Oleh :
KELOMPOK 5
1
2
3
4
5
(156070300111004)
(156070300111034)
(156070300111041)
(156070300111048)
(156070300111050)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Unit gawat darurat adalah unit pelayanan rumah sakit yang
memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan
kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin. Jumlah
dan kasus pasien yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat
diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan
saja, dimana saja serta menimpa siapa saja. Kondisi penyakit level kronis
membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari tenaga kesehatan.
Pemantauan tersebut bisa mengenai infus, tekanan darah, detak jantung dan
lain-lain. Salah satu contoh penyakit yang mudah mengalami perubahan
kearah gawat darurat adalah penyakit jantung.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2011) bahwa
penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan
60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit
iskemik dan sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian di
seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Diperkirakan tahun
2030 bahwa 23,6 juta orang di dunia akan meninggal karena penyakit
kardiovaskular. Prevalensi
wawancara
Penaykit jantung di
Indonesia
berdasarkan
jantung dan tidak diragukan lagi hal ini akan berdampak pada kematian pasien
(Georgaka, D; Mparmparousi, M & Vitos, N, 2012). Kejadian henti jantung
selama perawatan di rumah sakit di Amerika Serikat diperkirakan 192.000
pasien
setiap
tahunnya
dan
survei
American
Hospital Association
secara
menyeluruh.
Skor
peringatan
dini
(EWS)
yang
early warning score sangat bermanfaat pada pemantaun atau deteksi dini
sebelum pasien mengalami kondisi yang lebih buruk dan mampu
menggunakan jalur rujukan atau tindakan yang sesuai. Apapun penyakit yang
mendasarinya tanda-tanda klinis perburukan kondisi bisanya serupa yang
dapat dilihat dari fungsi pernapasan, kardiovaskular dan neurologis.
Pengamatan efektif pasien adalah kunci pertama dalam mengidentifikasi
kondisi pasien. Sangat penting untuk memiliki praktek keperawatan yang
lebih baik sehingga dapat memberikan laporan secepat mungkin agar bisa
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
2. Tujuan penulisan
2.1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui predictor EWS pada pasien yang mengalami serangan
jantung.
2.2.
Tujuan Khusus
2.2.1. Untuk mengetahui predictor EWS pada pasien yang mengalami
Heart Failure
2.2.2. Untuk mengetahui predictor EWS pada pasien yang mengalami
Cardiact arrest
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seperti banyak sistem EWSS yang ada, penilaian sistem ini pertama
kali di perkenalkan oleh Morgan et al (1997) yang didasarkan pada sistem
penilaian sederhana dengan menggunakan skor untuk pengukuran parametrik
fisiologis. Beberapa parametrik sederhana yang dikemukakan oleh Morgan et
al (1997), mencakup; frekuensi jantung, tekanan darah sistolik, frekuensi
pernapasan, suhu tubuh, dan tingkat kesadaran, yang dilakukan saat pasien
dirawat dipantau di rumah sakit.
Ide utamanya adalah bahwa perubahan kecil dalam parameter ini akan
dihargai menggunakan EWSS daripada menunggu perubahan yang jelas
dalam parameter individu seperti penurunan dalam tekanan darah sistolik,
yang seringkali merupakan suatu kondisi terminal. Skor meningkat biasanya
menunjukkan kerusakan, dan bahkan dapat memprediksi kematian berikutnya,
namun EWSS bukanlah obat mujarab, untuk penilaian pasien yang akurat
melainkan sebagai tambahan dan harus di tindak lanjuti dengan penilaian
klinis yang teliti (Kyriacos., Jelsma., & Jordan, 2011).
Setiap skor yang diukur mencerminkan bagaimana variasi parameter
yang dibandingkan dengan norma dari tiap parametrik. Skor tersebut
kemudian dikumpulkan, dengan penekanan penting bahwa parameter ini
sudah rutin diukur di rumah sakit dan dicatat pada grafik klinis. Early
Warning Scoring System (EWSS) menggunakan skor numerik dari 0 sampai
3, pada grafik pengamatan kode warna (skor 0 adalah skor yang diinginkan
dan skor 3 adalah skor yang tidak diinginkan). Skor ini dijumlahkan dengan
semua parameter dalam skor total dan dicatat sebagai Early Warning Scoring
dari pasien.
National
Clinical
Effectiveness
Committe
(NCEC)
(2013),
sebagai alat yang dirancang untuk memicu respon ketika terdapat perubahan
data fisiologis (Georgaka., Mparmparousi., & Vitos, 2012).
2.4 Variasi Early Warning Scoring System (EWSS)
a. Early Warning Scoring System (EWSS) dari Morgan, dkk, 1997
Parametrik sederhana yang dikemukakan oleh Morgan et al (1997), dalam
Early Warning Scoring System (EWSS) mencakup;
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Frekuensi jantung
Tekanan darah sistolik,
Frekuensi pernapasan,
Suhu tubuh,
Tingkat kesadaran, yang dilakukan saat pasien dirawat dipantau di
rumah sakit.
