Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

TUBERKULOSIS PADA ANAK

Disusun oleh :
Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra
1102011166

Pembimbing :
dr. Ellen R. Sianipar, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD Pasar Rebo

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Nabila Rahmadani
Usia
: 10 tahun
Berat Badan : 37 Kg
Tinggi Badan : 140 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Pejaten Raya No. 10
Tanggal Periksa
: 12 Maret 2016
No. RM
: 2015-679961

II.

IDENTITAS ORANG TUA


Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Agama

III.

Ayah
Tn. Imron
42 tahun
SMA
Petugas Keamanan
2,75 juta per bulan
Islam

Ibu
Ny. Lilis
51 tahun
SMA
Ibu Rumah Tangga
Islam

ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu pasien
Keluhan Utama
Benjolan pada daerah paha kanan sejak 1 bulan.
Keluhan tambahan
Sering berkeringat malam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik anak dengan keluhan
adanya benjolan pada daerah paha kanan sejak 1 bulan
yang lalu. Benjolan teraba lunak, permukaan licin dan
dapat digerakan. Benjolan dirasakan tidak nyeri dan tidak
gatal. Pada awalnya benjolan sebesar kelereng tetapi
semakin lama semakin membesar sampai akhirnya
benjolan tersebut berwarna merah dan pecah hingga
keluar cairan berwarna putih seperti susu. Pada awalnya
pasien sudah mencoba berobat pada dokter anak
sebelumnya tetapi belum ada perubahan yang signifikan

sehingga dokter anak tersebut melakukan tes mantoux dan


hasilnya menunjukkan positif.
Ibu pasien memberitahu bahwa keluhan tersebut
disertai adanya demam yang tidak begitu tinggi pada sore
hari dan keringat malam sejak 2 minggu terakhir. Ibu
pasien bercerita bahwa pasien juga menderita batuk yg
sudah lama tetapi hilang timbul. Makan dan minum pasien
dalam keadaan baik. Pasien tidak memilki riwayat sakit TB
sebelumnya. Riwayat kontak langsung dengan orang yang
sedang menderita sakit TB pun disangkal. Riwayat

imunisasi pada pasien lengkap.


Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat sakit TB (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat dengan keluhan yang sama dengan pasien
(-)
Riwayat sakit TB pada keluarga (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Kebiasaan Dalam Keluarga
Ayah pasien merupakan seorang perokok aktif yang sering
merokok tetapi merokok selalu diluar rumah.
Tempat Tinggal dan Lingkungan Sekitar
Keluarga pasien berjumlah 4 orang tinggal pada rumah
dengan ukuran panjang 7 m dan lebar 3 meter. Rumah
dengan ventilasi kurang baik. Pasien tidur dengan 3
anggota keluarga lainnya secara bersamaan pada kamar
dengan ukuran panjang 3 meter dan lebar 3 meter. Kamar
mandi pasien tidak memiliki tempat pembuangan kotoran
sehingga jika ingin BAB harus ke tempat pembuangan

kotoran yang dipakai secara bersamaan dengan tetangga


yang tidak memiliki tempat pembuangan kotoran pada
kamar mandinya. Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
tidak begitu bagus, jarak antara rumah dengan rumah
lainnya sangat dekat. Lingkungan sekitar banyak yang
merokok. Ibu pasien memberitahu bahwa tidak ada

tetangganya yang sedang sakit TB.


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Status obstetri ibu pasien P2A0. Pada saat hamil. ibu
pasien sudah berusia 40 tahun. Pasien merupakan anak
yang kedua. Jarak antara anak pertama dan kedua yaitu 4
tahun. Selama kehamilan ibu pasien tidak mengalami
masalah. Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan secara teratur di bidan.
Pasien lahir spontan pervaginam ditolong oleh bidan.
Usia kehamilan saat itu 9 bulan. Berat badan lahir 2,5 kg,
jenis kelamin perempuan, panjang badan 45 cm dan
lingkar kepala tidak ingat. Waktu lahir pasien langsung
menangis. Ibu tidak mengetahui nilai APGAR dan tidak ada
kelainan bawaan. Kesan : Bayi lahir spontan, neonatus
cukup bulan, sesuai masa kehamilan.

IV.

STATUS GENERALIS
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36oC
4. Kepala : Normocephal

5. Mata : Kongjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Refleks


Cahaya (+/+), Pupil bulat isokor
6. Telinga : Normotia, sekret (-/-)
7. Hidung : Deviasi septum (-). sekret (-)
8. Tenggorok : T1-T1 tenang, faring dalam batas normal
9. Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
10.
Jantung : Bunyi Jantung I-II normal reguler, murmur (-),
gallop (-)
11.
Paru - Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri tidak

tampak retraksi dinding dada saat inspirasi


Palpasi : tidak teraba massa, fremitus vokal dan taktil

simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikular (+/+), rhonki (-/-),

wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar simetris, tidak tampak sikatrik
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan pada keempat

12.

13.
14.

