
kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai kendala, diantaranya
data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus dan paling utama adalah
ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil sangat terbatas. Dalam
pembahasan ini akan lebih ditekankan pada pengenalan informasi geologi dan
kondisi lingkungan geologi yang dalam beberapa hal berkaitan dengan penggunaan
data satelit penginderaan jauh.
6.2.
Prinsip Dasar
129
130
131
Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam
unit terkecil di dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini dikenal dangan nama
pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y
menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat geografi dan y menunjukkan
nilai intensitas pantul dari unit dalam tiap selang panjang gelombang yang
dipakai. Nilai intensitas pantul berkisar antara 0 255 dimana 0 merupakan
intensitas terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Ukuran pixel
berbeda
tergantung
pada
sistim
yang
dipakai,
menunjukkan
ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan
resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang
detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial
makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 6.5.
Gambar 6.5. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data penginderaan jauh.
Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain yaitu
resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu band pada
sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul pada tiap pixel.
Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap pixel akan
menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda. Dengan menggunakan banyak
band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat
berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai.
Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada gambar 6.6.
132
133
6.3.1. Umum
Program pemetaan geologi sistimatik wilayah Indonesia yang begitu luas belum
selesai dilakukan. Untuk daerah di luar Pulau Jawa Peta geologi masih berskala
kecil (1:250.000 dan 1:500.000), beberapa wilayah bahkan belum selesai
dipetakan. Peta skala tersebut untuk penggunaan lebih detail (skala
operasional) masih belum dapat dipakai karena kurang detail informasi yang
diperoleh. Peta-peta geologi skala menengah (1:50.000 dan 1:100.000) baru
meliputi pulau besar tertentu, dalam beberapa hal masih memerlukan revisi dan
updating. Peta-peta berbasis geologi untuk keperluan lain seperti perencanaan
tata ruang, pemetaan geologi daerah pantai dan pesisir, pemetaan rawan
bencana dan lingkungan bahkan secara sistimatis belum dikembangkan.
Demikian pula untuk menunjang kegiatan eksplorasi mineral dan energi peta
geologi detail belum ada sehingga untuk keperluan tersebut perlu dibuat secara
khusus. Pemetaan geologi secara konvensional untuk mengisi keperluan di atas
akan memerlukan waktu dan biaya sangat besar. Sebagai jalan pintas citra
penginderaan terbukti dapat memberikan kontribusi yang signifikan yang perlu
dipertimbangkan penggunaannya dan disosialisasikan secara luas.
Uraian di bawah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana data
penginderaan jauh bermanfaat untuk mengisi kekurangan data di atas.
Penggunaan dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan
memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses
pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk
melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui metoda
visual/manual yaitu mengenal obyek dan gejala geologi spesifik yang dapat
dilihat pada citra seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan, struktur
sesar. Cara kedua dilakukan melalui ekstraksi otomatis dari obyek dengan
memakai cara dan formula tertentu dengan menggunakan software yang ada
(digital processings). Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan
sehingga pemilihan penggunaan kedua metoda tersebut perlu dipertimbangkan
secara seksama sesuai dengan keperluaannya.
Dalam bidang kebumian, geologi pada khususnya, interpretasi dan analisis
secara visual menempati bagian paling utama dalam mendapatkan informasi
geologi dibandingkan metoda pemrosesan digital misalnya automatic
extraction. Meskipun demikian penerapan pemrosesan digital, dalam batas
tertentu, sangat membantu kelancaran analisis visual. Data geologi yang
diberikan citra inderaja dapat bersifat tidak jelas, dapat pula berupa data baru
yang tidak dapat diperoleh dari survei konvensional. Oleh sebab itu penggunaan
data inderaja seyogyanya dipakai sebagai pelengkap, penunjang bentuk survei
yang lazim dipakai. Seyogyanya data inderaja sebagai data sementara (tentatif)
yang perlu divalidasi dan dikonfirmasi lebih lanjut di lapangan.
134
6.3.2. Vulkanologi
Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik, aliran
dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data penginderaan
jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek vulkanik dan sejarah
erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi, gunungapi aktif dengan
sebaran piroklastik dan aliran lahar. Kenampakan pada citra diperlihatkan pada
gambar 6.8 sampai dengan 6.12.
