Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk membran segitiga dengan
puncak di daerah kornea dan basisnya terletak pada celah kelopak (fisura palpebra)
bagian nasal ataupun temporal dari konjungtiva.1
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, atau degenerasi. Pterigium diduga disebabkan iritasi yang terus
menerus dari angin, sinar matahari, udara yang panas dan debu. Pada tahap awal
pterigium penderita sering matanya terasa panas, perasaan menganjal seperti ada
benda asing, sering merah dan terjadi kemunduran tajam penglihatan akibat astigmat
kornea.1,2
Pterigium lebih sering ditemui di daerah beriklim tropis dan subtropis.
Umumnya angka prevalensi pterigium pada daerah tropis lebih tinggi dibandingkan
daerah lainnya. Prevalensinya semakin tinggi pada daerah ekuator. Di Amerika
Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di
Amerika Serikat, angka prevalensi 2% (bagian utara) sampai 7% (bagian selatan).
Prevalensi ini berbeda-beda di antara jenis ras, luas dan lamanya paparan sinar
matahari.2,3
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium derajat
II okulus dekstra pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr.
R. D. Kandou Manado.
1

BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. LP

Umur

: 59 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tanawangko

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: Petani

Tanggal pemeriksaan : 9 Mei 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Rasa mengganjal pada mata kanan

Rasa mengganjal pada mata kanan dirasakan penderita 1 bulan yang lalu.
Perasaan mengganjal tersebut sering hilang timbul dan lebih memberat apabila
penderita sedang melakukan aktivitas di luar rumah. Keluhan ini juga sering disertai
rasa gatal, mata berair dan rasa perih.
Riwayat pengobatan sebelumnya dilakukan penderita 2 minggu yang lalu di
tempat praktik dokter umum. Penderita diberikan obat gentamisin salep mata dan saat
ini masih belum ada perubahan.
Riwayat sosial penderita sehari-hari mengendarai sepeda motor dan tidak
memakai pelindung mata seperti kacamata dalam aktivitas sehari-hari.
Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat penyakit mata lainnya
disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal. Riwayat
2

alergi obat tidak ada. Penderita baru kali ini menderita sakit seperti ini dan dalam
keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.

C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


1. Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 84 x/ menit

Suhu badan

: 36,5 oC

Jantung dan paru

: dbn

Abdomen

: Datar, lemas, BU (+) N

2. Status Psikiatrik
Sikap

: Kooperatif

Ekspresi wajah

: Wajar

Respons

: Baik

3. Status Neurologis
Motoris

: Normal

Sensoris

: Normal

Refleks

: Refleks fisiologis +/+, refleks patologis /

D. PEMERIKSAAN KHUSUS/ STATUS OFTALMOLOGIS


1. Pemeriksaan Subjektif
Dengan snellen chart didapatkan visus okulus dekstra et sinistra (VODS) = 6/6,
penglihatan dekat didapatkan ODS yaitu N 14 yang dikoreksi dengan lensa add

+ 2,25 D menjadi N 8.
Form sense:
Sentral - distance vision (snellen chart) : ODS 6/6
Colour sense tes ischihara

: N/ N

Light sense pen light

: N/ N

Light projection pen light

: N/ N

2. Pemeriksaan Objektif
Inspeksi Umum
Edema
Hiperemis
Sekret
Lakrimasi
Fotofobia
Blefarospasme
Posisi Bola Mata
Benjolan/tonjolan

OD
Orthotropia
_

OS
Orthotropia
-

Inspeksi khusus :
Inspeksi Khusus
Super Silia
Palpebra
Posisi
Warna
Bentuk
Edema
Pegerakan
Ulkus

OD
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
-

OS
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
4

Konjungtiv

Tumor
Posisi
Ulkus
Krusta
Silia
Skuama
Palbebr

Margo
Palpebra

Bulbi

Warna
Sekret
Edema
Benjolan

Normal
Normal
Normal
Jaringan

Normal
Normal
Normal
-

fibrovaskuler
berbentuk segitiga
dengan puncak
melewati limbus
kornea tapi belum
melewati setengah
jarak antara limbus
dan pupil
Injeksi
Bulbus

