Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji aplikasi model Conformal Cubic Atmospheric Model (CCAM) untuk
prakiraan cuaca jangka pendek menggunakan Model Output Statistik (MOS). Penelitian ini
merupakan kelanjutan dari penelitian yang sama tahun 2011 dengan menitik beratkan perbaikan
persamaan yang telah dihasilkan tahun 2011. Data input yang digunakan sama dengan data input
yang digunakan tahun 2011. Perbaikan persamaan dilakukan dengan menerapkan metode baru pada
pengolahan data input untuk model statistika yang sama dengan model statistika yang digunakan
tahun 2011. Model statistika lain juga digunakan pada penelitian ini, di antaranya Projection Pursuit
Regression (PPR), Sliced Inversion Regression (SIR), Kernel Sliced Inversion Regression (kSIR), dan
Regresi Logistik Ordinal (RLO). RLO digunakan untuk prediksi intensitas kejadian hujan. Hasil yang
didapat menunjukkan peningkatan performa MOS dibanding hasil yang didapat tahun 2011,
ditunjukkan dengan kombinasi nilai korelasi dan Root Mean Square Error (RMSE).
ABSTRACT
This study examines the application of Conformal Cubic Atmospheric Model (CCAM) for short-term
weather forecasts using Model Output Statistics (MOS). This study is a continuation of the same study
in 2011by focusing improvement of the equation that had been resulted in 2011. Input data are the
same input data used in 2011. Improvement of the equations are performed by applying new method
to the input data processing for statistical models similar to that used in 2011. Other statistical models
used in this study are Pursuit Regression (PPR), Sliced Inversion Regression (SIR), Kernel Regression
Sliced Inversion (kSIR), and Ordinal Logistic Regression (RLO). RLO is used to predict the intensity
of rainfall events. The results showed improved performance compared to the results obtained in
2011, indicated by the combination of correlation and Root Mean Square Error (RMSE) value.
PENDAHULUAN
Model Output Statistik (MOS) sangat
bermanfaat untuk menghasilkan prakiraan
cuaca jangka pendek. MOS dihasilkan dari
pemodelan statistik antara data output model
numerik prediksi cuaca / Numerical Wether
Prediction (NWP) dan data observasi. Model
statistik yang digunakan pada kegiatan ini
adalah Stepwise, Sliced Inversion Regression
(SIR), Kernel Sliced Inversion Regression
(kSIR), dan Regresi Logistik Ordinal.
Stepwise adalah metode regresi yang di
dalamnya terdapat proses pemilihan variabel
bebas. Variabel bebas yang dipilih oleh
Stepwise dalam menghasilkan persamaan
memenuhi kriteria korelasi tertinggi dan
signifikan terhadap variabel tak bebas,
sedangkan variabel bebas yang tidak memenuhi
syarat tidak digunakan untuk menghasilkan
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Nama Variabel
Surface Pressure Tendency (dpsdt)
Water Mixing Ratio (mixr)
Vertical Velocity (omega)
PBL depth (pblh)
Surface Pressure (ps)
Mean Sea Level Pressure (psl)
Screen Mixing Ratio (qgscrn)
Relative Humidity (rh)
Precipitation (rnd)
Temperature
Maximum Screen Temperature (tmaxcr)
Minimum Screen Temperature (tmincr)
Pan Temperature (tpan)
Screen Temperature (tscrn)
Zonal Wind (u)
Friction Velocity (ustar)
Meridional Wind (v)
Geopotential Height (zg)
Level
Permukaan
1, 2, 4
1, 2, 4
Permukaan
Permukaan
Permukaan
Permukaan
1, 2, 4
Permukaan
1, 2, 4
Permukaan
Permukaan
Permukaan
Permukaan
1, 2, 4
Permukaan
1, 2, 4
1, 2, 4
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
n2
Yi ) 2
(Yi
i 1
RMSEP
MAPE
n2
1
n2
n2
(2)
Yi
Yi
100%
Yi
i 1
t(49)
t(73)
t(49)
yi
S m ( m X)
(1)
Variabel respon yaitu unsur cuaca suhu
minimum (TMIN), suhu maksimum (TMAX), dan
kelembapan (RH). Varibel prediktor yaitu
output NWP dengan parameter suhu minimum
(TMINSCR), suhu maksimum (T MAXSCR), dan
kelembapan (RHSCR). Data unsur cuaca dan
output NWP dibagi menjadi 2 bagian yaitu insample dan out-sample. Banyaknya in-sample
yaitu 90% dari data, sedangkan out-sample
sebanyak 10% dari data. Untuk mengevaluasi
kinerja MOS dengan PPR dilakukan validasi
model dengan kriteria RMSEP dan MAPE
dengan data out-sample.
Stepwise
m 1
OUTPUT MOS
t(25)
t(49)
t(73)
t(97)
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
OUTPUT CCAM
Data Observasi
t(25)
t(49)
t(73)
t(97)
Stepwise 2011
Stepwise
OUTPUT MOS
OUTPUT MOS
t(25)
t(49)
OUTPUT MOS
Stepwise
t(73)
OUTPUT MOS
Stepwise
t(97)
(ii)
Melakukan pengujian
secara
serentak dan parsial terhadap
model yang diperoleh.
(iii) Melakukan pemodelan ulang
menggunakan
variabel
yang
signifikan
dari
pemodelan
sebelumnya.
(iv) Melakukan uji kesesuain model
menggunakan Goodness of Fit
Test
(4) Mengukur ketepatan klasifikasi, dengan
menggunakan nilai APER.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persamaan Stepwise yang dihasilkan tahun
2012 ditunjukkan pada tabel 3.a. sampai dengan
3.h.Untuk mengetahui performa model, terlebih
dahulu dilakukan penghitungan RMSE dan
korelasi output MOS terhadap data observasi.
Setelah diketahui RMSE dan korelasinya,
dilakukan penghitungan jarak Euclidean vektor
RMSE dan korelasi terhadap titik acuan. Di
mana titik acuan tersebut merupakan titik
dengan RMSE nol dan korelasi satu. Proses ini
juga telah dilakukan pada kegiatan tahun 2011
yang lalu, sehingga dapat dijadikan acuan
pembanding performa model tahun 2011 dan
2012.
Proses selanjutnya adalah membandingkan
jarak Euclidean model tahun 2011 dan tahun
2012. Hal ini dilakukan dengan mengurangkan
jarak Euclidean model tahun 2012 dengan jarak
Euclidean tahun 2011. Apabila selisih jarak
Euclidean 2012 dan 2011 menghasilkan nilai
negatif, maka dapat dikatakan bahwa model
tahun 2012 lebih baik daripada model model
tahun 2011. Apabila selisih jarak Euclidean
2012 dan 2011 menghasilkan nilai positif, maka
4
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tmin
RH
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Persamaan
Y=8.591+0.793*X9
Y=12.594+0.666*X9
Y=14.469+1.121*X9-0.517*X5
Y=15.295+0.427*X3
Y=14.306+0.468*X3
Y=18.509+0.292*X3
Y=38.091+1.826*X3-1.320*X6
Y=27.551+0.625*X3
Y=39.634+1.489*X3-1.005*X5
Tmin
RH
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Persamaan
Y=9.163+0.760*X6
Y=9.021+0.512*X8+0.264*X3
Y=16.705+0.290*X6+0.224*X9
Y=16.787+0.912*X6-0.610*X1
Y=13.268+0.741*X6-0.286*X1
Y=17.122+0.681*X6-0.390*X1
Y=49.892+1.966*X1-1.565*X4
Y=39.145+0.527*X9
Y=40.263+0.509*X9
Persamaan
Y=9.702+0.779X5
Y=13.248+1.103*X3-0.440*X5
Y=17.932+0.505*X4
Y=15.749+0.357*X2
Y=10.575+0.575*X5
Y=11.959+0.511*X3
Y=24.126+0.713*X4
Y=18.796+0.784*X4
Y=21.724+1.418*X6-0.675*X2
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Tmax
Tmin
RH
Persamaan
Y=8.618+0.793*X3
Y=13.517+1.864*X3-1.231*X6
Y=14.550+0.590*X1
Y=13.068+2.042*X7-3.423*X8+1.831*X9
Y=9.904+1.800*X7-1.996*X8+0.774*X6
Y=10.709-1.320*X1+2.510*X4-0.994*X8+0.346*X3
Y=38.454+0.557*X3
Y=31.885+0.632*X6
Y=35.951+0.571*X1
Tmin
RH
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Persamaan
Y=8.688+0.464*X3+0.331*X9
Y=12.563+0.805*X3-2.571*X5+1.182*X9+1.257*X1
Y=19.125+1.152*X9-1.145*X8+0.440*X1
Y=14.206+0.412*X3
Y=12.068+0.506*X8
Y=15.850+0.340*X3
Y=39.993+1.344*X2-0.822*X6
Y=34.619+0.582*X2
Y=39.004+0.524*X3
Tmin
RH
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Persamaan
Y=5.018+0.724*X2
Y=8.938+1.169*X2-0.568*X7
Y=12.042+0.466*X9
Y=6.489-1.109*X5+1.223*X8+0.398*X1
Y=0.982+0.744X7
Y=1.360+0.725*X7
Y=20.411+1.245*X9-0.124*X3+2.979*X2-2.114*X5
Y=24.190+0.728*X1
Y=26.697+3.292*X2-1.676*X3-1.451*X1+0.553*X9
Tmin
RH
T
25
49
73
25
49
73
25
49
73
Persamaan
Y=6.568+0.906*X3-0.423*X2+0.415*X7
Y=9.217+0.813*X3
Y=16.397+2.933*X9-2.796*X8+1.146*X3-2.579*X6+2.436*X5-0.610*X2
Y=12.002+0.462*X1
Y=5.673+0.797*X8+0.616*X3-0.658*X5
Y=7.814+0.387*X1+0.244*X8
Y=47.633+1.700*X5-0.547*X1-1.425*X8+0.782*X7
Y=41.093+0.593*X9-0.831*X1+0.807*X2
Y=47.891+0.562*X9-0.664*X1+0.576*X2
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Timestep
49
Kemayoran
73
97
49
73
97
49
Cengkareng
73
97
49
Pondok Betung
73
97
49
Curug
73
97
49
Tangerang
73
97
49
Citeko
73
97
49
Dermaga
73
97
Jenis
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
Verifikasi
Validasi
TMAX
1.464
1.268
1.513
1.325
1.532
1.202
1.376
1.075
1.399
1.291
33.607
33.965
1.367
1.137
1.464
1.500
1.465
1.239
5.330
4.533
1.623
1.638
1.654
1.505
1.507
1.325
1.590
1.572
1.637
1.739
1.453
1.266
1.517
1.480
1.537
1.422
1.416
1.607
1.582
1.684
1.557
1.414
1.391
1.489
4.312
3.294
1.556
1.425
RMSE
TMIN
0.928
0.732
0.929
0.738
0.944
0.755
0.966
0.912
0.979
0.900
0.991
0.849
0.809
0.729
0.841
0.722
0.845
0.702
0.978
0.727
0.986
0.714
1.006
0.675
0.833
0.633
0.864
0.652
0.861
0.777
1.192
1.016
1.233
1.032
1.223
1.012
0.772
0.585
0.776
0.561
0.795
0.653
0.891
0.674
0.905
0.670
0.900
0.685
RH
5.722
4.919
5.906
4.559
6.863
6.357
5.250
4.783
5.449
4.920
7.575
6.880
5.322
6.467
5.306
5.579
7.355
8.757
6.526
28.810
6.772
5.518
9.260
7.030
5.883
6.047
6.103
6.128
7.711
8.415
5.570
5.109
5.697
5.332
7.292
7.516
82.176
78.189
7.398
6.681
8.778
7.607
5.175
5.331
5.481
5.806
6.924
6.593
TMAX
0.418
0.318
0.321
0.231
0.286
0.251
0.385
0.390
0.335
0.233
0.242
0.142
0.414
0.398
0.272
0.260
0.199
0.133
0.077
0.106
0.252
0.147
0.157
-0.138
0.409
0.455
0.265
0.308
0.180
-0.301
0.392
0.364
0.287
0.259
0.199
-0.091
0.437
0.085
0.185
0.160
0.175
0.129
0.483
0.332
0.085
0.213
0.224
0.181
Korelasi
TMIN RH
0.294 0.385
0.297 0.142
0.293 0.329
0.262 0.089
0.240 0.229
0.166 -0.072
0.246 0.419
0.116 0.179
0.197 0.360
0.136 -0.265
0.135 0.191
0.273 -0.111
0.318 0.319
-0.090 0.088
0.230 0.295
0.023 -0.047
0.183 0.086
0.066 -0.038
0.252 0.397
0.176 0.036
0.241 0.336
0.275 -0.094
0.172 0.217
0.388 0.117
0.404 0.326
0.022 0.140
0.326 0.252
0.001 -0.113
0.327 0.162
0.014 -0.188
0.215 0.347
0.036 0.267
0.099 0.303
-0.043 -0.038
0.087 0.145
0.063 0.064
0.419 0.361
0.228 0.024
0.425 0.274
0.273 -0.103
0.381 0.263
0.075 -0.042
0.329 0.421
0.096 0.151
0.302 0.327
0.084 -0.138
0.310 0.180
0.083 -0.087
Performa
TMAX TMIN RH
0.061 -0.203 0.235
0.089 -0.254 0.228
0.070 -0.205 0.332
-0.181 -0.254 -0.234
-0.010 -0.309 0.480
-0.464 -0.141 0.408
0.063 -0.203 0.226
0.141 -0.366 0.393
0.011 -0.239 0.289
-0.179 -0.452 0.490
31.966 -0.261 -0.059
32.283 -0.470 -0.100
0.076 -0.182 0.187
0.051 -0.614 0.459
0.052 -0.224 0.140
-0.274 -0.843 -0.316
-0.022 -0.309 0.438
-0.365 -0.790 -0.237
3.820 -0.225 0.224
3.189 -0.434 23.660
0.051 -0.237 0.309
0.012 -0.406 0.792
-0.043 -0.213 0.856
0.056 -0.396 0.466
0.076 -0.086 0.261
-0.235 -0.554 0.419
0.068 -0.114 0.285
-0.443 -0.502 0.813
0.038 -0.153 0.667
0.155 -0.492 1.709
0.047 -0.225 0.184
0.089 -0.386 -0.153
-0.006 -0.201 0.124
-0.206 -0.417 0.562
-0.075 -0.279 0.149
-0.054 -0.390 0.843
0.031 -0.041 75.622
-0.022 -0.395 72.077
0.084 0.007 0.619
-0.142 -0.535 0.525
0.032 -0.064 0.635
-0.218 -0.499 1.098
0.100 -0.139 -0.037
0.038 -0.335 0.382
2.734 -0.105 0.139
1.344 -0.314 0.537
-0.035 -0.156 0.998
-0.401 -0.421 0.472
Naik
Turun
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 4. Nilai RMSEP dan MAPE menurut Banyaknya Fungsi di Tiap Stasiun
Banyak Fungsi
Curug
TMIN
TMAX
RH
RMSEP
0.738
0.724
0.817
0.749
0.767
MAPE
2.196
2.203
2.345
2.272
2.133
RMSEP
1.067
1.089
1.089
1.206
1.252
MAPE
2.763
2.839
2.735
3.114
3.151
RMSEP
6.072
5.99
6.202
6.122
6.053
5.887
6.024
6.105
6.024
5.991
MAPE
Tanjung Priok
TMIN
TMAX
RH
RMSEP
0.791
0.819
0.907
0.912
0.877
MAPE
2.435
2.508
2.783
2.716
2.737
RMSEP
1.169
1.145
1.062
1.185
1.884
MAPE
2.808
2.637
2.525
2.796
2.952
RMSEP
4.982
5.072
5.262
5.688
6.063
MAPE
5.336
5.296
5.506
6.049
6.201
0.7
0.785
0.843
0.811
0.976
MAPE
2.204
2.381
2.631
2.613
2.768
RMSEP
1.058
1.075
1.102
1.118
1.116
MAPE
2.522
2.511
2.664
2.788
2.75
RMSEP
6.607
7.04
7.346
6.868
6.684
MAPE
7.099
7.545
7.816
7.313
7.069
0.728
0.745
0.875
0.938
0.935
MAPE
2.48
2.563
2.934
3.201
3.241
RMSEP
1.029
1.093
1.149
1.149
1.227
MAPE
2.803
2.743
2.876
2.995
3.081
RMSEP
4.897
5.784
6.029
6.159
6.392
MAPE
4.623
5.548
5.629
5.824
6.252
Cengkareng
TMIN
TMAX
RH
RMSEP
Darmaga
TMIN
TMAX
RH
Keterangan:
RMSEP
angka yang dibold menunjukkan nilai RMSEP dan MAPE terkecil menurut
unsur cuaca
10
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Model PPR
Banyak Fungsi
Curug
n
X
k 1 k1 k
n
1.17 f1
X
k 1 k1 k
TMIN
23.33 0.59 f1
TMAX
31.6
RH
81.22
0.18 f1
n
4.09 f1
n
X
k 1 k2 k
X
k 1 k1 k
0.65 f1
X
k 1 k2 k
Tanjung Priok
TMIN
25 .85
TMAX
35 .27
RH
75 .68
0.53 f1
k1 X k
k 1
n
1.06 f1
k1 X k 0.25
k 1
n
3.933 f1
k1 X k
k 1
f2
n
k 1
k2 X k
0.26 f
X
3 k 1 k3 k
Cengkareng
n
0.39 f1
X
k 1 k1 k
TMIN
24.12
TMAX
32.03 1.07 f1
RH
TMIN
TMAX
RH
n
X
k 1 k1 k
n
X
k 1 k1 k
Darmaga
n
22.72 51 f1
X
k 1 k1 k
n
31.74 1.18 f1
X
k 1 k1 k
n
83.78 4.08 f1
X
k 1 k1 k
78.77
3.54 f1
11
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Curug
Cengkareng
Darmaga
Unsur Cuaca
RMSEPNWP
RMSEPMOS
%IM
TMIN
7.64
0.79
86.09
TMAX
2.59
2.62
59.14
RH
5.54
4.88
5.09
TMIN
0.72
26.41
TMAX
2.68
1.06
60.29
RH
6.51
5.99
6.79
TMIN
1.16
0.7
39.95
TMAX
2.45
1.05
56.99
RH
6.88
6.6
3.98
TMIN
1.23
0.72
42.18
TMAX
2.07
1.09
50.27
RH
11.51
4.89
57.47
Tabel 8. MOS Stepwise PCA, SIR dan kSIR di Stasiun Tanjung Priok
MOS Stepwise PCA
TMAX = 10,95 0,153 PC_tmaxscrn 0,019 PC_u level 4 + 0,031 PC_v level4 + 0,221 PC2_zg level1 + 0,0049 PC1_rnd +
0,144 PC2_tmincr + 0,042 PC_tpan
TMIN = -47,87 0,0672 PC_tmaxscrn + 0,284_PC2 tminscrn 0,99 PC_ustar 0,0078 PC_u level4 - 49 PC_qgscrn +
0,036 PC_v level1 + 0,11 PC_zg level2
RH = 90,97 + 0,673 PC_tmaxscrn 318 PC_mixr level1 + 0,123 PC_u level 4 0,75 PC2_tmincr + 0,4 PC_temperatur
level4 0,032 PC_ rh_level2 0,092 PC_u level2
MOS Stepwise SIR
TMAX= 10,58 1,145 EDR_tmaxscrn + 0,93 EDR_temperatur level2 + 1,44 EDR_u level4 + 0,66 EDR_u level2 + 1,51
EDR_tscrn
TMIN= 9,413 1,58 EDR_tmaxscrn 0,75 EDR_tminscrn 884 EDR_mixr level1 + 1,42 EDR_u level4 + 1,25
EDR_temperature level2
RH
= 111,5 + 5,34 EDR_tmaxscrn 1857 EDR_mixr level2 6 EDR_u level4 4 EDR_u level2 55
EDR2_temperatur level4 + 2283 EDR_mixr level1 0,201 EDR_rnd
MOS Stepwise kSIR
TMAX= 31,73 0,37 EDR_tmaxscrn + 0,265 EDR_zg level4 0,294 EDR_tpan + 0,121 EDR_u level4 + 0,075
EDR_rh level1 0,157 EDR_v level4 0,116 EDR_temperatur level1 + 0,053 EDR_rh level2 0,093 EDR_u
level2 0,139 EDR_v level2 + 0,00002 EDR_omg level4 + 0,022 EDR_temperatur level2
TMIN= 25,81 + 0,099 EDR_u level2 0,058 EDR_ rh level4 + 0,075 EDR_u level4 0,131 EDR_tmaxscrn + 0,038
EDR_dpsdt + 0,1 EDR_zg level4 + 0,038 EDR_rh level2 + 0,07 EDR_v level2 0,045 EDR_tmincr +
0,096 EDR_u level1 0,046 EDR_rnd 0,059 EDR_ps level1 + 0,041 EDR_rh level1 0,065
EDR_temperatur level1 0,083 EDR_u level1 + 0,029 EDR_pblh 0,1 EDR_tpan
RH = 75,5 + 0,279 EDR_rh level1 0,51 EDR_u level4 + 1,24 EDR_tpan 0,82 EDR_u level1 1,86
EDR_tmaxscrn 0,43 EDR_temperatur level1 + 0,72 EDR_v level4 0,25 EDR_rh level4 0,237 EDR_rh
level2 0,84 EDR_zg level4 0,36 EDR_v level1 0,073 EDR_temperatur level2 0,28 EDR_ps + 0,14
EDR_dpsdt
12
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Stasiun Curug
Stasiun Cengkareng
Stasiun Darmaga
Gambar 3.
Plot antara Observasi dan Ramalan per Unsur Cuaca (Suhu Minimum, Suhu Maksimum, dan
kelembaban) di Stasiun: a. Tanjung Priok, b. Curug, c. Cengkareng, d. Darmaga
13
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
c
Gambar 4.
Perbandingan Kinerja Metode Reduksi Dimensi Pada Stasiun Tanjung Priok (a) Respon TMAX, (b)
Respon TMIN, dan (c) Respon RH
Gambar 5.
