Anda di halaman 1dari 4

REFLEKSI KASUS ILMU THT

Nama

: Vitria Novita Sari

NIM

: 20100310191

Homebase

: RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Pembimbing

: dr. Asti Widuri, Sp.THT

A. KASUS
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke poli THT dengan keluhan nyeri
tenggorokan. Nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan demam dan batuk berdahak. Pasien mengatakan bahwa
keluhan nyeri telan sering dirasakan berulang, kurang lebih dalam 1 tahun terdapat 6 kali
episode nyeri telan. Rasa mengganjal di tenggorokan (+), tidur mengorok (+), kering
pada tenggorokan (-), nafas berbau (-), pilek (-).R iwayat pengobatan sebelumnya untuk
keluhan nyeri menelannya (-).Ketika dilakukan pemeriksaan status lokalis terdapat tonsil
dengan ukuran T3-T3, permukaan tidak rata, hiperemis (+), detritus (+). Dokter
pemeriksa mendiagnosis dengan tonsilitis kronis dan memberikan resep obat levofloxacin
1x500 mg dan ambroxol 3x30 mg.
B. MASALAH YANG DIKAJI
Apakah penatalaksanaan pada kasus tersebut sudah tepat? Perlukah dilakukan
tonsilektomi?
C. PEMBAHASAN
Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila
palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis
akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen
dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan
mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan. Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,

beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Penatalaksanaan tonsilitis
Sebaiknya pasien tirah baring.
Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan-makanan yang

berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan.


Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala.
Terapi obat local untuk higine mulut dengan obat kumur atau obat isap.
Pada dasarnya penatalaksanaan nyeri tenggorokan adalah dengan memberikan

analgetik (pereda nyeri) dan terapi adjuvan berupa kortikosteroid namun evidence yang
ada belum banyak dalam hal terapi nyeri tenggorokan menggunakan kortikosteroid. Pada
orang dewasa, diclofenac dan ibuprofen lebih unggul daripada paracetamol dan aspirin
dalam mengurangi nyeri tenggorokan karena kemampuan dalam meredakan nyerinya
satu jam lebih awal daripada paracetamol dan ibuprofen. Namun ibuprofen tidak boleh
diberikan pada orang dewasa dengan yang sedang mengalami/beresiko dehidrasi karena
bisa mengakibatkan toksisitas renal. Ibuprofen 400 mg tiga kali sehari dapat digunakan
untuk meredakan demam, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan. Sedangkan bagi orang
dewasa yangn intoleran terhadap ibuprofen dapat diberikan paracetamol 1 gram 4 kali
sehari (jika perlu).
Pada tiga penelitian RCT, antibiotik dapat mengurangi angka kekambuhan
(rekurensi) sakit tenggorokan berat. Penggunaan antibiotik secara sistemik dapat
meningkatkan perkembangan bakteri resisten, resiko efek samping termasuk reaksi alergi,
infeksi Candida, dan meningkatkan biaya medikasi sehingga antibiotik profilaksis untuk
nyeri tenggorokan tidak direkomendasi.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih
utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.
Menurut American Academy of OtolaryngologyHead and Neck Surgery (AAOHNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur bedah adalah seperti berikut:
1. Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia


berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d.Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
d. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan.
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus
dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya
sebagai kandidat. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan
atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Obstruksi nasofaringeal
dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan terjadinya gangguan
apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery. Pada kasus yang
ekstrim, obstructive sleep apnea ini bisa menyebabkan hipoventilasi alveolar,
hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner. Kontra indikasi dilakukan tonsilektomi
berupa anemia, infeksi akut, penyakit lainnya yang tak terkontrol, dan perdarahan.
Tonsilektomi direkomendasikan untuk mengatasi nyeri tenggorokan berat yang
berulang pada orang dewasa.
Berdasarkan Management of sore throat and indications for tonsillectomy:
a national clinical guideline (2010), indikasi pertimbangan tonsilektomi untuk
nyeri tenggorokan akut yang berulang (pada dewasa dan anak-anak):
1. Nyeri tenggorokan karena tonsilitis akut.
2. Episode nyeri tenggorokan yang mengganggu fungsi normal tujuh atau lebih
nyeri tenggorokan pada tahun sebelumnya.
3. Lima episode yang masing-masing ada dalam dua tahun sebelumnya.
4. Atau tiga episode dalam masing-masing tiga tahun sebelumnya.
D. KESIMPULAN
Menurut penulis, pada kasus ini penanganan medikamentosa untuk tonsillitis
belum tepat karena penanganan utama sebenarnya adalah pemberian analgetik. Pada
pasien ini tidak diberikan analgetik. Pasien diberikan antibiotic levofloxacin. Pada tiga

penelitian RCT, antibiotik dapat mengurangi angka kekambuhan (rekurensi) sakit


tenggorokan berat. Pasien juga diresepkan ambroxol untuk mengatasi gejala simtomatis
berupa batuk berdahaknya. Karena pada pasien ini diketahui tidak ada riwayat
pengobatan sebelumnya untuk keluhan nyeri menelannya. Maka pasien sebaiknya
diterapi dengan menggunakan antibiotik terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan
bedah. Apabila dengan terapi yang diberikan keluhan tetap berulang maka perlu
dipertimbangkan untuk melakukan tonsilektomi sesuai dengan panduan oleh American
Academy of Otolaryngology & Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 2011.
E. DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirno I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Telinga HIdung Tenggorokan Kepala dan
Leher. Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 2008.
2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of sore throat and
indications for tonsillectomy: a national clinical guideline. 2010

Anda mungkin juga menyukai