Pada gambar 6.8 adalah citra dari Kaldera Tengger yang memperlihatkan
kerucut tua A dengan ekspresi derajat erosi yang kasar dan kerucut muda
dengan derajat erosi yang relatif halus. Gambar 6.9 adalah citra dari suatu
komplek gunungapi aktif yang memperlihatkan bentuk-bentuk dari aliran lava
yang dicirikan oleh bentuk(shape), pattern (pola) yang khas dari suatu aliran
135
lava, sedangkan endapan piroklastik dicirikan oleh tekstur citra yang relatif
kasar.
Pada gambar 6.10 diperlihatkan suatu aliran lava baru (warna biru kehijauan)
dan aliran lava tua (merah-merah muda) dengan bentuk dan pola aliran yang
khas. Gambar 6.11 adalah citra dari komplek pegunungan Sibualbuali,
Padangsidempuan yang memperlihatkan lokasi dari pusat pusat fumarol yang
berkorelasi dengan segment-segment sesar semangko.
Gambar 6.12 adalah citra dari komplek gunungapi Dieng, Wonosobo yang
memperlihatkan sebaran dari beberapa kerucut gunungapi dengan derajat erosi
yang berbeda beda. Berdasarkan perbedaan tingkat derajat erosi dapat dipakai
untuk menafsirkan sejarah pembentukan dan perkembangan gunungapi di
daerah tersebut.
Pada gambar 6.13 adalah citra dari sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut,
Jawa Barat. Pada citra tampak sebaran beberapa kerucut gunungapi dengan
derajat erosi yang berbeda beda serta batas sebaran tubuh gunungapi yang
masih dapat dideliniasi.
136
Pada daerah komplek gunungapi yang telah mengalami proses erosi lanjut,
pemetaan geologi gunungapi menjadi lebih sukar karena bentuk morfologi
yang masih ideal sudah tidak dapat dikenal dengan baik. Meskipun demikian
dalam hal tertentu jejak tubuh gunungapi masih dapat diperkirakan seperti
diperlihatkan pada gambar 6.12 dan 6.13
137
B
D
E
F
E
Gambar 6.14. Perlapisan batuan sedimen (A,B,C,D,E)
dan kemiringan bidang perlapisan
B
A
Gambar 6.16.
138
B
C
A
Gambar
6.19.
Batugamping
perlapisan
Wonosari.
Jejak
Antiklin
B
C
D
Sinklin
139
Gambar 6.24.
Gambar
6.25.
Alternating beach
Lokseumawe, Aceh
ridges
di
140
141
gambar 6.28 tampak dengan jelas bangunan bangunan dan sarana yang
masih belum mengalami kerusakan dan gambar 6.29 adalah citra yang
diambil setelah gelombang tsunami melanda daerah tersebut. Tampak
dengan jelas pada citra bangunan dan sarana jalan/jemabatan yang hancur
akibat terjangan gelombang tsunami.
b. Letusan gunungapi
Kerawanan bencana alam hasil letusan gunungapi relatif besar karena
Indonesia mempunyai sekitar 126 gunungapi aktif tersebar di seluruh
wilayah. Meskipun seluruh gunungapi aktif telah dipetakan cukup lama data
satelit inderaja dapat memberikan informasi terkini mengenai produk
letusan dari gunungapi tersebut dan dapat dipakai sebagai sarana
monitoring, deliniasi daerah rawan letusan dan produk sebaran letusannya.
Gambar 6.30 memperlihatkan contoh dari hasil letusan kedua gunungapi
tersebut.
Pada gambar 30 (kiri) : citra satelit Gunung Agung (P. Bali ), dan Gambar 30
(kanan) : citra satelit Gunung Merapi (Jawa Tengah). Tampak pada citra
142
warna biru adalah sebaran aliran lahar resen sebagai produk letusan
gunungapi dari kedua gunung berapi tersebut.
Gambar 6.30. Warna biru memperlihatkan sebaran produk letusan Gunung Agung (Bali)
dan Gunung Merapi (Yogyakarta)
c. Gerakan tanah
Gerakan tanah (landslides) seringkali juga dikenal dengan gerakan massa
tanah, batuan (mass movements) secara umum diartikan sebagai suatu
gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya
berat (gravitasi).
Faktor internal yang dapat mengakibatkan terjadinya gerakan adalah daya
ikat (kohesi) dari tanah/batuan kecil sehingga partikel tanah/batuan dapat
terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan menyeret partikel lain
yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar. Kecilnya daya ikat
yang kecil dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelulusan
air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari massa
tersebut.