Nilai Out-sample Masing-Masing MOS, Nilai Observasi dan NWP Pada Stasiun Tanjung Priok
(a) Respon TMAX, (b) Respon TM, dan (c) Respon RH
Tabel 9.Nilai RMSEP MOS Hasil Reduksi Dimensi Masing-Masing Metode
Stasiun
Respon
MOS
NWP
Stepwise PCA
Stepwise SIR
Stepwise kSIR
TMAX
0,9683
1,1026
1,1018
2,5997
TMIN
0,8373
0,8365
1,1810
1,7751
RH
6,4005
5,7851
8,1145
6,1737
TMAX
0,9473
1,0055
1,9760
2,4588
TMIN
0,7041
0,7001
1,0891
1,2780
RH
7,1566
6,8029
5,7610
6,8816
TMAX
1,0970
1,0780
2,1297
2,6884
TMIN
0,9903
0,5635
0,8263
0,8571
RH
6,2933
6,3838
6,9899
6,5148
TMAX
0,9380
0,9791
1,5346
2,0702
TMIN
0,6648
0,6289
0,8462
1,2595
RH
5,4790
7,3663
Keterangan: angka yang tebal menunjukkan nilai RMSEP terkecil
7,1092
11,5151
Tanjung Priok
Cengkareng
Curug
Darmaga
14
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Kemayoran
Logit 1= P Yi 1 xi = -1.687 - 0.009 Z_omega level2 - 139.712 Z_ps + 136.364 Zpsl 0.06 Z_rnd + 0.073
Z_u level4 - 0.047 Z_ustar - 0.154 Z_v level1 + 0.175 Z_v level2 - 0.308 Z_zg level1_2
Logit 2 = P Yi 2 x i = 1.832 - 0.009 Z_omega level2 - 139.712 Z_ps + 136.364 Zpsl 0.06 Z_rnd + 0.073
Z_u level4 - 0.047 Z_ustar - 0.154 Z_v level1 + 0.175 Z_v level2 - 0.308 Z_zg level1_2
Logit 3 = P Yi 3 x i = 3.235 - 0.009 Z_omega level2 - 139.712 Z_ps + 136.364 Zpsl 0.06 Z_rnd + 0.073
Z_u level4 - 0.047 Z_ustar - 0.154 Z_v level1 + 0.175 Z_v level2 - 0.308 Z_zg level1_2
Logit 4 = P Yi 4 x i = 4.911 - 0.009 Z_omega level2 - 139.712 Z_ps + 136.364 Zpsl 0.06 Z_rnd + 0.073
Z_u level4 - 0.047 Z_ustar - 0.154 Z_v level1 + 0.175 Z_v level2 - 0.308 Z_zg level1_2
Cengkareng
Logit 1= P Yi 1 x i = -2.328 0.172 Z_mixr lev2 + 0.083 Z_rh_level2 + 0.078 Z_tpan 0.106 Z_u level1
+ 0.137 Z_u level2 0.15 Z_v lev1 + 0.264 Z_v lev2 0.269 Z_v level4 0.37 Z_zglev 1_2
Logit 2= P Yi 2 x i = 1.435 0.172 Z_mixr lev2 + 0.083 Z_rh_level2 + 0.078 Z_tpan 0.106 Z_u level1 +
0.137 Z_u level2 0.15 Z_v lev1 + 0.264 Z_v lev2 0.269 Z_v level4 0.37 Z_zglev 1_2
Logit 3= P Yi 3 x i = 3.134 0.172 Z_mixr lev2 + 0.083 Z_rh_level2 + 0.078 Z_tpan 0.106 Z_u level1 +
0.137 Z_u level2 0.15 Z_v lev1 + 0.264 Z_v lev2 0.269 Z_v level4 0.37 Z_zglev 1_2
Logit 4= P Yi 4 x i = 5.267 0.172 Z_mixr lev2 + 0.083 Z_rh_level2 + 0.078 Z_tpan 0.106 Z_u level1 +
0.137 Z_u level2 0.15 Z_v lev1 + 0.264 Z_v lev2 0.269 Z_v level4 0.37 Z_zglev 1_2
Pondok Betung*)
Logit 1= P Yi 1 x i
+ 0.189 Z_tpan
Logit 2= P Yi 2 x i
+ 0.189 Z_tpan
Logit 3= P Yi 3 x i
+ 0.189 Z_tpan
Logit 4= P Yi 4 x i
+ 0.189 Z_tpan
= -2.76 0.019 Z_qgscrn 0.04 Z_rh level1 + 0.123 Z_temp level2 0.086 Z_tmaxscr
= 1.456 0.019 Z_qgscrn 0.04 Z_rh level1 + 0.123 Z_temp level2 0.086 Z_tmaxscr
= 2.918 0.019 Z_qgscrn 0.04 Z_rh level1 + 0.123 Z_temp level2 0.086 Z_tmaxscr
= 4.356 0.019 Z_qgscrn 0.04 Z_rh level1 + 0.123 Z_temp level2 0.086 Z_tmaxscr
Curug
Logit 1= P Yi 1 x i = -1.422 + 0.024 Z_mixr_level1 + 0.031 Z_pblh 0.062 Z_rh level1 - 0.1 Z_tmax +
0.221 Z_u level1 - 0.25 Z_u level 4 - 0.121 Z_v level4
Logit 2 = P Yi 2 x i =1.574 + 0.024 Z_mixr_level1 + 0.031 Z_pblh 0.062 Z_rh level1 - 0.1 Z_tmax + 0.221
Z_u level1 - 0.25 Z_u level 4 - 0.121 Z_v level4
Logit 3 = P Yi 3 x i = 3.564 + 0.024 Z_mixr_level1 + 0.031 Z_pblh 0.062 Z_rh level1 - 0.1 Z_tmax +
0.221 Z_u level1 - 0.25 Z_u level 4 - 0.121 Z_v level4
Tangerang
Logit 1 = P Yi
Logit 2 = P Yi
Logit 3 = P Yi
1 xi
2 xi
3 xi
15
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Citeko
Logit 1 = P Yi 1 x i = -2.305 + 0.00 Z_dpsdt + 0.268 Z_omega level1_2 0.299 Z_omega level2_2 0.124
Z_tmaxscr + 0.12 Z_tpan + 0.15 Z_ustar_2 0.121 Z_v level4 + 0.052 Z zg level1_1
Logit 2 = P Yi 2 x i = 1.304 + 0.00 Z_dpsdt + 0.268 Z_omega level1_2 0.299 Z_omega level2_2 0.124
Z_tmaxscr + 0.12 Z_tpan + 0.15 Z_ustar_2 0.121 Z_v level4 + 0.052 Z zg level1_1
Logit 3 = P Yi 3 x i = 3.197 + 0.00 Z_dpsdt + 0.268 Z_omega level1_2 0.299 Z_omega level2_2 0.124
Z_tmaxscr + 0.12 Z_tpan + 0.15 Z_ustar_2 0.121 Z_v level4 + 0.052 Z zg level1_1
Logit 4 = P Yi 4 x i =5.731 + 0.00 Z_dpsdt + 0.268 Z_omega level1_2 0.299 Z_omega level2_2 0.124
Z_tmaxscr + 0.12 Z_tpan + 0.15 Z_ustar_2 0.121 Z_v level4 + 0.052 Z zg level1_1
Darmaga
Logit 1 = P Yi 1 x i = -1.685 + 0.272 Z_ omega level1_2 0.292 Z_omega level2_2 - 0.064 Z_tmaxscr +
0.122 Z_v level1_2
Logit 2 = P Yi 2 x i = 1.079 + 0.272 Z_ omega level1_2 0.292 Z_omega level2_2 - 0.064 Z_tmaxscr +
0.122 Z_v level1_2
Logit 3 = P Yi 3 x i = 2.877 + 0.272 Z_ omega level1_2 0.292 Z_omega level2_2 - 0.064 Z_tmaxscr +
0.122 Z_v level1_2
Logit 4 = P Yi 4 x i = 5.129 + 0.272 Z_ omega level1_2 0.292 Z_omega level2_2 - 0.064 Z_tmaxscr +
0.122 Z_v level1_2
*) model signifikan pada = 0.2
Tabel 11. Ketepatan Klasifikasi dan Nilai APER di Wilayah Penelitian
Stasiun Pengamatan
Ketepatan Klasifikasi
APER
Tanjung Priok
79%
21%
Kemayoran
74%
26%
Cengkareng
81%
19%
Pondok Betung
80%
20%
Curug
70%
30%
Tangerang
88%
12%
Citeko
73%
27%
Darmaga
83%
17%
KESIMPULAN
Stepwise Menggunakan Teknik Penyediaan
Input Baru
Padapenggunaan model Stepwise dengan cara
baru dalam penyediaan data input dapat
meningkatkan
performa
output
model.
Indikator keberhasilan adalah penurunan jarak
Euclidean terhadap titik acuan kesempurnaan
model. Dari 144 variabel yang diamati, terdapat
73 variabel yang mengalami peningkatan
performa dibanding tahun 2011. Untuk kegiatan
selanjutnya, digunakan persamaan yang terbaik
di antara tahun 2011 dan 2012, yaitu apabila
pada tahun 2011 parameter yang bersangkutan
memiliki performa lebih baik, maka hasil
persamaan di tahun tersebut yang digunakan.
Demikian pula sebaliknya, apabila pada tahun
2012 parameter yang bersangkutan memiliki
performa lebih baik, maka hasil persamaan di
tahun 2012 yang digunakan.
Projection Pursuit
Hasil validasi model MOS menunjukkan
kekonsistenan bahwa semakin banyak fungsi
(m) dalam model PPR akan menaikkan nilai
RMSEP dan MAPE. Model terbaik dipilih
berdasarkan model dengan banyak fungsi yang
memiliki nilai RMSEP terkecil. Nilai RMSEP
dari model MOS secara konsisten lebih kecil
dari model NWP untuk semua unsur cuaca di
empat stasiun pengamatan. Hasil peramalan
yang diperoleh dari model MOS terbukti lebih
akurat dibandingkan model NWP. Nilai %IM
mencapai 86%, berarti model MOS dapat
mengkoreksi bias mencapai 86%.
Kejadian Hujan
Sebagian besar komponen utama yang
terbentuk dari setiap variabel NWP adalah
sebanyak satu komponen. Hasil ketepatan
klasifikasi kejadian hujan terbesar adalah pada
stasiun pengamatan Tangerang yaitu sebesar
88% sehingga nilai APER adalah sebesar 12%.
16
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
Friedman, Jerome H. & Stuetzle, Werner. 1981.
Projection
Pursuit
Regression.
Journal of The American Statistical
Association 376: 817-823.
Li, Ker Chau (1991), Sliced Inverse
Regression
for
Dimensional
Reduction,
Journal
of
the
American Statistical Association.
Vol. 86. No. 414 (Jun, 1991), pp
316-327.
Li, Xing-Zhu dan Kai, Tai-Fang. (1996),
Asymptotics for Kernel Estimate of
Sliced Inverse Regression, The
Annals of Statistics. Vol 24, No. 3,
1053-1068.
Hosmer, D. W., dan Lemeshow, S. (2000).
Applied Logistic Regression, John
Wiley & Sons, Inc., New York.
Puslitbang BMKG. 2011. Kajian Aplikasi
Model Conformal Cubic Atmospheric
Model (CCAM) Untuk Prakiraan Cuaca
jangka pendek menggunakan Model
Output Statistik (MOS) tahun 2011.
DISKUSI
1.
Urip Haryoko
Dalam penelitian ini sudah ditemukan metode yang paling bagus untuk membangun persamaan
MOS, sebaiknya segera diimplementasikan terutama untuk kota-kota besar berdasarkan metode
tersebut.
Utuk menuju operasionalisasi MOS tersebut terlebih dahulu akan dibuat GUI sehingga
nantinya dapat dioperasionalkan di daerah.
2.
Hariadi
Untuk kegiatan MOS sebaiknya lebih difokuskan ke penggunaan WRF karena sekarang model itu
sudah operasional. Untuk operasional membutuhkan model yang dapat digunakan secara praktis
sehingga informasi yang didapatkan bisa lebih cepat, tepat dan akurat.
Kedepan akan dilakukan untuk model WRF, tetapi untuk saat ini difokuskan dalam
pembagunan sistem yang yang mudah digunakan oleh pengguna dan masih menggunakan
keluaran model CCAM.
17
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas prakiraan cuaca di BMKG, dilakukan kajian terhadap
model Weather Research Forecasting (WRF). Untuk mengetahui akurasinya, model WRF di running
selama bulan Februari 2012 dan Agustus 2011 dengan menggunakan tiga skema konvektif yaitu Betts
Miller Janjic (BMJ), Kain Fritsch (KF), dan Grell 3D ensemble (GD). Data curah hujan dan angin
hasil luaran model kemudian diverifikasi dengan data observasi. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa
hasil prakiraan hujan dengan penggunaan skema konvektif BMJ lebih baik dari skema KF dan GD,
dengan nilai threat score (TS) pada bulan Agustus 2011 diatas 87% dengan nilai RMSE terbesar
adalah 0.25, dan nilai TS pada bulan Februari 2012 untuk ke tiga skema berfluktuasi dari 29 sampai
96% dengan nilai RMSE yang terendah adalah pada skema BMJ. Sedangkan untuk prakiraan
kecepatan dan arah angin penggunaan skema konvektif dapat digunakan skema BMJ dan GD, kedua
skema ini diperoleh hasil nilai korelasi yang lebih baik dari skema KF.
Kata kunci: WRF, verifikasi, Kain Fritsch, Betts Miller Janjic, Grell 3D
ABSTRACT
In order to improve quality of wheather forecast at BMKG, a study on Weather Research. Forecasting
(WRF) has been carried out. Tree convective schemes, eg. Betts Miller Janjic (BMJ), Kain Fritsch
(KF), dan Grell 3D ensemble (GD) tested using rainfall and wind observation data in February 2012
and August 2011. The result of verification, show BMJ scheme gives better rainfall forecast than the
two other schemes, with treat score in August 2011 more 87 % and the largest RMSE value is 0.25,
and the value of TS in February 2012 for three scheme fluctuates from 29 to 96% with the lowest
value of RMSE is the BMJ scheme. Verification on wind forecast show that BMJ and GD scheme
obtained results better than KF scheme and has best performance for wind forecasting.
Kata kunci: WRF, verification, Kain Fritsch, Betts Miller Janjic, Grell 3D
PENDAHULUAN
Prakiraan cuaca untuk wilayah Indonesia yang
berada disekitar equator memiliki tingkat
kesulitan yang cukup tinggi bila dibandingkan
dengan prakiraan cuaca untuk daerah dengan
lintang tinggi. Banyak model prakiraan cuaca
telah dikembangkan oleh para ahli dengan
pendekatan perhitungan yang bervariasi, baik
untuk skala global maupun regional. Prakiraan
cuaca numerik sudah dirintis sejak tahun 1920
dan berkembang pesat seiring dengan
peningkatan jaringan pengamatan cuaca pada
saat perang dunia kedua dalam rangka untuk
menyediakan informasi cuaca penerbangan
militer, serta dimulainya penggunaan komuter
18
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Fn
Corr
Fn
n 1
RMSE
On
(1)
n 1
N
On
n 1
1
N
Fn
On
(2)
n 1
N hit
N hit
N pass
N false
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(a)
(b)
Gambar 5. Verifikasi Data Curah Hujan Model
WRF terhadap Observasi Stasiun Juanda Surabaya,
(a) Nilai Threat Score dan RMSE bulan Agustus
2011, (b) Nilai Threat Score dan RMSE bulan
Februari 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(a)
(b)
Gambar 6. Verifikasi Data Curah Hujan Model
WRF terhadap Observasi Stasiun Cengkareng
Jakarta, (a) Nilai Threat Score dan RMSE bulan
Agustus 2011, (b) Nilai Threat Score dan RMSE
bulan Februari 2012
23
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
24
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
26
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Urip Haryoko
Semua validasi yang menggunakan faktor angin tidak dapat menggunakan korelasi, maka pilihan
yang bagus dengan menggunakan kategori arah mata angin, dan pada penelitian verifikasi model
meteorologi WRF yang telah dilaksanakan sudah sesuai namun perlu diperhatikan resolusi spasial
yang digunakan dalam model.
2. Tuwamin Mulyono
Untuk penelitian tentang verifikasi model WRF sebaiknya perlu melibatkan intensitas hujan dalam
perhitungannya. Selain itu untuk mendukung pekerjaan operasional sebaiknya waktu yang diambil
sebagai sampel dalam penelitian menggunakan 3 waktu yaitu; musim kemarau, musim pancaroba,
dan musim hujan. Berdasarkan pengalaman, dalam memprediksi cuaca pada musim pancaroba
sangat sulit.
3. Bayong Tjasyono
Sebagian besar penelitian masih menggunakan hasil model atau bersifat praktis dan belum
melibatkan tambahan aspek keilmuan. Seperti pada penelitian tentang cuaca ekstrim, sebaiknya
terlebih dahulu harus ada pendefinisian tentang cuaca ekstrim. Seberapa besar resiko yang
ditimbulkan oleh cuaca sehingga bisa disebut cuaca ekstrim. Maka perlu penambahan teori dan
pengembangan ilmiah pada setiap pengembangan model atau bisa juga dengan mengembangkan
model sendiri berdasarkan keilmuan yang ada.
Untuk model-model yang berkenaan dengan atmosfer seharusnya disampaikan dulu asumsi-asumsi
yang digunakan pada penelitian tersebut.
Pada verifikasi model meteorologi WRF, penggunaan kategori 8 arah mata angin sudah pilihan
yang bagus, tetapi agar dapat digunakan pada bidang penerbangan lebih baik juga dilakukan
dengan menggunakan 16 arah mata angin. Dan dikembangkan skema yang cocok untuk masingmasing daerah.
27
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
28
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Radar meteorologi adalah salah satu stasiun permukaan yang dapat digunakan untuk pengamatan
meteorologi dan monitoring lingkungan. Pada saat ini, radar meteorologi memegang peranan penting
ketika akan memberikan peringatan dini terhadap kondisi ekstrim, seperti banjir, puting beliung dan
badai yang dapat membahayakan populasi dan merusak infrastruktur dan perekonomian. Ketepatan
hasil pengamatan parameter cuaca oleh radar, sangat bergantung pada setting alat yang disesuaikan
pada kondisi topografi wilayah setempat. Untuk melihat kesesuaian antara data pengamatan radar
dengan observasi lapangan diperlukan verifikai data. Dan untuk mengoreksi bias antara data luaran
radar dengan observasi, diperlukan validasi sehingga luaran radar sesuai dengan hasil observasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan relasi antara parameter reflektivitas (Z) dengan curah
hujan (R) untuk radar cuaca terutama di Stasiun Meteorologi Palembang. Metode yang digunakan
adalah regresi linear sederhana yang membandingkan nilai reflektivitas dan curah hujan observasi
untuk memperhitungkan konstanta a dan b pada relasi Z-R. Ketepatan dalam penentuan konstanta a
dan b ini akan mempengaruhi ketepatan curah hujan yang direpresentasikan oleh radar.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nila konstanta a umumnya sesuai dengan penelitian Marshall-Palmer
tetapi nilai b cendrung lebih kecil yaitu 0,53 sedangkan nilai yang pernah diteliti berkisar 1-3.
Berdasarkan jenis hujannya nilai konstanta a pada hujan konvektif lebih besar daripada hujan
stratiform, tetapi untuk konstanta b mempunyai nilai yang berkebalikan. Nilai reflektivitas pada radar
mempunyai ambiguitas yang tinggi terhadap curah hujan observasi sehingga konstanta a dan b tidak
bisa ditentukan dengan akurat.
Kata kunci : radar meteorologi, reflektivitas, Marshall-Palmer, relasi Z-R
ABSTRACT
Weather radar is one of weather observation station, it can used for extreme weather warning such as
flood and tropical cyclone. The setting of radar meteorology determine the validty of observing
weather parameters, so it must be fitted on local condition. To valdate the weather parameters on
radar can be done by determining the Z-R relation. The purpose of this research is to find the
appropriate of Z-R relation on Palembang radar station. Linear regression used to determine the a
and b constants on Z-R relation. The setting accuracy on this constants will be influencing on
precipitation measurement. The result of this research shows that constants a generally in accordance
with Marshall-Palmer provision, but constants b smaller than it. Based on type of rainfall, constant a
on convective rainfall greater than stratiform, but it opposite on b constants. There is great ambiguity
on reflectivity factor when compared with rainfall observation, so a and b constants can not
determined precisely.
Keywords : weather radar, reflectivity, Marshall-Palmer, Z-R relationship
PENDAHULUAN
Informasi meteorologi merupakan bagian yang
tidak bisa terpisahkan dari aktifitas kehidupan
manusia. Sebagian besar aktifitas manusia yang
sangat vital bergantung pada kondisi
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
30
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
251.1
0.27
Z = 251.1 R0.27
148.7
0.46
Z = 148.7 R0.46
32
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Jan
Feb
269.9
116.7
0.69
0.36
Z = 269.9 R
Z = 116.7 R0.36
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Nov
100.2
102.7
52.0
176.7
280.8
298.0
0.85
0.74
0.36
0.61
-1.81
1.60
Z = 100.2 R0.85
Z = 102.7 R0.74
Z = 52.0 R0.36
Z = 176.7 R0.61
Z = 280.8 R-1.81
Z = 298.0 R1.60
Des
377.2
-0.85
Z = 377.2 R-0.85
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
34
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K.A and Said, H.M. 2009. Determination
of Radar Z-R Relation for Libya
Tripoli City. Proceeding of The World
Congress on Engineering. Vol 1
Arida, V. 2012. Relasi Faktor Reflektifitas
Radar dengan Intensitas Curah Hujan
untuk Radar C-Band di Soroako,
Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut
Teknologi Bandung.
Atlas, D. 1964. Advances in Radar
Meteorology. Academic Press.
Austin, M.P. (1947). Measurement of
Approximate Raindrop Size by
Microwave Attenuation. Journal of
Meteorology. Vol 4 p 121-124.
Batan, L. J. 1973. Radar Observation of the
Atmosphere. The University of
Chichago Press. 324 p.
Chumchen, S., A. Sharma and A. W. Seed.
2008. An operational approach for
Classifying Storm in Realtime Radar
Rainfall Estimation. J. Hydrol, 363, 117.
Houze, R.A. 1993. Cloud Dynamic. California :
Academic Press, Inc.
Kumar, L.S, Lee, Y,H, Yeo & Ong, J.T ( 2011),
Tropical Rain Classification and
Estimation of Rain from Z-R
(Reflectifity-Rain rate) Relationships,
Proggress
in
Electromagnetics
Research B. Vol.32, 107-127.
DISKUSI
1. Bayong Tjasyono
Untuk radar yang digunakan harus dikemukakan bagaimana setting alatnya, misalnya berapa
panjang gelombang yang digunakan, karena informasi ini sangat penting untuk mengetahui
akurasi data yang dihasilkan. Pengaturan panjang gelombang akan mempengaruhi atenuasinya
sehingga berpengaruh terhadap data yang dihasilkan. Jenis radar yang digunakan apa?
Radar yang digunakan merupakan jenis radar C band
2. Syamsul Huda
Lapisan data radar yang diambil berapa lapisan?
Untuk penelitian ini hanya digunakan satu elevasi data radar yaitu 0,5 o dengan pertimbangan
bahwa data yang terukur adalah butir hujan yang sudah jatuh. Pada penelitian yang lain
beberapa peneliti menggunakan data elevasi ini.
Bagaimana kalau digunakan semua elevasi sehingga informasi yang terekam adalah kolom air
yang terkandung di awan.
Untuk penelitian selanjutnya dimungkinkan untuk penggunaan CAPPI atau beberapa elevasi
sehingga data revlektifitas yang dianalisa selanjutnya adalah dari beberapa kolom yang
kemudian digabung menjadi satu (hybrid)
35
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Model gelombang Windwaves-05 telah digunakan untuk operasional prakiraan gelombang di BMKG.
Model ini merupakan pengembangan dari model MRI-II yang dikembangkan oleh Japan
Meteorological Agencies (JMA) dan termasuk model generasi II. Model ini memiliki keterbatasan
dalam memperhitungkan gelombang non linear (swell) dan gelombang frekuensi rendah. Walaupun
gelombang frekuensi rendah ini jarang terjadi tetapi mempunyai sifat yang sangat merusak. Pada
penelitian ini dilakukan pengembangan model generasi III dimana pada model ini gelombang non
linear dan frekuensi rendah diperhitungkan secara eksplisit. Model yang digunakan adalah
WaveWatch-III. Hasil luaran model kemudian dianalisa untuk mengetahui kehandalannya,
diantaranya dengan membandingkan input yang digunakan dalam model dengan data observasi,
luaran model dengan observasi serta kemampuan dalam simulasi gelombang frekuensi rendah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa input model (angin 10 m) mempunyai korelasi yang tinggi dengan
nilai 0,72-0,83 pada arah dan 0,45-0,53 pada kecepatannya ketika dibandingkan dengan data
observasi. Sedangkan untuk tinggi gelombangnya pola antara luaran model dan observasi sudah
beriring tetapi cenderung underestimate.. Kemampuan WaveWatch-III dalam mensimulasikan swell
sangat bagus dibandingkan model generasi II. Hal ini tampak dalam simulasi gelombang tinggi
(>4m) 17-19 Mei 2007 yang menghantam pantai barat Sumatera dan Selatan Jawa sampai Nusa
Tenggara. Simulasi model menunjukkan hasil yang sama dengan yang tercatat dalam laporan media
baik tinggi gelombangnya maupun waktu kejadiannya.
Kata kunci: model generasi II, Wavewatch-III, swell, gelombang tinggi
ABSTRACT
Windwaves-05 has been operationally on BMKG to forecast wave height. This model developed from
MRI-II that operationally on JMA belonging to model generation II. This model has limitedness on
calculating non-linear wave (swell) and low frequency of waves. Although this wave infrequently, but
its very damaged. Developed the model generation III has been done in this research. Non linear and
low frequency of waves calculate explisitly on this model. The model output analized to know the
model performance by comparing input model with obsevation data, output model with observation
and the perfomance on low frequency waves simulation. The result of this research shows that input
model (wind 10 m) has high correlation on wind speed (0,72-0,83)and direction (0,45-0,53) with
observating data. The wave height pattern have similarity between model and observation, but model
shows under estmate commonly. The Wavewatch-III performance on height wave simulation better
than model generation II. It shown in May, 17-19 2007 height wave event that attack west coastal of
Sumatera, south castal of Java unti Nusa Tenggara. The model simulation shows similarities about
model output and news media report on wave height and the event time.