Forniks
Sklera

Okuli
Kornea

Warna
Perdaraha

Normal
Normal
-

Normal
Normal
-

n
Benjolan
Kekeruhan
Sikatriks
Permukaa

Licin

Licin

Cukup Dalam
Coklat Kehitaman
Bulat
+
N/palpasi

Cukup Dalam
Coklat Kehitaman
Bulat
+
N/palpasi

n
COA
Iris
Pupil
Palpasi

Warna
Bentuk
Refleks
Lensa
Kekeruhan
Nyeri tekan
TIO Digital

Pemeriksaan Kamar Gelap


JENIS PEMERIKSAAN
Obliqus Ilumination Kornea
COA
Iris
Lensa (kekeruhan)
Direct
Kornea
COA
Opthalmoscope
Lensa
Badan kaca
Refleks fundus
P. darah
Makula lutea
Slit Lamp
Kornea
COA
Iris
Lensa
Konjungtiva bulbi

OD
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jernih
Cukup dalam
Jernih
Jernih
(+) uniform
Dbn
Refleks fovea (+)
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jaringan

OS
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jernih
Cukup dalam
Jernih
Jernih
(+) uniform
Dbn
Refleks fovea (+)
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
N

Fibrovaskular
sudah melewati
limbus kornea tapi
belum mencapai
setengah jarak
limbus dan pupil
Tensi Okuli Schiotz

: TIOD 18,9 mmHg, TIOS 14,6 mmHg

Pupil Distance (PD)

: 67/65

E. RESUME
Seorang laki-laki, 59 tahun, datang ke poli mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou, dengan keluhan utama terasa mengganjal di mata kanan sejak 1 bulan
yang lalu, penderita juga merasa gatal, perih, dan mata berair.

Riwayat pengobatan sebelumnya dilakukan penderita 2 minggu yang lalu di


tempat praktik dokter umum. Penderita diberikan obat gentamisin salep mata namun
belum ada perubahan.
Riwayat sosial, penderita menggunakan sepeda motor untuk pergi ke tempat
kerja. Saat berkendara penderita tidak menggunakan kacamata pelindung mata.
Status oftalmologi, segmen anterior orbita dekstra terdapat jaringan
fibrovaskular sudah melewati limbus kornea tapi belum mencapai setengah jarak
limbus dan pupil.

F. DIAGNOSIS
Okulus Dekstra

: Pterigium stadium II + Presbiopia

Okulus Sinistra

: Presbiopia

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Pinguekula
2. Pseudopterigium
H. TERAPI
1.

Penatalaksaan bersifat non bedah yaitu diberikan penyuluhan untuk mengurangi


iritasi atau paparan terhadap sinar ultraviolet, debu, dan angin. Jika pterigium
mengalami inflamasi dapat berobat dan diberikan obat tetes mata kombinasi
antibiotik dan steroid 3 kali tetes per hari selama 5 7 hari.

2.

Lubricant Eyedrops 3 kali tetes per hari.

3.

Kacamata: OD Plano

OS

Plano
7

Add

+ 2,25

Add

+ 2,25

I. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

J. ANJURAN
1. Menggunakan pelindung mata seperti kacamata hitam saat beraktivitas di luar
rumah dan saat mengendarai sepeda motor
2. Pro ekstirpasi pterigium

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan
keluhan utama berupa rasa mengganjal pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu
disertai mata perih, gatal, keluar air mata. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari
tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya sesuatu yang mengganjal, mata
merah, perih, gatal, panas, sering keluar air mata dan menurunnya ketajaman
penglihatan. Mata merah, gatal, atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi pada
pterigium. 1,4,5

Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga
disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau
inframerah, disamping debu, angin, dan udara panas. Hal inilah yang dapat
menerangkan mengapa pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau
tropis, termasuk Indonesia. Mereka yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka
yang sering beraktifitas di luar rumah dimana paparan terhadap sinar matahari
langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan untuk terjadi. Dari anamnesa
diketahui bahwa penderita menggendarai sepeda motor untuk pergi ke tempat kerja
dan pernah bekerja sebagai tukang ojek tanpa menggunakan kacamata pelindung
sehingga matanya sering terkena debu dan juga sering terpapar sinar matahari yang
memberikan resiko timbulnya pterigium.1,4,6,7
Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva OD tampak
jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan puncak melewati limbus kornea tapi
belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil pada bagian nasal. Hal inilah
yang memperkuat penegakan diagnosa pterigium. Pada kepustakaan pterigium
didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu membran segitiga dengan dasar pada
konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. Pada awalnya pterigium tampak
sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga warnanya merah,
yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian sentral yang
melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga
membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan
mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang
9

