Anda di halaman 1dari 20

CLINICAL SCIENCE SESSION

STROKE
Disusun oleh :
Alison Varughese
Gloria Kartika
Pembimbing :
dr. Nani Kurnia, SpS(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015

STROKE
DEFINISI
WHO menyatakan definisi stroke sebagai berikut:
Stroke adalah gangguan fungsi cerebral fokal atau global yang terjadinya mendadak
dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal, akibat gangguan peredaran darah
otak. (rapidly developing clinical signs of focal (at times global )disturbance of cerebral
function, lasting more than 24 hours or leading to death with no apparent cause other than
that of vascular origin).
Gangguan fungsi cerebral fokal umumnya berupa defisit fungsi motorik (hemiparesis,
disartri, disfoni), sensorik (hemihipestesi), gangguan fungsi luhur (afasia, agnosia), yang
tergantung dari letak dan luasnya lesi. Pengertian gangguan serebral global merujuk pada
manifestasi klinik penurunan kesadaran.
Berlangsung lebih dari 24 jam untuk membedakan dengan TIA (Transient Ischemic
Attack) adalah disfungsi serebral yang sembuh total dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
Gangguan peredaran darah otak dapat berupa sumbatan pembuluh darah atau pecah
pembuluh darah, terkait pula dengan sistem pembuluh darah otak (sistem karotis atau
vertebrobasiler) dan faktor-faktor resiko stroke sebagai penyebab dasar perubahan pembuluh
darah otak.
KLASIFIKASI (CVD III)
Tipe stroke :
1. Perdarahan otak/ Perdarahan intraserebral (PIS) (perdarahan kedalam jaringan
parenkhimal otak akibat ruptura vaskuler.)
2. Perdarahan Sub Arachnoid ((PSA), yaitu pecahnya pembuluh darah dan masuknya
darah kedalam rongga subarachnoidal. Berdasarkan asalnya darah dibagi dalam PSA
primer yaitu bila darah masuk langsung kedalam rongga subarachnoidal dan PSA
sekunder apabila darah berasal dari PIS kemudian juga mengisi rongga subarachnoidal,
biasanya melalui perdarahan intraventrikuler.

3. Perdarahan Intracranial dari AVM


4. Infark Serebral (Infark otak adalah kematian (nekrosis) pada sebagian jaringan otak
disebabkan berkurangnya perfusi vaskuler (cerebral blood flow) akibat stenosis atau
oklusi pembuluh darah.
a.Mekanisme Infark Iskemik
1. Trombotik
2. Embolik
3. Hemodynamic
b.Kategori klinik (berdasarkan patofisiologinya dibagi dalam) :
1. Atherotrombotik (suatu proses tombosis superimposed pada aterosklerosis
serebral)
2. Kardioembolik ((sumbatan emboli berasal dari jantung)
3. Lacunar (yaitu terjadinya infark-infark kecil)
c.Gejala dan Tanda berdasarkan letak
1. Arteri carotis interna
2. Arteri serebral media
3. Arteri Serebral Anterior
4. Arteri vertebrobasiler
a. arteri vertebra
b. arteri basiler
c. arteri serebral posterior
GEJALA KLINIK
Gejala klinis yang muncul akibat stroke dapat berupa:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA ini merupakan tanda awal dari stroke, merupakan suatu episode singkat disfungsi
neurologis akibat iskemi otak foksl yang tidak berkaitan dengan dengan infark serebri
permanen. TIA didefinisikan sebagai kejadian iskemik otak fokal dengan gejala yang
berlangsung kurang dari 24 jam. Beberapa grup menggunakan definisi baru, yaitu suatu
episode singkat disfungsi neurologi yang disebabkan oleh iskemi otak fokal atau retina,
dengan gejala klinis yang berlangsung yang berlangsung kurang dari 1 jam, dan tidak

didapatkan adanya bukti infark akut. Namum define baru ini tidak diterima sepenuhnya oleh
organisasi-organisasi yang ada.
b. Pemburukan (worsening): Gejala stroke yang timbul makinmemburuk dari hari ke hari.
Pada system karotis, perburukan dapat berlangsung sampai 48 jam. Sementara pada system
vertebrobasiler, perburukan dapat berlansung sampai 72 jam
c. Perbaikan (improving) Gejala stroke yang timbul mengalami perbaikan dibandingkan harihari sebelumnya dalam kurun waktu 21 hari
d. Stabil (stable) Gejala strioke yang timbul bersifat menetap dari awal serangan hingga harihari berikutnya dalam kurun waktu 21 hari
Gejala klinik stroke berbeda dari kasus ke kasus, tergantung dari :
1. Luasnya lesi
2. Letak lesi
-. Sistem karotis
-. Sistem vertebrobasiler

Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga

timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.