Keywords : model generation II, Wavewatch-III, swell, height wave
PENDAHULUAN
Model gelombang Windwaves-05 telah
digunakan untuk operasional prakiraan
gelombang di BMKG. Model ini merupakan
pengembangan dari model MRI-II yang
dikembangkan oleh Japan Meteorological
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ANGIN TOTAL
Arah
KOMPONEN ANGIN
Kecepatan
Komponen U
Rata-rata
Komponen V
RMSE
RMSE
RMSE
ADU(%)
RMSE
ADV(%)
10
0.72
2.14
0.19
0.12
0.19
0.12
98
0.71
0.15
71
0.45
0.63
84
30
0.74
2.04
0.21
0.11
0.21
0.12
99
0.73
0.14
70
0.47
0.60
84
60
0.76
1.93
0.22
0.11
0.21
0.11
99
0.75
0.14
72
0.49
0.57
85
90
0.79
1.79
0.22
0.11
0.22
0.11
99
0.76
0.14
73
0.50
0.54
86
120
0.82
1.68
0.22
0.1
0.22
0.11
100
0.77
0.13
72
0.51
0.51
86
150
0.83
1.62
0.23
0.1
0.22
0.11
100
0.77
0.13
73
0.51
0.49
86
180
0.83
1.59
0.22
0.1
0.22
0.11
100
0.77
0.13
74
0.51
0.48
87
210
0.83
1.57
0.22
0.1
0.22
0.1
100
0.77
0.13
73
0.51
0.48
86
9
240
0.82 1.56 0.22
ADU : akurasi arah komponen U
0.1
0.22
0.1
100
ADV : akurasi arah komponen V
RMSE ADUV(%)
0.77
0.13
73
0.51
0.47
ADUV : akurasi arah komponen U dan V
86
ANGIN TOTAL
Arah
KOMPONEN ANGIN
Kecepatan
Komponen U
Rata-rata
Komponen V
RMSE
RMSE
RMSE
ADU(%)
10
0.56
6.49
0.45
0.14
0.53
0.17
78
0.57
30
0.58
6.01
0.47
0.14
0.56
0.16
82
60
0.59
5.82
0.49
0.14
0.58
0.15
85
90
0.63
5.36
0.48
0.14
0.59
0.15
120
0.65
5.05
0.5
0.14
0.6
0.15
150
0.62
5.29
0.5
0.15
0.61
180
0.60
5.18
0.51
0.15
210
0.51
5.6
0.52
0.15
RMSE ADV(%)
RMSE ADUV(%)
0.11
73
0.53
1.73
76
0.62
0.1
75
0.56
1.60
78
0.64
0.09
78
0.58
1.55
81
87
0.66
0.09
78
0.59
1.44
82
88
0.68
0.09
78
0.61
1.36
83
0.15
88
0.69
0.08
79
0.61
1.42
84
0.62
0.15
91
0.7
0.08
78
0.61
1.39
84
0.63
0.15
90
0.7
0.08
78
0.59
1.50
84
9
240
0.38
6.3
0.53
0.15
0.64
0.15
89
ADU : akurasi arah komponen U
ADV : akurasi arah komponen V
0.71
0.08
80
0.57
1.67
ADUV : akurasi arah komponen U dan V
84
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DM
DO-010
DO-120
DO-180
6 12 18 0
6 12 18 0
6 12 18 0
6 12 18 0
6 12 18 0
9-Jul
10-Jul
11-Jul
12-Jul
13-Jul
200
150
100
50
0
12 18 0
8-Jul
FM
FO-010
FO-120
6 12
14-Jul
FO-180
7
Meter/second
6
5
4
3
2
1
0
12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12
Gambar 1. Perbandingan arah dan kecepatan angin observasi dan model pada bulan Juli 2012
Gambar
2.
menjelaskan
perbandingan
kecepatan angin observasi dengan kecepatan
angin hasil model WaveWatch III. Pola
kecepatan angin yang dihasilkan model WW3
(hijau) hampir sama dengan pola observasi
(biru). Hanya di hari dan jam tertentu yang
terlihat pola berbeda secara signifikan, hal ini
terjadi hari ke-5 dan hari ke-7 dimana pada
40
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DM
DO-010
DO-120
DO-180
400
350
300
250
200
150
100
50
0
12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12 18 0 6 12
30-Oct
31-Oct
1-Nov
FM
FO-010
2-Nov
3-Nov
FO-120
4-Nov
5-Nov
FO-180
Meter/second
6
5
4
3
2
1
0
12 18 0
30-Oct
6 12 18 0
31-Oct
6 12 18 0
6 12 18 0
6 12 18 0
6 12 18 0
1-Nov
2-Nov
3-Nov
4-Nov
6 12
5-Nov
Gambar 2. Perbandingan arah dan kecepatan angin observasi dan model pada bulan Oktober-November 2012
Tinggi (cm)
40
30
20
10
0
Waktu
40.00
30 Okt - 6obs
Novemberww3
2012
20.00
0.00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
09:00:00
15:00:00
21:00:00
03:00:00
Tinggi (cm)
Waktu
Gambar 3. Perbandingan tinggi gelombang per 3 jam luaran model WaveWatch III dan observasi
41
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 4. Peta daerah terimbas gelombang tinggi pada kejadian tanggal 17-19 Juli 2007.
(Sumber:Satgas Penanggulangan Bencana Pusat Dep. PU)
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 6. Peta tinggi gelombang dan kondisi angin permukaan 17 Mei 2007 dengan simulasi WW3
43
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 7. Peta tinggi gelombang dan kondisi angin permukaan 18 Mei 2007 dengan simulasi WW3
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Hariyadi
Pengembangan model gelombang generasi 3 sangat diperlukan untuk kegiatan opeasional, karena
sudah menghitung swell secara langsung. Simulasi kejadian gelombang tinggi tanggal 17-19 Mei
2007 sudah sangat baik untuk menggambarkan kemampuan model. Untuk verifikasi dengan
observasi, kalau dilakukan di pantai tidak akan memperoleh hasil yang baik, karena dipantai juga
45
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
dipengaruhi oleh sea breez dan land breez sedangkan model tidak memperhitungkan fenomena ini.
Untuk itu perlu dilakukan verifikasi dengan membandingkan data observasi di laut lepas sehingga
hasilnya akan lebih baik.
Kesulitan kita dalam memperoleh data gelombang di laut lepas di wilayah Indonesia sampai
saat ini, menyulitkan untuk melakukan verifikasi ini. Kedepan dapat dilakukan kerjasama
dengan instansi lain untuk mendapatkannya.
2. Urip Haryoko
Untuk verifikasi angin sebaiknya menggunkana kategori arah angin yang dibagi menjadi 8 atau 16
arah, dan yang dikorelasikan sebaiknya adalah komponen U dan V nya.
Dalam penelitian ini kami sudah mengunakan metode ini
3. Bayong Tjasyono
Dalam peristiwa gelombang ekstrim dimungkinkan merupakan hasil dari resonansi berbagai
gelombang yang berasal dari banyak sumber, perlu dikaji sumber-sumber yang lain selain faktor
pembangkit yang digunakan dalam model ini yaitu angin.
Untuk skala penelitian ide penggunaan sumber pembangkit gelombang sangat baik, karena
gelombang juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti arus dan pasang surut. Tetapi dalam
kegiatan operasional yang dibutuhkan kecepatan pemberian informasi, sedangkan yang paling
dominan membangkitkan gelombang dalah angin.
4. Eko (ITS)
Apakah Gambar 6 pada makalah model gelombang menunjukkan waktu yang berbeda?
Gambar-gambar yang terdapat pada Gambar 6 tersebut terdiri dari significant wave height dan
kecepatan angin untuk tanggal 17-18 Mei 2007, yang digunakan untuk memperlihatkan
penjalaran gelombangnya. Dengan menganalisa arah angin dan gelombang yang terjadi,
diketahui bahwa arah gelombangnya berlainan dengan arah anginnya. Hal ini menunjukkan
bahwa gelombang yang terjadi bukan diakibatkan oleh angin yang bertiup di wilayah
Indonesia (windsea) tetapi merupakan swell dari Samudera Hindia.
Data yang digunakan dalam verifikasi apakah data hasil downscalling?
Untuk verifikasi dengan data observasi lapangan dilakukan running model dengan tiga domain
yaitu domain global, domain Indonesia dan domain Laut Jawa. Pengaturan yang digunakan
dalam domain global dan Indonesia masing-masing sebagai berikut 60 LU- 70 LS, 180 BB
180 BT menggunakan resolusi 0,5x 0,5 dan 15 LU - 15 LS, 90 150 BT dengan resolusi
0,25x 0,25, sedangkan untuk domain laut Jawa (0 - 10 LS, 103 117 BT) resolusinya 0,025
x 0,025 (~2,7 km). Hasil running ini selanjutnya dibandingkan dengan data observasi
lapangan di Karimunjawa pada tanggal 6-15 Juli 2012 dan 30 Oktober 6 November 2012.
Pemilihan data yang dibandingkan yaitu berdasarkan titik grid yang terdekat dengan titik
observasi.
Bagaimana perhitungan untuk mendapatkan signifikan wave?
Sig. wave menggunakan perhitungan 1/3 dari pengukuran tertinggi tinggi gelombang selama
periode waktu tertentu, dalam hal ini model menggunakantime step 5 menit sehingga tinggi
signifikan diperhitungkan dari periode 3 jam dan tinggi yang terukur selama 5 menit.
5. Dian (DISHIDROS)
Diperlukan kerjasama antar instansi untuk menguji dan mengembangkan model prakiraan
gelombang ini. Dengan bekerjasama dengan instansi lain seperti DISHIDROS, BPPT,
KEMENHUB dan KKP yang masing-masing mempunyai data yang untuk verifikasi dan validasi
diharapkan pengembangannya akan lebih baik. Untuk keperluan pengambilan data lapangan juga
dapat bekerjasama dengan TNI AL sehingga alatnya akan lebih aman.
46
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) endemis di daerah tropis, hal ini berkaitan dengan hujan
yang berlangsung hampir sepanjang tahun sehingga menghasilkan genangan yang ideal untuk
berkembangbiak nyamuk Aedes aegypti. Perubahan iklim yang ditengarai dengan peningkatan suhu
dan atau berkurang/bertambahnya curah hujan dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini
seirama dengan peningkatan kasus DBD Indonesia. Memperhatikan adanya kaitan antara variabilitas
cuaca dan perubahan iklim dengan kasus DBD, kajian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hubungan tersebut yang selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat prototipe prakiraan DBD bulanan
satu tahun ke depan di Propinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar menggunakan metode regresi
linier.Prediktor yang digunakan adalah curah hujan (CH), hari hujan(HH), temperatur
(TT),kelembapan (RH) udara rata-rata bulanan dan jumlah kasus DBD(t-1). Hasil verifikasi
menggunakan data sejak tahun 1999-2010 antara model dengan hasil observasi menunjukkan bahwa
prakiraan DBD dengan metode regresi linier memberikan hasil prediksi yang akurat dengan Rratarata sebesar 0,75 0,82, sehingga metode tersebut direkomendasikan untuk digunakan sebagai salah
satu teknik peringatan dini kasus DBD di propinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar.
Kata Kunci : Curah Hujan, Demam Berdarah Dengue, Peringatan Dini, Variabilitas Iklim
ABSTRACT
Dengue Fever is endemics in the tropics due to rain that occur almost of the year, resulting in a pool
that is ideal for the Aedes aegypti mosquitoes breeding. Climate change which is characterized by the
rising of temperature and the decrease or increase of rainfall in a few decades affect to the increase of
dengue fever cases in Indonesia area. Concerning about the link between weather variability and
climate change with dengue fever case, this study is try to determine that relationship which is then
used to create a monthly forecasts for one-year ahead in Sulawesi Selatan Province and Makassar
City using linear regression model with monthly meanrainfall, rainy day, temperature, and humidity
data, and also previous data dengue fever cases(t-1). Verification showed that linear regression model
give more accurate results with R mean between 0.75 0.82 and recommended as a early warning
technic.
Keywords : Rainfall, Dengue Fever, Early Warning, Climate Variability
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) tahun
2006 menyatakan bahwa dengue merupakan
penyakit yang disebabkan virus yang dibawa
oleh vektor (vectorborne viral disease), dan
berpotensi mengancam 2,5 juta penduduk
dunia yang tinggal di wilayah tropis dan subtropis[1]. Kasus yang lebih serius yakni
Demam Berdarah Dengue (DBD) diperkirakan
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 1. Distribusi spasial kasus DBD di Indonesia berdasarkan data tahun 1999-2011
(sumber data: Kemkes RI)
48
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Y t a b * CH (t n) c * HH (t n)
d * TT (t n) e * DBD(t 1)
(3)
Y t a b * CH (t n) c * HH (t n)
(4)
d * RH (t n) e * DBD(t 1)
Y t a b * CH (t n) c * HH (t n)
d * DBD(t 1)
(5)
dan
Y t a b * CH (t n) c * HH (t n)
(6)
d * TT (t n) e * RH (t n) f * DBD(t 1)
Dimana:
Y(t)
= Prakiraan DBD bulan ini,
t = 1,2,...,12; t=1 bulan Januari
CH
= Curah hujan
HH
= Hari hujan
TT = Temperatur udara permukaan
RH
= Kelembapan udara permukaan
n = Time lag, n =1,2,3, dst.
DBD= Kasus DBD
Dalam kajian ini untuk menentukan nilai
prediktor TT dan RH rata-rata bulanan dalam
kurun waktu setahun kedepan dilakukan
dengan teknik moving average (rata-rata
bergerak) 2 dan 3 bulan. Disamping tinjauan
statistik dalam menetapkan nilai prakiraan
tersebut juga digunakan pertimbangan
fisis/dinamis dalam skala global/regional yang
dominan mempengaruhi propinsi Sulawesi
Selatan
dan Kota Makasar.
Tinjauan
fisis/dinamis dilakukan setelah diperoleh
perhitungan statis dan selanjutnya digunakan
korektor ditambah atau dikurangi nilai tersebut
sesuai dengan intuisi atau pengalaman seorang
forecaster
di
wilayahnya.
Teknik
pengurangan
atau
penambahan
dapat
dilakukan dengan memperhatikan nilai standar
deviasinya (SD) atau SD nya.
49
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
1200
DBD
(7)
CH
HH
100
90
80
70
800
60
CH/DBD
1000
50
600
40
400
30
20
200
10
HH/RH/TT
1400
1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9
Th/Bln
Gambar 2.Time Series data DBD Propinsi Sulawesi Selatan, CH, HH, TT, RH rata-rata bulanan Stasiun
Meteorologi Hasanudin Makassar (1999-2011)
50
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DBD
CH
HH
TT
RH
1000
100
90
80
70
800
CH /DBD
60
600
50
40
400
30
20
200
HH/RH/TT
1200
10
0
0
1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9
Th/Bln
Gambar 3. Time Series data DBD Kota Makassar, CH, HH, TT, RH rata rata Bulanan Stasiun Meteorologi
Hasanudin Makassar (1999-2011)
Tabel 1. Korelasi kasus DBD Propinsi Sulawesi Selatan terhadap unsur meteorologi tanpa lag time
Tabel 2. Korelasi kasus DBD Propinsi Sulawesi Selatan terhadap unsur meteorologi menggunakan time lag t-1
51
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 3. Korelasi kasus DBD Kota Makassar terhadap unsur meteorologi tanpa lag time
Tabel 4. Korelasi kasus DBD Kota Makassar dan unsur meteorologi menggunakan time lag t-1
Tabel 5. Persamaan prakiraan DBD Propinsi Sulawesi Selatan model regresi linear
menggunakan 5 prediktor CH, HH, TT, RH, dan DBD dengan time lag (t-1)
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
R
0,58
0,87
0,89
0,91
0,75
0,91
0,98
0,90
0,91
0,95
0,67
0,53
Tabel 6. Persamaan prakiraan DBD Propinsi Sulawesi Selatan Model regresi Linear Menggunakan 4 Prediktor
CH, HH, RH, dan DBD dengan time lag (t-1)
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
R
0,49
0,87
0,84
0,89
0,73
0,91
0,97
0,88
0,90
0,92
0,20
0,49
52
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 7. Persamaan Prakiraan DBD Propinsi Sulawesi Selatan Model Regresi Linear Menggunakan 4 Prediktor
CH, HH, TT, dan DBD dengan time lag (t-1)
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
R
0,49
0,87
0,88
0,86
0,70
0,91
0,90
0,89
0,90
0,93
0,61
0,50
Tabel 8. Persamaan Prakiraan DBD Propinsi Sulawesi Selatan Model Regresi Linear Menggunakan 3 Prediktor
CH, HH, dan DBD dengan time lag (t-1)
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
R
0,47
0,87
0,82
0,85
0,69
0,91
0,90
0,88
0,89
0,91
0,20
0,48
Tabel 9. Persamaan Prakiraan DBD Kota Makasar Model Regresi Linear Menggunakan Prediktor CH, HH, TT,
RH, dan DBD dengan time lag (t-1)
Model
Sas.1
Sas.2
Sas.3
Sas.4
R
0,92
0,78
0,79
0,79
simpangan
yangcukup
besar.
Model
pendugaan kasus DBD model Sas 1 s.d 4
mempunyai pola yang hampir sama, sedang
model Sas.5 (persamaan umum) pada tahun
2010-2011 mempunyai nilai pendugaan yang
relatif lebih tinggi dibanding dengan model
lainnya, akan tetapi pada tahun 2012
pendugaan kasus DBD memiliki nilai yang
relatif lebih rendah dibanding model lain.
53
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Obs
Sas.1
Sas.2
Sas.4
Sas.5
Ensem
Sas.3
2012 (Prakiraan)
Gambar 4.Verifikasi kasus DBD tahun 2010, Uji coba Pendugaan Kasus DBD tahun 2011, dan Prakiraan
Kasus DBD tahun 2012 model Sas 1 s.d 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
54
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Bayong Tjasyono
Untuk kegiatan Prakiraan Kasus Demam berdarah Dengan Prediktor Unsur Cuaca, apa maksud
dengan prakiraan cuaca bulanan, karena cuaca tersebut jangka waktunya pendek. Maka harus hatihati untuk penggunaan istilah cuaca dan iklim.
Apabila penelitian menggunakan persamaan empirik, maka tidak perlu membandingkan dengan
penelitian orang lain karena kita dapat membangun sendiri persamaan dengan pedoman
persamaan empirik tersebut.
55
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Pada penelitian ini dikaji perubahan tata guna lahan (land use) yang terintegrasi di dalam model
prediksi cuaca numerik Weather Research Forecasting Environmental Modelling System (WRF EMS)
versi United State Geological Survey (USGS) menjadi land use versi Badan informasi Geospasial
(BIG) tahun rilis 2010. WRF EMS dijalankan pada kondisi ektrem tahun 2010 menggunakan 3
domain dengan resolusi spasial yang berbeda, yaitu: 30 km, 10 km, dan 3 km. Perubahan land use
dilakukan pada domain 3 yang meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Jabodetabek), dengan menyesuaikan tipe land use versi BIG terhadap versi USGS dan mengubah
nilai land use versi USGS menjadi versi BIG. Dari penelitian ini dibuktikan bahwa land use yang
telah diubah dengan data lokal dapat disimulasikan dengan baik menggunakan model WRF
EMS.Hasil verifikasi antara luaran model dengan data curah hujan ektrem menunjukkan peningkatan
nilai korelasi di 5 (lima) stasiun pengamatan antara 4.6% sampai 58.1%.
Kata kunci: Land use, WRF-EMS
ABSTRACT
Land use data from United State Geological Survey (USGS) which integrated in numerical weather
prediction model, Weather Research Forecasting Environmental Modelling System (WRF EMS) can
be changed with real land use from Badan Informasi Geospasial (BIG). WRF EMS was running on
2010 extreme events by using 3 domains with different spatial resolution: 30 km, 10 km, and 3 km. The
land use over the smallest domain which covered Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi
(Jabodetabek), was then changed with the land use from BIG. This research showed that the new land
use can be smoothly simulated using WRF EMS model.The resultof land use replacement increased
the forecast performance that showed by increasing coefficient of correlation on 5observation stations
4.6% - 58.1%.
Keywords: Land use, WRF EMS
PENDAHULUAN
Kondisi tata guna lahan (land use) suatu
wilayah pada umumnya terkait erat dengan
pertumbuhan dan aktivitas penduduk. Semakin
tinggi jumlah dan aktivitas penduduk di suatu
tempat akan berakibat pada meningkatnya
perubahan land use. Dilihat dari aspek
lingkungan, perubahan yang berlebihan
merupakan ancaman terhadap daya dukung
lingkungan, sementara dari aspek cuaca/iklim,
perubahan itu dapat memicu perubahan kondisi
cuaca/iklim.
56
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 1.Kategorisasiland use/land coverversi USGS(Sumber: Global Land Cover Characteristics Maps,
USGS EROS)
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
LU B ( x, y)
LU A (i, j )
(1)
i 1, j 1
dimana:
LUB = landuse setelah diubah
LUA = landuse sebelum diubah
(x,y) = titik grid setelah diubah
(i,j) = titik grid sebelum diubah
N, M = jumlah total baris dan kolom grid
sebelum perubahan
Perubahan yang dilakukan pada domain 3
adalah perubahan land useyang kemudian akan
merubah nilai albedo. Ukuran land use model
pada domain ini adalah 32x30 grid dengan
resolusi 0,03 (3 km). Sedangkan ukuran grid
data land use versi BIG adalah 216x194 dengan
resolusi 0,0045 (500 m). Untuk mengubah
ukuran data land use versi BIG terhadap data
model dilakukan proses regridding. Dari proses
regriddingdiperoleh grid 7x7 yang kemudian
digabung ke dalam grid 1x1. Data land use
versi BIG disebut grid asal sedangkan data
model disebut grid referensi.
58
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Versi USGS
Versi BIG
Pemukiman
Pemukiman
Tegalan
Tegalan
Pertanian irigasi
Sawah
Kebun Campuran
Cropland/Grassland Mosaic
Lahan pertanian/rumput
Cropland/Woodland Mosaic
Tanah pertanian/kayu
Grassland
Padang rumput
Shrubland
Semak
Mixed Shrubland/Grassland
10
Savanna
11
12
13
Evergreen Broadleaf
14
Evergreen Needleleaf
15
Mixed Forest
Hutan campuran
Hutan primer
16
Water Bodies
Tubuh Air
Tubuh air
17
Herbaceous Wetland
Rawa
18
Wooden Wetland
Mangrove
19
Tanah terbuka
20
Herbaceous Tundra
Tundra herbaceous
21
Wooded Tundra
Tundra berpohon
22
Mixed Tundra
Tundra campuran
23
Tundra gundul
24
Snow or Ice
Salju atau es
Perkebunan
Semak/belukar
Hutan Sekunder
59
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Kategori pemukiman
a
Kategori pesawahan
a
Kategori perkebunan
a
Kategori semak/belukar
a
60
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Interpretasi
Luasan (%)
Setelah
Semula
Diubah
8.13
40.94
Rata-rata
Penambahan (%)
Pemukiman
Tegalan
29.17
22.50
-6.67
Sawah
86.88
70.83
-16.04
Kebun Campuran
0.00
32.50
32.50
Cropland/Grassland Mosaic
0.00
0.00
0.00
Cropland/Woodland Mosaic
69.69
68.23
-1.46
Grassland
0.00
0.00
0.00
Shrubland
2.40
6.25
3.85
Mixed Shrubland/Grassland
0.00
0.00
0.00
10
Savanna
0.00
0.00
0.00
11
0.00
6.56
6.56
12
0.00
0.00
0.00
13
Evergreen Broadleaf
12.50
11.98
-0.52
14
Evergreen Needleleaf
0.00
0.00
0.00
15
Mixed Forest
Hutan primer
0.00
1.77
1.77
16
Water Bodies
Tubuh air/Tambak/empang
25.00
30.42
5.42
17
Herbaceous Wetland
Rawa
0.00
2.08
2.08
18
Wooden Wetland
Mangrove
0.00
0.52
0.52
19
Tanah terbuka
0.00
1.98
1.98
20
Herbaceous Tundra
0.00
0.00
0.00
21
Wooded Tundra
0.00
0.00
0.00
22
Mixed Tundra
0.00
0.00
0.00
23
0.00
0.00
0.00
24
Snow or Ice
0.00
0.00
0.00
Perkebunan
Semak/belukar
Hutan Sekunder
32.81
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Tuwamin
Pada penelitian tentang cuaca ekstrim, batasan apa yang digunakan untuk kategori cuaca ekstrim.
Batasan ekstrim yang digunakan bukan berdasarkan dampak yang ditimbulkan tetapi
berdasarkan konsep statistik yaitu data yang nilainya lebih besar daripada persentil 90
dianggap data ekstrim.
Langkah atau rencana apa yang akan dilaksanakan selanjutnya terkait penelitian analisis dampak
perubahan tata guna lahan terhadap kondisi cuaca ekstrim sehingga ke depannya dapat digunakan
oleh pihak operasional.
Pada penelitian ini dikaji perubahan data land use yang telah terintegrasi pada model WRF
Environmental System dengan data land use yang diperoleh dari BIG. Hasil verifikasinya
menunjukkan adanya sedikit peningkatan korelasi untuk data keluaran model yan
menggunakan data WRF EMS dengan data yang berasal dari BIG. Untuk pengembangan
tahun ini kami akan memfokuskan kepada pengembangan WRF agar dapat lebih user friendly,
karena arahan KBMKG agar penelitian di Puslitbang lebih banyak ditujukan kepada
peningkatan kinerja operasional. Pengembangan software tersebut beri nama NWP Database
Inquiry, selain itu WRF ini juga digunakan untuk pemodelan kualitas udara.
2. Urip Haryoko
Semua validasi yang menggunakan faktor angin tidak dapat menggunakan korelasi, maka pilihan
yang bagus dengan menggunakan kategori yang telah digunakan pada penelitian verifikasi model
meteorologi WRF yang telah dilaksanakan.
Apa dampak tata guna lahan terhadap cuaca ekstrim belum ditampilkan dalam presentasi.
