Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
1.
2.
Nunung Latifah
(010501063)
HALAMAN PERSETUJUAN
Makalah Keperawatan Medikal Bedah III dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Ca Nasofaring telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk
diseminarkan pada tanggal 26 Mei 2008.
(Priyanto Skep.,Ns. )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam
5 besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher
menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada
nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi epitel skuamosa. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma
nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun
di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih
merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini
yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering
terlambat. Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang
dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup
tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang
dikombinasikan dengan radioterapi.
Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk
daratan Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan
angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk per tahun. Insidens karsinoma nasofaring
juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hong
Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens
yang terendah pada bangsa Kaukasian, Jepang dan India. Penderita karsinoma
nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 :
1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun ),
dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun. Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik
Medan selama 5 tahun (1997-2001) didapatkan 42 orang penderita karsinoma
nasofaring yang mendapat radioterapi.
Diantara berbagai jenis kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan
salah satu jenis yang memiliki prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang
berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain. Ciri dari
karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor yang invasif, kesulitan mendeteksi
tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun demikian karsinoma nasofaring
juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.
Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras
mongoloid merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr
ditengarai juga mempunyai hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring.
Faktor lain yang diduga banyak berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.
Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan
radioterapi. Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut (locally advanced
disease) dimana bila hanya diterapi dengan pembedahan dan atau radioterapi
memiliki rekurensi mencapai 65%.
Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau
pembedahan dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah
dilakukan mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak
hanya pada kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk
tumor-tumor kepala leher. Kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah
pembedahan
dan
atau
terapi
radiasi.
Pada
dekade
terakhir
ini
terapi
Halaman judul
2.
3.
BAB I : Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Sistematika penulisan makalah
4.
e) Patofisiologi
f) Pemeriksaan penunjang
g) Penatalaksanaan
h) Komplikasi
i) Pathway
b. Konsep keperawatan
a) Pengkajian
b) Diagnosa keperawatan
c) Tujuan dan kriteria hasil
d) Intervensi dan rasionalisasi
5.
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Karsinoma Nasofaring atau kanker tenggorok, merupakan keganasan tertinggi
di daerah leher dari bidang ilmu penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT)
(Suara Merdeka, 2004).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Merupakan tumor
daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Diagnosis dini
cukup sulit karena letaknya yang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak
daerah vital (Mansjoer, 1999).
B. Penyebab
1. Faktor Penyebab
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa
kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini
sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring. Mediator di bawah ini dianggap
berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :
Benzopyrenen
Benzoanthracene
Gas kimia
Asap industri
Asap kayu
Beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
E. Patofisiologi
Cermin dihangatkan, biasanya diatas suatu lampu alcohol sehingga pada saat
pasien bernapas tidak berkabut dan mengaburkan pandangan. Pemeriksa
memeriksa suhu cermin dengan menempelkan pada punggung tangan sebelum
memasukkan ke dalam mulut pasien. Lidah ditekan seperti pada pemeriksaan
faring dan cermin ditempatkan dalam faring. Sepertiga posterior lidah sebaiknya
tidak boleh tersenuh untuk mengurangi kemungkinan rangsangan reflek muntah.
Dinding faring posterior kurang sensitive dibandingkan lidah dan palatum mole
paling tidak tidak sensitive. Sementara cermin di dalam orofaring, pasien di
beritahu, pikirkan untuk bernapas melalui hidung. Palatum mole akan turun dan
nasofaring dapat diteliti dengan cermin.
2. Endoskopi hidung
Alat ini mirip teleskop yang dapat memperbesar bayangan nasofaring.
Dimasukkan lewat hidung setelah daerah tersebut dianestesi. Nasofaring dapt
langsung dilihat lewat mulut dengan cara menarik palatum mole. Untuk keperluan
ini tersedia beberapa alat mekanis. Suatu cara yang mudah yaitu dengan
memasukkan suatu kateter lunak melalui hidung sampai terlihat di dalam faring.
Suatu hemostat digunakan untuk, mengambil dan menarik ujung kateter tersebut
keluar dari mulut. Tarikan pelan pada kedua ujung kateter akan menarik palatum
mole dan memungkinkan pemandangan langsung nasofaring.anestesi topical yang
memadai harus dgunakan selama tindakan ini. Dalam banyak hal, endoskopi 90%
lebih menguntungkan karena dapat melihat nasofaring pada stadium awal dengan
menilai adanya bentukan peninggian asimetri yang ringan. Karena kegunaannya
yang dapat memeriksa nasofaring secara lebih teliti dan lebih rinci, alat ini sangat
berguna dalam deteksi dini pada lapisan mukosa di daerah endemik dan berfungsi
dalam deteksi dini suatu kekambuhan.
