Anda di halaman 1dari 4

SOAL SBMPTN 2016 TIDAK FAIR APA SOLUSINYA?

Halmar Halide
Ketua Pengawas Wilayah Saintek pada PUML 82 UNHAS, Makassar

Fairness: salah satu syarat soal-ujian baku


Pekan lalu, para peserta ujian SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun
2016 berjuang keras untuk mendapatkan satu tempat pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan
diterima pada salah satu universitas negeri pilihannya. Ini dapat dipandang sebagai suatu taruhan
tingkat tinggi (high stakes). Alat ukur (baca: soal ujian) yang digunakan untuk menyeleksi para kandidat
ini pun mestinya memenuhi sejumlah syarat antara lain: keabsahan (validity) dan keadilan (fairness)
[Kane, 2013; Caines dkk., 2014]. Soal yang absah berarti soal tersebut sesuai dengan sasaran yang akan
dicapai, sedang soal yang adil berarti setiap peserta ujian memiliki kesempatan yang sama untuk
melulusi soal tersebut. Hal ini menjadi tantangan berat bagi para pembuat soal SBMPTN yang
merancang soal baku untuk maksud tersebut.
Kini dengan tibanya bulan ramadhan, para peserta SBMPTN itu kembali mengharap keberkahan
melalui doa yang terpanjat kepada Yang Maha Pemurah. Intensitas doa tersebut sejogyanya makin
diperkuat, jika saja mereka mengetahui bahwa alat uji (soal SBMPTN) yang mereka kerjakan ternyata
tidak fair. Artikel singkat ini menjelaskan bagaimana ke-tidak-fair-an ini ditemukan dan bagaimana cara
mengoreksinya.
TKD (Tes Kemampuan Dasar) Saintek: sumber ketidakadilan naskah
Sebagai Koordinator Wilayah Saintek, saya mengumpulkan perangkat soal TKD Saintek dari salah
satu lokasi ujian (SMA Negeri 17 Makassar). Soal-soal TKD Saintek ini bersampul warna merah-jambu
dengan kode-kode naskah: 249, 250, 251, dan 252. Masing-masing naskah ini memiliki jumlah soal yang
sama yakni 60 buah soal. Ada 4 (empat) bidang studi yang diujikan yakni: Matematika (soal no. 1-15),
Fisika (soal no. 16-30), Kimia (soal no. 31-45) dan Biologi (soal no. 46-60). Ada 2 (dua) hal yang saya
temukan. Pertama, terdapat 16 buah soal yang sama (baik nomor soal maupun redaksi soalnya) pada
keempat kode naskah. Soal-soal yang sama tersebut adalah bernomor: 7, 11, 13 dan 14 (bagian soal
Matematika); 16, 22, 25 dan 27 (Fisika); 32, 37, 38 dan 40 (Kimia); 47, 52, 54 dan 60 (Biologi). Implikasi
temuan pertama ini adalah bahwa jika seorang peserta yang berhasil menjawab dengan benar suatu
bocoran soal/contekan, ia minimal akan memperoleh nilai 16 4 (setiap soal yang benar diberi nilai +4)
= 64. Andaikata jawabannya yang lain salah (ia akan menerima penalti sebesar -1 untuk setiap jawaban
salah), nilai bersihnya adalah: 64 - 44 = 20 poin. Untuk mengurangi insentif bagi seorang peserta curang
yang mengambil keuntungan dari soal ujian seperti itu, sebaiknya panitia mengacak nomor yang
memiliki soal yang sama dan nilai untuk soal yang benar adalah +1 bukannya +4.

Kedua, saya menemukan pelanggaran prinsip keadilan untuk soal yang dapat dikategorikan
sebagai soal standar (baku) ini. Semestinya, apapun kode naskahnya, semua peserta mengerjakan
masing-masing soal dengan materi yang semirip mungkin (baik jenis maupun tingkat kesulitannya). Hal
ini ternyata tidak demikian. Tabel 1 menyajikan fakta tersebut. Pada tabel ini ditampilkan nomor soal
dan nilai kemiripan materi ujian untuk masing-masing kode naskah. Nilai kemiripan materi ujian pada
masing-masing soal berkisar antara 1 (mirip) hingga 4 (tidak mirip).
Tabel 1. Nilai kemiripan materi ujian untuk 4 kode naskah. Baris terakhir menunjukkan nilai rata-rata dan
simpangan baku kemiripan/kedekatan materi ujian untuk masing-masing naskah (dicetak tebal).
No.
Soal
16.
17.
18.

19.

20.