62
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Pada penelitian difokuskan untuk melihat apakah ada dampak apabila dilakukan perubahan
data tata guna lahan yang ada di WRF EMS dengan data tata guna lahan dari BIG, pada saat
kejadian cuaca ekstrim. Sehingga untuk penelitian tersebut tidak mendapatkan dampak tata
guna lahan terhadap cuaca ekstrim.
3. Bayong Tjasyono
Pada penelitian tentang cuaca ekstrim, sebaiknya terlebih dahulu harus ada pendefinisian tentang
cuaca ekstrim. Seberapa besar resiko yang ditimbulkan oleh cuaca sehingga bisa disebut cuaca
ekstrim.
Untuk penentuan cuaca ekstrim hanya dilakukan secara statistik, yaitu dengan melihat
persentilnya, jika melebihi persentil 90, cuaca didefinisikan sebagai cuaca ekstrim.
63
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Simulasi pengaruh perubahan land use terhadap parameter klimatologi di Provinsi Jambi dilakukan
dengan menggunakan model iklim regional RegCM4. Dalam simulasi ini digunakan land use tahun
2000 dan 2010, sedangkan parameter atmosfer tahun 2000. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
dampak perubahan lahan terhadap beberapa parameter klimatologi, antara lain temperatur tanah,
temperatur permukaan tanah, total soil water, fluks panas sensible, dan presipitasi. Hasil analisis
simulasi model menunjukkan bahwa perubahan land use telah memberi pengaruh yang besar dalam
menentukan parameter-parameter tersebut. Pengaruh perubahan land use tersebut terjadi melalui
mekanisme interaksi darat-laut-atmosfer . Proses osilasi diurnal, seasonal dan annual yang terjadi di
Provinsi Jambi juga dipengaruhi oleh perubahan land use. Pola osilasi pada temperatur, angin, dan
presipitasi tahun 2000 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola yang signifikan, misalnya
perbedaan temperatur tanah sebesar 2.50C, akibat perubahan land use tahun 2000-2010 khususnya
pada periode DJF. Perbedaan pola osilasi terkecil terjadi pada rata-rata tahunan.
Kata kunci: annual, diurnal, seasonal, perubahan land use, RegCM4, Jambi
ABSTRACT
We simulate effects of land use change to climatological parameters in Jambi using regional climate
model RegCM4. We apply land use of the year 2000 and 2010 for the same atmosphere parameter, i..e
atmosphere condition in the year of 2000. The purpose of the research is to analysis the impact of land
use change to the soil temperature, surface temperature, total soil water, sensible heat flux, and
precipitation. The results from analysis simulation model shows that land use cange has significant
influence to those parameters. It occurs through mechanism of land-ocean-atmosphere interaction.We
also note that diurnal, seasonal, and annual oscillationsin Jambi are affected by land use change. The
oscillation pattern of temperature,precipitation, wind dirsetion and speed, in the year of 2000 shows
that the significant difference for example in temperature as much as 2.5 0C, due to the land use
change during the year of 2000-2010 particularly in DJF. The Annual pattern has the least
significant change.
Keywords: annual, diurnal, seasonal, land use change, RegCM4, Jambi
PENDAHULUAN
Karakteristik permukaan daratan sangat
mempengaruhi interaksi daratan dengan
atmosfer. Karakteristik ini berpengaruh
langsung pada lapisan Planetary Boundary
Layer (PBL), lapisan tempat berlangsungnya
pertukaran panas, uap, dan fluks momentum
antara atmosfer dan permukaan bumi. Oleh
karena itu, bisa dikatakan bahwa sumber utama
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PARAMETER
iy = 22,
Domain
dimensi
&dimparam jx = 38,
Domain
geolokasi
&geoparam
DESKRIPSI
DATA
JENIS
global land
cover
SST
Sst.wkmaen.1990-now
Initial and
boundary
condition
Land use
iproj =
NORMER',
Domain proyeksi
cartographic, terdiri dari :
'LAMCON',
'POLSTR',
'NORMER',
'ROTMER',
ds = 30.0,
clat = -3.0,
clon = 103
66
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENERAPAN OPSI
Radiation Scheme
CCM3 [11]
BATS [12]
PBL Scheme
Large-Scale Precipitation
SUBEX [14]
Cumulus convection
Grell [15]
Ocean
Parameterization
ux
Prognostic Sea
Skin Temperatur
Surface
BATS
Zeng [16]
Lake Model
Hostetler [17]
Chemistry Model
Coupled Ocean
MIT
Dynamics scheme
67
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 5. Pengaruh perubahan land use (tahun 2000-2010) terhadap (a) temperatur tanah (b) temperatur
permukaan (c) total soil water (d) flux panas sensible di Provinsi Jambi. Simulasi menggunakan
model RegCM4 dan hasilnya berupa selisih temperatur tanah yang menggunakan land use tahun
2000 dengan landuse tahun 2010
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Analisis
selanjutnya
dilakukan
untuk
mengetahui pengaruh perubahan land use pada
osilasi yang terjadi di Provinsi Jambi.Analisis
dilakukan
pada
parameter
temperatur
permukaan, angin, dan presipitasi.Analisis
dilakukan secara diurnal (jam 01, 07, 13 dan 19
WIB), seasonal (DJF, MAM, JJA, SON), dan
annual (tahunan).Analisis osilasi dilakukan
dalam beberapa tipe osilasi, yaitu diurnal,
seasonal, dan annual. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh land use pada tiap tipe
osilasi tersebut. Osilasi yang terjadi merupakan
pola yang terjadi di Provinsi Jambi hasil
simulasi
model
RegCM4
dengan
mempertimbangkan perubahan land use tahun
2010 dan tahun 2000. Hasilnya dapat dikatakan
bahwa pola atau bentuk osilasi yang terjadi
merupakan hasil dari interaksi darat-lautatmosfer yang mempengaruhi sistem iklim
lokal dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
osilasi-osilasi yang terjadi di Provinsi Jambi.
Analisis dilakukan pada DJF untuk mengetahui
osilasi temperatur yang terjadi pada saat
sebagian besar Provinsi Jambi dan daerah lain
di Indonesia mengalami puncak musim hujan.
Selain itu, Provinsi Jambi juga memiliki tipe
presipitasi pola monsunal[22]. Pada Gambar 11
saat DJF terlihat perbedaan pola temperatur
pada jam 01.00, 07.00, 13.00 dan 17.00 WIB.
Hal tersebut mengindikasikan ada osilasi
diurnal yang terjadi di Provinsi Jambi.
Perbedaan temperatur maksimum terjadi pada
jam 07.00 WIB yang kemungkinan akibat
70
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DJF
MAM
JJA
SON
Rata-rata tahunan
Gambar 11. Sama dengan Gambar 6 tetapi untuk temperatur permukaan pada DJF, MAM, JJA, SON dan Ratarata tahunan saat jam (a) 01 (b) 07 (c) 13 dan (d) 19 WIB . Tanda segitiga menunjukkan Kota Jambi dan kotak
menunjukkan Kota Sorolangun
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 12. Sama dengan Gambar 11 tetapi untuk kecepatan angin rata-rata
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1] Seth, A., Giorgi, F. (1996). Threedimensional model study of organized
mesoscale circulations induced by
vegetation.J. Geophys. Res., 101,
73717391.
[2] Pielke, R.A. Sr, Marland, G., Betts, R.A.,
Chase, T.N., Eastman, J.L., Niles, J.O.,
et al. (2002). The influence of land-use
change and landscape dynamics on the
climate system: relevance to climate
change policy beyond the radiative
effect of greenhouse gases. Phil. Trans.
R. Soc. Lond. A,360, 17051719.
[3] Otieno, V.O., &R.O. Anyah. (2012).
Effects of land use changes on climate
in the Greater Horn of Africa. Climate
Research, 52, 77-95.
[4] Indonesia: Palm Oil Production Prospects
Continue
to
Grow.
http://www.pecad.fas.usda.gov/highligh
ts/2200/12/Indonesia_palmoil/. diakses
tanggal 18 Maret 2013.
[5] Luas
Areal
dan
Produksi
Perkebunan.(2013).
http://ditjenbun.deptan.go.id/statistikbu
n/public/menu.php.diakses tanggal 13
Maret 2013
[6] Potensi Unggulan Sumber Daya Alam
Perkebunan Kelapa Sawit. (2013).
http://www.jambiprov.go.id/?show=dir
ektori&id=kelapa-sawit.diakses tanggal
14 Maret 2013.
[7] Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis
Tanaman
Tahun
2008
s/d
2010.http://sarolangunkab.go.id/pemka
b/index.php?r=selayang&x=24.
diakses tanggal 14 Maret 2013.
[8] Letak
Wilayah
dalam
Provinsi
Jambi. http://www.jambiprov.go.id/?s
how=page&id=p_wilayah. diakses
tanggal 14 Maret 2013.
[9] Pal, J.S., Giorgi, F., Bi, X., Elguindi, N.,
Solmon, F., Gao, X.., et al. (2007).
Regional Climate Modeling for the
Developing World: The ICTP RegCM3
and RegCNET. Bull. Amer. Meteor.
Soc., 88, 13951409.
[10] Giorgi, F., Coppola, E., Solmon, F.,
Mariotti, L., Sylla, M. B., Bi, X, et al.
(2012). RegCM4: model description
and preliminary tests over multiple
CORDEX domains. Climate Research,
52, 7-29.
74
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Dr.Agus Paulus:
Apacontrol experiment dari penelitian ini?
Kontrol experiment penelitian ini adalah kondisi tahun 2000, sehingga yang berbeda hanya
land use saja yaitu tahun 2000 dan tahun 2010, selanjutnya hasil keluaran model di analisis.
2. Dra.Nurhayati,M.Sc:
Apa filosofi parameterwater soil dan lain-lain dari model?
Filosofi perhitungan parameter output belum dieksplorasi lebih lanjut. Pustaka yang terkait
dengan hal tersebut juga belum ditemukan. Disamping itu, kajian ini meneliti secara spesifik
iklim mikro di bawah tajuk kelapa sawit, bukan mengenai spesifik parameter outputnya.
75
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Curah hujan memiliki variabilitas yang tinggi dalam skal ruang dan waktu, sehingga tingkat akurasi
prediksinya juga sangat bervariasi. Metode prakiraan ensemble diharapkan dapat meningkatkan
akurasi prakiraan curah hujan. Penelitian ini bertujuan melakukan validasi metode ensemble prediksi
curah hujan univariat dan multivariate dengan metode ensemble mean (EM) dan ensemble Bayesian
Model Averaging (BMA). Data curah hujan dasarian selama periode tahun 2001-2010 digunakan
untuk prediksi secara hindcast menggunakan aplikasi HyBMG dan ClimaTools pada tiga pos
pengamatan di Sulawesi Selatan. Luaran model dari kedua aplikasi tersebut digunakan sebagai
member dalam teknik EM dan BMA. Hasil validasi yang disajikan dalam bentuk Diagram Taylor
memperlihatkan bahwa teknik EM dan BMApada tiga lokasi tersebut belum stabil untuk menghasilkan
akurasi tinggi dalam prediksi curah hujan.
Kata Kunci : Bayesian Model Averaging, univariat, multivariate, HyBMG, ClimaTools, diagram
Taylor
ABSTRACT
Precipitation has a high variability in space and time. Therefore the accuration of its prediction varies
as well. The ensemble method of prediction is assumed to increase the rainfall prediction. This
research was intended to validate the ensemble method of univariate and multivariate by using
Ensemble Mean (EM) and Ensemble Bayesian Model Averaging (BMA). Ten-days rainfall dataset of
the period of 2001-2010 was used for rainfall hindcast prediction using HyBMG and ClimaTools in
three rainfall observation station in South Sulawesi. The model output of this two applications were
used as the members of EM and BMA techniques. The validation result as depicted in the Taylor
Diagram shown that EM and BMA were unstable to produce high accuracy in rainfall prediction.
Keywords : Bayesian Model Averaging, univariat, multivariate, HyBMG, ClimaTools, diagram Taylor
PENDAHULUAN
Curah hujan merupakan parameter cuaca/iklim
yang bervariasi tinggi pada ruang dan waktu.
Pada tataran operasional variasi curah hujan
yang banyak tersebut dikelompokkan ke dalam
pola-pola yang sama, dikenal dengan Zona
Musim (ZOM).
Secara proses meteorologi / klimatologi,
variasi pola hujan yang ada di Indonesia dibagi
dalam tiga kelompok besar, yaitu: monsunal,
ekuatorial dan anti-monsunal [1].
Dalam penyajian informasi prakiraan hujan
memerlukan
kelengkapan
data
untuk
menghasilkan prakiraan yang berkualitas.
Selain data, metode prakiraan memegang
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
terpilih.
Dengan
kata
lain,
dengan
menggunakan
metode
BMA,
maka
keseluruhan kemungkinan dari model statistik
diperhatikan.
Metode Bayesian yang dimaksud dalam kasus
ini dapat berarti sebagai suatu metode untuk
estimasi parameter dengan cara memperbarui
setiap informasi yang ada hingga didapatkan
parameter yang baru, sedangkan yang
dimaksud dengan Model Averaging itu sendiri
terletak pada adanya penggabungan dari
beberapa model ensembel yang selanjutnya
diberikan bobot pada masing-masing model
ensembel. Bobot yang berbentuk rata-rata ini
besarnya berbeda-beda sesuai dengan besar
kontribusi
dari
masing-masing
model
ensembel terhadap kemampuan prediksi. Jika
peramalan tersebut nilainya mendekati nilai
obserasi awal maka nilai bobotnya semakin
besar dan peramalan akan dikatakan baik. Jadi,
ide dasar dari metode BMA ini adalah
mendapatkan posterior distribusi dengan cara
memberikan bobot yang sesuai pada masingmasing posterior probability-nya, dimana
bobot
tersebut
diberikan
berdasarkan
kemampuan prediksi dari masing-masing
model ensembel. Hasil peramalan yang sudah
dikalibrasi dengan menggunakan metode
BMA lebih akurat dan handal daripada hasil
yang didapatkan dengan metode kalibrasi yang
lain [4].
Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi
teknik prediksi iklim berbasis statistik pada
tiga lokasi di wilayah Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan data curah hujan
bulanan observasi dari 3 pos pengamatan di
Sulawesi Selatan,
yaitu Tanete, Palanro,
Hasanudin dan suhu muka laut di wilayah
Pasifik (Nino 3.4). Periode data curah hujan
dan suhu muka laut
untuk proses
pembangunan model adalah 1981-2010.
Sedangkan periode tahun prediksi adalah tahun
2001 2011 sesuai dengan ketersediaan data
yang ada pada tiap pos pengamatan. Untuk
metode univariat, prediksi curah hujan bulanan
menggunakan data prediktor berupa rata-rata
curah hujan di pos pengamatan tersebut.
Sedangkan untuk metode multivariat prediktor
yang digunakan meliputi data curah hujan
bulanan dan data rata-rata suhu permukaan
Samudera Pasifik (NINO 3.4).
Prediksi curah hujan bulanan menggunakan
metode univariat diperoleh dari software
HyBMG versi 2.07 sedangkan prediksi curah
77
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
1
M
Fi
(1)
BMA,
masing-masing
peramalan
ensembel
,
dimana
dihubungkan dengan suatu PDF bersyarat
yang diinterpretasikan sebagai PDF
bersyarat dari
pada , dimana
adalah
peramalan terbaik ensembel. PDF bersyarat
ini juga dapat dipandang sebagai
posterior probability dimana pada teorema
Bayesian pembentukannya didasarkan pada
informasi awal, yang disebut dengan distribusi
prior (parameter dari distribusi prior ini belum
terkalibrasi) dan juga pada informasi sampel
yang dinyatakan sebagai fungsi likelihood.
Bobot atau
merupakan posterior model
probabilitas bahwa peramalan ke-k adalah
ramalan terbaik atau suatu bobot yang
mewakili kontribusi dari masing-masing
model terhadap kemampuan prediksi selama
periode training. Bobot yang berbentuk ratarata ( ) ini
berjumlah satu.
bernilai
non-negatif
dan
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
masing
pengamatan
hanya
satu
dari
(4)
yang merupakan peramalan deterministik.
Sedangkan varians dari PDF prediksi BMA
pada suatu t tertentu adalah
(5
)
Dari model prediksi BMA di atas, perlu
diestimasi parameter bobot dan varian
untuk masing-masing anggota ensembel.
Dalam hal ini, pendekatan yang bisa
digunakan untuk
mengestimasi
kedua
parameter adalah dengan menggunakan
algoritma Expectation-Maximization (EM).
Dalam statistik, algoritma ExpectationMaximization (EM) adalah suatu metode untuk
menemukan kemungkinan maksimum dari
perkiraan parameterdalam model statistik.
Algoritma EM merupakan suatu metode
iteratif yang bergantian antara melakukan
langkah expectation, menghitung nilai
kemungkinan estimasi untuk variabel laten,
dan juga langkah maximization, yang
menghitung nilai maksimal dari kemungkinan
pada langkah expectation. Kontribusi dari
berbagai literatur menyebutkan bahwa
algoritma EM relatif simpel namun mampu
bekerja dengan baik, menyediakan perkiraan
yang kuat untuk kebutuhan langkah-langkah
algoritma komputasi yang efisien.
Estimasi dengan algoritma EM pada BMA
diperkenalkan oleh Raftery dkk [2] dan Vrugt
dkk [3].
Untuk mengimplementasikan
algoritma EM pada metode BMA, dapat
digunakan suatu kuantitas hkt yang tidak
teramati, dimana akan mempunyai nilai 1 jika
anggota ensembel k merupakan prediksi
terbaik pada waktu ke t dan bernilai 0 jika
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk masing-
(6)
sehingga
(7)
(8)
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Dimana
adalah
cdf
dari
hasil
80
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
06
Observasi
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
lebih
rendah
82
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(a)
(b)
Keterangan :
A : EnsembleMean Univariat
B : EnsembleMean Multivariat
C : Ensembel BMA
D : EnsembleMeanAll member
OBS : Observasi
(c)
Gambar 8. Diagram Taylor Ensembel Mean (a) Stasiun meteorologi Hasanudin, (b) Palanro; (c) Tanete
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
KESIMPULAN
84
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1] Palmer, TN., & Leutbecher, M, 2007. The
Ensemble Prediction System Recent
and Ongoing Developments, Paper
presented to the 36th Session of the SAC
[2] Raftery, A.E., Gneiting, T., Balabdaoui, T,
and Polakowski, M, 2005. Using
Bayesian Model Averaging to Calibrate
Forecast Ensembles, Department of
Statistics, University of Washington,
Seattle, Washington
DISKUSI
1. Agus Paulus:
Saya tidak melihat adanya control experiment, bila hasil eksperimen sesuai dengan observasi, maka
model bagus.
Validasi sudah dilakukan terhadap data observasi. Hanya saja, fokus data yang digunakan tiap
tahun berbeda. Misalnya tahun lalu di daerah sentra pangan, kemudian TRMM, sehingga belum
dirangkum performa model secara kontinyu. Kendala lainnya adalah data kosong atau tidak
lengkap.
2. Hadi Suyono:
Saat ini sektor pariwisata juga memerlukan informasi cuaca dan iklim, BMKG masih belum bisa
memenuhi hal tersebut. Sebagai contoh Informasi yang dibutuhkan travel agen adalah informasi
jangka panjang, misalnya dalam jangka waktu 6 bulan yang akan datang, dan kondisi ekstrim.
Banyak studi yang mengatakan bahwa salah satu kelemahan model statistik adalah
ketidakmampuannya dalam memprediksi kondisi ekstrem, sehingga diperlukan pendekatan lain
yang lebih maju seperti model dinamis. Namun, harus diakui bahwa keragaman cuaca dan iklim di
wilayah Indonesia sangat tinggi sehingga model dinamis pun belum mampu menjawab tantangan
ini.
3. Nuryadi:
Melihat kondisi data observasi di lapangan, Puslitbang sebaiknya mengembangkan model
statistik/dinamis untuk menganalisis data pencilan.
Data pencilan umumnya berasosiasi dengan kondisi ekstrem dan jarang terjadi. Hal ini terjadi
disebabkan oleh suatu fenomena yang khusus. Pengembangan model sebaiknya dilakukan untuk
memformulasikan fenomena tersebut dalam kerangka numerik untuk kondisi global dan lokal
Akurasi model apapun diukur dengan membandingkan hasil model tersebut dengan data observasi.
Dalam model ini, bagaimana menampilkan hasil perbandingan model dengan data observasi?
Hasil perbandingan ditampilkan dalam bentuk Diagram Taylor
85
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Variabilitas iklim mengacu pada variasi dalam
keadaan rata-rata dan statistik lain (seperti
standar deviasi dan kejadian ekstrem) dari iklim
pada semua skala spasial dan temporal1.
Variabilitas dapat terjadi karena proses internal
alami dalam sistem iklim (variabilitas internal)
atau karena variasi secara alamiah atau karena
pengaruh dari luar sistem iklim (variabilitas
eksternal). Pengaruh ini meliputi letusan gunung
berapi, variabilitas matahari, perubahan tata
guna lahan dan komposisi atmosfer sebagai
akibat aktivitas manusia (antropogenik).
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data satelit TRMM 3B42 resolusi harian periode
1998-2010. Sedangkan dataobservasi berasal
dari stasiun dan pos hujan milik Badan
Meteorologi
Klimatologi
dan Geofisika
(BMKG) pada 222 titik.
Pemilihan data observasi berdasarkan ambang
batas yang telah ditetapkan, yaitu tingkat
keterisian mencapai 95% sepanjang periode
1998-2010. Distribusi stasiun/pos hujan yang
digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
antara 0-24.9), sedang (nilai RMSE 2549.9), tinggi (nilai RMSE > 50). Tingkat
akurasi tinggi direpresentasikan oleh
88
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 2.
Korelasi dan RMSE data TRMM dan observasi permukaan (biru:dasarian ; merah: rata-rata dasarian)
Pulau
Sumatera
Jawa
Bali
NTT
Kalimantan
Sulawesi
NO ZOM
PREDIKSI
1 61 Halim
Okt III
2 151 Bojonegoro
Nov I
3 161 Kencong 28a
Nov I
4 166 Staklim Karangploso Nov I
5 173 Krasak
Nov I
6 178 Krucil
Nov I
7 181 Cerme
Nov II
8 182 Alas Buluh
Nov III
9 184 Asemjajar
Nov I
10 185 Dam Jeru
Nov I
11 187 Jatian
Nov I
12 214 Tejakula
Des II
13 242 Ruteng
Okt III
14 246 Paupanda
Nov III
15 256 StametTardamu Sabu Des II
16 257 Stamet Lekunik
Des II
17 259 Camplong
Nov III
18 261 Betun
Des III
19 266 Staklim Lasiana
Nov III
20 268 SMPK Tamiang Layang Sep II
21 269 Setatas
Okt II
22 270 Surgi Mufti
Okt III
23 272 Banjarbaru
Okt III
2009
OBS
Nov II
Des III
Nov II
Nov II
Des III
Okt III
Des II
Des III
Des III
Des III
Nov II
Des III
Okt III
Nov II
Des II
Des II
Des II
Des II
Nov III
Okt I
Nov III
Okt I
Nov II
TRMM
Okt I
Nov II
Nov II
Nov III
Des III
Des III
Des II
Des II
Des II
Des III
Des III
Des III
Des II
Des II
Des II
Des II
Des II
Des II
Des II
Nov I
Okt I
Nov I
Nov I
OBS
Okt I
Nov II
Nov II
Nov I
Nov II
Okt III
Des I
Des II
Des I
Nov I
Okt III
Okt I
Okt III
Nov II
Des I
Des I
Des I
Nov II
Okt I
Okt I
Okt III
Okt II
Okt III
RERATA
TRMM
Sep III
Okt III
Okt III
Okt III
Nov I
Nov I
Nov III
Des I
Nov II
Nov III
Nov I
Nov III
Nov III
Des I
Nov III
Des II
Nov III
Nov III
Sep III
Sep III
Okt I
Sep III
Okt III
89
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
KESIMPULAN
Verifikasi dengan data observasi permukaan
sepanjang periode 1998-2010 menunjukkan
bahwa data TRMM dalam format dasarian dapat
digunakan sebagai dasar pembuatan prediksi
musim dengan hasil 65% untuk kategori sangat
tepat hingga 1 dasarian.
Pengamatan curah hujan di permukaan tidak
hanya
dilakukan
melalui
cara
yang
konvensional. Kemajuan di bidang penginderaan
jauh memudahkan manusia untuk melakukan
observasi
di
lokasi-lokasi
yang tidak
memungkinkan dengan tingkat kerapatan yang
detail dan grid yang homogen.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
0-1
48%
39%
65%
65%
Dasarian
2-3
30%
30%
22%
30%
>3
22%
30%
13%
4%
Jumlah
100%
100%
100%
100%
[5]
Dari tabel 4 di atas akurasi penentuan awal
musim hujan tahun 2009 antara luaran model
dengan normal observasi maupun rerata TRMM
mencapai 65% untuk kategori sangat tepat (0
dasarian) dan rentang 1 dasarian.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
[6]
DISKUSI
1. Endro Santoso:
Apakah hasil penelitian ini akan mengubah Zona Musim (ZOM) yang telah ditetapkan BMKG?
