PENDAHULUAN
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. LP
Umur
: 59 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Tanawangko
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Petani
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Rasa mengganjal pada mata kanan dirasakan penderita 1 bulan yang lalu.
Perasaan mengganjal tersebut sering hilang timbul dan lebih memberat apabila
penderita sedang melakukan aktivitas di luar rumah. Keluhan ini juga sering disertai
rasa gatal, mata berair dan rasa perih.
Riwayat pengobatan sebelumnya dilakukan penderita 2 minggu yang lalu di
tempat praktik dokter umum. Penderita diberikan obat gentamisin salep mata dan saat
ini masih belum ada perubahan.
Riwayat sosial penderita sehari-hari mengendarai sepeda motor dan tidak
memakai pelindung mata seperti kacamata dalam aktivitas sehari-hari.
Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat penyakit mata lainnya
disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal. Riwayat
2
alergi obat tidak ada. Penderita baru kali ini menderita sakit seperti ini dan dalam
keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.
: Baik
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/ menit
Suhu badan
: 36,5 oC
: dbn
Abdomen
2. Status Psikiatrik
Sikap
: Kooperatif
Ekspresi wajah
: Wajar
Respons
: Baik
3. Status Neurologis
Motoris
: Normal
Sensoris
: Normal
Refleks
+ 2,25 D menjadi N 8.
Form sense:
Sentral - distance vision (snellen chart) : ODS 6/6
Colour sense tes ischihara
: N/ N
: N/ N
: N/ N
2. Pemeriksaan Objektif
Inspeksi Umum
Edema
Hiperemis
Sekret
Lakrimasi
Fotofobia
Blefarospasme
Posisi Bola Mata
Benjolan/tonjolan
OD
Orthotropia
_
OS
Orthotropia
-
Inspeksi khusus :
Inspeksi Khusus
Super Silia
Palpebra
Posisi
Warna
Bentuk
Edema
Pegerakan
Ulkus
OD
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
-
OS
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
4
Konjungtiv
Tumor
Posisi
Ulkus
Krusta
Silia
Skuama
Palbebr
Margo
Palpebra
Bulbi
Warna
Sekret
Edema
Benjolan
Normal
Normal
Normal
Jaringan
Normal
Normal
Normal
-
fibrovaskuler
berbentuk segitiga
dengan puncak
melewati limbus
kornea tapi belum
melewati setengah
jarak antara limbus
dan pupil
Injeksi
Bulbus
Forniks
Sklera
Okuli
Kornea
Warna
Perdaraha
Normal
Normal
-
Normal
Normal
-
n
Benjolan
Kekeruhan
Sikatriks
Permukaa
Licin
Licin
Cukup Dalam
Coklat Kehitaman
Bulat
+
N/palpasi
Cukup Dalam
Coklat Kehitaman
Bulat
+
N/palpasi
n
COA
Iris
Pupil
Palpasi
Warna
Bentuk
Refleks
Lensa
Kekeruhan
Nyeri tekan
TIO Digital
OD
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jernih
Cukup dalam
Jernih
Jernih
(+) uniform
Dbn
Refleks fovea (+)
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jaringan
OS
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
Jernih
Cukup dalam
Jernih
Jernih
(+) uniform
Dbn
Refleks fovea (+)
Jernih
Cukup dalam
N
Jernih
N
Fibrovaskular
sudah melewati
limbus kornea tapi
belum mencapai
setengah jarak
limbus dan pupil
Tensi Okuli Schiotz
: 67/65
E. RESUME
Seorang laki-laki, 59 tahun, datang ke poli mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou, dengan keluhan utama terasa mengganjal di mata kanan sejak 1 bulan
yang lalu, penderita juga merasa gatal, perih, dan mata berair.
F. DIAGNOSIS
Okulus Dekstra
Okulus Sinistra
: Presbiopia
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Pinguekula
2. Pseudopterigium
H. TERAPI
1.
2.
3.
