Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI

Tipe pada tumor intra spinal hampir sama dengan tumor intrakranial. Dapa
t berasal dari sel parenkim medulla spinalis, serabut saraf, selaput myelin, jar
ingan vaskuler intraspinal, rantai simpatik, atau kolumna vertebralis. Segmen ya
ng paling sering terkena adalah segmen torakal (50%), servikal (25%), dan lumbos
akral (20%). Sedangkan frekwensi menurut lokasinya adalah 55% tumor epidural, 40
% tumor intradural-ekstrameduler dan 5% tumor intrameduler.3,4,5
Simptomatologi kompresi medulla spinalis mencakup gangguan modalitas sens
orik (nyeri, baal, dan parestesia), motorik, dan otonom, dimana sifat dan luas g
angguan modalitas tersebut bergantung pada :2
* Level medulla spinalis yang terkompresi
cervical atas atau bawah, thorakal ata
s atau bawah, lumbosakral
* Arah/asal kompresi dari luar atau dalam medulla spinalis, posterior, lateral,
atau anterior
* Kecepatan kompresi
Diagnosis tumor medulla spinalis apakah terletak intrameduler, intradural-ekstra
meduler atau ekstradurak seharusnya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis dan p
emeriksaan neurologis, tetapi pada beberapa kasus sering hal ini menjadi masalah
klinis sehingga tetap selalu dibutuhkan konfirmasi radiologis.1
Nyeri sering merupakan gejala inisial semua tipe tumor spinalis. Walaupun hampir
tidak ada gunanya mencoba untuk memperkirakan jenis tumor spinalis mana berdasa
rkan ada atau tidaknya nyeri, ada beberapa karakteristik nyeri yang dapat memban
tu evaluasi. Seperti nyeri radikuler lebih sering timbul pada tumor ekstramedule
r, sedangkan nyeri funikuler lebih sering ditemukan pada penderita dengan tumor
intrameduler.1
Gejala klinis lesi intrameduler biasanya diawali dengan kerusakan segmental yang
mulanya merusak neuron sensorik kedua yang menyilang membentuk traktus spinotal
amikus lateral. Gangguan sensasi nyeri dan suhu akan terjadi pada daerah yang di
persarafi oleh segmen (dermatom) yang bersangkutan. Seiring perluasan lesi, sela
njutnya akan meluas ke kornu anterior, traktus spinotalamikus dan kortikospinal
dimana serbut yang terletak lebih medial akan terkena lebih dahulu.
Karena pada traktus spinotalamikus serabut yang berasal dari regio sakral terlet
ak paling perifer, gangguan sensorik di dermatom sakral sering tidak terlibat (s
acral sparing).
Kerusakan pada kolumna dorsalis akan mengakibatkan gangguan diskriminasi 2 titik
, vibrasi, dan proprioseptif ipsilateral. Lesi-lesi di kolumna dorsalis juga ser
ing menimbulkan symptom yang disebut Lhermitte sign dimana penderita merasakan sen
sasi seperti aliran listrik berjalan sepanjang sepanjang punggung dan ekstremita
s saat fleksi leher.
Sedangkan pada traktus motorik (traktus kortikospinalis), serabut yang be
rasal dari segmen distal terletak paling luar (lateral), sehingga adanya massa y
ang menekan dari arah dalam akan mengakibatkan kelemahan dari arah proksimal ke
distal (descending paralysis). Kompresi traktus kortikospinal yang terjadi secar
a perlahan-lahan akan menimbulkan gejala upper motor neuron (UMN) yaitu kelemaha
n otot, tonus yang meningkat, dan refleks abnormal.
Gangguan spincter jarang merupakan dikeluhkan sebagai manifestasi awal ba
ik pada tumor intrameduler maupun ekstrameduler, kecuali tumor tersebut terletak
pada conus atau cauda equina. Gangguan keringat, sianosis, dan edema juga dapat
terjadi pada kedua kasus baik tumor intra- maupun ekstrameduler, sehingga tampa
knya tidak bisa membantu dalam membedakan keduanya.
Pada kasus ini, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diketahui seorang laki-lak
i usia 22 tahun mengalami keluhan nyeri tumpul di daerah punggung yang menjalar
ke bawah seperti setruman listrik diikuti kelemahan tungkai mulai bagian proksim
al ke distal (descending) yang berlangsung progresif sekitar 5 bulan, perasaan s
eperti diikat dan gangguan proprioseptif, dan gangguan otonom berupa hipohidrosi
s segmental dan retensio urin, sehingga diperkirakan suatu proses kronik progres
if mielopati akibat tumor intrameduler.
Pemeriksaan penunjang pada tumor intraspinal diantaranya adalah analisa c
airan serebrospinal yang menunjukkan peningkatan protein pada 95% kasus, terutam

