Anda di halaman 1dari 4

Dasar-dasar investasi

Saat ini istilah investasi sering kali kita dengar dan perbincangkan. Di televisi, radio, maupun korankoran banyak membahas investasi.
Invetasi adalah suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu jenis atau aset selama
periode tertentu dengan harapan suatu keuntungan dari hasil investasi.
Investasi sangat berkaitan erat dengan perencanaan masa depan dan tujuan financial seseorang
sehingga dalam berinvestasi sangat diperlukannya perencanaan yang baik agar tujuaan investasi dapat
tercapai dikemudian hari.
Ada dua jenis investasi yaitu: Investasi aktiva riil seperti logam mulia, tanah, rumah dll dan aktiva
finansial seperti surat-surat berharga deposito, saham, obligasi.
Cara kepemilikannya pun terbagi kedalam dua jenis yaitu:
1. Investasi langsung
kepemilikan surat berharga secara langsung tanpa perantara dalam suatu sekuritas atau properti.
contoh: investor membeli saham, obligasi atau real estate.
2.Investasi tidak langsung.
kepemilikan surat berhaga melalui perantara atau lembaga-lembaga keuangan yang terdaftar dan
sudah kompeten dibidangnnya. Contoh Reksadana dan Unitlink.
Seorang Investor yang bijak sebelum memutuskan untuk berinvstasi selalu memperhatikan beberapa
hal yaitu:
1.Tujuan Investasi.
Dalam berinvestasi, kita harus mengetahui dengan jelas tujuan finansial yang akan kita lakukan
sehingga kita bisa mengatur dan mempersiapkan dana yang akan diinvestasikan dengan pengeluaran
hidup kita. Berikut beberapa tujuan orang berinvestasi:
Mendapatkan keuntungan dari hasil investasi(capital gain)
Memenuhi rencana kebutuhan masa depan seperti untuk biaya pernikahan, melahirkan,
pendidikan anak, pensiun, beli rumah, mobil dll.
2.Jangka Waktu Investasi.
dalam investasi terdapat aturan semakin lama waktu investasi, maka semakin besar pula peluang
untuk mendapatkan keuntungan. Begitu juga sebaliknya. Misalnya, jika seseorang berinvestasi dalam
bentuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) tahun, imbal hasilnya pun akan rendah dibandingkan
jika ia berinvestasi dalam bentuk saham dengan jangka waktu diatas 5 (lima) tahun. kemungkinan
memperoleh keuntungan lebih besar.
Jangka waktu investasi juga dikaitkan dengan tujuan investasi. sebagai contoh dalam waktu 3 (tiga)
tahun mendatang anda berencana membeli rumah, berarti investasi yang harus anda lakukan di
instrumen investasi dengan resiko yang rendah.
Ada 3 kategori jangka waktu investasi:
Jangka Pendek (< 1 tahun), contoh: deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Jangka Menengah (1 s/d 5 tahun), contoh: Obligasi.
Jangka Panjang (>5 tahun), contoh: saham.
3.Risiko Investasi.
Berbicara Investasi tentu kita juga harus berbicara Risiko dong ada beberapa tingkatan risiko yang
berkaitan dengan karakteristik seseorang. Berdasarkan sifatnya, investor juga dapat di kategorikan
dalam 3 (tiga) karakteristik:
Risk Averse (Menolak Risiko), Tipe ini adalah tipe orang yang cenderung menghindari risiko
investasi tetapi mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi dari besarnya risiko investasi
yang dihadapi.
Risk Neutral (Netral Risiko), tipe ini menginginkan hasil investasi yang lebih tinggi
dibandingkan tipe risk averse tetapi dengan tingkat risiko yang sedang.
Risk Taker (Pengambil Risiko), tipe ini sangat memahami bahwa untuk mengharapkan hasil
investasi yang tinggi, ia juga harus menghadapi risiko yang tinggi pula.