Faktor eksternal yang dapat mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan
kelembaban karena air hujan, tutupan vegeasi dan pola pengolahan lahan,
pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti ekskavasi dan sebagainya.
Berdasarkan faktorfaktor tersebut di atas gerakan tanah secara umum
dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (1). Runtuhan (fall), (2).
Aliran (flow). (3). Longsoran (slide), (4). Nendatan slump), dan (5). Rayapan
(creep).
Pada citra inderaja kenampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh
bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda (horse shoe shape), gawir
terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembaban tanah di
lereng bawah tebing/gawir, undak topografi di sepanjang tebing sungai dan
sebagainya.
143
144
pola rekahan dan bidang gelincir (sliding plane) serta areal longsor dapat
dipetakan dengan baik. Dengan pendekatan Sistim Informasi Geografi (SIG)
peta karawanan gerakan tanah dapat diintegrasikan dengan sebaran lokasi
longsor yang bersumber dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, peta rupa bumi digital yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL atau
dengan data lain yang mempunyai format yang sama.
Gambar 6.35. Bentuk peta kerawanan gerakan tanah di daerah Cianjur Selatan
6.3.6. Sumberdaya air
Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air
permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat rawan
akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk pencemaran
kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh sedimentasi paling
nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi band visible (pada citra
Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia sampai saat ini masih belum dapat
ditentukan dari band yang tersedia. Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya
pada CASI) pencemaran kimia dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim
ini masih belum meluas penggunaannya.
Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum
di antaranya:
a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.
b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan perenial
streams).
c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa
pantai, kelembanan tanah permanen).
d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai).
e. Banjir.
f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal
g. Kemungkinan airtanah dalam.
Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat
terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di dalam
145
massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band visible
sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat. Kelembaban tanah
tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak pada visible. Air di dalam
lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat karena ukurannya yang lebih kecil
dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air pada sungai-sungai utama yang besar.
Meskipun demikian keberadaan air dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah
sungainya. Beberapa kenampakan bentik hidrologi pada citra inderja
diperlihatkan pada gambar 6.36 sampai dengan 6.39.
146
147
Gambar
Dari uraian secara umum dan singkat beberapa catatan dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Informasi geologi yang dapat ditafsirkan berdasarkan citra inderaja dapat
berfungsi sebagai informasi awal (tentatif) bila daerah tersebut masih belum
tersedia data geologi yang cukup lengkap. Citra dapat pula berfungsi
sebagai pelengkap data geologi yang telah ada, sebagai alternatif informasi
maupun data penunjang.
2. Penafsiran dan analisis citra inderaja untuk aspek geologi lebih banyak
diperoleh dari cara visual dibandingkan dengan melalui pemrosesan digital.
Penguasaan software pemrosesan citra seyogyanya diikuti oleh ketrampilan
dalam penafsiran visual.
3. Identifikasi wilayah pertambangan umumnya hanya mencakup perubahan
fisik wilayah pertambangan, aspek pengaruh kimia harus dilakukan dengan
cara/metoda.
148
Ringkasan
Penginderaan Jauh adalah suatu metoda untuk mengenal dan menentukan
obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut.
Komponen utama sistim penginderaan jauh: (1). Sumber Energi; (2). Sensor:
sebagai alat perekam data; (3). Stasiun Bumi: sebagai pengendali dan penyimpan
data; (4). Fasilitas Pemrosesan Data; dan (5). Pengguna data.
Gelombang Elektromaknit adalah gelombang yang merambat secara kontinu
dalam gerak yang harmonis. Sumber dari gelombang ini secara alami adalah sinar
matahari, selain dapat pula dibuat secara artifisial seperti pada penginderaan
dengan gelombang radar (gelombang mikro). Selang panjang gelombang
elektromaknit mulai dari sekitar 0.3 nm sampai orde meter yang meliputi
gelombang ultra ungu sampai radio
Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data,
memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan,
mendesain format peta dan mencetak.
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Dalam Geologi :
1.
Volkanologi.
Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik,
aliran dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data
penginderaan jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek
vulkanik dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi,
gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar.
2.
149
4.
5.
Sumberdaya Air
Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air
permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat
rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk
pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh
sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi
band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Informasi sumberdaya air
yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya:
Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.
Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan
perenial streams).
Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa
pantai, kelembanan tanah permanen).
Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai).
Banjir.
Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal
Kemungkinan airtanah dalam.
6.
150
151