Kelainan saraf kranial muncul pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan gangguan
ekstrimitas

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan
kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem
sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak

spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.


Untuk membedakan gejala klinik fokal dan non fokal (global)
A. Gejala klinik fokal
1. Gangguan motorik
Hemiparesis, paraparesis, quadriparesis, disfagia, ataksia
2. Gangguan berbahasa/berbicara
Disfasia, disgrafia, diskalkuli, disartria
3. Gangguan sensibilitas
Somatosensorik (hemisensoris)
Visual ( hemianopsia, quadrantanopsia, bilateral blindness, diplopia, amaurosis fugax
pada TIA)
4. Gangguan vestibuler : vertigo
5. Gangguan tingkah laku/kognitif : disfungsi visuospasial, amnesia
B. Gejala klinik non fokal (global)
1. Paralisis dan/atau hipestesi bilateral
2. Light-headedness
3. Faintness
4. Black-out (dengan gangguan kesadaran, dengan/tanpa gangguan penglihatan)
5. Inkontinensio urine
6. Bingung (confuse)

7. Gejala lainnya : vertigo, tinitus, disfagia, disartria, diplopia, ataksia.


1. STROKE INFARK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan
kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 53
ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai
kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100
gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang
marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat
kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan
kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan
sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat
yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang
mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan
ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi
asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari
prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga
agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).

Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa
darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
A.

Infark Atherotrombotik

Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan


hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi
kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya
dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan
mendorong atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter
koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa
gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan
diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol
yang rendah dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat
proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan
menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan
cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:

A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.

A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler

Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial

Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah

A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum


Gambaran Klinis

Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan diagnosis


trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan reversibel.

Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin
timbul

pada

serangan

awal

adalah

kebutaan

sebelah

mata,

hemiplegia,

hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.

Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia,
kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.

Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit hingga
beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.

Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:


a.

Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa


jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal
dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.

b.

Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien
lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat tidur,
lalu terjatuh dan tidak berdaya.

c.

Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga


menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk menegakkan
diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan
lengkap.

Trombosis arterial biasanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan lebih
regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun perdarahan
subarachnoid.

Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan pada


pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
B.

Infark Embolik

Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan
arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:

Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital aupun sifilis)

Infark miokard dengan trombus mural

Endokarditis bakterial akut dan sub akut

Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural (stenosis mitral, miokarditis)

Komplikasi bedah jantung

Katup jantung buatan

Vegetasi trombotik endokardial non bakterial

Prolaps katup mitral

Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen ovale)

Myxoma

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:

Atherosklerosis aorta dan a. carotis

Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler

Trombus pada v. pulmonalis

Lemak, tumor, udara

Komplikasi bedah leher dan thoraks

Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt
Gejala Klinis

Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling
cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di
kamar mandi.

Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia

Pada pencitraan otak :

o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial


o Terdapat kemungkinan infark perdarahan
C.

Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu
hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis
dengan ataksia, sindrom sensorimotor.
2. STROKE PERDARAHAN
A.

Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan oleh jaringan ikat dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga
kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma:


-. Awitan umumnya akut, sering disertai sakit kepala, muntah-muntah, kadang-kadang kejang
pada saat permulaan dan penurunan kesadaran, kerap kali bersifat fatal.
-. Seringkali pada saat aktifitas atau peningkatan emosi

-. Pada usia lebih tua (50-75 tahun)


-. Tidak pernah didahului TIA
-. Tekanan darah umumnya meninggi, walaupun kadang-kadang tidak jelas ada riwayat
hipertensi.
-. Jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat
dalam beberapa jam.
-. Dari hasil pemeriksaan LP didapa seperti air cucian daging (xanthocrome)
-. Adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
B.