Teknik Cluster Analysis maupun Self Organizing Map (SOM) yang dilakukan pada penelitian
bukan untuk menggantikan ZOM yang telah ada, sementara ini hanya ditujukan untuk memberi
perspektif lain dalam pengelompokkan data curah hujan. Kelak, akan digunakan data observasi
yang sesungguhnya untuk mencari pengelompokkan yang tepat di masing-masing pulau di
Indonesia.
Apakah data TRMM bisa dimanfaatkan untuk mengisi data kosong curah hujan pos utama ZOM?
Pengisian data kosong dapat menggunakan data TRMM, namun harus tetap diperhatikan bahwa
data curah hujan dari TRMM merupakan data turunan karena data ini diproduksi menggunakan
algoritma tertentu. Selain itu, harus diperhitungkan bias error-nya dalam jangka waktu tertentu.
Bagaimana metode mengisi data kosong di pos hujan menggunakan data TRMM?
Yang umum diketahui adalah melakukan mengekstraksi langsung data TRMM pada lokasi
lintang-bujur pos hujan menggunakan GrADS. Metode ini biasanya tidak tepat mengekstrak pada
lokasi yang diinginkan tapi lebih pada pendekatan lokasi terdekat. Teknik interpolasi dapat juga
digunakan untuk mendekati lokasi pos hujan, namun interpolasi akan menyebabkan data menjadi
tidak valid karena data TRMM dalam hal ini dipandang sebagai data turunan akan diturunkan lagi
menjadi data baru di lokasi interpolasi.
2. Nurhayati:
Untuk penambahan atau perubahan ZOM, jika memang ada ZOM yang lebih baik tidak apa-apa. ZOM
yang ada sekarang tidak mengenal batas wilayah pemerintahan sedangkan Pemda menginginkan
prakiraan untuk masing-masing daerahnya sendiri.
Mengubah ZOM tidak selalu berarti menambah atau mengurangi jumlah ZOM. Beberapa kawan
di stasiun daerah berpendapat untuk wilayah ZOM yang ada sekarang, karakternya sama tapi
ternyata berbeda ZOM. Penentuan ZOM adalah hal yang cukup sensitif mengingat curah hujan
dan unsur klimatologi lain tidak mengenal batas administrasi.
Disebutkan hasilnya underestimate di NTT dan overestimate di Sumatera dan Kalimantan. Padahal
curah hujan di NTT sudah rendah, sedangkan di Sumatera dan Kalimantan curah hujan relatif tinggi?
Itu adalah hasil yang kami peroleh saat membandingkan rata-rata TRMM dan observasi. Hal ini
menjadi salah satu karakteristik TRMM di masing-masing pulau.
91
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Curah hujan tropis pada umumnya terjadi dalam bentuk sistem konvektif skala meso yang
terorganisir yang dikenal sebagai Mesoscale Convective System (MCS). Sistem ini ditandai oleh
adanya 2 komponen yang berbeda yakni wilayah konvektif dan stratiform, Penelitian ini bertujuan
melakukan identifikasi atau pemisahan (separasi) jenis awan dengan memanfaatkan data satelit
cuaca menggunakan metode gelombang mikro pasif dan infra merah. Terdapat 3 metode yang dapat
digunakan dalam melakukan identifikasi tersebut, yakni Variability Index (VI), Window Channel
Difference (WCD) serta Convective Stratiform Technique (CST). Data yang dikumpulkan untuk
tanggal 1,2,3,4,5,6, dan 9 Januari 2010, dengan fokus wilayah penelitian meliputi wilayah Jawa
Barat, Banten dan Jabotabek. Kedua jenis data tersebut (gelombang mikro pasif dan infra merah)
setelah dikumpulkan lalu diolah dan dianalisis sehingga untuk waktu-waktu yang bersamaan
(bertepatan) diantara seluruh jenis data tersebut diplot untuk dapat diketahui titik-titik data yang
bersesuaian (memiliki posisi yang sama), dimana selanjutnya pada titik-titik yang bersesuaian
tersebut separasi dilakukan. Tingkat akurasi yang diperoleh melalui pemanfaatan metode inframerah
yang diwakili oleh Convective Stratiform Technique (CST), menunjukkan kualitas yang cukup baik
dan merupakan yang terbaik dari 2 metode lainnya yakni Variability Index (VI) dan Window Channel
Difference (WCD) yang mewakili metode gelombang mikro pasif.
Kata Kunci : convective stratifoam technique, variability index, window channel difference,
mesoscale convective system
ABSTRACT
The Tropical rainfall generally occurs in the form of system of convective meso-scale, which
organized and known as Mesoscale Convective System (MCSS). The system is characterized by two
distinct components, there is convective and stratiform regions, the aim of this study are to identify or
separated the two regions (convective and stratiform) by using weather satellite data using passive
microwave and infrared methods. There are three methods that can be used to identify, there is :
Variability Index (VI), Window Channel Difference (WCD) and the Convective Stratiform Technique
(CST). Data collected from date 1,2,3,4,5,6, and January 9, 2010, the focus research area covers of
West Java, Banten and Jabotabek. Both types of data (passive microwave and infra red) after
collected, processed and analyzed, further for the same time period (coincident) among all types of
data can be plotted for known data points are corresponding (have the same position), where further
at the points corresponding the separation can be performed. The level of accuracy obtained through
the use of infrared methods represented by the Convective Stratiform Technique (CST), indicating a
fairly good quality and is the best of the two other methods Variability Index (VI) and the Window
Channel Difference (WCD) which represents the passive microwave method.
Key Words : convective stratifoam technique, variability index, window channel difference, mesoscale
convective system
92
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Daerah tropis memiliki peranan penting di
dalam sirkulasi atmosfir, dimana di daerah
tersebut terdapat pertumbuhan awan yang
intensif serta kejadian presipitasi dengan
frekuensi yang cukup tinggi. Hal ini dapat
diketahui dari 75 % energi yang diserap oleh
atmosfir bumi diperoleh dari panas laten yang
dilepaskan dari kondensasi uap air yang
kemudian membentuk presipitasi dan 2/3 dari
presipitasi tersebut jatuh di daerah tropis1,3,7,4.
Selanjutnya presipitasi yang terjadi di daerah
tropis pada umumnya dapat terjadi dalam
bentuk sistem konvektif skala meso yang
terorganisir yang dikenal sebagai Mesoscale
Convective System (MCSs). Sistem ini ditandai
oleh adanya 2 wilayah yang berbeda yakni
wilayah konvektif dan stratiform. Wilayah
konvektif mempunyai kisaran skala luas
tutupan yang kecil sekitar beberapa kilometer
(km) hingga 30 km dan memiliki updraft dan
downdraft yang kuat (gerakan vertikal udara
yang kuat) serta dikaitkan dengan intensitas
curah hujan yang tinggi, sedangkan wilayah
stratiform mempunyai kisaran skala luas
tutupan yang besar hingga ratusan kilometer
(km) dan tidak memiliki updraft dan downdraft
yang kuat (gerakan vertikal udara yang lemah)
serta dikaitkan dengan curah hujan yang ringan
dan jarang mencapai intensitas 10 mm/jam2,3,8.
Upaya identifikasi keberadaan wilayah
konvektif dan stratiform ini dapat dilihat dari
profil vertikal nilai panas laten yang diserap
atau dilepaskan seperti ditunjukkan pada
Gambar 1. Di lapisan troposfir bagian bawah
untuk
wilayah
konvektif
terjadi
pemanasanatmosfir akibat adanya panas laten
yang dilepaskan ke atmosfir pada saat
terjadinya proses kondensasi dan hal ini
ditandai dengan nilai positif3. Sebaliknya pada
wilayah stratiform yang terjadi adalah
penyerapan panas laten yang digunakan untuk
proses evaporasi yang berakibat pada
terjadinya pendinginan atmosfir dan hal ini
ditandai dengan nilai negatif3.
93
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(2)
Pengerjaan Separasi
Separasi dilakukan dengan memanfaatkan
beberapa metode yang memanfaatkan data
satelit cuaca. Diantara beberapa metode yang
memanfaatkan data satelit cuaca adalah :
(1)
S k (Ti-1, j Ti
1, j
VI
Untuk k = 0,125
Dimana i dan j menunjukkan posisi dari nilai
piksel sedangkan k adalah faktor yang
bergantung pada resolusi data. Adapun untuk
inti konvektif, selanjutnya ditentukan melalui
pembatasan berikut:
207
(2)
1
N
Xi
X0
(3)
i 1
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Klasifikasi
Uap air/salju
Stratiform
Convective
Darat
T < 3
3 < T < 10
T > 10
Laut
T < 0
0 < T < 10
T > 10
T89 T150
Dimana :
T = Perbedaan nilai temperatur kecerahan (K)
T89 = Temperatur kecerahan pada frekuensi 89
GHz T150
= Temperatur kecerahan
pada frekuensi 150 GHz
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 6.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
KESIMPULAN
Tingkat akurasi yang diperoleh melalui
pemanfaatan metode inframerah yang diwakili
oleh Convective Stratiform Technique (CST),
menunjukkan kualitas yang cukup baik dan
merupakan yang terbaik dari 2 metode lainnya
yakni Variability Index (VI) dan Window
Channel Difference (WCD) yang mewakili
metode gelombang mikro pasif.Metode
Variability Index (VI) merupakan metode
terbaik ke-2 setelah CST di dalam melakukan
separasi konvektif dan stratiform dan
selanjutnya diikuti oleh WCD
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anagnostou, E.N. dan Kummerow, C
(1997): Stratiform and Convective
Classification of Rainfall Using SSM/I
85-GHz
Brightness
Temperature
Observations, Journal of Atmospheric
and Oceanic Tech, 14, 570-575
[2] Houze, R.A. (1993): Cloud Dynamics,
Academic Press, Inc
[3] Hong, Ye., Kummerow, E.D., Olson, W.S.
(1999): Separation of Convective and
Stratiform
Precipitation
Using
Microwave Brightness Temperature,
Journal of Applied Meteorology, 38,
1195-1213
DISKUSI
1. Agus Paulus:
Apakah ketiga metode ini saja yang ada untuk melakukan teknik separasi?
Dari penelusuran pustaka yang ada hingga penelitian ini dilakukan, teknik-teknik tersebut telah
banyak dipergunakan dalam kajian pemisahan jenis awan konvektif dan stratifoam.
Adakah aplikasi langsung misalnya untuk prakiraan atau analisa cuaca?
Dengan mengetahui apakah jenis awan yang terbentuk pada suatu wilayah adalah jenis konvektif atau
stratifoam, dapat dijadikan dasar analisa dan prognostik kemungkinan cuaca di tempat tersebut
berpotensi hujan
97
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Perubahan penggunaan lahan merupakan bentuk nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap
perubahan fisik permukaan bumi. Perubahan tersebut kemudian turut mempengaruhi variabilitas
atmosfer. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa neraca kesetimbangan air menggunakan data
observasi dan luaran model iklim regional RegCM4. Beberapa lahan pada lima lokasi penelitian
(Medan, Bogor, Semarang, Kupang, dan Maros) telah dipilih untuk dilakukan perhitungan
ketersediaan air tahun 2000 dan 2010. Perubahan penggunaan lahan pada dua periode waktu
tersebut memperlihatkan dampak yang berbeda, tergantung pada latar belakang kondisi atmosfer
pada tahun perhitungan dilakukan.
Kata kunci : neraca air, perubahan landuse, evapotranspirasi
ABSTRACT
Land use change is a concrete manifestation of the influence of human activities on the physical
change of the earth surface. It is then can influence the atmosphere variability. The purpose of this
study was to analyze the water balance using data observation and model output from regional
climate model, RegCM4. Several location (Medan, Bogor, Semarang, Kupang, dan Maros) were
selected to perform the calculation of water availability from 2000 and 2010. The result of RegCM4
model quite well represents the monthly evapotranspiration fluctuations especially in Maros region
for 2010. The land use change from two different years shown the difference impact to the water
availability which depend to the atmospheric background condition of each year being examined.
Keywords : water balance, landuse change, evapotranspiration
PENDAHULUAN
Aktivitas manusia merupakan salah satu faktor
utama yang menentukan karakteristik iklim di
suatu
daerah.
Pengaruh
manusia
mengakibatkan berubah dari keadaan aslinya
sejalan dengan tingkat intervensi manusia
mengeksplorasi. Kesesuaian lingkungan dalam
menyediakan seluruh daya dukung kehidupan
dan materi-materi untuk memenuhi seluruh
keperluan hidup manusia dan hewan masih
tergantung pada stabilitas iklim.
Penelitian yang telah dilakukan di Kali
Surabaya [1] menunjukkan adanya perubahan
penggunaan lahan (landuse) di sekitar Kali
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
darat-laut-atmosfer.
Representasi
dari
keseimbangan sistem tersebut dapat dilihat
pada siklus hidrologi, siklus karbon dan nutrisi
serta keseimbangan ekosistem. Bila salah satu
sistem terganggu seperti perubahan landuse,
maka dapat menyebabkan gangguan pada
sistem lain seperti banjir [2,3] dan kekeringan.
Banjir yang terjadi di sekitar Bandung, Jakarta,
dan Semarang antara lain disebabkan oleh
adanya perubahan landuse sawah menjadi
lahan industri dan perumahan menyebabkan
banjir dan sedimentasi di bagian hilir daerah
tersebut [4]. Dengan demikian landuse
merupakan wujud nyata dari pengaruh
aktivitas manusia terhadap perubahan fisik
permukaan dan atmosfer bumi. Semakin
berkurangnya tutupan lahan vegetasi telah
menjadi kekhawatiran bersama yang akan
berimbas
pada
berkurangnya
tingkat
ketersediaan air baik di perkotaan maupun di
wilayah sungai dan pertanian.
Analisis neraca air dapat dimanfaatkan untuk
menetapkan jumlah air yang terkandung di
dalam tanah pada wilayah tertentu yang
menggambarkan perolehan air (surplus atau
defisit) dari waktu ke waktu. Hillel [5] juga
menyatakan bahwa pengelolaan lahan kering
melalui analisis neraca air lahan merupakan
sesuatu yang penting karena neraca air
merupakan perincian tentang semua masukan,
keluaran, dan perubahan simpanan air yang
terdapat pada suatu lahan. Selain itu, neraca air
dapat digunakan sebagai masukan atau
pertimbangan dalam peramalan produksi,
klasifikasi iklim suatu daerah, dan pengaturan
air irigasi [6]. Bahkan Nasir dan Effendi [7]
menambahkan bahwa curah hujan bersama
evapotranspirasi yang didukung oleh sifat fisik
tanah akan dapat memberikan keterangan
penting tentang jumlah air yang dapat
diperoleh untuk menentukan periode surplus
atau defisit air lahan, air yang tidak dapat
tertampung dan kapan saat terjadinya yang
semuanya hanya dapat dianalisis melalui
perhitungan neraca air. Dengan demikian
periode surplus atau defisit air suatu daerah
penting diketahui untuk mengatur pola tanam
maupun jadwal pemberian air irigasi, sehingga
dengan pengelolaan berdasarkan acuan hasil
perhitungan neraca air diharapkan akan dapat
diperoleh hasil pertanian yang lebih
baik. Purbawa dan Wiryajaya [8]
telah
melakukan
analisis
spasial
normal
ketersediaan air tanah bulanan di propinsi Bali.
Pada tahun 2010 Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang) Badan Meteorlogi
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Mulai
Terrain&Landuse, ICBC,
SST(Global)
Eksekusi Data
Terrain&Landuse, ICBC, SST
Berhasil
ekseku
si data
?
tidak
ya
Data
domain
regional:
Terrain&Landuse, ICBC, SST
Berhasil
eksekusi
domain
?
tidak
Selesai
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
dimana :
Rn = net radiation (W/m2)
= densitas udara
cp = panas spesifik udara
rs = net resistance to diffusion through
surfaces of the leaves and soil (s/m)
ra = net resistance to diffusion through
air from surfaces to height
measuring instruments (s/m).
= konstanta hygrometric
= de/dT
ea = saturated vapour pressure at
temperature
ed = mean vapour pressure
Keterangan :
the
the
of
air
KAT
1.07381
KL
KL 1.00041
APWL
ii TM1957 [18]
KAT
TLP
[1.00041
1.07381
KL TLP
)]
APWL
KL
101
TLP
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Medan
-5.02%
7.83%
44.98%
0.00%
-11.94%
-5.00%
0.08%
1.55%
-36.55%
0.00%
-0.30%
4.08%
0.27%
Bogor
3.40%
-12.54%
6.79%
-0.13%
-0.04%
0.72%
0.33%
0.18%
-0.39%
0.08%
4.97%
-3.57%
-0.05%
Semarang
35.35%
-27.85%
27.78%
0.00%
0.02%
-0.17%
-0.90%
6.22%
-17.65%
6.86%
-7.47%
-18.08%
0.14%
Maros
0.00%
0.00%
5.92%
6.56%
-2.56%
5.84%
-6.72%
3.36%
0.00%
5.52%
5.68%
-20.40%
1.76%
Kupang
0.00%
-0.60%
11.55%
-0.04%
6.99%
9.49%
0.39%
12.32%
6.69%
1.86%
0.05%
-46.67%
-0.39%
102
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
500
500
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
400
350
300
mm
mm
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
0
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
50
6
7
Bulan
10
11
12
(a)
450
400
400
350
350
300
300
mm
mm
450
250
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
150
100
50
12
6
7
Bulan
10
11
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
100
50
0
12
(c)
6
7
Bulan
10
11
12
(d)
Kandungan Air Tanah Bulanan (obs) Semarang Tahun 2000
500
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
300
mm
300
mm
11
250
150
500
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
6
7
Bulan
10
11
12
(e)
10
11
12
(f)
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
300
mm
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
1
6
7
Bulan
10
11
12
(g)
6
7
Bulan
10
11
12
(h)
Kandungan Air Tanah Bulanan (obs) Kupang. Tahun 2000
500
500
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
300
mm
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
500
500
6
7
Bulan
mm
10
200
200
mm
(b)
500
6
7
Bulan
6
7
Bulan
(i)
10
11
12
6
7
Bulan
10
11
12
(j)
Gambar 3. Perbandingan Tingkat Ketersediaan Air Tanah menggunakan perhitungan hasil keluaran model
RegCM 4.0 dengan hasil pengamatan tahun 2000 di Medan (a dan b), Bogor (c dan d),
Semarang (e dan f), Maros (g dan h) dan Kupang (i dan j).
103
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
105
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
500
500
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
400
350
300
mm
mm
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
0
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
50
6
7
Bulan
10
11
12
(a)
450
400
400
350
350
300
300
mm
mm
450
250
200
100
50
11
12
250
6
7
Bulan
10
11
150
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
100
50
0
12
(c)
6
7
Bulan
10
11
12
(d)
500
500
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
300
mm
300
mm
10
200
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
150
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
6
7
Bulan
10
11
12
6
7
Bulan
(f)
(g)
(h)
10
11
12
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
BMKG
TM1957
MAHBUB
KL
TLP
450
400
350
300
mm
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
0
(e)
500
mm
(b)
6
7
Bulan
50
6
7
Bulan
(i)
10
11
12
6
7
Bulan
10
11
12
(j)
Gambar 4. Perbandingan Tingkat Ketersediaan Air Tanah menggunakan perhitungan hasil keluaran model
RegCM 4.0 dengan hasil pengamatan tahun 2010 di Medan (a dan b), Bogor (c dan d),
Semarang (e dan f), Maros (g dan h) dan Kupang (j dan j).
106
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
KESIMPULAN
Model RegCM 4.0 belum merepresentasikan
dengan baik fluktuasi evapotranspirasi bulanan
tahun
2010
dan
juga
nilai-nilai
evapotranspirasi > 150 mm (di atas titik layu
permanen). Umumnya nilai evapotranspirasi
tertinggi hasil model RegCM 4.0 terjadi pada
bulan Januari kemudian cenderung menurun
pada bulan-bulan berikutnya dan nilainya tidak
pernah melebihi nilai 150 mm. Hal yang agak
berbeda untuk Maros. Pola evapotranspirasi
model hampir mendekati hasil observasi
meskipun nilainya relatif lebih tinggi 15 - 30
mm kecuali pada bulan Maret yang nilainya
hampir sama.
Untuk wilayah sekitar Kota Medan KAT tahun
2010 dan 2000 tampak tidak jauh berbeda
selisih hanya berkisar 5 mm, namun ada
beberapa titik disekitar Sumatera Utara yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan di
bulan-bulan tertentu. Pada bulan Januari
hingga April wilayah utara Kota Medan
tampak tahun 2010 memiliki KAT yang lebih
tinggi dari tahun 2000 dengan selisih hingga
20 mm dan pada bulan-bulan berikutnya
selisih KAT hanya berkisar -5 hingga 5 mm.
Sementara disekitar Danau Toba sepanjang
tahun tampak tahun 2010 memiliki KAT yang
lebih tinggi kecuali pada bulan Februari Mei
persediaan Air tanah tampak hampir sama
dengan tahun 2000. Hasil yang diberikan oleh
ketiga model tidak jauh berbeda, hanya
beberapa perbedaan ditunjukkan pada hasil
dari persamaan Mahbub karena nilai selisih
KAT tahun 2010 terhadap 2000 yang
dihasilkan oleh Mahbub lebih kecil
dibandingkan kedua perhitungan lainnya.
Dari hasil analisis bulan Januari hingga
Desember dapat disimpulkan untuk wilayah
Bogor barat dan utara kandungan air tanah
tahun 2010 lebih tinggi dari tahun 2000,
kecuali pada bulan Januari terdapat perbedaan
0 s/d 5 mm lebih rendah dari tahun 2010,
sedangkan untuk Bogor timur dan selatan
kandungan air tanah tahun 2010 lebih rendah
dari tahun 2000. Dari hasil hitungan selisih
kandungan air tanah dengan persamaan yang
dipakai oleh BMKG dan TM1957 dari bulan
Januari hingga Desember menunjukkan hasil
yang sama sedangkan dengan persamaan yang
dipakai Mahbud berbeda, kecuali pada bulan
Januari dan Pebruari ketiganya menunjukkan
hasil yang sama.
107
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sukojo, B. M., dan Susilowati, D., 2003,
Penerapan Metode Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis untuk
Analisa Perubahan Penggunaan Lahan,
Makara, Vol 7, No 1 - 9.
[2] Douglas, I., 1978, The impact of urban of
fluvial geomorphology in the humid
tropic, Geo. Eco. Trop. 2.
[3] Ilyas, M.A., 2000, Dampak Perubahan
Lahan terhadap Banjir, Erosi dan
Sedimentasi pada
Studi
Kasus
Bandung Utara.
[4] Kurnia, U., Sudirman, Juarsah, I., dan
Soelaeman, Y., 2001, Pengaruh
Perubahan
Penggunaan
Lahan
Terhadap Debit dan Banjir di Bagian
Hilir DAS Kaligarang, Prosiding
Seminar Nasional Multifungsi Lahan
Sawah, ISBN 979-9474-06-X, 111
120.
[5] Hillel, D.1972. The Field Water Balance
and Water Use Efficiency in D. Hillel
(ed) Optimizing The Soil Physical
Environment Toward Greater Crop
Yields. Academic Press. New York.
[6] Chang J. 1968. Climate and Agricultures,
an
Ecological
Survey.
Aldine
Publishing Company. Chicago.
[7] Nasir A.N, dan S. Effendy. 1999. Konsep
Neraca Air Untuk Penentuan Pola
Tanam.
Kapita
Selekta
Agroklimatologi Jurusan Geofisika dan
Meteorologi Fakultas Matematika dan
IPA. Institut Pertanian Bogor.
[8] Purbawa, I. G. A., dan Wiryajaya, I. N.
G., 2009, Analisis Spasial Normal
Ketersediaan Air Tanah Bulanan di
Propinsi Bali, Buletin Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, 5: 150
159.
[9] Puslitbang BMKG, 2010, Penyusunan
Analisis Data curah hujan Untuk
Menentukan Kebutuhan air Potensial
wilayah Indonesia, Laporan Kegiatan.
[10] Sunartono.
1995.
Optimalisasi
Pemanfaatan Lahan Di Perkotaan
Melalui Pembangunan Kawasan Siap
Bangun, Makalah disajikan dalam
Seminar Nasional Empat Windu
Fakultas Geografi UGM, Tanggal 2
September 1995, di UGM Yogyakarta.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Endro Santoso:
Jika menggunakan istilah perubahan tata guna lahan (land use), mestinya lokasi lebih spesifik lagi,
seperti Jambi atau lainnya. Jika tidak, lebih tepat disebut tutupan lahan (land cover).
Pada saat awal kegiatan dihadapkan pada pemilihan judul dengan tema yang sangat luas, yaitu
perubahan lingkungan dikaitkan dengan iklim. Berkaitan dengan land use ataukah land cover,
sudah dijelaskan di dalam laporan.