V.

kuadran abdomen, hepatomegali (-), splenomegali (-)


Auskultasi : Bising usus positif normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), deformitas (-)
Status Gizi
Berat Badan : 37 kg
Tinggi Badan : 140 cm
Status Gizi : BB aktual/BB sesuai TB aktual x 100 %
37/33 x 100 % = 112,12 %
Kesimpulan status gizi : Overweight

STATUS LOKALIS
Regio inguinal dekstra terdapat benjolan berwarna merah dengan
ukuran 2 cm x 1 cm x 1 cm. Konsistensi lunak permukaan rata
dan licin.

VI.

STATUS DERMATOLOGIS
Regio femur medial dekstra terdapat eflorusensi berupa ulkus
soliter dengan permukaan dasar eritema dengan ukuran
diameter 3 cm.

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hematologi Lengkap
Laju Endap Darah
Hemoglobin
Hematokrit

Hasil
27 mm/Jam
11,4 gr/dL
35 %

Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Batang
Neutrofil Segmen
Limfosit
Monosit

Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Foto Toraks

Kesan : Cor dan pulmonal dalam batas normal


Uji Mantoux

4,5 juta
5.990
339.000
77 fL
25 pg/mL
33 gr/dL
0%
4%
0%
55 %
35 %
5%

Hasil
22 U/L
17 U/L

Kesan : Positif (+) dengan diameter 10 mm disertai bulae


VIII. DIAGNOSIS KERJA
- Limfadenitis Tuberkulosa
- Skofuloderma
IX.

DIAGNOSIS BANDING
-

X.

TATALAKSANA
Regimen pengobatan OAT 2RHZE selama fase intensif 2

XI.

bulan dan 4RH selama fase lanjutan 4 bulan.


Rifampisin
: 10-20 mg/KgBB/Hari
Isoniazid
: 5-15 mg/KgBB/Hari
Pirazinamid
: 30-40 mg/KgBB/Hari
Etambutol
: 15-20 mg/KgBB/Hari

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam

ANALISIS KASUS
Dari anamnesis ditemukan adanya keluhan utama berupa
benjolan pada daerah paha kanan sejak 1 bulan, dengan keluhan
tambahan berupa sering berkeringat pada malam hari. Benjolan
teraba lunak, permukaan licin dan dapat digerakan. Benjolan

dirasakan tidak nyeri dan tidak gatal. Pada awalnya benjolan


sebesar kelereng tetapi semakin lama semakin membesar
sampai akhirnya benjolan tersebut berwarna merah dan pecah
hingga keluar cairan berwarna putih seperti susu. Dari
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada status lokalis
ditemukan pada regio inguinal dekstra terdapat benjolan
berwarna merah dengan ukuran 2 cm x 0,5 cm x 0,5 cm.
Konsistensi lunak permukaan rata dan licin. Pada status
dermatologis ditemukan pada regio femur medial dekstra
terdapat eflorusensi berupa ulkus soliter dengan permukaan
dasar eritema dengan ukuran diameter 3 cm. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan kenaikan laju endap darah dengan hasil 27
mm/jam dan ditemukannya tes mantoux positif dengan diameter
10 mm.
Keluarga pasien berjumlah 4 orang tinggal pada rumah
dengan ukuran panjang 7 m dan lebar 3 meter. Rumah dengan
ventilasi kurang baik. Pasien tidur dengan 3 anggota keluarga
lainnya secara bersamaan pada kamar dengan ukuran panjang 3
meter dan lebar 3 meter. Kamar mandi pasien tidak memiliki
tempat pembuangan kotoran sehingga jika ingin BAB harus ke
tempat pembuangan kotoran yang dipakai secara bersamaan
dengan tetangga yang tidak memiliki tempat pembuangan
kotoran pada kamar mandinya. Lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien tidak begitu bagus, jarak antara rumah dengan

rumah lainnya sangat dekat. Lingkungan sekitar banyak yang


merokok.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB anak adalah penyakit TB yang
terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik

dewasa maupun anak.


Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang
sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau

menderita adult type TB.


Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari
tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak.
Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan
risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan

BTA negatif.
Pasien dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB
dengan BTA positif adalah 65%, pasien TB dengan BTA
negatif dengan hasil kultur positif 26% sedangkan pasien
TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif
adalah 17%.

Patofisiologi

Penularan tuberkulosis (TB) paru terjadi karena kuman


dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahun berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya.
Kuman yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer
atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan mejalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis

makan terjadi penjalaran ke seluruh bagian baru menjadi TB


milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti
pembesaran kelejar getah bening hilus (limfadenitis regional), ini
disebut kompleks primer. Komplek primer ini selanjutnya dapat
menjadi sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat,
sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan + 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant,
berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum, yakni
menyebear ke sekitarnya, secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru disebelahnya, kuman dapat juga
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus,
secara limfogen ke organ tubuh lainnya dan secara hematogen
ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian diatas tergolong dalam
perjalanan infeksi primer.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah
dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult
hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga menimbulkan
gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limfa, dan

kelenjar limfa superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di


organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic
spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut TB diseminata.
Diagnosis TB pada Anak
Ditemukan gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai
berikut:
Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas atau berat
badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1

bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.