Stroke Perdarahan Subarachnoid


Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya

sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
FAKTOR RESIKO STROKE
Yang tidak dapat diubah
1. Umur
Umur 50 tahun : 2 x resiko stroke
2. Sex terutama
3. Bangsa

Stroke infark : black > white > asia


Stroke perdarahan : black > asia > white
4. Riwayat stroke / TIA
5. Riwayat keluarga dengan stroke
Yang dapat diubah :
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Hiperlipidemia
5. Hematokrit > 45%
6. Rokok
7. Pil kontrasepsi
8. Alkohol
9. Obesitas
PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE
1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran
pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga
mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran
menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan
Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.
2. Tensi (Tekanan darah)
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade
Hipertensi :
-

Mild

: 140-159/90-99 mmHg

Moderate : 160-179/100-109 mmHg

Severe

Malignant : >210/>120 mmHg

: 180-209/110-109 mmHg

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah


terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan
pembuluh darah (arteritis)
3. Nadi
4. Heart Rate

Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan
dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi 20 x/mnt.
Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus
stroke.
5.Pernafasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan
obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau
tidak .
STATUS INTERNA YANG PENTING
1. Kepala
Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah

karena kemungkinan akibat kelainan

jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.


2. Leher
Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat gangguan
aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli)
3. Paru-paru
Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non neurologis stroke
salah satunya Pneumonia dan edema paru.
4. Jantung
Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.? (Penyakit
Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke)
Sistem score untuk membedakan jenis stroke :
a. Siriraj Stroke Score (SSS)
b. Skor Gajah Mada (SGM)

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS
Diagnosa
>1
Perdarahan otak
< -1
Infark otak
-1 < SSS < 1
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

2.

Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).

3.

Pemeriksaan Angiografi.
emeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah

4.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging

atau berwarna

kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
5.

Pemeriksaan Penunjang Lain.


Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum
1. Penatalaksanaan umum stroke di UGD
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan

Perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orongfaring pada pasien yang tiodak

sadar
Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen. Intubasi endotracheal tube atau
laryngeal mask airway diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau
pCO2 > 50 mmHg) atau syok atau berisiko untuk terjadi aspirasi

Pada pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak memerlukan suplemen
oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena, hindari cairan hipotonik seperti

glukosa
Optimalisasi tekanan darah dilakukan
Pemantauan jantung harus dilakukan 24 jam pertama setelah awitan serangan

c. Pengelolaan keseimbangan cairan dan elektrolit

Berikan cairan isotonis seperti NaCl o,9 % dengan tujuan menjaga euvolemi
Kebutuhan cairan 30ml/kgBB/hari. Balans cairan diperhitungj=kan setiap hari

(produksi urine + insensible water loss 500ml + 300 ml jika panas)


Elektrolit harus selalu diperisa dan dikoreksi sesuai AGD

d. Pengelolaan nutrisi

Nutrisi enteral sudah harus diberikan dalam 48 jam,. Dilakukan juka fungsi menelan

baik. Jika terdapat gangguan menelan, dipasang NGT


Pada keadaan akutn kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hr dengan komposisi 30-40%
karbohidrat, 20-35 % lemak, 20-30% protein

B. Penatalaksanaan Khusus
1. Pengedalian Tekanan Darah

Pada penderita dengan tekanan darah diastolic > 140mmHg, maka diperlakukan
sebagai penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem,

nimodipin, dll
Jika TD sistolik >220 mm Hg dan / atau TD diastolic >120mmHg, berikan labetolol
iv selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan setiap 10-20 mnit
sampai tercapai target TD atau sampai dosis kumulatif 300mg. Setelah dosis awal,

labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila diperlukan


Jika TD sistolik < 220mmHg dan/atau TD diastolic <120mmHg, terapi darurat
ditunda kecuali didapatkan bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikal jantung
kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, dsb. Obat antihipertensi yang adad

diteruskan, dan tekanan darah diturunkan setelah fasa akut (7-10 hari)
Batas penurunan TD tidak melebihi 20-25 % dari MABP

2. Terapi Trombolitik ( Recombinant tissue plasminogen activator, rtPA)

Pemberian terapi thrombolitik bertujuan untuk melisiskan thrombus yang menyumbat aliran
darah. Akan tetapi, tidak semua penderita stroke infark dapat diberikan terapi
trombolitik.Penderita harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusif
Kriteria inklusi:

Onset stroke jelas diketahui dan < 3 jam


Usia 18-75 tahun
Diagnosis stroke iskemik ditegakan oleh neurologist dan didukung oleh CT scan otak

dengan tebal irisan 5-10mm tanpa kontras


Harus ada persetujuan tertulis dari penderita/ keluarga setelah dijelaskan keuntungan
damn risiko pengobatan