2. Nurhayati:
Input apa yang dimasukkan ke RegCM4 supaya luarannya Ketersediaan Air Tanah (KAT)?
Dari hasil model RegCM4 diambil parameter curah hujan dan evapotranspirasi, selanjutnya
kedua parameter ini digunakan untuk menghitung KAT dengan rumus yang sama dengan hasil
observasi.
3. Nuryadi:
Saya juga mengerjakan kajian pengaruh land use terhadap KAT di daerah DAS tanpa
menggunakan model, hanya berdasarkan data observasi. Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan
land use mengurangi KAT.
Apa maksudn dari pernyataanUntuk Bogor terlihat antara model dan observasi berbeda jauh sekali
tetapi di kesimpulan disebutkan model cukup baik.... dst.
Model RegCM4 cukup baik dalam artian bisa digunakan sebagai bahan dasar untuk
pertimbangan prediksi. Pola evapotranspirasi model dan observasi sudah mendekati.
Disimpulkan bahwa Land use bukan faktor utama setelah melihat kasus Maros KAT tidak
berbeda signifikan antara tahun 2000 dan 2010.
109
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Kegiatan industri berpotensi menghasilkan bahan pencemar udara antara lain partikel debu dan gas
karbon monoksida. Untuk mengetahui seberapa jauh pergerakan dan seberapa besar konsentrasi
pencemar di udara yang diemisikan dari suatu sumber dapat diduga dengan menggunakan model,
salah satunya yaitu Hysplit4.9. Pada penelitian ini dilakukan simulasi trayektori dan dispersi
konsentrasi CO (karbon monoksida) dan PM10 (particulate matter 10 mikron) menggunakan model
Hysplit4.9 dengan masukan data parameter kualitas udara dari pengukuran/observasi serta masukan
data parameter cuaca menggunakan data luaran WRF (Weather Research and Forecasting) resolusi 9
km dan data pengukuran/observasi. Hasil verifikasi model Hysplit4.9 dengan menggunakan masukan
data WRF (Hysplit-WRF) dan data hasil observasi (Hysplit-Obs) menunjukkan pola trayektori dan
dispersi yang berbeda, dimana terdapat perbedaan luaran tingkat konsentrasi antara kedua jenis
masukan data tersebut. Nilai konsentrasi CO Hysplit-WRF dan Hysplit-obs mempunyai korelasi
sebesar -0.08, sedangkan korelasi PM 10 sebesar -0.05. Hal ini menunjukkan nilai konsentrasi yang
dihasilkan model Hysplit dari masukan data WRF dan observasi tidak berkorelasi baik. Nilai rata-rata
persentase error terkecil dibawah 50% dimiliki oleh Hysplit-obs terhadap hasil pengukuran.
Kata kunci: Trayektori, Dispersi, Hysplit4.9, PM10, WRF
ABSTRACT
Industrial activities potentially generate air pollutants such as particulate matter and carbon monoxide
gas. The pollutant movement and concentrations in the air can be predicted using a model, one of that
is Hysplit. Aim of this study is to simulate trajectories and dispersion concentration of CO (carbon
monoxide) and PM10 (particulate matter 10 microns) using a model Hysplit4.9 with the input data of
air quality parameters from observation, while the input data of weather parameters are from output
of WRF (Weather Research and Forecasting) with 9 km resolution and observation. The results
showed different pattern of trajectory and dispersion for both input data (Hysplit-WRF and HysplitObs). Correlation of CO concentration from Hysplit-WRF and Hysplit-obs are -0.08, while the
correlations of PM 10 are -0.05. This means that the concentration value resulting from Hysplit
models using WRF and observation input data are not well correlated. The smallest error average
value that is less than 50% is owned by Hysplit-obs.
Key Words: Trajectory, Dispersion, Hysplit4.9.
PENDAHULUAN
Udara merupakan unsur kehidupan yang paling
utama. Namun, meningkatnya kegiatan
perkotaan seperti transportasi, perdagangan,
industri, rumah tangga, serta pembangkit energi
sedikit demi sedikit akan membuang berbagai
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
pula,
111
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Siang Hari
(radiasi sinar matahari)
Kuat Sedang
Malam Hari
(kondisi awan)
Cerah >3/8
<2
A B
23
A B
35
56
CD
>6
112
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Dengan
kering adalah laju aliran volumetrik
gas dari cerobong pada kondisi standar (tanpa
pengaruh kelembaban).
Dari persamaan diatas diperoleh data laju emisi
untuk CO sebesar 7.69 kg/jam, sedangkan laju
emisi PM 10 sebesar 67.12 kg/jam.
Proses running model Hysplit menggunakan
asumsi bahwa laju emisi pada simulasi jam ke1 hingga ke-7 adalah konstan dan faktor
bangunan disekitar sumber diabaikan.
Hasil nilai konsentrasi model dari 2 (dua)
masukan data yang berbeda ini dihitung
korelasinya, selanjutnya dibandingkan dengan
data pengukuran untuk mengetahui persentase
kesalahan (percent error) yang terjadi dengan
menggunakan perhitungan sebagai berikut;
E = (a b) x 100%
a
dimana:
a = data hasil pengukuran/observasi
b = data hasil simulasi model
E = persentase kesalahan
(2)
113
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 4. Distribusi partikel menggunakan masukan data WRF (kiri) dan observasi (kanan)
Gambar 5. Pola dispersi CO menggunakan masukan data WRF (A) dan observasi (bawah)
Gambar 6. Pola dispersi PM 10 menggunakan masukan data WRF (atas) dan observasi (bawah)
114
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 2. Persentase error (E) antara hasil simulasi model dengan hasil pengukuran
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
[1].
Hadi Suyono:
Bila membandingkan model dan observasi mestinya dengan kriteria yang sama. Di model
menggunakan angin pada ketinggian 10 m, sedangkan observasi menggunakan angin pada
ketinggian 3 m. Tentu saja boundary layer-nya akan berbeda, apakah ada penjelasan mengenai hal
ini?
Input angin menggunakan data observasi yang diperoleh dari perangkat Portable Weather
System (PWS). Idealnya memang angin pada ketinggian 10 m, seperti pada model. Tapi,
karena kendala teknis di lapangan, tinggi maksimal yang bisa dicapai hanya 3 m. Hal ini pula
yang menyebabkan trayektori antara model Hysplit dan WRFCHEM berbeda.
116
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Telah dilakukan Kajian Bahaya Gempabumi di Kab. Cilacap, Jawa Tengah Menggunakan Indeks
Kerentanan Seismik (Kg) dan Vs30 oleh Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat bahaya gempabumi dengan analisis indeks
kerentanan seismik berdasarkan pengukuran mikrotremor dan analisis Vs30 berdasarkan data gelombang
shear sebagai salah satu usaha mitigasi bencana gempabumi.Survei mikrotremor pada penelitian ini
dilakukan di 156 titik pengukuran yang tersebar di Cilacap dengan grid 500 m x 500 m.Pengukuran
dilakukan menggunakan portable digital seismograph 3 komponen dengan durasi pengukuran selama 30
menit dan frekuensi sampling 100 Hz. Pengolahan data menggunakan metode HVSR(Horizontal to Vertical
Spectrum Ratio) dengan software Geopsy. Hasil keluaran software Geopsy berupa frekuensi resonansi (fo)
dan puncak spectrum mikrotremor (A). Nilai indeks kerentanan seismik (Kg) diperoleh dengan
mengkuadratkan nilai puncak spektrum mikrotremor dibagi dengan frekuensi resonansinya. Sedangkan
pengukuran gelombang shear didapatkan dengan metode Multichannel Analysis of Surface Wave (MASW)
menggunakan DoRemi seismograph 24 chanel dengan jarak offset 5 m, spasi geophone 2 m dan recording
time 2 second. Pengolahan data menggunakan software winMASW untuk menghasilkan kecepatan ratarata gelombang geser sampai kedalaman 30 m (VS30). Penelitian ini juga didukung analisis geolistrik
untuk interpretasi bawah permukaannya.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa daerah penelitian
merupakan daerah dengan tingkat bahaya yang cukup tinggi apabila terjadi gempabumi. Hal ini
disebabkan oleh adanya efek tapak lokal yang ditunjukkan dengan sebaran nilai indeks kerentanan seismik
yang tinggi, jenis tanah yang didominasi oleh tanah sedang dan tanah lunak, serta keterdapatan lapisan
akuifer yang jenuh air. Efek bahaya yang lebih tinggi berada di bagian selatan barat sampai tengah dan
berangsur menurun ke arah utara timur dari daerah penelitian.
Kata Kunci : Indeks Kerentanan seismik, VS30, HVSR, MASW
ABSTRACT
Seismic Hazard Assessmenthas been done in Cilacap, Central Java Using Seismic Vulnerability Index (Kg)
and Vs30 by the Research and Development Center, Meteorological, Climatologicaland Geophysical
Agency. The aim of this study is to analyze the level of seismic hazard using seismicvulnerability index
analysis based on microtremor measurement and Vs30 analyze based on shear wave data as one of the
earthquake disaster mitigation efforts. Microtremor surveyon this research conductedat 156 measurement
points scattered in Cilacapwith 500 m x 500 m grid. Measurements were taken using a digital portable
seismograph 3 components with 30 minutes duration measurement and 100 Hz sampling frequency. Data
processing using HVSR(HorizontaltoVertical Spectrum Ratio) with Geopsy software. The output of Geopsy
are a resonance frequency (fo) and the peak spectrum of microtremor (A). Seismic vulnerability index
value (Kg) obtained by squaring the peak value divided by the frequency resonance. While, the shear wave
measurements using Multichannel Analysis of Surface Wave (MASW) method with a 24 channel Doremi
seismograph using 5 m offset distance, 2 m geophone spacing, and 2 second recording time. Data
processing using WinMASW software to generate an average speed of shear waves to depths up to 30
m(VS30). The research was also supported by the analysis of geoelectric for subsurface analysis. The
results of this study indicate that the study area is a fairly high degree of danger in case of earthquakes. It
is caused by the localsite effect as indicated by the distribution of the high value of seismic vulnerability
index, which is dominated by stiff soil and soft soil, and layer of water-saturated aquifer. The higher
danger effect is in the southwest to the middle and gradually decreased to the northeas to the study area.
Keywords : Seismic Vulnerability Index, VS30, HVSR, MASW
117
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Cilacap merupakan salah satu daerah yang
sering merasakan dampak akibat gempabumi
yang terjadi diselatan pulau Jawa. Salah
satunya gempabumi Tasikmalaya yang terjadi
pada tanggal 2 September 2009, dengan
magnitudo 7,3 SR dan kedalaman 30 km yang
dirasakan cukup kuat di Cilacap. Berdasarkan
Laporan harian Pusdalops BNPB tanggal 5
September
2009,
gempabumi
ini
menghancurkan permukiman penduduk di
sebagian wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah. Lebih dari 1.000 rumah rusak berat
dan ringanserta6.043 orang menjadi pengungsi
(BNPB, 2009).
Gempabumi yang terakhir dirasakan di Cilacap
adalah gempabumi yang terjadi pada 14 Juli
2012.
Berdasarkan
informasi
BMKG,
gempabumi terjadi pada pukul 00:57:04 WIB
dengan magnitudo 5,1 Skala Richter (SR)
dengan pusat gempabumi berlokasi di 8,37
LS dan 109,02 BT atau 103 km tenggara
Cilacap
dengan
kedalaman
10
km.
Gempabumi yang dirasakan sebelumnya
dengan kekuatan yang cukup besar adalah
gempabumi 26 April 2011 dengan episenter
gempabumi berada di 120 km Barat Daya
Cilacap dengan kekuatan 6,3 SR. Gempabumi
lainnya adalah pada 4 April 2011 dengan
Magnitudo 7,1 SR dengan episenter berada di
293 km barat daya Cilacap.
Sementara itu di daerah Cilacap ini banyak
terdapat
instalasi
penting
pemerintah
diantaranya Pertamina Refinery Unit IV
Cilacap dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Cilacap. Bisa dibayangkan berapa
besar dampak kerugian yang ditanggung
penduduk dan pemerintah bila terjadi
gempabumi yang besar di wilayah Cilacap.
Melihat kenyataan bahwa daerah Cilacap
merupakan salah satu daerah yang rawan
terkena imbas dari bencana gempabumi maka
perlu dilakukan suatu kajian yang terpadu
tentang bahaya gempabumi. Salah satu
pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan
membuat suatu kajian bahaya gempabumi di
daerah Cilacap sebagai usaha mitigasi.
Studi mengenai bahaya gempabumi pernah
dilakukan oleh Puslitbang BMKG. Tahun
2009, dilakukan studi bahaya gempabumi
dengan menggunakan metode multikriteria di
Sukabumi, yang mana penelitian ini
menghasilkan peta dan sistem informasi
kerawanan
bahaya
gempabumi
yang
mengidentifikasi tingkat bahaya di Sukabumi.
Pada tahun 2010 kajian dilakukan di daerah
Bantul, Yogyakarta. Hasil kajian tahun 2010
ini adalah adanya kesesuaian pola antara peta
rasio kerusakan aktual akibat gempabumi
Yogyakarta 26 Mei 2006 dengan peta
kerawanan gempabumi hasil kajian. Pada
tahun 2010 juga dilakukan kajian bahaya
gempabumi
dengan
menggunakan
Probabilistic Seismic Hazard Assessment
(PSHA) di daerah Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara. Sedangkan tahun 2011, dilakukan
kajian bahaya gempabumi di Kota Padang
dengan
menggunakan
analisis
indeks
kerentanan seismik yang didukung analisis
data resistivitas yang mana pola persebaran
indeks kerentanan seismik memiliki kemiripan
dengan persebaran kerusakan rumah akibat
gempabumi Padang 30 September 2009. Pola
penyebaran
kerusakan
rumah
akibat
gempabumi Padang 30 September 2009 yang
terkonsentrasi di beberapa tempat di Kota
Padang merupakan fenomena local site effect
yang disebabkan oleh tingginya indeks
kerentanan seismik pada dataran alluvial di
daerah tersebut.
Pada tahun 2012 ini akan dilakukan kajian
bahaya gempabumi di daerah Cilacap dengan
analisis indeks kerentanan seismik (Kg) dan
analisis kecepatan rata-rata gelombang shear
pada kedalaman 0-30 m (VS30). Penggunaan
analisis VS30 perlu digunakan untuk
mendukung kajian bahaya gempabumi karena
adanya pengklasifikasian jenis-jenis tanah
yang sudah diakui dunia internasional dan
nasional yang memiliki arti penting dalam
penerjemahan kajian bahaya gempabumi.
Kajian bahaya gempabumi menggunakan
analisis Kg, VS30 dan dukungan analisis data
resistivitas daerah setempat, diharapkan dapat
memberikan suatu hasil kajian yang lebih baik
dan lebih detail dari kajian-kajian sebelumnya
serta bermanfaat sebagai acuan dalam
pengembangan wilayah yang aman dari
ancaman bahaya gempabumi pada masa yang
akan datang.
Daerah Cilacap dan sekitarnya bila ditinjau
dari struktur geologi dan tektonik merupakan
zona rendahan dari jalur sesar Citanduy yang
diisi oleh endapan sedimen gravitasi atau
sedimen laut (Simanjuntak,1979 dan Untung,
1986, dalam Soebowo dkk., 2009).
118
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
H /V ( f )
Aeast ( f ) 2
Anorth ( f ) 2
Avertical ( f )
Hasil
penelitian-penelitian
sebelumnya
menunjukkan bahwa
distribusi
indeks
kerentanan seismik yang tinggi terletak pada
zona kerusakan parah. Ada kemiripan
polaantara nilaiindeks kerentanan seismik dan
rasio kerusakan. Pada lokasi yang terdapat
nilai indeks kerentanan tinggi ternyata juga
mengalami kerusakan yang parah yang
ditunjukkan dengan nilai rasio kerusakan yang
tinggi.
Metode lain yang dapat menggambarkan local
site effect adalah pemetaan nilai VS30. VS30
adalah kecepatan gelombang S (shear) ratarata dari permukaan sampai dengan kedalaman
30 meter. Struktur kecepatan gelombang S
dangkal sampai kedalaman 30 meter
merupakan
parameter
kunci
untuk
mengevaluasi kekerasan bawah permukaan
dangkal dan karakteristik suatu tempat (Sairam
et. al., 2011). Fakta dalam banyak kasus, site
amplification atau goncangan lebih kuat terjadi
pada daerah yang memiliki kecepatan
gelombang S yang rendah.
Nilai VS30 digunakan dalam NEHRP
Provisions dan Uniform Building Code tahun
1997 untuk memisahkan kondisi tanah ke
dalam
kelas-kelas
yang
berbeda.
Pengklasifikasian itu digunakan untuk
menentukan koefisien seismik yang digunakan
pada desain bangunan tahan gempabumi
dengan asumsi bahwa kondisi tanah dalam
kelas yang sama akan merespon yang sama
pula terhadap efek gempa (Brown, 2000).
119
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
melakukan proses pengukuran di lapangan,
yaitu sebagai berikut :
Survei mikrotremor di 156 titik dengan grid
500 m x 500 m (Gambar 2.a.) menggunakan
seismometer periode pendek tipe TDL-303 (3
komponen) dengan frekuensi sampling 100 Hz
selama 30 menit.
120
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
b.
Variasi Indeks Kerentanan Seismik
Gambar 5.
a. Persebaran spasial frekuensi
resonansi di daerah Cilacap. b. Model batuan dasar
secara kualitatif berdasarkan data nilai frekuensi
resonansi.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
124
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tanah Khusus
Vs (m/dt)
N - SPT
Vs 350
N > 50
175 < Vs 350
15 N 50
Vs 175
N < 15
Atau setiap profil dengan tanah lunak
yang tebal total lebih dari 3 m dengan
Pl >20, Wn 40% dan Su < 25 kPa
Diperlukan evaluasi khusus di setiap
lokasi
RESISTIVITAS ( m)
5x103 - 106
1.7x102 (dry) 4.5x104 (wet)
103- 106
6x102- 4x107
102- 2.5x108
102- 2x108
8 - 4x103
20 - 2x103
50 - 4x102
1 - 100
10 - 800
10 - 100
0.2
9.074x10-8
0.708
0.843
6.13
6.998x1016
125
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 8. Penampang melintang jenis tanah berdasarkan nilai VS di daerah penelitian dengan sayatan dari
selatan ke utara
Berdasarkan
persebaran
nilai
indeks
kerentanan seismic, pada daerah penelitian di
Kab. Cilacap memiliki tingkat bahaya yang
cukup tinggi bila terjadi gempabumi. Bahaya
yang lebih besar terdapat pada bagian selatan
daerah penelitian, sepanjang sungai Donan dan
pesisir pantai selatan daerah penelitian. Hal ini
didukung dengan variasi persebaran nilai VS30
yang menunjukkan di daerah penelitian
sebagian besar terdiri dari tanah sedang.
Sedangkan tanah keras terdapat di bagian utara
(Jeruk Legi). Dengan melihat profil melintang
bawah permukaan dari selatan ke utara daerah
penelitian, terlihat sedimen yang cukup tebal
sampai hampir 30 m di bagian selatan dan
menipis kearah utara yang diendapkan diatas
lapisan keras dari formasi Halang. Berdasarkan
nilai VS, sedimen tersebut terdiri dari tanah
lunak dan tanah sedang. Sedangkan, bila
dilihat dari nilai resistivitas batuan,
menunjukkan bahwa pada lapisan sedimen
tersebut ditemukan lapisan akuifer yang jenuh
air. Lapisan ini memanjang dari utara ke
selatan dengan bagian tengah yang relatif
tebal.
Berdasarkan
informasi
geologi
(Praptisih, dkk., 2001; Soebowo, dkk., 2009),
lapisan tanah sedang yang jenuh air tersebut
merupakan lapisan tanah berupa pasir atau
lanau dan lapisan bersifat lepas (tidak padat),
sehingga di beberapa wilayah penelitian
mempunyai potensi yang besar terjadi
likuifaksi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Soebowo, et.al., 2010 di daerah
Padang, bahwa gambaran geologi pesisir yang
dicirikan oleh endapan pasir yang lepas
(unconsolidated),
kerikil
dengan
ketidakmenerusan lapisan lanau dan lempung
dan beberapa tempat jenuh air menyebabkan
mudah mengalami kerusakan akibat likuifaksi.
126
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gambar 9. Penampang melintang lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas batuan
127
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Rahmat Triyono:
Apakah penampang melintang sudah dikorelasikan dengan penampang batuan dari data geologi?
Apakah ada korelasi pada daerah bahaya dari data geologi (jenis batuan) dengan data-data yang
lain?
Penampang melintang (hasil akhir) sudah menggunakan analisis dari data geologi, terutama
dalam penentuan initial model dalam inversi model VS terhadap kedalaman. Misalnya data
geologi yang mengatakan ditemukannya formasi halang yaitu salah satu formasi yang
128
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
terbentuk pada jaman tertier di bagian utara penelitian, hal tersebut juga ditemukan dari hasil
penelitian dimana bagian utara ditemukan batuan keras dengan kedalaman yang cukup
dangkal yang diinterpretasikan sebagai formasi halang seperti pada data geologi.
2. Bambang SP:
Bagaimana korelasi dari hasil beberapa metode yang digunakan?
Korelasi dari beberapa metode yang digunakan cukup baik dan saling mendukung. Misalnya
dari data fo terlihat di bagian selatan daerah penelitian lebih tebal sedimennya (tanah lunak
sedang) yang mengindikasikan daerah tersebut lebih berbahaya bila terjadi gempabumi,
demikian juga dari data Kg yang memperlihatkan nilai yang lebih tinggi di daerah tersebut,
dan dari data geolistrik ditemukan adanya lapisan aquifer yang merupakan zona lemah bila
terjadi gempabumi.
3. Hendri Subekti:
Sebaiknya peta-peta tematik tersebut dioverlay sehingga kesimpulannya menjadi jelas.
Untuk teknik overlay dari peta-peta tematik, sudah pernah dilakukan pada tahun 2009 dan
2010 dengan teknik SAW (simple adaptive weight) dari beberapa kriteria faktor bahaya
gempabumi. Penelitian tersebut dilakukan di daerah Sukabumi dan Bantul.
4. Taufik Gunawan:
Bagaimana hasil penelitian secara kuantitatif? Daerah mana saja yang mempunyai bahaya lebih
tinggi?
Daerah dengan tingkat bahaya masing-masing sudah dijabarkan dalam laporan lengkapnya
berdasarkan analisis kualitatif.Tingkat kerawanan ini secara kuantitatif berdasarkan pada
kriteria nilai Kg (indeks kerentanan seismik) dari hasil penelitian Nakamura di California,
dimana daerah dengan tingkat kerentanan rendah (tanpa kerusakan) adalah Kg10, kerentanan
sedang (kerusakan sedang) adalah 10<Kg40, dan kerentanan tinggi (kerusakan besar) adalah
Kg>40.
129
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
2.
ABSTRAK
Pengamatan parameter fisis secara terpadu sebagai prekursor gempabumi dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan pada parameter geofisika (seismik, elektromagnetik), geo-atmosfer (suhu permukaan) dan
geokimia (Radon, suhu dan kelembaban udara dalam tanah). Penelitian difokuskan di daerah Pelabuhan Ratu,
Jawa Barat sepanjang tahun 2012. Data Seismik menggunakan phase report sheet, katalog gempabumi BMKG
dan NEIC. Parameter elektromagnetik yang digunakan adalah data magnetotellurik yang diamati di observatori
geofisika Pelabuhan Ratu yang merupakan kerjasama dengan Universitas Chiba (Jepang). Data pengamatan
suhu permukaan adalah suhu maksimum dan minimum yang tercatat menggunakan termometer air raksa.
Radon, suhu dan kelembaban udara di dalam tanah didapatkan dari RAD7 yang diinstal menggunakan sensor
soil gas probe pada kedalaman 1.2 meter. Analisa nilai-b menunjukkan pada tahun 2012 daerah Jawa Barat
cukup stabil dan belum terakumulasi stress pada skala luas yang dapat menimbulkan gempabumi besar (M >
6.0).Berdasarkan analisa vp/vs, akumulasi stress pada batuan yang sifatnya lebih lokal mulai terdeteksi 13
bulan sebelum gempabumi. Hasil analisa polarisasi magnetik dan impedansi didapatkananomali1456 hari
sebelum gempabumi, sehingga parameter ini termasuk dalam prekursor jangka pendek yang kemungkinan
diakibatkan proses elektrokinetis dan microcrack sebelum penumpukan energi terlepas sebagai
gempabumi.Hasil analisa parameter suhu dan kelembaban serta gas Radon menunjukkan adanya pola
prekursor yang terdeteksi 3-30 hari sebelum gempabumi sehingga parameter ini termasuk dalam prekursor
jangka pendek yangberhubungan dengan proses deformasi di wilayah pengamatan sebelum gempabumi.