3. Biopsi nasofaring
Dapat dilakukan dengan lokal anestesi maupun anestesi umum. Biopsi harus
dilakukan secara ''avoe.''
4. Patologi jaringan biopsi oleh seorang ahli patologi anatomi.
5. Pemeriksaan serologis
Diperkenalkan saat ini sebagai salah satu cara untuk deteksi dini kanker
nasofaring. Dengan masuknya virus ke dalam sel manusia, badan akan
membentuk suatu reaksi imunologi atau kekebalan tubuh terhadap antigen-antigen
yang ada di dalam virus.
Penyelidikan reaksi imunologi terhadap antigen virus Epstein Barr ini telah
berhasil mengindentifikasi beberapa antigen khusus yang dijumpai pada
karsinoma nasofaring.
1. Antibodi Ig G dan Ig A terhadap Viral Capsid Antigen (VCA). Sampai saat ini,
pemeriksaan titer Ig A - VCA dianggap yang paling spesifik dan sensitif untuk
diagnosa dini kanker nasofaring. Uji ini juga dianggap metode pilihan untuk
keadaan occolt primary yaitu keadaan ditemukannya kelainan berupa
pembesaran kelenjar servikal atau destruksi dasar tengkorak atau kelumpuhan
saraf otak tanpa adanya tumor di nasofaring.
2. Ig G anti Farly Antigen (FA). Untuk deteksi dini kanker nasofaring, uji ini
kurang sensitif jika dibandingkan dengan Ig A - VCA.
3. Antibody Dependent Cellular Cytotoxicty (ADCC). Pemeriksaan ADCC dapat
menentukan perjalanan penyakit serta prognosis berdasarkan tinggi rendahnya
titer pada waktu diagnosis.
Sebagai sarana diagnosis dini, uji Ig A-VCA merupakan uji yang paling
sensitif untuk deteksi dini kanker nasofaring, namun dianjurkan untuk melakukan
kombinasi dengan Ig G - EA supaya lebih spesifik dan sensitif. Untuk diagnosa pasti
kanker nasofaring, memang tetap harus dilakukan biopsi serta pemeriksaan patologianatomi, sedangkan pemeriksaan serologi sebagai salah satu petunjuk deteksi dini
kanker nasofaring.
G. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
I. Pathway
Ikan asin
Zat karsinogenik
zat nitrosamin
Mengiritasi epitel
squamosa gepeng
Aktivasi virus
Epstein Barr
Infeksi pada nasofaring
Menyerang epitel
squamosa gepeng
Memicu proliferasi sel
Bentuk ulkus
Eksofilik
Tumbuh pada
Meluas pd fossa
Tumbuh pada
Mengisi cavum
fossa rossenmuler
cerebralis
area euathacius
nasofaring
Mempengaruhi
Infiltrasi
saraf cranium
sekitar tuba
Obliterasi
PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan
Riwayat individu
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadap lingkungan karsinogen, penyakit
paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut
dan fibrosis pada jaringan paru.
Riwayat keturunan atau ras
Riwayat pekerjaan
2. Pemeriksaan fisik pada pernapasan
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi
kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi
sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan
berulang, nyeri dada karena penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila
tumor mengganggu dinding paru, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
3. Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan
4. Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vena cava)
Tanda : Takikardi, jari tabuh
5. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut, takut hasil pembedahan
Tanda : Menolak keganasan
6. Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, nyeri bahu tangan, nyeri tulang sendi, nyeri abdomen hilang
timbul
7. Pernafasan
Gejala : Batuk ringan/perubahan pola batuk dari biasanya, nafas pendek, bekerja
terpasang polutan, debu industri, serak (paralisis pita suara), riwayat
merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan bekerja, peningkatan premitus taktil, krekels
pada pada inspirasi atau ekspirasi, mengi menetap, penyimpangan
trahkeal.
8. Keamanan
Deman, kemerahan, kulit pucat.
9. Seksualitas
Ginekomastia, (ca sel besar), amenore/impoten
10. Penyuluhan/pembelajaran
Faktor resiko kanker pada keluarga, TB paru
11. Nutrisi /cairan
Penurunan BB, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, kesulitan
menelan, haus, kurus, kerempeng, edema wajah, glukosa dalam urine.
12. Diare hilang timbul, peningkatan frekwensi bak/ jumlah urine.
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia
13. Psikososial
Takut, cemas, tanda tanda kehilangan.
14. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, takipnea
15. Tentukan symptom
16. Pemeriksaan mata dan syaraf
17. Kaji kebiasaan diet buruk
18. Seringnya individu mengkonsumsi ikan asin
19. Life style
20. Sosial ekonomi
21. Kaji nyeri
Tumor primer
T1
T2
T3
T3A
T3B
T3C
T3D
N
N0
N1
N2
N3
M
M0
M1
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan dinding tuba, penekanan tulang.
2. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan indra pendengaran dan penglihatan.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake nutrisi tidak
adekuat.
4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
C.
NO
1
TUJUAN/KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan asuhan
INTERVENSI
Mendiri :
RASIONAL
tulang
kebutuhan/keefektifan
Melaporkan penghilangan
intervensi.
digunakan.
Evaluasi/sadari terapi tertentu
Ketidaknyamanan rentang
yang ditentukan
Mendemonstrasikan
yang diajarkan.
penggunaan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas hiburan
digunakan.
individu
Meningkatkan relaksasi
dan membantu
memfokuskan kembali
perhatian.
Memungkinkan pasien
untuk berpartisipasi secara
relaksasi)
Kolaborasi :
Kembangkan rencana manajemen
nyeri dengan pasien/dokter.
Rencana terorganisasi
mengembangkan
kesempatan untuk control
nyeri.
Nyeri adalah komplikasi
Gangguan persepsi
Mandiri :
penglihatan
hasil :
mendemonstrasikan respon
kecil mungkin
memperlihatkan masalah
stimulasi.
penglihatan/pendengaran.
tubuhnya (gengguan
uniteral)
Anjurkan untuk menggunakan
Dapat meningkatkan
masukan sensori,
membatasi atau
menurunkan kesalahan
interpretasi stimulasi.
Membantu untuk
menghindarkan masukan
sensori
penglihatan/pendengaran
yang berlebihan dengan
mengutamakan kualitas
yang tenang, konsisten
Memberikan kesempatan
terhadap stimulasi
kesatu pengunjung.
Gangguan keseimbangan
Mandiri :
hari.
Mengidentifikasi
kekuatan/defesiensi
nutrisi.
Membantu dalam
mengidentifikasi
sesuai indikasi)
nafsu makan/peningktan
normal.
masukan diet.
Kebutuhan jaringan
metabolic ditingkatkan
menghilangkan produk
setelah makan.
terapi.
Membantu
mengidentifikasi derajat
keseimbangan
biokimia/malnutrisi dan
mempengaruhi pilihan
intervensi diet.
(Compazine),
mempengaruhi stimulasi
tietilperazin(Torecan)
kemoreseptor metriger
Mandiri :
paru
hasil :
faringeal oral.
hipoksia lainnya.
Dilakukan untuk
memastikan efektifitas
pernapasan sehingga
upaya untuk
memperbaikinya dapat
segera dilakukan
Meningkatnya
pernapasan, takikardia,
dan atau brakikardia
menunjukan terjadinya
hipoksia
membuka alveolus,
mengeluarkan sekresi,
operasi.
meningkat pengangkutan
oksigen, membuang gas
Dilakukan tergantung
pada penyebab depresi
pernapasan atau jenis
pembedahan.
Kolaborasi :
Berikan tambahan oksigen sesuai
indikasi
Berikan/pertahankan alat bantu
pernapasan (ventilator)
Latihan pernapasan
maksimal akan
menurunkan terjadinya
atelektasis dan infeksi
Mandiri :
perdarahan berlebih
kriteria hasil :
mengidentifikasi
TTV stabil
pengeluaran cairan
Nadi teraba
kebutuhan penggantian
mempengaruhi intervensi
Timbang berat badab setiap hari
Mengukur keadaan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal
Perubahan dapat
menunjukkan efek
hipovolemia
(perdarahan/dehirasi)
membrane mukosa
Mandiri :
Kaji makna
kebotakan (anoloplesia)
kehilangan/perubahan pada
mengakibatkan perubahan
pasien/orang terdekat
tiba-tiba, diantisipasi,
Episode traumatic
membuat perasaan
kehilangan pada
kehilangan actual yang
dirasakan
Penerimaan perasaan
ketergantungan, kemaraha.
negative.
membantu perbaikan
maladaptive (contoh
cenderung menerima
manipulasi/agresif).
Meningktakan
kepercayaan dan
mengadakan hubungan
keterbatasan.
Berikan harapan dalam parameter
Meningkatkan perilaku
kesempatan untuk
salah
berdasarkan realitas
Berikan penguatan positif
mendukung terjadinya
rehabilitasi
Dorong interaksi keluarga dan
dengan timrehabilitasi
Mempertahankan/membu
ka garis komunikasi dan
memberikan dukungan
terus menerus pada pasien
dan keluarga
Kolaborasi :
Rujuk ke terapi fisik atau
odentifikasi cara/alat
untuk
meningkatkan/mempengar
uhi kemandirian
kebutuhan
Mandiri :
Membantu dalam
dapat :
kontaminasi
Mendemontrasikan tingkah
laku/teknik untuk
ketat
Secara hati-hati lepaskan perekat
luka
mengganti
Gunakan sealant barier kulit
sebelum perekat jika diperlukan
Menurunkan resiko
teruma kulit dan gangguan
pada luka
Menurutnya vairan
Kaji jumlah dan karakterisrik
luka
menandakan adanya
proses penyembuhan,
apabila pengeluaran cairan
terus menerus atau adanya
eksudat yang bau
menunjukkan terjadinya
komplikasi
Fasilitasi letak kantong
resiko terjadinya
rupture/dehisens
Mencegah kontaminasi
luka
Membantu mengeringkan
proses penyembuhan.