Dalam berinvestasi dikenal hukum High risk high return, low risk low return yang secara umum
diartikan bahwa semakin besar keuntungan yang kita inginkan semakin besar pula risiko yang akan
ditanggung. dan sebaliknya semakin rendah keuntungan yang diperoleh, semakin rendah pula risiko
yang ditanggung investor.
Secara umum risiko investasi terbagi kedalam 2 (dua) yaitu:
1.Risiko yang tidak didiversifikasi atau Risiko sistemik, yang artinya risiko yang dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti perubahan ekonomi, politik: perang dimana tidak dapat dihilangkan dengan
diversifikasi, contoh:
Risiko Suku Bunga (interes risk), adalah risiko yang disebabkan oleh fluktuasi dari tingkat
suku bunga. Misalnya terjadi kenaikan suku bunga maka nilai saham dan obligasi akan turun.
kalau tingkat suku bunga tinggi maka investor akan memilih menempatkan dananya dalam
bentuk deposito.
Risiko Daya Beli (purchasing power risk), dikenal juga dengan risiko inflasi. karena turunya
nilai uang, maka kemampuan daya beli seseorang menurun sehingga uang yang beredar juga
ikut menurun.
Risiko Mata Uang (currency risk), adalah tingkat risiko yang harus dihadapi oleh investor atas
fluktuasi dua atau lebih mata uang yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi.
2.Risiko yang dapat didiversifikasi (diversifiable risk) terdiri atas:
Risiko Bisnis (business risk) adalah tingkat risiko yang yang diasosiasikan dengan
kemampuan sebuah perusahaan untuk beroperasi secara menguntugkan. Perusahaan dengan
laba yang stabil, tingkat persaingan yang wajar, penjualan yang sehat dan tingkat pengeluaran
yang sesuai akan mempunyai tingkat resiko yang rendah.
Risiko Keuangan (finansial risk) berhubungan erat dengan kesehatan perusahaan. sebuah
perbandingan sederhana misalnya dapat dilihat atas tingkat hutang perusahaan dengan rasio
permodalan.
Risiko Cidera Janji (default risk) adalah ketidakmampuan sebuah perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya (pembayran hutang) pada saat kewajiban-kewajiban jatuh tempo.
4.Likuiditas.
berhubungan dengan ketidakpastian dalam mengubah investasi yang ada menjadi kas dalam periode
yang relatif pendek untuk suatu waktu yang bisa diperkirakan, pada harga yang wajar. Sederhananya
seberapa cepat instrumen investasi tersebut dapat diuangkan dan sedikit atau sama sekali tidak
mengalami kerugian. sebagai contoh seseorang yang memiliki deposito lebih likuid dibandingkan
dengan rumah.
5. Pajak.
beberapa jenis pajak untuk investasi/tabungan :
Pajak bunga tabungan/deposito, Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari bunga
tabungan dan deposito adalah 20% dan bersifat final. Angkanya lumayan fantastis ya? Jadi
gimana? Pikir-pikir ga buat terus nimbun uang di tabungan/deposito doang
Pajak transaksi saham,Dikenakan tarif pajak sebesar 0.1% dari total nilai transaksi penjualan
saham untuk saham yang sudah go public (terbuka) dan bersifat final sementara. Untuk
penjualan saham yang belum go public dikenakan pajak progresif.
Dari angkanya tergolong kecil untuk transaksi saham ini, itulah mengapa pasar modal di
Indonesia ini prospeknya cukup bagus, selain karena negara kita pertumbuhannya bagus,
pajak untuk transaksi saham pun relatif ringan.
Pajak dividen, Dividen yang dibayarkan ke perorangan (wajib pajak dalam negeri) dikenakan
PPh pasal 4 ayat 2 sebersar 10% dan bersifat final. Dividen ini merupakan penghasilan yang
kita dapat dari nilai penanaman modal (saham) yang kita miliki atas perusahaan tertentu yang
dibayarkan secara reguler baik itu bulanan atau tahunan.
Pajak polis asuransi, Klaim atas polis asuransi berupa uang pertanggungan sesuai dengan UU
Pajak Penghasilan sampai saat ini masih tergolong sebagai objek tidak kena pajak. Yuk deh
yang belum punya asuransi, buruan cari yang sesuai profil diri dan keluarga.
Tanah dan bangunan, Atas penjualan tanah dan bangunan, akan dikenakan PPh final sebesar
5%. Nah, setahu saya, 5% ini berlaku untuk penjual dan pembeli. Jadi kalau situ jual, dari

nilai jual trus dipertimbangkan dengan nilai tidak kena pajak (tergantung daerah masingmasing) akan dikenakan 5%. Kalau situ yang beli, juga akan diterapkan hal yang sama. Jadi
sebenernya totalnya 10% . Tapi ya namanya rumah/tanah kan pasti nilainya ga kecil ya,
berarti pajaknya juga mayan nyesek.
Pajak Reksadana, Keuntungan yang diterima dari pemegang saham (reksadana tertutup) dari
penjualan saham dikenakan PPh final sebesar 0.1% karena dijual di bursa dan tidak dikenakan
tambahan PPh atas saham pendiri (0.5%).
Pajak obligasi, Untuk penghasilan yang didapat dari bunga maupun kupon obligasi akan
dikenakan pajak yang bersifat final. Obligasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu obligasi
dengan kupon dan tanpa kupon. Atas diskonto atau bunga dari obligasi dikenakan tarif PPh
sebagai berikut :
1. 15% dari jumlah bruto bagi WPDN dan BUT (Bentuk Usaha Tetap) dan 20% bagi WPLN dan
non-BUT
2. 5% untuk tahun 2011-2013 dan 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya bagi wajib pajak
reksadana.
Return dan Risiko Investasi

a.

1)
2)

1)

2)

b.