dengan pterigium. Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada
OD : kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga
yang puncaknya melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus
dan pupil, COA cukup dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan,
pemeriksaan-pemeriksaan

diatas

yang

mencakup

observasi

eksternal

dan

pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam
mendiagnosis suatu pterigium.1,4,7
Menurut kepustakaan, pterigium terbagi atas 4 grade, yaitu:8,9
1

Stadium I

: hanya terbatas pada limbus kornea.

Stadium II

: sudah melewati limbus kornea tapi tidak lebih dari 2 mm.

Stadium III

: sudah melebihi derajat 2 tapi tidak melewati pinggiran pupil,

dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil 3-4 mm).


4

Stadium IV

: puncak sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.
Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium II okulus dekstra bagian
nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncaknya melewati limbus
tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil.
Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya
karena dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah
mendukung penegakan diagnosis pterigium.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya
ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat
10

kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi
terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.
Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan kortikosteroid topikal untuk mencegah infeksi
sekunder dan mengurangi atau menenangkan proses inflamasi jaringan pterigium.
Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi pterigium dapat dilakukan dengan alasan jika
pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan
penglihatan akibat terjadi astigmatisma ireguler. Angka rekurensi pterigium yang
tinggi sehingga pilihan untuk pembedahan harus dipikirkan. Berdasarkan
kepustakaan suatu pterigium ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan
gangguan visus, bersifat progresif, pterigium yang rekuren, menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan bila ada alasan kosmetik.
Beberapa teknik pembedahan antara lain:8
1

Bare sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan kongjutiva pada sclera superfisial di depan insersi tendon rektus,
meninggalkan area sclera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat
rekurensi 40-50%).

Simple closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil).

Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva
langsung menutup luka tersebut.

Rotational flap : insisi U-shaped dibuat ujung konjungtiva berotasi pada luka.
11

Conjutinctival graft : graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior


dieksisi sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.

Amnion membrane transplantasi : mengurangi frekuensi rekuren pterigium,


mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata.

Keratoplasti lamelar, keraktomi excimer phototerapeutic dan menggunakan


gabungan angiostatis steroid.
Untuk mengoreksi penglihatan kedua mata penderita terutama pada saat

membaca dan melihat benda dengan jarak dekat, dikoreksi dengan kacamata baca:5,6
OD :

Plano

Add

+ 2,25

OS :

Plano
Add

+ 2,25

Prognosa pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan


umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan
kerusakan yang bermakna, karena itu prognosanya adalah baik.5
Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung
atau topi pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita
sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar
matahari dan debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini
sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium terutama bagi mereka yang
sering beraktifitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung
untuk menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.1,6

12

BAB IV
PENUTUP

Pterigium dapat menyebabkan gangguan penglihatan serta iritasi yang


sering mengganggu. Penanganan Pterigium dilakukan secara konservatif dan operatif
dengan hasil perbaikan visus, kosmetik yang memuaskan dan radang dapat dicegah.
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus tentang PTERIGIUM STADIUM
II OKULUS DEXTRA pada seorang penderita laki-laki, umur 59 tahun yang datang
berobat ke Poliklinik Mata RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 9 Mei
2016.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.
2. Erry, Mulyani UA, Susilowati D. Distribusi dan Karakteristik Pterigium di
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2010.
3. Djajakusli Shintya, Rukiah Syawal, Junaedi Sirajuddin, Noor Syamsu. The
Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in Pterygium Patients.
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 4 Desember 2010: 139143.
4. Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata.
Cetakan keenam. Jakarta. 1989.

14

5. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on :
http://www.emedicine.com.
6. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. pp: 1.
Available on: http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm.
7. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last
update: Pebruary 2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.
8. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD,
editor. Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 7678.
9. Fsoter CS. Corneal and External Diseases. Last update: 2004. pp1-4.
Available on: http://www.medscape.com.

LAMPIRAN

15

Gambar 1. Foto klinis pasien

16

Anda mungkin juga menyukai