Menurunkan kontaminasi
kulit, membantu dalam
membersihkan eksudat.
Menurunkan
pembentukan edema yang
mungkin menyebabkan
tekanan yang tidak dapat
diidentifikasi pada luka
kebutuhan
Mandiri :
nekrotik/luka eksudat
untuk meningkatkan
penyembuhan.
Melindungi dari sumber
potensial
Mencegah
keamanan lingkungan,
kontaminasi/menurunkan
meningkatkan penyembuhan
resiko infeksi
mukosa mulut
Awasi suhu
demam
gangguan
Dorong penigkatan masukan
sepsis/septisemia pada
individu imunosupresi
Mengindikasikan infeksi
lokal
Kultur gram/sensitivitas
Berikan obat sesuai indikasi,
contoh antibiotic
Meningkatkan kebersihan,
menurunkan resiko abses
perianal, meningkatkan
sirkulasi dan
penyembuhan
Menghambat energi untuk
penyembuhan, regenerasi
seluler
Mendorong peningkatan
tinggi infeksi
Meyakinkan adanya
infeksi,
mengidentifikasikan
organisme spesifik dan
Kolaborasi :
Kultur gram/sensitifitas
infeksi khusus
antibiotic
Mandiri :
Mendemontrasikan
pengeluaran
mengidentifikasi
adekuat
pengeluaran cairan
hemoragi
Pantau sushu kulit, palpasi denyut Kulit yang dingin atau
perifer
Kolaborasi :
Berikan cairan parental, produksi
tambahan
Gantikan kehiilangan
sesuai petunjuk
didokumentasikan
Pemasukan oral
bergantung kepada
pengembalian fungsi
gastrointestinal
Menghilangkan
Berikan kembali pemasuukan
oral secara berangsur-angsur
kebutuhan penggantian
dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi
Mungkin akan tejadi
penurunan ataupun
penghilangan setelah
memiliki resiko
mual/muntah yang lebih
tinggi pada masa pasca
operasi
Perdarahan yang
berlebihan dapat mengacu
kepada hipovolemia atau
Periksa pembalut, alat drein pada
interval regular
(skala 0-10)
Dapat mengindikasikan
ketidaknyamanan
untuk prosedur
Ketidaknyamananan
mungkin disebabkan
diperburuk dengan
peningkatan pernapasan
pemasukan
Indikator hidrasi atau
volume sirkulasi
Mandiri :
Pendekatan pada
dengan kriteria :
multiple
digunakan
Ulangi ulangan intraoperasi/ruang Munculnya narkotik dan
dapat menyebabkan
Lepaskan tegangan
tingkatkan perasaan
visualisasi
Respirasi mungkin
menurun pada pemberian
narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek
sinergistik dan zat-zat
anastesi
Kolaborasi :
Prosedur operasi
Analgesic mungkin
diinjeksikan ke dalam
lokasi operasi atau syaraf
ke lokasi yang mungkin
epidermal
Mandiri :
kriteria hasil :
dapat/ tak
dimanifestasikan adanya
Analgesic IV dengan
menyebabkan analgesia)
kecil
Penggunaan ADP
mengharuskan intruksi
secara detail pada metode
penggunaannya dan harus
dipantau secara ketat,
namun dianggap sangat
12
Disfungsi pernafasan
adalah variabel yang
tergantung pada tahap
proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan
perawatan dirumah sakit
Memberikan pasien
menurunkan kekentalan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. (1997). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
dr. Mediana dan dr Amriyatun Sp THT. Senin, 24 Mei 2004. Kanker Tenggorok Sulit
Terdeteksi. Semarang-35 : FK Undip. Suara Merdeka
dr. sulistiawan/ dr. ayu trisna. Deteksi Dini Kanker ''Nasofaring'' di ambil dari
http://www.bali-travelnews.com/
Harry a. Asroel. (2002). Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring.
Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan
Hidung
Dan
Telinga.
Diambil
dari
http://www.tatalaksana_radioterapi_karsinoma_naso-faring/h
Mansjoer, Arief. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Suara
Merdeka.
Kanker
Tenggorok
Sulit
Terdeteksi.
Diambil
dari