Keywords: Pelabuhan Ratu, prekursor, elektromagnetik, Radon, suhu, kelembaban
ABSTRACT
Integrated monitoring of physical parameter as earthquake precursors carried out in stages and sustainable on
parameter of geophysical (vp/vs ratio, electromagnetic), geo-atmospheric (surface temperature) and
geochemical (Radon, air temperature and humidity in soil). Research focused in Pelabuhan Ratu, West Java
along 2012. Seismic data using phase report sheet, BMKG and NEIC earthquake catalog. Electromagnetic
parameter were used are magnetotelluric data that observed at geophysical observatories of Pelabuhan Ratu
which was collaboration with Chiba University (Japan). Observation data of surface temperature are maximum
and minimum temperature were recorded using a mercury thermometer. Radon, air temperature and humidity in
the soil obtained from RAD7 that installed with soil gas probe sensor in 1.2 meters depth. Analysis of b-value
shows the region of West Java in 2012 is quite stable and has not accumulated stress on the large scale that may
cause a large earthquake (M> 6.0). Based on the analysis of vp/vs, more local stress accumulation detected 1-3
months before main shock. Results of magnetic polarization and impedance of EM wave obtained anomaly 1456 days before main shock, these parameters are included in short-term precursors are likely due to the
electrokinetic and microcrack before the accumulation of energy released as earthquakes. Temperature and
humidity as well as Radon show precursor patterns were detected 3-30 days before main shock, these
parameters are included in short-term precursors that associated with deformation in the region before the
earthquake.
Keywords: Pelabuhan Ratu, precursor, magnetotelluric, Radon, temperature, humidity
130
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Penelitian mengenai prediktabilitas gempabumi
sudah dilakukan oleh Puslitbang BMKG sejak
tahun 2006, yaitu dengan kajian tentang
struktur 3D bumi, pola rambat gelombang
gempabumi, pengembangan teknik penentuan
hiposenter gempabumi dengan menggunakan
model kecepatan 3D, mengkaji dan menerapkan
teknik wavelet untuk usaha prediksi periodisitas
pelepasan
energi
gempabumi,
dan
pengembangan teknik pemetaan TEC di
ionosfer sebagai prekursor gempabumi.
Penelitian-penelitian tersebut masih berdiri
sendiri-sendiri namun mulai tahun 2010,
Puslitbang BMKG melakukan studi prekursor
gempabumi secara terpadu. Penelitian studi
prekursor gempabumi secara terpadu tentunya
membutuhkan berbagai data pengamatan
dengan beberapa metode, sehingga perlu suatu
tahapan penelitian secara berkesinambungan
(Gambar 1).
Hasil studi prekursor gempabumi dari
Puslitbang pada tahun 2010 dan 2011
menunjukkan adanya penurunan nilai-b sebesar
0,2 0,4 yang mengindikasikan adanya
kenaikan stress di dalam batuan yang kemudian
terlepaskan. Metode kesenyapan seismik
menunjukkan penurunan tingkat seismisitas
hanya pada gempabumi besar (Magnitudo
diatas 6,0 SR) yang muncul 1 5 tahun
sebelum gempabumi, sedangkan untuk
magnitudo dibawah 6,0 SR masih terdapat
keraguan adanya anomali. Metode analisis
perubahan rasio Vp/Vs cukup konsisten
menunjukkan adanya anomali penurunan
sebesar 1 12 % yang terjadi 1 11 bulan
sebelum gempabumi. Anomali kenaikan variasi
medan magnetik ditemukan 3 30 hari sebelum
gempabumi sedangkan metode analisis
perubahan suhu permukaan dan kelembaban
belum mampu dijadikan analisis tanda-tanda
awal gempabumi secara mutlak dan konsisten
karena harus mempertimbangkan faktor
parameter gempabumi yang berada di laut dan
faktor yang mempengaruhi suhu permukaan
lebih komplek, namun perubahan variasi suhu
permukaan dan kelembaban rata-rata harian
yang
merupakan
prediktor
prekursor
gempabumi ditemukan 0 26 hari sebelum
gempabumi. Selain hasil-hasil tersebut, pada
tahun 2011 telah berhasil melakukansimulasi
prediksi posisi episenter menggunakan teknik
grid-search dan teknik lingkaran memanfaatkan
sinyal Atropatena dengan hasil yang mirip dan
131
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam analisis nilai-b
adalah katalog gempabumi BMKG dan NEIC
USGS tahun 1973 2012 dengan batasan jarak
episenter 4 dari stasiun SKJI (Sukabumi, Jawa
Barat). Sementara itu, data yang digunakan
untuk analisis perubahan rasio vp/vs adalah
data list gempabumi hasil pembacaan dari
software seiscomp3 dan data hasil pembacaan
phase report sheets. Gempabumi yang
digunakan untuk analisa perubahan rasio vp/vs
adalah gempabumi dengan episenter berjarak
maksimal 4 dari stasiun pencatat. Untuk
stasiun-stasiun
yang
digunakan
dalam
monitoring perubahan rasio vp/vs sebagai
prekursor gempabumi di wilayah Jawa Barat
dan sekitarnya disebutkan pada tabel 1 dan
posisi stasiun terlihat pada gambar 2.
Gambar 2.
Posisi stasiun-stasiun di Jawa
Barat yang digunakan untuk monitoring perubahan
nilai Vp/Vs sebagai prekursor gempabumi (simbol
segitiga hijau). Lingkaran hijau menunjukkan
batasan jarak episenter gempabumi dari stasiun
LWLI, merah dari stasiun SKJI, Kuning dari stasiun
LEM dan biru dari stasiun CISI.
132
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Lintang
Bujur
Stasiun
5.02LS
104.06BT
7.01LS
106.56BT
6.83LS
107.62BT
7.56LS
107.82BT
133
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 3. Data gempabumi yang dijadikan studi kasus sebagai analisa prekursor gempabumi
No
Tanggal
Waktu
Lintang
Bujur
Kedalaman
Magnitudo
TipeMag
jarak
15/04/2012
02:26:41
-7.09
105.17
70
5.8
Mw(mB)
153.67
2
3
04/06/2012
01/11/2012
18:18:15
21:12:00
-7.81
-6.89
106.29
107.45
70
140
5.7
5.7
Mw(mB)
Mw(mB)
96.54
100.40
09/09/2012
01:27:16
-6.75
106.58
10
4.6
25.75
METODE PENELITIAN
Metode analisis seismik untuk menghitung
nilai-b menggunakan persamaan GutenbergRichther, log n( M ) a bM , dimana n(M)
adalah jumlah kumulatif gempabumi dengan
magnitudo lebih besar atau sama dengan M,
sedangkan a dan b adalah konstanta yang
disebut
sebagai
parameter-parameter
kegempaan. Nilai-b dihitung dari N kejadian
pada daerah penelitian, kemudian window
digeser sejauh N/10, langkah ini dilakukan
sampai pada kejadian gempabumi terakhir [4].
Analisis perubahan rasio vp/vs dilakukan
dengan pengelompokan data list gempabumi
hasil keluaran software seiscomp3 dan juga
data PRS (phase report sheet) berdasarkan jarak
dan posisi dari stasiun. Hasil perhitungan
dan
dari setiap gempabumi
yang tercatat dalam periode 3 bulanan di plot
dalam diagram Wadati untuk mendapatkan nilai
rasio vp/vs tiap bulan.
Metode pengolahan data magnetik dilakukan
menggunakan metode polarisasi rasio (spectral
density analysis) untuk komponen vertikal dan
horisontal (HZ/HH) seperti yang diperkenalkan
oleh Hayakawa [5]. Analisis polarisasi rasio
mengunakan analisis spektral pada spektrum
ULF (0.01 Hz), untuk mengubah sinyal dari
domain
waktu
ke
domain
frekuensi
mengunakan transformasi wavelet db5. Setelah
mendapatkan nilai analisis spektral pada setiap
komponen H dan Z kemudian dilakukan
polarisasi rasio HZ/HH dan rasio HH/HH
rataan tahunannya serta dihitung impedansi
gelombang EM (EX/HY).
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
135
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 5. Rekap hasil perhitungan waktu kemunculan dan prosentase nilai anomali Vp/Vs di daerah Jawa Barat
No
Kejadian Gempa
Kemunculan anomali
Besar anomali
2 bulan
4%
1 bulan
8%
3 bulan
5%
Gambar 7.
136
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
sebagai
Prekursor
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 6. Rekapitulasirentang waktu kemunculan anomali yang diduga sebagai prekursor gempabumi
Parameter
Seismik
Nilai-b
Vp/Vs
Magnetik
HZ/HH
HH/HHT
Impedansi Gel. EM
Ex/Hy
Suhu dan Kelembaban
Suhu permukaan
Suhu di dlm tanah
Kelembaban
Radon
1 bulan
3 bulan
14 hari
32 hari
36 hari
43 hari
40 hari
56 hari
22 hari
33 hari
46 hari
36 hari
40 hari
27 hari
30 hari
26 hari
20 hari
Data kurang
23 hari
8 hari
14 hari
27 hari
25 hari
16 hari
21 hari
40 hari
3 hari
KESIMPULAN
Dalam studi kasus gempabumi Mentawai 25
oktober 2010, pola anomali Vp/Vs yaitu
penurunan nilai sebesar 5.5 8.8 % yang
kemudian naik kembali ke arah normal
terdeteksi dengan baik pada kelompok data
yang searah dengan episenter gempabumi
tersebut
dari
masing-masing
stasiun
pengamatan. Untuk monitoring perubahan
nilai-b di daerah Jawa Barat tidak menunjukkan
adanya anomali yang signifikan yang
mengindikasikan akan terjadinya gempabumi
besar (M > 6.0) sepanjang tahun 2012.
Penurunan Vp/Vs sebesar 4 8 % muncul 1 3
bulan sebelum gempabumi. Anomali magnetik
terdeteksi 22 56 hari sebelum kejadian
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimaksih kami ucapkan kepada Beni
Hendrawanto dan Noor Efendi yang telah
membantu dalam proses pengambilan data serta
Hastuadi Harsa dalam pembuatan software
pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Nurdiyanto, B., Sunardi, B., Ngadmanto,
D., Susilanto, P., Harsa, H., Noviati, S.,
et.
al.
(2011).Integration
of
Geophysical Parameter Observation in
the
Earthquake
Predictability,
Proceedings of the 36th HAGI and 40th
IAGI Anual Convention and Exhibition
JCM2011-031, Makasar: HAGI.
[2] Nurdiyanto, B., Ngadmanto, D., Muhaimin,
Harsa, H., Pakpahan, S., Noviati, S., et
al. (2012).Analysis of The Physical
Parameters
Variationof
The
Lithosphere and Ionosphere as
Earthquake Precursors. Proceedings
PIT HAGI 201237th HAGI Annual
Convention & Exhibition. Palembang:
HAGI.
[3] Dobrovolsky, I.P., Zubkov, S.I., &
Miachkin, V.I. (1979). Estimation of
the size of earthquake preparation
zones. Pure and Applied Geophysics,
117 (5), 10251044.
[4] Nuannin P., Kulhanek, O. & Persson, L.
(2006). Spatial and temporal b value
anomalies preceding the devastating off
coast of NW Sumatra earthquake of
December 26, 2004. Geophys. Res.
Let., 32, L11307.
[5] Hayakawa, M., Kawate R., Molchanov
O.A., & Yumoto K.(1996). Result of
Ultra-Low Frequency Magnetic Field
Measurements during the Guam
Earthquake of 8 augustus 1993,
Geophysical Research Lett., 23.(3),
241-244.
[6] Rohadi S., Grandis H., & Mezak A. R.
(2007).
Studi
Variasi
Spatial
Seismisitas Zona Subduksi Jawa,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 8,
(1).
140
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Rahmat Triyono:
Dapat ditambah metode dan data lain, misalnya ada data GPS di operasional yang dari
bakosurtanal, bisa digunakan sebagai salah satu metode prekursor.
Penggunaaan metode diprioritaskan pada data yang sudah dipunyai BMKG. Untuk data GPS
belum jelas ketersediaan datanya.Untuk penelitian prekursor gempabumi selanjutnya akan
ditargetkan menuju ke real time monitoring dengan display langsung pada data-data yang bisa
langsung dianalisis misalnya radon, suhu dan kelembaban. Untuk selanjutnya analisis
prekursor akan dilakukan analisis pada sinyal-sinyal prekursornya kemudian menuju prediksi
kejadian gempabumi yang akan terjadi.
Penggunaan metode dan data-data yang lain terkendala pada sdm puslitbang yang ada dan
ketersediaan data, sehingga perlu kerjasama dengan semua pihak.
2. Daryono:
Mohon penjelasan lebih lanjut tentang metode suhu dan kelembaban.
Untuk data suhu dan kelembaban memang masih kesulitan dalam karakterisasi anomalinya,
masih banyak ambigu dalam interpretasinya, sehingga metode ini tidak cocok untuk berdiri
sendiri, tetapi akan mendukung dari metode-metode yang lain karena prekursor ini sangat
dekat hanya dalam beberapa hari (short term). Secara teori, suhu, kelembaban dan radon
berasal dari rekahan-rekahan di dalam tanah sebelum gempa terjadi.
3. Taufik Gunawan:
Apa dasarnya menggunakan data bulanan dan 3 bulanan untuk menghitung rasio Vp/Vs?
Rasio Vp/Vs bulanan sudah pernah dilakukan dengan data PRS yang kemudian di-smoothing
3 bulanan dengan asumsi pada bulan dimana rasio Vp/Vs dihitung pasti dipengaruhi oleh datadata pada bulan sebelum dan sesudahnya. Sedangkan untuk data list detail gempabumi dari
PGN menggunakan data 3 bulanan karena keterbatasan jumlah data yang ada pada tiap
bulannya.
Apakah gempa dengan M=5 bisa digunakan sebagai studi kasus, karena biasanya yang digunakan
adalah kasus-kasus dengan M besar.
Untuk manitude 5, ada beberapa data yang memang menunjukkan adanya anomali yang
diduga sebagai prekursor sebelum kejadian gempabumi tersebut, dan untuk karakteristik
anomali tersebut masih terus dalam penelitian.
Bagaimana kalau digunakan konsep long term prediction terus menuju ke short term?
Analisa prekursor memang dimulai dengan analisa long termprediction (tahunan) misalnya
dengan analisa statistik dari nilai b-value, a-value dan seismicity rate change, kemudian
menuju ke mid term (bulanan) misalnya rasio Vp/Vs, dan terakhir dengan analisis short term
dari data magnet, radon, suhu, kelembaban yang anomalinya muncul dalam beberapa hari.
Untuk data radon memberikan keyakinan yang cukup besar, tetapi disarankan perlu sensor
radon yang lain sebagai pembanding sekaligus koreksi. Tujuan akhir penelitian ini adalah
monitoring prekursor gempabumi dengan harapan bisa memberi warning akan terjadinya
gempabumi sehingga dapat digunakan sebagi usaha mitigasi
.
141
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha, Sulastri, Agustya Adi Martha, Suliyanti Pakpahan,
Mahmud Yusuf
Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG
Jl. Angkasa I/No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 INDONESIA
Email: wikosetyonegoro@yahoo.com
ABSTRAK
Berdasarkan data historis gempabumi di daerah Jawa Barat, sesar Cimandiri merupakan daerah
seismik aktif yang telah menimbulkan beberapa kejadian gempabumi. Puslitbang BMKG melakukan
penelitian sesar Cimandiri dengan menggunakan metode gravitasi. Pada pengukuran ini tim survey
telah melakukan pengukuran microgravity menggunakan alat ukur gravimeter CG-5 sebanyak 25 titik
yang tersebar di sekitar Sukabumi dan Bandung. Pada peta residual SVD (Second Vertical Derifative)
untuk mengetahui pola sesar dengan jelas juga diperoleh informasi bahwa telah terjadi gempabumi
pada daerah dengan nilai SVD positif (0 s/d 35), SVD pada daerah penelitian dapat dijadikan sebagai
acuan untuk pemetaan daerah sesar yang rawan bencana gempabumi. Berdasarkan hasil interpretasi
SVD, terjadi pemisahan antara sesar Cimandiri dan sesar Lembang di daerah Cipatat. Interpretasi
kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan pemodelan inversi 3D anomali residual pada topografi
Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan yang menunjukkan identifikasi
sesar pada kedalaman sekira
7000 m mengalami pola cekungan dengan distribusi densitas () =
0.0533 - 1.51 gr/cm3.
Kata Kunci : gravitasi, Cimandiri, sesar, SVD
ABSTRACT
Based on historical data of earthquakes in the area of West Java, fault Cimandiri an active seismic
area that has caused several earthquake occurrence. BMKG Research Center conducts research fault
Cimandiri using the gravity method. At this measurement survey team has conducted microgravity
measurements using a CG-5 gravimeter measuring as much as 25 points spread around Sukabumi and
Bandung. SVD on the residual map (Second Vertical Derifative) to find fault with a clearly pattern
was also obtained information that the earthquake occurred in an area with the SVD positive values (0
s / d 35), SVD in the study area can be used as a reference for the mapping of faultvulnerable areas of
disaster earthquake. Based on the results of SVD interpretation, known that fault Cimandiri and fault
lembang was separated on Cipatat area. Quantitative interpretation in this study using a 3D inversion
modeling of anomalies residual topography results in a 3D inversion model of the subsurface density
distribution. Rates distribution density 3D subsurface models is indicated fault which depth 7000 m
has basin form pattern which density distribution
0.0533 up to 1.51 gr/cm3.
Keywords: gravity, Cimandiri, fault, SVD
PENDAHULUAN
Sesar Cimandiri adalah sesar yang memanjang
dari timur laut barat daya ini belum
sepenuhnya diketahui karakternya seperti
halnya sesar Sumatera. Data regional geologi
menunjukkan bahwa sesar Cimandiri berarah
barat daya. Ke arah timur laut melalui
142
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
im
i
dir
an
rC
sa
Se
METODE PENELITIAN
Pengambilan data gaya berat dilakukan pada
jaringan titik pemantauan GPS yang tersebar di
sepanjang sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu
sampai ke Lembang ditunjukan oleh Gambar
3. Sebagai titik kontrol dari pengukuran
digunakan titik Bakosurtanal Pusat, Pelabuhan
Ratu dan DG-0 Bandung. Adapun distribusi
titik pemantauan GPS yang sudah ada dan
akan digunakan sebagai titik pemantauan
gravitasi, seperti ditunjukkan pada gambar 2.
Disamping titik-titik diatas dilakukan juga
penambahan titik-titik diantara titik GPS yang
sudah ada sekarang sehingga akan diperoleh
data yang relatif terdistribusi dengan baik
(Gambar 2).
143
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Skema struktur untuk pengukuran gradient microgravityvertical dibuat dari dua buah
kotak dengan ketinggian kotak masing-masing
1 meter, sehingga variasi finite-difference atau
interval besaran dari gardient vertical dapat
ditentukan. Untuk pengukuran gaya berat
dengan tiga beda tinggi yaitu h(i-1), h(i), dan
h(i+1), maka turunan tegak pertama pengukuran
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
(12)
(13)
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
menentukan
batas-batas
struktur-struktur
geologi yang dangkal (Marson dan Klingele,
1993; Kadir. 1996).
Respon gravitasi pada model sesar
Metode second vertical derivative(SVD) dapat
digunakan untuk membantu interpretasi jenis
struktur terhadap data anomali Bouguer yang
diakibatkan oleh adanya struktur sesar turun
atau sesar naik. Formula dasar diturunkan dari
persamaan Laplace untuk anomali gaya berat
di permukaan, yaitu :
(14)
Selanjutnya, untuk suatu penampang (1-D),
anomali second vertical derivative (SVD) diberikan
oleh :
(15)
. Sedangkan
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(a)
(b)
Gambar 6. Peta Anomali Bouguer (a) Daerah Sukabumi dan sekitarnya (b) Lembang dan
sekitarnya
(b)
(a)
Gambar 7. (a) Anomali gradient vertical sesar Cimandiri dan (b) Gradient vertical sesar
Lembang
Berdasarkan gradient microgravity Pengukuran
periode I kita dapat mengetahui area sesar pada
daerah pelabuhan ratu berasosiasi dengan nilai
gradien microgravity tinggi yang diapit dua
area dengan nilai gradient microgravity
rendah. Gambar 7a adalah anomali gradient
vertical daerah sesar Cimandiri dan 7b daerah
sesar Lembang.
Second Vertical Derifative
Pemantauan 3D Gravitasi
(SVD)
dan
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Gr/cm
KESIMPULAN
Diperoleh kesimpulan bahwa daerah dengan
nilai svd positif (0 s/d 35) pada daerah
penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk
pemetaan daerah sesar yang rawan bencana
gempabumi. Berdasarkan hasil SVD sesar
cimandiri dan sesar lembang terpisah pada
daerah Cipatat. Interpretasi kuantitatif dalam
penelitian ini menggunakan pemodelan inversi
3D anomali residual pada topografi hasil
inversi 3D berupa model distribusi densitas
bawah permukaan
yang menunjukkan
identifikasi sesar pada kedalaman sekira
7000 m mengalami pola cekungan dengan
distribusi densitas () =
0.0533 - 1.51
gr/cm3.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Shah, H.C. dan Boen, T,. (1996). Seismic
Hazard Modelfor Indonesia.
[2].Kertapati,E.K.
and
Koesoemadinata,
R.M.S,. (1983). Aftershock studies
of the February 10, 1982 Sukabumi
earthquake, West Java, Indonesia
(Special Number), Bull. IISEE, 20,
91-101.
[3] Wichmann. A,. (1918). Die Erdbeben Des
Indischen Archipels Bis Zum Jahre
1857,Verhandelingen
der
Koninklijke
Akademie
van
Wetenschappen
le
Amsterdam
TweedeSectie Deel XX, N0 4.
Amsterdam Johannes Muller.
[4] Kertapati, E.K., Setiawan, J. H.,
Marjiyono,. (2006).Revisi Potensi
Sumbersumber Gempa diIndonesia,
Seminar Konstruksi Indonesia di
Millenium ke-3, 22-23 Agustus
2006,Jakarta.
[5] Meilano, I., Kimata, F., Fujii, N., Nakao,
S., Watanabe, H., Sakai, S., Ukawa,
M., Fujita, E., dan Kawai, K,.
(2003). Rapid ground deformation of
the Miyakejima volcano on 2627
June 2000 detected by kinematic
GPS analysis. Earth Planet Space,
55, h.13-16.
[6] Elkins, T.A. 1951. The second derivative
method of gravity interpretation,
Geophysics, XVI, 29-50.
147
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
sumatera,
Disertasi,
Institut
Teknologi Bandung.
[16] Extract X Y Z Grid Topography or
Gravity, http://topex.ucsd.edu/cgibin/get_data.cgi, (diakses tanggal 12
Juni 2010).
DISKUSI
1. Taufik Gunawan:
Apakah di sepanjang sesar cimandiri ada daerah yang sudah matang (sudah saatnya terjadi
gempabumi). Apakah bisa dilihat potensi gempa yang akan terjadi?
Pada penelitian ini belum kearah prediksi gempabuminya, tetapi masih melokalisir daerah
mana yang mengalami compresi dan daerah mana yang mengalami dilatasi berdasarkan data
mapping microgravity. Kemudian juga dihitung berapa besar perubahan antar waktu dari nilai
microgravity di daerah penelitian. Rencana penelitian selanjutnya adalah terus mengamati
perubahan antar waktu dari nilai gravity. Apabila ada kasus gempabumi di daerah ini akan
dilihat treshold anomali nilai microgravitynya sebelum gempabumi terjadi, sehingga bisa
digunakan sebagai acuan dalam penentuan nilai anomali sebagai prekursor gempabumi.
148
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Jl. Angkasa I/No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 INDONESIA
ABSTRAK
Keberhasilan penelitian seismologi bergantung pada penentuan lokasi atau hiposenter gempabumi. Saat
ini BMKG belum memiliki perangkat lunak yang mampu merelokasi hiposenter gempa, oleh karena itu
tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sebuah perangkat lunak untuk relokasi hiposenter
gempabumi dengan menggunakan metode grid search. Perangkat lunak ini diberi nama ONTOREDJO
Seismology Toolbox, dibuat menggunakan bahasa pemrograman Matlab dan berjalan pada sistem
operasi berbasis linux. Pengembangan perangkat lunak yang berbasis linux diharapkan akan
mempermudah proses pengintegrasian ke dalam SeisComp3 yang juga berjalan di sistem operasi
berbasis linux. Perangkat lunak ONTOREDJO diuji dengan dengan memasukkan gempabumi yang
terjadi di sekitar daerah Jawa Barat pada tahun 2011 dengan magnitude lebih dari 5 SR, menggunakan
stasiun seismik yang dimiliki BMKG dan luar negeri. Relokasi gempabumi di sekitar Jawa Barat
menghasilkan E rms sekitar 1. Gempabumi yang telah direlokasi mengalami perubahan sekitar 100 m dari
posisi sebelum direlokasi, dengan waktu komputasi cukup lama pada perhitungan menggunakan stasiun
yang banyak. Untuk mempercepat waktu perhitungan maka dalam penelitian selanjutnya perlu dicoba
diterapkan metoda guided grid search.