Kacamata: OD Plano
OS
Plano
7
Add
+ 2,25
Add
+ 2,25
I. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
J. ANJURAN
1. Menggunakan pelindung mata seperti kacamata hitam saat beraktivitas di luar
rumah dan saat mengendarai sepeda motor
2. Pro ekstirpasi pterigium
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan
keluhan utama berupa rasa mengganjal pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu
disertai mata perih, gatal, keluar air mata. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari
tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya sesuatu yang mengganjal, mata
merah, perih, gatal, panas, sering keluar air mata dan menurunnya ketajaman
penglihatan. Mata merah, gatal, atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi pada
pterigium. 1,4,5
Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga
disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau
inframerah, disamping debu, angin, dan udara panas. Hal inilah yang dapat
menerangkan mengapa pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau
tropis, termasuk Indonesia. Mereka yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka
yang sering beraktifitas di luar rumah dimana paparan terhadap sinar matahari
langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan untuk terjadi. Dari anamnesa
diketahui bahwa penderita menggendarai sepeda motor untuk pergi ke tempat kerja
dan pernah bekerja sebagai tukang ojek tanpa menggunakan kacamata pelindung
sehingga matanya sering terkena debu dan juga sering terpapar sinar matahari yang
memberikan resiko timbulnya pterigium.1,4,6,7
Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva OD tampak
jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan puncak melewati limbus kornea tapi
belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil pada bagian nasal. Hal inilah
yang memperkuat penegakan diagnosa pterigium. Pada kepustakaan pterigium
didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu membran segitiga dengan dasar pada
konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. Pada awalnya pterigium tampak
sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga warnanya merah,
yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian sentral yang
melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga
membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan
mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang
9
dengan pterigium. Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada
OD : kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga
yang puncaknya melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus
dan pupil, COA cukup dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan,
pemeriksaan-pemeriksaan
diatas
yang
mencakup
observasi
eksternal
dan
pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam
mendiagnosis suatu pterigium.1,4,7
Menurut kepustakaan, pterigium terbagi atas 4 grade, yaitu:8,9
1
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
penglihatan.
Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium II okulus dekstra bagian
nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncaknya melewati limbus
tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil.
Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya
karena dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah
mendukung penegakan diagnosis pterigium.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya
ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat
10
kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi
terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.
Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan kortikosteroid topikal untuk mencegah infeksi
sekunder dan mengurangi atau menenangkan proses inflamasi jaringan pterigium.
Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi pterigium dapat dilakukan dengan alasan jika
pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan
penglihatan akibat terjadi astigmatisma ireguler. Angka rekurensi pterigium yang
tinggi sehingga pilihan untuk pembedahan harus dipikirkan. Berdasarkan
kepustakaan suatu pterigium ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan
gangguan visus, bersifat progresif, pterigium yang rekuren, menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan bila ada alasan kosmetik.
Beberapa teknik pembedahan antara lain:8
1
Bare sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan kongjutiva pada sclera superfisial di depan insersi tendon rektus,
meninggalkan area sclera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat
rekurensi 40-50%).
Simple closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil).
Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva
langsung menutup luka tersebut.
Rotational flap : insisi U-shaped dibuat ujung konjungtiva berotasi pada luka.
11
membaca dan melihat benda dengan jarak dekat, dikoreksi dengan kacamata baca:5,6
OD :
Plano
Add
+ 2,25
OS :
Plano
Add
+ 2,25
12
BAB IV
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.
2. Erry, Mulyani UA, Susilowati D. Distribusi dan Karakteristik Pterigium di
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2010.
3. Djajakusli Shintya, Rukiah Syawal, Junaedi Sirajuddin, Noor Syamsu. The
Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in Pterygium Patients.
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 4 Desember 2010: 139143.
4. Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata.
Cetakan keenam. Jakarta. 1989.
14
5. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on :
http://www.emedicine.com.
6. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. pp: 1.
Available on: http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm.
7. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last
update: Pebruary 2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.
8. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD,
editor. Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 7678.
9. Fsoter CS. Corneal and External Diseases. Last update: 2004. pp1-4.
Available on: http://www.medscape.com.
LAMPIRAN
15
16