Demam lama (> 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab
yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih,
malaria dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi .
Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB
pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala

sistemik/umum lain.
Batuk lama (> 3 minggu), batuk bersifat non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin

parah) dan sebab lain batuk dapat disingkirkan.


Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai

gagal tumbuh (failure to thrive).


Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
Diare persisten selama 2 minggu yang tidak sembuh
dengan pengobatan baku diare.

Gejala klinis spesifik terkait organ adalah sebagai berikut:

TB Kelenjar, pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter


lebih dari 1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang

saling melekat atau konfluens.


TB Otak dan Selaput Otak, gejala-gejala meningitis (TB
meningitis) dengan seringkali disertai gejala akibat
keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena. Tuberkuloma

otak berupa gejala-gejala adanya lesi desak ruang.


TB tulang, penonjolan tulang belakang atau adanya gibus

(spondilitis TB).
Skrofuloderma, ditandai adanya ulkus disertai dengan
jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).

Pemeriksaan Penunjang
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka
kejadian yang cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB
seperti lazimnya penyakit menular yang lain adalah dengan
menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium
tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Pemeriksaan Uji Tuberkulin (Mantoux)
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu
menegakkan diagnosis TB pada anak adalah membuktikan
adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux
test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD
RT-23 2 TU. Namun uji tuberkulin belum tersedia di semua
fasilitas pelayanan kesehatan.

Hasil uji tuberkulin harus dibaca 72 jam setelah penyuntikan.


Indurasi yang baik dan dapat dinilai adalah indurasi yang bulat,
permukaan rata dan berwarna merah. Jika permukaan indurasi
tidak rata atau terdapat tonjolan di tengahnya, maka indurasi
tidak dapat dibaca karena merupakan tanda adanya infeksi di
lokasi penyuntikkan dan dinilai ulang 2 hari lagi. Bila indurasi
berwarna biru atau kehitaman berarti menunjukkan ada
hematom sehingga tidak dapat dinilai dan harus dilakukan uji
tuberkulin ulang setelah 2 minggu. Pengukuran indurasi
dilakukan secara transversal dari indurasi. Berikut interpretasi
hasil uji tuberkulin:

Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang


terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau
biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada
anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah
pemeriksaan foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB

tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.


Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.
Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah
sebagai berikut:

Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa


infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus
disertai foto toraks lateral).

Konsolidasi segmental/lobar

Efusi pleura

Milier

Atelektasis

Kavitas

Kalsifikasi dengan infiltrat

Tuberkuloma

Skoring TB anak
Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur
diagnostik dapat dikerjakan, namun apabila dijumpai
keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat
menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai
sistem skoring. Berikut sistem skoring TB anak:

Penegakkan diagnosis berdasarkan skoring TB anak:

Pengobatan TB pada Anak


Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi
(pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan
pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan
pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Pengobatan TB anak dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap
intensif selama 2 bulan pertama dan tahap lanjutan selama 4-10
bulan selanjutnya. Panduan OAT untuk anak yang digunakan
sebagai berikut:

Kategori anak dengan 3 macam obat : 2RHZ/4RH


Kategori anak dengan 4 macam obat : 2RHZE(S)/4-10RH

Pada kasus TB tertentu seperti TB milier, efusi pleura TB,


perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB
diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednison
adalah 60 mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4
minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam
jangka waktu yang sama.

Pencegahan TB pada Anak


a. Vaksinasi BCG
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang
berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG
berdasarkan program pengembangan imunisasi diberikan
pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2
bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Secara umum
perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah TB berat

seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan


pada usia muda.
b. Manajemen Skrining Kontak Tuberkulosis
Tujuan utama skrining kontak TB ada dua yaitu pertama
untuk mengindentifikasi kontak dari TB yang tidak
terdiagnosis pada segala usia berdasarkan kasus indeks,
kedua untuk memberikan terapi pencegahan untuk anakanak yang rentan mengembangkan penyakit TB yaitu semua
anak dibawah usia 5 tahun, dan anak dengan HIV positif
pada segala usia.
c. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid (INH)
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru
dewasa dengan BTA positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira
10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi
TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat sehingga
diperlukan pemberian kemoprofilasis untuk mencegah
terjadinya sakit TB. Obat yang diberikan adalah isoniazid
(INH) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kgBB) setiap hari
selama 6 bulan. Setiap bulan dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada
bulan ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, atau ke-6, maka harus segera
dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB,
pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak
dimulai dari awal.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis
Manajemen Tuberkulosis Anak.

WHO. 2015. Guidance for National Tuberculosis Programmes on


The Management of Tuberculosis in Children. Edisi Ke-2.

Anda mungkin juga menyukai