Kata kunci: ONTOREDJO seismology toolbox, grid search, relokasi hiposenter
ABSTRACT
The succesfullnes of seismological research is depending on hypocenter determination. Nowaday, BMKG
is not yet have earthquake relocation software, therefore the objective of this research is to develop
earthquake relocation software using Grid Search method. The software is namely ONTOREDJO
Seismology Toolbox, developed using Matlab, and run in linux operating system. Development software
base on linux is expected to integrate more easily with Seiscomp3 that run in linux too. ONTOREDJO was
tested with inserting earthquake data occurred around West Java in 2011, with magnitude above 5, using
BMKG and other countries seismic stations. Earthquake hypocenter was relocated about 100 m from the
initial position, E rms around 1andwith long time computation if using a lot seismic stations. For the next
research, guided grid search method should be use to speed up the computation time.
Keywords: ONTOREDJO seismology toolbox, grid search, hypocenter relocation
PENDAHULUAN
Keberhasilan penelitian seismologi bergantung
pada penentuan lokasi atau hiposenter
gempabumi. Keakuratan hiposenter gempabumi
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah geometri jaringan seismik,
fase-fase gelombang yang teridentifikasi,
keakuratan pembacaan waktu tiba gelombang
dan pengetahuan mengenai struktur bawah
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
asi(forward
modeling)digunakanmetodepseudobendingyang
menggunakansistemkoordinat bola. (Koketsu
dan Sekine,1998)
Dimana
adalah waktu tempuh data observasi
dari stasiun ke-i,
adalah waktu tempuh
kalkulasi dari stasiun ke-i dan N adalah jumlah
stasiun penerima.
Pengolahan Data
Dari katalog gempa didapatkan informasi waktu
kejadian gempa di sumber gempa (Origin
Time/To). Data waveform yang digunakan
merupakan waveform yang direkam oleh
stasiun stasiunBMKG yang merupakan bagian
dari beberapa jaringan seismik yaitu JISNET,
CEA, Libra, GFZ. Jaringan seismik JISNET,
CEA dan GFZ merekam data dengan sampling
rate 20 Hz sedangkan jaringan seismik Libra
menggunakan sampling rate 25 Hz. Seismometer
yang digunakan adalah seismometer jenis
broadband yang dapat menangkap sinyal seismik
dengan frekuensi antara 0.01 Hz sampai 50 Hz.
Sinyal seismik tersebut kemudian disimpan
dalam format file miniseed per hari.
Dengan memasukkan file konfigurasi yang
berisi parameter gempa dan stasiun- stasiun
perekam, kemudian mengisi waktu awal
pemotongan dan durasinya maka akan diperoleh
sinyal seismik kejadian gempa. Setelah
melakukan pemotongan dan disimpan dalam
file, kemudian melakukan proses high pass
filtering dengan frekuensi cut-off 2 Hz yang
dilanjutkan melakukan picking gelombang P
sinyal seismik. Selisih dari waktu tiba
gelombang P dengan origintime didapatkan
waktu tempuh dari gempa tersebut dari sumber
ke stasiun pengamatan. Waktu tempuh ini
kemudian disebut sebagai waktu tempuh hasil
pengamatan (TObservasi) dari sumber gempa
menuju stasiun pengamatan.
Selanjutnya data waktu tempuh observasi dan
posisi stasiun perekam digunakan sebagai
parameter masukan dalam perhitungan inversi.
Relokasi hiposenter merupakan permasalahan
inversinonlinierdanpadapenelitianinimenggunak
an
pendekatan
pencarianglobal
menggunakanteknikgridsearch,
sedangkanuntukmenghitungwaktutempuhkalkul
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(a)
(b)
Gambar 2. (a) memuat file katalog gempa, (b)
screenshot file katalog gempa
152
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
sebelum
dan
153
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Taufik Gunawan:
Apa justifikasi bahwa data hasil relokasi benar (lebih baik dari data sebelumnya)?
Justifikasi data hasil relokasi lebih baik dari data sebelumnya adalah nilai rms yang lebih
kecil. Kedepannya akan dibuat cross section untuk melihat secara geologi dan tektoniknya.
2. Rahmat Triyono:
Dalam software ontoredjo yang digunakan untuk relokasi posisi gempabumi ada fasilitas picking
pada data wave formnya, apakah otomatis atau manual?
Picking pada wave form gempabumi yang akan direlokasi bisa dilakukan baik secara otomatis
maupun manual.
154
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia, adalah suatu sistem yang sangat vital dalam
rangka mitigasi bencana alam tsunami. Sistem ini dikembangkan setelah kejadian tsunami
Aceh 2004, yang terdiri dari Sistem monitoring gempabumi secara real time dan sistem
monitoring perubahan permukaan laut. Monitoring gempa bumi bertujuan untuk mengetahui
datangnya potensi ancaman tsunami akibat gempa bumi, sedangkan monitoring perubahan
permukaan air laut digunakan untuk konfirmasi apakah tsunami benar-benar terjadi. Salah
satu kriteria untuk menentukan potensi tsunami adalah magnitudo gempa bumi. Namun
magnitudo gempa bumi bukan merupakan indikator timbulnya tsunami secara umum. Hanya
gempa tertentu saja yang indikator timbulnya tsunami dapat dilihat dari besarnya magnitude.
Lomax dan Michelini (2009), telah mengusulkan bahwa indikator potensi tsunami dapat
dilihat dari rupture duration (Td), Time dominan (Tdom) dan T50EX. Metode ini
dikembangkan pula oleh Madlazim untuk studi kasus gempa bumi di Indonesia. Hasil
pengembangannya sudah digunakan untuk ujicoba secara offline. Hasil uji coba disimpulkan
bahwa system tersebut akurat dan dapat dikembangkan untuk memperkuat InaTEWS dalam
penentuan Potensi Tsunami. Dalam penelitian ini disusun rancang bangun sistem yang
implementasinya untuk uji coba secara real time menggunakan data jaringan InaTEWS
secaralangsung. Dalam pengembangan tersebut perlu membuat tampilan GUI untuk dapat
disandingkan dengan tampilan InaTEWS yang telah ada.
Kata Kunci : peringatan tsunami, rupture duration, time dominan, T50EX, ujicoba
ABSTRACT
Tsunami Early Warning System is the most important.system in tsunami hazard mitigation. This
system develop after Aceh tsunami 2004 occurred. Its consist of real time earthquake monitoring
system and water level monitoring. Earthquake monitoring detectingpotential tsunami hazard,
meanwhile water level monitoring used to confirm if tsunami is occurring. Earthquake magnitude is
one of criteria to determine tsunami potency, but it is not tsunami indicator generaly. Only certain
earthquakes which the onset of tsunami can be seen from the magnitude as indicators. Lomax and
Michelini (2009), proposed that potential tsunami indicators can be seen from the rupture duration
(Td), Time predominant (Tdom) and T50EX. This method was also developed by Madlazim to study
earthquakes in Indonesia. Offline test has been done and the results concluded that the system is
accurate and can be developed to strengthen the Potential Tsunami determination on InaTEWS. This
research is built system design that be able to test in real time using InaTEWS data network directly.
GUI are needed on system develoment to get along with InaTEWS.
Keywords: tsunami early warning, rupture duration, dominant period, T50EX,
155
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Sistem peringatan dini tsunami indonesia
(InaTEWS) mulai dibangun sejak tahun 2005,
saat ini telah dapat berfungsi memberikan
informasi Potensi Tsunami dalam waktu 5 menit
setelah gempa bumi terjadi. Penentuan potensi
tsunami, ditentukan bersarkan pada paramater
gempa bumi
yaitu kedalaman < 70 km,
magnitude > 7, sumber gempa dilautan (P.J.Prih
Harjadi, 2008). Pembangunan dilakukan secara
bertahap dan kriterian potensi tsunami juga
diperbaruhi sesuai dengan hasil evaluasi
terhadap warning yang telah dikeluarkan.
InaTEWS secara resmi beroperasi setelah
dilakukan peresmian oleh Presiden SBY pada
tanggal 11 Nopember 2008. Hasil analisa
potensi tsunami ini diteruskan ke sistim DSS
(Decision Support System), yang akan
memberikan rincian warning, sesuai hasil
perhitungan parameter gempa bumi tersebut.
Dalam penerapannya menunjukan bahwa
akurasinya kriteria ini masih perlu sempurnakan.
Matlazim (2011a, 2011b ,2011c, 2012b,
2012b)telah mengembangkan program komputer
yang berfungsi untuk menghitung estimasi
parameter sumber gempa bumi : durasi rupture
(Tdur), periode dominan (Td), durasi lebih dari
50 detik (T50Ex) dari gelombang P yang
terekam oleh stasiun seismik lokal. Parameter ini
merupakan parameter sumber gempa bumi yang
dapat digunakan memberikan deskripsi tentang
luas rupture dari suatu gempa bumi. Software ini
juga dapat menghitung perkalian antara Tdur
dengan Td dan perkalian antara Td dengan
T50Ex, dimana hasil perkalian ini menjadi
indikator kuat untuk potensi timbulnya tsunami.
Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara
kedua hasil perkalian tersebut, maka perkalian
antara T50Ex dengan Td yang bisa digunakan
untuk mengambil keputusan untuk menentukan
Potensi tsunami.
Software ini telah di ujicoba secara off line
dengan menggunakan data wave form secara
langsung format miniseed, sehingga software ini
lebih cepat membaca seismogram secara real
time, tanpa perlu mengkonversi lebih dahulu ke
dalam format SAC atau lainnya. Kecepatan
komputasi terhadap parameter-parameter gempa
bumi tersebut bergantung pada jumlah data yang
diproses. Sebagai contoh jika jumlah data
seismogram yang diproses ada 20 stasiun, maka
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
(2)
T50 Exceedance (T50EX) adalah nilai
perbandingan RMS ampiltudo saat durasi
rupture (Tdur) mencapai 50-60s dengan rms
amplitude saat durasi rupture 025 s.
Software perhitungan Td, Tdur dan T50Ex
ditulis menggunakan bahasa pemrograman
BASH yang bisa running pada sistem operasi
LINUX (UNIX). Software ini bisa di compile
dan dijalankan dalam satu perintah (commandline) shell pada semua system LINUX (UNIX).
Kompilasi
ini
membutuhkan
software
SeisGram2K60_20111209.jar
yang
bisa
didownload di website:
http://alomax.free.fr/seisgram/ver60/SeisGram2
K_install.html.
Software perhitungan Td, Tdur dan T50Ex
merupakan program komputer yang berfungsi
untuk mengestimasi parameter sumber gempa
bumi; durasi rupture (Tdur), periode dominan
(Td), durasi lebih dari 50 detik (T50Ex) dari
gelombang P yang terekam oleh stasiun seismik
lokal dengan menggunakan metode prosedur
langsung. Software ini juga mengkomputasi
perkalian antara Tdur dengan Td (Tdur * Td)
dan perkalian antara Td dengan T50Ex (Td *
158
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
Tabel 1. Hasil Uji coba offline program aplikasi penentuan potensi tsunami menggunakan perhitungan Tdur, Td dan T50Ex
terhadap beberapa gempabumi yang berpotensi tsunami
Origin time
Kota/Tsunami?
Lintang
()
-10,48
-1,26
Bujur
()
112,84
127,98
d
(km)
6
20
Sesar
Mw
Td
T50Ex
TdT50Ex
Tr
Tr
7,7
6,8
21,9
4,4
1,6
0,5
35,0
2,2
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
N
N
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
7,1
7,9
8,2
7,0
7,5
7,5
7,6
7,5
7,5
9,0
8,6
7,6
6,7
7,7
8,4
5,3
25,7
14,9
10,8
5,2
10,7
13,5
10,1
8,7
18,8
13,7
2,1
4,6
9,1
13,2
0,7
0,7
1,5
0,9
0,9
1,1
0,7
1,2
0,8
2,0
3,4
0,3
0,5
1,6
2,9
3,7
17,9
22,4
9,7
4,9
11,8
9,5
12,1
6,9
37,6
46,9
0,63
2,3
14,6
38,3
7,9
7,0
6,8
7,4
6,9
7,3
7,6
7,4
7,1
7,0
7,5
6,6
7,8
7,2
7,8
8,6
7,9
13,9
6,4
7,9
6,4
7,2
8,7
10,3
12,7
8,1
6,0
7,9
6,9
13,4
7,1
8,7
4,9
13,9
1,4
0,6
0,7
0,9
0,7
0,8
0,7
0,5
0,4
0,6
0,7
0,7
1,5
0,6
1,5
2,7
1,4
19,5
3,8
5,5
5,8
5,0
7,0
7,2
6,4
3,2
3,6
5,5
4,8
20,1
4,3
13,1
13,2
19,5
1994/06/02-18:17
1994/10/08-21:44
Banyuwangi/T
Halmahera/tT
1994/11/14-19:15
1996/01/01-08:05
1996/02/17-05:59
1998/07/17-08:49
2000/05/04-04:21
2002/03/05-21:16
2002/09/08-18:44
2002/10/10-10:50
2004/11/11-21:26
2004/12/26-00:58
2005/03/28-16:09
2006/01/27-16:58
2006/03/14-06:57
2006/07/17-08:19
2007/09/12-11:10
Filipina/tT
Sulawesi/T
Papua/T
PN_Guinnea/T
Sulawesi/tT
Filipina/T
PNGuinea/T
Papua/T
Timor/tT
Sumatra-Andaman/T
Nias/T
Laut Banda/tT
Laut Seram/tT
Pangandaran/T
Sumatra Selatan/T
13,52
0,73
-0,89
-2,96
-1,105
6,03
-3,23
-1,71
-8,17
3,30
2,09
-5,48
-3,59
-9,25
-4,52
121,07
119,93
136,95
141,93
123,57
124,24
142,87
134,17
124,86
95,98
97,11
128,09
127,21
107,41
101,38
14
14
11
7
6
31
33
10
10
39
21
397
31
34
30
2007/09/12-23:49
2007/09/13-03:25
2007/10/24-21:02
2008/02/20-08:08
2008/02/25-08:36
2008/11/16-17:02
2009/01/03-19:43
2009/01/03-22:33
2009/02/11-17:34
2009/09/02-07:55
2009/09/30-10:16
2009/11/08-19:41
2010/04/06-22:15
2010/05/09-05:59
2010/10/25-14:42
2012/04/11-08:38
2007/09/12-23:49
Sumatra Selatan/T
Sumatra Selatan/nT
Sumatra Selatan/nT
Sumatra Utara/nT
Sumatra Selatan/nT
Sulawesi/nT
Papua/nT
Papua/nT
Talaud/nT
Tasikmalaya/nT
Padang/nT
Sumbawa/nT
Sumatra Utara/T
Sumatra Utara/nT
Mentawai/T
Sumatra Utara/T
Sumatra Selatan/T
-2,53
-2,22
-3,84
2,75
-2,35
1,29
-0,51
-0,70
3,90
-7,77
-0,79
-8,27
2,38
3,75
-3,48
2,31
-2,53
100,96
99,56
100,91
95,97
100,02
122,10
132,78
133,28
126,40
107,32
99,96
118,63
97,05
96,02
100,11
93,06
100,96
10
10
30
34
35
26
35
35
20
50
80
33
31
38
21
23
10
159
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
160
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
No
1
Rupture
Duration
(Tdur)
T50EX
4
5
Td * Tdur
Td * T50EX
KESIMPULAN
> 650
detik
>1
detik
>650
>10
Tidak
V
v
v
POTENSI TSUNAMI
KESIMPULAN
Hasil kajian terhadap sistem Penentuan
Potensi Tsunami yang telah dikembangkan
oleh Matlazim (2012) secara offline,
dengan menggunakan data-data gempa
bumi Indonesia disimpulkan bahwa system
tersebut akurat dan dapat dikembangkan
untuk memperkuat InaTEWS dalam
penentuan Potensi Tsunami.
161
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
DISKUSI
1. Rahmat Triyono:
Kriteria di operasional untuk tsunami M7 dengan kedalaman <100 km, bukan <70 km. Sulit untuk
menemukan kriteria yang tepat.
Batas-batas penentuan potensi tsunami dari data gempabumi memang sulit karena digunakan
untuk tujuan praktis (operasional) dan diseminasi yang seharusnya didasari oleh ilmiah. Harus
ada sense ilmiah dari para operator dalam menjalankan SOP di operasional.
Apakah duration rupture sama dengan durasi gempa?
Rupture duration yang digunakan bukan signal duration (durasi gempa), karena kalau signal
duration sudah merupakan gabungan dari banyak fase sehingga menjadi panjang, sedang rupture
duration adalah berapa lama patahan itu bergerak yang mengindikasikan panjang rupture pada
sumbernya.
2. Bambang SP:
Tdom yang digunakan apakah dari ambient noise atau dari mana?
Tdom yang dimaksud disini adalah T dominan atau T terbesar dalam sinyal gempa tersebut yang
menggambarkan lebar rupture sumber gempa. Jadi bukan T dominan yang dihitung dari ambient
noise atau biasa disebut periode dominan yang menggambarkan periode natural dari tanah di
lokasi sensor.
3. Taufik Gunawan:
Berapa waktu yang dibutuhkan oleh sistem tersebut untuk menentukan potensi tsunami?
Waktu yang digunakan untuk menghitung potensi tsunami menggunakan duration rapture masih
sulit dijawab secara pasti karena belum diaplikasikan pada data real time. Selama ini dilakukan
pada data offline, dan untuk proses perhitungannya hanya perlu beberapa detik.
162
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
ABSTRAK
Telah dilakukan kajian untuk pengembangan Sistem Monitoring Gempabumi (SMG) menggunakan
jaringan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Sistem ini, diharapkan dapat digunakan
untuk menentukan parameter gempabumi dan mekanisme sumber gempabumi, baik secara manual
maupun otomatis. Input dari sistem ini adalah data waveform dari jaringan stasiun InaTEWS yang
dialirkan ke dalam sistem menggunakan protokol Seedlink via jaringan publik (internet), yang kemudian
diproses dengan beberapa modul sehingga dapat dilakukan picking otomatis. Hasil picking otomatis akan
menjadi masukan untuk modul Locator. Modul Locator diharapkan menghasilkan Parameter Gempabumi
yang menjadi masukan untuk modul JISView. Pengolahan data dalam modul JISView dapat
menghasilkan mekanisme sumber gempabumi dalam orde beberapa detik, setelah menerima data hasil
picking yang cukup dan parameter gempabumi. Metode yang digunakan dalam memodelkan mekanisme
sumber gempabumi yaitu metode impulse pertama gelombang P. Diharapkan sistem ini dapat
diimplentasikan di stasiun Geofisika menjadi sistem operasional sebagai pelengkap informasi gempabumi
dari InaTEWS.
Kata kunci: sistem, monitoring, gempabumi, otomatis
ABSTRACT
Studies for development of Earthquake Monitoring System (EMS) has been doneuses
theIndonesiaTsunamiEarlyWarningSystem (InaTEWS) network. This systemis expected tobe
usedtodetermine theparameters ofearthquakesandearthquakesourcemechanism, either manually
orautomatically. Inputof this system isthe waveform data fromstation network of InaTEWSsupplied to
thesystem usinga networkprotocolSeedlink, which is thenprocessed bya number of modulesallow
forautomatedpicking. The resultswillbe inputautomaticallypicking for Locatormodule. Locator module
expected
to produce Earthquake
ParameterstheinputofJISView module.
Processingdata
inJISViewmodulecan generatean earthquakesourcemechanismsin theorder of a fewseconds,
afterreceivingsufficientoutcome datapickingandearthquakeparameters. Thissystem is expectedtobe
implementedin
theGeophysicsstationbecameoperational
systemsas
complementaryearthquake
informationfromInaTEWS.
Keywords: system, monitoring, earthquake, automatic
163
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
PENDAHULUAN
Gempabumi merupakan fenomena alam yang
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Respon
tanggap bencana gempabumi bermula pada
seberapa cepat sebuah sistem informasi dini
gempabumi bekerja. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui
InaTEWS, mampu menyampaikan informasi
gempabumi dan peringatan tsunami kepada
masyarakat dan stakeholders dalam waktu
kurang dari 5 menit [1].
Sejak
tahun
2011,
Puslitbang
telah
mengembangkan software JISView yang mampu
menentukan mekanisme sumber gempabumi
secara cepat, sekitar 5 sampai 7 menit setelah
kejadian gempabumi.[2]
Perbandingan keluaran dilakukan terhadap hasil
penentuan mekanisme sumber gempabumi
software JISView dengan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Geo
Forschungs Zentrum (GFZ) dan United State
Geological Survey (USGS) Global CMT.
Berdasarkan
penentuan
dan
pemodelan
mekanisme sumber gempabumi yang dilakukan,
secara umum hasil yang diperoleh sama dengan
model yang dihasilkan oleh institusi-institusi
tersebut. [2]
Walaupun kinerja dari JISView sudah cukup
baik, sistem ini masih dikembangkan untuk
dapat melakukan picking otomatis dari data
stream real-time dari server jaringan monitoring
seismik [3], sehingga kecepatan proses dapat
ditingkatkan lagi. Hasil picking otomatis ini
dapat
dimanfaatkan
untuk
menentukan
parameter gempabumi dengan cara otomatis
pula. Sehingga apabila JISView digabungkan
dengan sistem penentuan lokasi gempabumi
(locater) dapat menjadi sistem monitoring
gempabumi secara otomatis. Sistem ini dapat
digunakan untuk monitoring gempabumi di
stasiun geofisika. Dalam paper ini akan dibahas
Rancang
Bangun
Sistem
Monitoring
Gempabumi
berdasarkan
pengembangan
JISView.
Rancang
Bangun
Gempabumi (SMG)
Sistem
Monitoring
164
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
JARINGAN
InaTEWS
Data
Processing
Seedlink
Picking
Automatic
Parameter Gempabumi
(Lat, Lon, Depth, OT, Mag)
Locator
Database
Gempabumi
INFORMASI
GEMPABUMI
Mekanisme Sumber
Gempabumi
JISView
b.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
c.
e.
f.
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
h.
i.
Modul Disemination
Modul
ini
berfungsi
untuk
mendiseminasikan
informasi
dini
gempabumi melalui media SMS. Setiap
alarm peringatan gempabumi yang masuk
ke dalam modul ini akan diteruskan oleh
SMS Gateway untuk di-broadcast sebagai
SMS kepada masing-masing penerima
(recipient).
Operator
memiliki
otoritas
untuk
melakukan manipulasi data (rekam, ubah,
hapus) penerima. Dengan kata lain,
operator berwenang menentukan siapa saja
yang bisa menerima SMS informasi
gempabumi.
167
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
168
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
169
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012
KESIMPULAN
Telah dikembangkan rancang bangun (desain)
sistem monitoring gempabumi dengan
mengintegrasikan JISView dengan sistem
penentuan lokasi gempabumi secara otomatis.
Sistem monitoring ini dirancang untuk
menerima data stream dari stasiun InaTEWS
dan melakukan picking otomatis. Selanjutnya
hasil picking ini digunakan untuk menentukan
lokasi dan mekanisme sumber gempabumi.
Sistem ini diharapkan dapat digunakan untuk
mendukung kegiatan operasional di stasiun
geofisika.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Fauzi. (2009). InaTEWS - Indonesian
Tsunami Early Warning System, Early
Warning System for Risk Reduction
Case Study: West Sumatra. Bukit
Tinggi : International Symposium on
Earthquake and Precursor.
[2] Arifin, J. (2012). Rancang Bangun Sistem
Informasi Geografis Pemodelan Focal
Mechanism Gempabumi di Wilayah
Indonesia. Denpasar : Tugas Akhir.
Universitas Udayana.
DISKUSI
1. Bambang SP:
Bagaimana perbandingan hasil software JISview dengan software lain?
Pada tahun 2011 sudah pernah dilakukan kajian untuk membandingkan hasil software JISview
dengan hasil BMKG dan USGS dimana hasilnya secara umum sama. Di tahun 2012 juga
melakukan perbandingan tersebut di beberapa stasiun tempat ujicoba dengan hasil yang cukup
memuaskan.
2. Taufik Gunawan:
Perlu adanya kajian-kajian ilmiah terhadap sistem yang dibangun
Memang perlu kajian ilmiah yang lebih mendalam, bisa dengan membuat forum diskusi untuk
mengkaji lebih dalam lagi. Beberapa kegiatan verifikasi data keluaran software Jisview
dengan data-data hasil software-software lain juga merupakan salah satu kajian ilmiah
terhadap sistem ini. Untuk pembangunan sistem monitoring gempabumi ini masih dalam
proses pengembangan dengan terus melakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang
ditemukan. Yang terpenting adalah terus mendukung dan memperbaiki sistem tersebut.
Apa bedanya focal mechanism dengan parameter gempabumi keluaran sistem?