Kriteria eksklusi

Penggunaaan obat anti koagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik
Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplsatin yang

memanjang
Trombosit <100.000/mm
Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat dalam waktu 3 bulan sebelumnya
Operasi besar dalam waktu 14 hari
TD sistolik > 185 mmHg atau diastolic >110mmHg
Tanda tanda neurologis cepat membaik
Deficit neurologis ringan dan tunggal
Riwayat perdarahan ontrakranial sebelumnya atau perdarahan subarachnoid
GDS <50 mg/dl atau > 400mg?dl
Kejang pada permulaan stroke
Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari
Infark miokard baru
Permulaan stroke tidak dapat dipastikan,misalnya setelah bangun tidur

Cara pemberian terapu thrombolitik rt-PA yaitu dengan dosis 0,9g/kgBB (maksimum 90mg),
10 % dari dosis diberikan secara bolus pada menit pertama dan 90% sisanya diberikan secara
infus drip selam 60 menit.
Bila didapatkan komplikasi perdarahan perdarahan pasca-terapi trombolitik, maka dapat
dilakukan langkah-langkah seperti berikut

Hentikan infus trombolitik


Cek Hb, hematocrit, fibrinogen, masa protrombin,masa tromboplastin
Siapkan transfuse darah PRC, FFP, kriopresipitat atau tromosit atau darah segar
bila perlu

Berikan ffp 2 unit setiap 6 jam selam 24 jam


Berika kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen <200 mg% diulangi pemberian

krioprsipitat
Berikan trombosit 4 unit
CT scan kepala segera
Konsul ahli bedah bila diperlukan dekompresi

3 Terapi Antikoagulan
Digunakan untuk prevensi maupun terapi stroke. Prevensi ditujukan pada penderita pascaTIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki risiko tinggio untuk emboli otak berulang yang
terbukti bersumber dari jantung mau[un pembuluh darah besar. Terapi ditujukan untuk
thrombosis vena serebral, DVT, stroke tromboemboli, stroke infark dengan sindrom
hiperkoagulasi. Obat digunakan

Heparin
Low molecular weight heparin
Warfarin

4. Terapi Anti Agregasi platelet


Mencegah terjadinya agregasi platelet sehingga menghambat pembentukan thrombus
a) Aspirin

Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase

Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal

b) Clopidogrel

Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek

samping:

rash,

diare,

netropenia,

iritasi

gastrointestinal,

perdarahan

gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.


c) Ticlopidin

Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek

samping:

rash,

diare,

netropenia,

iritasi

gastrointestinal,

perdarahan

gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.


d) Aspirin + Dipiridamol

Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan


ambilan kembali adenosin

Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal

e) Cilostazol

Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat
aktivitas fosfodiesterase III

Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan
fungsi hati, rash.

5. Neuroproktektan
Memperbaiki deficit neurologi yang terjadi.
a. Citicholin

Mekanisme kerja;
Level neuronal: menigkatkan pembentukan choline dan menghambat perusakan

phophatydilcholine
Level vascular: menigkatkan aliran darah otak, menigkatkan konsumsi oksigen,

menurunkan resistensi vascular


Manfaat klinis: memperbaiki outcome funsional dan menugurangi deficit neurologis

b. Pirasetam

Mekanisme kerja
Level neuronal: memperbaiki fluiditas membrane sel, memperbaiki neurotransmisi,

Menstimulasi adenilate kinase


Level vascular: menihkatkan deformibilitas eritosit, sehingga lairan otak meningkat,

mengurangi hiperagegasi platelet, memperbaiki mikrosirkulasi


Manfaat kerja: mungkin efektif untuk pengobatan afasia pasca-stroke dan bermnfaat
jika diberika dalam kurun wakatu < 7 jam pada stroke iskemik akut

REHABILITASI

Fisioterapi dilakukan dengan melatih otot-otot anggota gerak terutam yang

mengalami kelumpuhan
Terapi bicara dilakukan pada penderita yang mengalami gangguan komunikasi, baik

akibat gangguan pusat bicara atau gangguan otot-oto bicara


Social support terutama dukungan keluarga terhadap penderita sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. NEUROLOGY IN DAILY PRACTICE, BAHAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT SRAF
FAKULTAS KEDOKTORAN UNIVERSITAS PADAJADJARAN, RUMAH SAKIT
HASAN SADIKIN
2. HARRISON PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE, 18TH EDITION
3. MERRITTS NEURIOLOGY, 11TH EDITION
4. Victor, M., Ropper, A. Adams and Victors Principles Of Neurology. 7th Ed. McGraw
Hill. 2001

Anda mungkin juga menyukai