21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Kode Naskah beserta nilai kemiripannya berdasarkan materi ujian (dalam tanda kurung)
249
250
251
252
1 (gerak peluru)
1 (gerak peluru)
1 (gerak peluru)
1 (gerak peluru)
4 (gerak 2 benda, 3 (gerak 2 benda, 2 (gerak 1 benda, (gerak 1 benda,
bidang datar)
bidang miring)
bidang miring)
vertikal)
3 (momentum sudut) 1
(momen inersia 4 (papan dan katrol)
2 (momen inersia
benda
menuruni
benda
menuruni
bidang miring)
dan menaiki bidang
miring)
4 (modulus geser)
3 (tetapan pegas)
1 (regangan dengan 2 (regangan pada
beban berbeda)
penampang
berbeda)
1 (fluida pada pipa 1 (fluida pada pipa 1 (fluida pada pipa 2 (fluida pada pipa)
dengan
beda dengan beda tekanan)
dengan beda tekanan)
tekanan)
1 (hukum gas ideal)
1 (hukum gas ideal)
1 (hukum gas ideal)
1 (hukum gas ideal)
1 (proses gas ideal)
1(proses gas ideal)
1(proses gas ideal)
1(proses gas ideal)
1 (pendulum)
1 (pendulum)
1 (pendulum)
1 (pendulum)
2 (Rangk. List. DC 2 (Rangk. List. DC 1 (hukum Ohm)
3 (Rang. List. AC)
seri)
paralel)
1 (kemagnitan)
1 (kemagnitan)
1 (kemagnitan)
1 (kemagnitan)
1 (spektrum)
2 (partikel elementer)
3 (gabungan bintang)
4 (waktu paruh
relativistik)
1 (optika-retina)
1 (optika-retina)
1 (optika-retina)
1 (optika-retina)
2 (elektrostatik 2 1
(elektrostatik
3 1
(elektrostatik
3 1 (elektrostatik 3
muatan)
muatan)
muatan)
muatan)
2 (gerak elips)
1 (gerak melingkar)
1 (gerak melingkar)
3 (gerak curvature)
2 (gel. stasioner)
3 (efek Doppler)
1 (pipa organa)
1 (pipa organa)
1,80 1,08

1,53 0,83

1,40 0,91

1,67 0,98

MANOVA: detektor ketidakadilan naskah


Pada mulanya, analisis data pada Tabel 1 dilakukan menggunakan uji ANOVA dan uji KruskalWallis. Kedua analisis ini ditujukan untuk menemukan apakah ada perbedaan nyata antara nilai
kedekatan/kemiripan antara keempat kode naskah. Kedua analisis ini menyimpulkan bahwa keempat
kode soal tak berbeda signifikan. Hal ini sebenarnya terlihat pada nilai rata-rata dan simpangan baku
nilai kemiripan materi uji pada Tabel 1. Namun, ketika perangkat data pada Tabel 1 diatas selanjutnya
dianalisis menggunakan teknik MANOVA (Multivariate Analysis of Variance), keempat kelompok naskah
ternyata terbagi atas 2 cluster (kelompok) berdasarkan jarak Mahalanobis-nya. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 1. Kode naskah 250 dan 251 bergabung pada satu cluster sedangkan kode naskah 249 dan 252
berada pada cluster lainnya. Hasil yang tersaji pada Gambar 1 ini diperoleh dengan menggunakan paket
pemrograman MATLAB yakni subroutine Manova1 dan Manovacluster.

Gambar 1. Pengelompokan naskah ujian TKD Saintek kedalam 2 cluster. Cluster 1 berisi kode naskah
250 dan 251, sedangkan cluster 2 berisi kode naskah 249 dan 252.

Adanya pengelompokan naskah ini menjadi indikasi bahwa ada pelanggaran azas fairness.
Peserta SBMPTN terpapar soal SBMPTN yang berbeda. Jika perbedaan ini dapat dikaitkan dengan tingkat
kesulitan soal, maka yang lebih menderita adalah peserta yang kurang menguasai bahan dan ia
kebetulan memperoleh soal dengan tingkat kesulitan tinggi. Ia kemungkinan besar tak lolos ujian
SBMPTN karena kebetulan mendapatkan soal yang sulit. Hal sebaliknya terjadi pada peserta
berkemampuan tinggi yang kebetulan mendapatkan soal dengan tingkat kesulitan rendah. Kemungkinan

dia untuk lolos SBMPTN semakin besar. Kedua kasus ekstrim ini menyebabkan terciderainya kesamaan
peluang peserta untuk lulus SBMPTN gara-gara soal yang tidak fair.

Normalisasi nilai: solusi untuk ketidakadilan naskah ujian


Ujian SBMPTN 2016 telah usai, para peserta sedang menunggu hasilnya dengan harap-cemas
(berharap untuk lulus dan cemas kalau gagal). Ketidak-adilan yang dijumpai pada berbagai versi naskah
ujian tersebut pun telah terdeteksi. Meskipun demikian, ujian ini tak dapat lagi diulang. Salah satu solusi
cepat untuk mengeliminasi ketidak-adilan antara peserta yang mengerjakan naskah soal yang berbeda
adalah dengan melakukan normalisasi pada nilai ujian berdasarkan kode soal masing-masing. Cara
mudah yang bias dilakukan Panitia adalah begini: telusurilah nilai semua peserta yang mengerjakan
naskah kode X. Identifikasi nilai terendah dan tertinggi untuk kode naskah ini. Nilai untuk masing-masing
peserta yang mengerjakan naskah kode X selanjutnya dikalibrasi menggunakan rumus normalisasi data.
Rumus ini sudah tersedia misalnya pada situs Wikipedia. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi Panitia
untuk ekstra hati-hati dalam merancang dan mengujikan soal yang fair bagi setiap peserta ujian.

Daftar Pustaka:
Caines J., B L. Bridglall, M. Chatterji, 2014. Understanding validity and fairness issues in high-stakes
individual testing situations. Quality Assurance in Education 22 (1): 5-18.
Kane, M. (2013), Validity and fairness in the testing of individuals, in M. Chatterji (Ed.), Validity and
Test Use: An International Dialogue on Educational Accountability and Equity, Emerald Group
Publishing, Bingley, pp. 17-53.
Wikipedia [https://en.wikipedia.org/wiki/Normalization_(statistics)]

Anda mungkin juga menyukai