Return Investasi
Return merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi
yang dilakukan Menurut Jones (2002:124), Return saham terdiri dari:
Yield, yaitu cash flow atau arus kas yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang
saham, biasanya dalam bentuk deviden.
Capital gain, atau capital loss, yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian dengan
harga saham pada saat penjualan. Capital gain jika harga saham pada akhir periode lebih
tinggi dari harga awalnya, sedangkan capital loss, sebaliknya.
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return menurut (Jogiyanto,
2010; 205) dapat dibedakan menjadi:
Return Realisasi (realized return)
Merupakan return yang telah terjadi. Return dihitung berdasarkan data histories,
return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan.
Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (ekspekted return)
dan risiko dimasa mendatang.
Perhitungan return realisasi disini menggunakan return total. Return total
merupakan keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu.
Return Ekspektasi (Expected Return)
Merupakan return yang digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Return
ini penting dibandingkan dengan return historis karena return ekspektasian merupakan return
yang diharapkan dari investasi yang dilakukan. Perhitungan return ekspektasi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Return ekspektasi dapat dihitung dengan metode nilai ekspektasi yaitu mengalikan
masing-masing hasil masa depan dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua
produk perkalian tersebut.
Risiko Investasi
Pengertian Resiko menurut Keown (1999:216), resiko adalah kemungkinankemungkinan bahwa suatu pengembalian akan berbeda dari tingkat pengembalian yang
diharapkan. Menurut Jones (2002:134), ada dua tipe resiko, yaitu:
a. Resiko sistematik (systematic Risk)
Adalah resiko yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara umum, yaitu
resiko tingkat bunga, resiko politik, resiko inflasi, resiko nilai tukar, dan resiko pasar. Disebut
pula resiko tidak diversifikasi.
b. Resiko non-sistematik (non-systematic risk)

Adalah resiko yang berkaitan dengan kondisi perusahaan yang terjadi secara
individual, yakni resiko bisnis, resiko laverage, dan resiko likuiditas. Disebut pula resiko
diversifikasi, resiko residual, resiko unik, atau resiko khusus perusahaan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa resiko adalah kemungkinan terjadinya suatu penyimpangan tingkat
pengembalian yang nyata terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan. Besarnya nilai
resiko dapat dicari dengan menghitung standar deviasi, atau dengan menghitung besarnya
varian. Standar Deviasi adalah ,a statistical measure of the variability of a distribution
around its mean. It is the square root of the variance, Horne and Wachowizc (1998). Resiko
investasi pada saham, meliputi: Resiko saham Individu, dan Resiko investasi portofolio.
Berdasarkan kesediaan dalam menanggung risiko investasi, investor dikenal ada 3
yaitu berani mengambil risiko (risk taker), sikap netral terhadap risiko (risk neutral) dan yang
tidak berani mengambil risiko (risk averse). Risk taker adalah sikap seorang yang memilih
taruhan yang fair sedangkan risk neutral adalah seseorang bersikap indifference terhadap
taruhan yang fair, dan risk averse adalah investor akan menolak taruhan yang fair (Husnan,
2003). Masing-masing ini menyebabkan investor mempunyai preferensi yang berbeda dalam
melihat suatu portofolio.
Pada dasarnya ada tiga jenis investor bila dihubungkan dengan tingkat risiko yang dapat mereka
terima, yaitu (1) Tidak senang risiko, (2) Netral terhadap risiko, (3) Menyukai risiko. Mari kita coba
bahas
satu
per
satu.
1. Tidak senang risiko (risk averse).
Investor jenis ini adalah investor yang tidak senang terhadap risiko. Tentunya, ia memiliki
konsekuensi tidak dapat mengharapkan tingkat return yang terlalu tinggi juga. Investor jenis ini
biasanya sangat mengutamakan tingkat keamanan investasinya dibandingkan dengan tingkat return
yang ditawarkan oleh suatu produk investasi.
Biasanya investor ini masih nienggunakan perbankan sebagai sarana investasi mereka atau investasi
di
SBI
atau
obligasi
pemerintah.
2. Netral terhadap risiko (risk neutral).
Investor jenis ini adalah investor yang cukup menerima adanya risiko, tetapi tidak akan mau
mengambil risiko lebih untuk mencoba mendapatkan tingkat return yang lebih tinggi. Tingkat return
yang mereka harapkan biasanya lebih tinggi daripada investor yang risk averse, dan tentunya mereka
juga telah memiliki risiko minimal yang dapat diterima.
Biasanya, investor ini selain di perbankan juga sudah berani bermain di jenis investasi reksadana;
pasar uang; jenis asuransi yang aman, seperti asuransi jiwa, kesehatan, dan umum; maupun obligasi
perusahaan pemerintah.
3. Menyukai risiko (risk seeker).
Investor jenis ini biasanya telah mengerti bahwa return yang tinggi akan diikuti dengan tingkat risiko
yang tinggi pula. Mereka sudah berani mencoba mengambil kesempatan dan juga berinvestasi pada
produk investasi yang memiliki tingkat risiko yang relatif tinggi.
Biasanya, investor ini sudah sangat sedikit menginvestasikan dananya ke perbankan. Umumnya,
mereka telah membagi investasinya ke reksadana, asuransi, dan juga sudah mulai berani memulai
berinvestasi langsung di saham, bursa komoditi, maupun valas.

Anda mungkin juga menyukai