a pada tumor yang menimbulkan blok pada aliran likuor. Hitung sel biasanya norma
l atau dapat terjadi pleositosis ringan pada 30% kasus. Sedangkan kadar glukosa
biasanya normal. Myelografi dan CT myelografi dapat digunakan untuk membedakan a
pakah tumor ekstradural, intradural-ekstrameduler, atau intrameduler, serta dapa
t menentukan adanya blok parsial atau total. Hampir semua tumor spinalis dapat t
erdiagnosa dengan myelografi, kecuali tumor intrameduler kemampuannya hanya 35%.
Selain itu myelografi merupakan prosedur invasif.
MRI merupakan prosedur pemeriksaan noninvasif yang paling dianjurkan untu
k kasus tumor intrameduler, karena selain dapat menentukan lokasi yang tepat dar
i tumor juga dapat memperlihatkan gambaran edema, perdarahan dan kista secara je
las. MRI juga digunakan sebagai penuntuk dalam tindakan operatif,3,7 Umumnya tum
or intrameduler memperlihatkan isointens atau sedikit hipointens dibanding jarin
gan medulla spinalis di sekelilingnya pada T-1. Tetapi sering juga ditemukan ber
bagai variasi yang disebabkan adanya suatu kista, edema peritumor atau adanya pe
rdarahan. Pada pemberian kontras akan tampak penyangatan. Terdapat gambaran kara
kteristik untuk membedakan beberapa jenis tumor. Seperti ependimoma, pada T-1 me
nunjukkan massa yang berbatas tegas dansering ditemukan kista pada bagian polar,
umumnya berlikasi pada sentral medulla spinalis. Sedangkan astrositoma gambaran
nya lebih bervariasi tetapi biasanya batas kurang tegas tepi tumor ireguler dan
lokasinya tidak di sentral. Meskipun secara teori keduanya dapat dibedakan namun
tidak dapat hanya mengandalkan imaging saja, tetap dibutuhkan gambaran histologis
untuk memastikan jenis tumornya.3,7,8
Secara patologis syringomyelia adalah terbentuknya kavitasi pada bagian s
entral dari medulla spinalis dan paling sering ditemukan di regio servikal yang
dapat meluas ke atas ke medulla oblongata dan pons (syringobulbia) atau meluas k
e bawah ke regio thoraks bahkan lumbal. Terdapat 2 jenis syringomyelia, primer (
congenital) dan sekunder (didapat). Sekitar 90% kasus syringomyelia berhubungan
dengan Chiari malformation tipe-1. Yang termasuk syringomyelia sekunder ditemuka
n pada tumor, trauma, dan nekrosis. Sekitar 38% astrositoma dan 46% ependimoma d
i medulla spinalis ditemukan gambaran syringomyelia pada pemeriksaan otopsi.5,6,
9
Pada kasus ini berdasarkan gambaran adanya lesi isointens pada T1&T2 dan menyang
at homogen pada pemberian kontras intrameduler setinggi Th5-9 yang disertai syri
ngomyelia pada kedua polarnya, menunjukkan suatu kemungkinan ependimoma.
Pada kasus tumor intrameduler dapat diambil tindakan yang agresif. Meskip
un demikian terapi bedah pada tumor medulla spinalis masih kontroversial. Setela
h reseksi total sebagian besar menunjukkan defisit neurologis yang stabil atau m
embaik. Perbaikan biasanya berlangsung lambat, bisa berbulan-bulan bahkan tahuna
n. Keuntungan utama terapi pembedahan adalah mencegah defisit neurologis yang le
bih berat.3,10 Terapi radiasi yang diberikan setelah reseksi low grade astrocyto
ma tidak terbukti efektif. Radioterapi lebih dianjurkan pada astrositoma yang ga
nas atau pada pasien yang menunjukkan progresifitas tumor atau rekurensi. Pada e
pendimoma reseksi total tumor memberikan hasil yang lebih baik dibanding reseksi
subtotal yang diikuti radioterapi.3,10
Prognosis tumor intrameduler tergantung dari usia pasien serta gambaran h
istoopatologis dari tumor. Tumor berkapsul seperti hemangioblastoma dan tumor se
laput saraf, terapi bedah merupakan tindakan kuratif. Sedangkan ependimoma, mesk
ipun tidak berkapsul tetapi berbatas tegas dan tidak menginfiltrasi jaringan sek
itarnya sehingga prognosisnya cukup baik, sekitar 72% dapat bertahan hidup sampa
i 10 tahun. Sedangkan untuk astrositoma prognosisnya tergantung derajat tumor. U
ntuk derajat 1 dan 2 five-year survival rate-nya 80% dan ten-year survival ratenya 55%. Untuk derajat 3 dan 4 median-survival kurang dari 1 tahun.1,3
Pada pasien dengan gangguan medulla spinalis, program rehabilitasi memega
ng peranan penting. Latihan gerakan pasif pada sendi-sendi ekstremitas dilakukan
dua kali sehari untuk mencegah kontraktur sendi. Untuk spastisitas dapat dilaku
kan peregangan otot yang lama secara pasif. Bila tidak menolong dapat diberikan
obat yang bekerja sentral seperti baclofen, diazepam dan klonidin. Baclofen beke
rja dengan onset cepat, lama kerja singkat dan efek samping minimal. Sedangkan d
iazepam onsetnya lambat tapi lama kerja panjang sehingga ideal bila diberikan ma
lam hari. Hal yang paling penting adalah pemberian konseling, informasi, dan edu

kasi mengenai penyakit bagi pasien dan keluarga sehingga pasien dapat hidup mand
iri dan berpikir positif.3

Anda mungkin juga menyukai