Tabel : Early Warning Scoring System (EWSS) untuk mendeteksi
perkembangan penyakit kritis (Morgan et al, 1997)
EWSS
SKOR
3
HR
SBP
< 70
< 40
41-50
51-100
101-110
111-130
> 130
71-80
81-100
101-159
RR
<8
TEMP
< 35
CNS
35.1-36.5
> 200
9-14
15-20
36.6-37.4
37.5
21-29
>30
Skor
3
Respiratory
(bpm)
Rate
8 or less
9-16
17-20
21-29
30
more
or
90 93%
85 89 %
84%
less
or
or
94%
more
SpO2 (%)
Systolic BP (mmhg)
90
Pulse
91-100
101-110
111- 149
250
40
41-50
51-100
101-110
111-129
130
more
New
Confusion /
Agitation
35.1-36.0
36.1-37.5
37.6-38.1
38.2
more
No
Concerns
21-35
1-20
AVPU
Temp (oC)
or
35 or less
Urine
or
Nil
Systolic BP
<45%
<30%
15% down
Heart
<30
<40
41-50
rate
0
Normal
for
patient
51-100
15%
up
30%
up
>45%
101-
111-
>130
(BPM)
Respiratory
rate (RPM)
Oxygen
Saturations
(%)
Respiratory
Support
110
130
<8
8-11
12-20
21-25
26-30
>30
<85
>85
>90
>95
CPAP
BiPAP
>60%
O2
Nil
AVPU
New
Confusion
Alert
Voice
Pain
Unconscious
Urine Output
(mls)
<80
80-119
120-200
>200
>800
Pain Score
Severe
Moderate
Mild
None
oleh
tim
dengan
kompetensi
perawatan
kritis.
and
Implementation
Group
(NEWSDIG),
2012).
SKOR
EWSS
3
9-14
15-20
21-29
>30
101-110
111-129
130
RR
<9
Pulse
40
41-50
51-100
71-80
81-100
101-199
35
35.1-36
36.1-38
38.1-38.5
38.6
SBP
70
TEMP
CNS
EWSS
New control
Within 48 hours
Within 12 hours
200
SKOR
EWSS
3
Frekuensi
Pernapasan
x/menit
Frekuensi
Nadix/meni
t
Tekanan
darah
<70
Sistolik(mm
Hg)
Tingkat
Kesadaran
<8
<40
40-50
7180
81-100
9-17
18-20
21-29
51-100
101110
111-129
160199
200-220
101-159
Stup
or
Somnolen
Compos
Mentis
Suhu
<35
35.05-
36.05-
Tubuh(oC)
0C
360C
38.0C
Coma
Apati
s
Acute
Confusio
nalStates/
Delirium
>38.50C
Keterangan:
Hijau: 0-1 Kuning: 2-3 Orange: 4-5 Merah: 6
Penatalaksanaan Early Warning Scoring System (EWSS), Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) (Firmansyah, 2015):
Hijau: Pasien dalam kondisi stabil
>30
>130
38.0538.50
>220
Kuning:
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift. Jika skor
pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan
terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh
perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan
pasien.
Orange:
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift dan diketahui
oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke DPJP dan
memberikan instruksi tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana
harus memonitor tanda vital setiap jam.
Merah:
Aktifkan code blue, TMRC melakukan tatalaksana kegawatan pada pasien,
dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi
untuk menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana
harus memonitor tanda vital setiap jam (setiap15 menit-30 menit-60 menit)
BAB III
PEMBAHASAN
1
95-98
30-50
2
94
30
90-140
depression, apathy,
unresponsive,
lethargy
,
>140
restlessness,
excitement,
agitation
or
drowsiness, coma.
Frekuensi
Respirasi
<20
20-30
overstimulation,
delirium
30
tempat
tidur
pasien
yang
telah
direkomendasikan
untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko (Doh (UK) 2000). EWSS ini adalah alat
yang telah dikembangkan untuk merekam parameter fisiologis tekanan sistolik
darah, denyut jantung, tingkat pernapasan, output urin, suhu dan tingkat
pada pasien berikutnya, sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Garcea et al.,
2006) memprediksi kematian di 110 pasien yang dirawat dengan pankreatitis
akut. Sensitivitas pengukuran pada hari 1, 2, dan 3 adalah 85,7%, 71,4% dan
100% terhadap prediktor adanya kematian dan kecatatan. Studi ini menemukan
EWS
menjadi
prediktor
terbaik
untuk
mengidentifikasikan
kematian,
banyak perawat yang menerapkan EWSS sebagai indikator observasi pada pasien
semakin sedikit pasien jatuh dalam kondisi cardiac Arrest (Kathy Duncan, 2015).
Groarke et al., (2008) menilai penggunaan pengakuan skor peringatan dini
untuk memprediksi morbiditas pasien dan mortalitas dan keberhasilan
pengobatan. Sebuah studi prospektif dilakukan pada 225 penerimaan medis
berturut-turut melalui Unit Pengkajian medis di rumah sakit St. Luke, Kilkenny
selama 30 hari. Parameter ini direkam untuk setiap pasien oleh perawat pada dua
kesempatan - pada masuk awal ke UGD (dalam waktu 10 menit masuk) dan
segera sebelum transfer dari UGD ke bangsal (kira-kira 5 jam setelah presentasi
awal). Dengan EWS meningkatkan kewaspadaan ketepatan dalam pemilihan
ruang perawatan, apakah kemungkinan masuk ke ICU atau CCU. EWS dapat
digunakan dalam pengaturan pra-rumah sakit untuk membantu paramedis untuk
mengidentifikasi pasien-pasien yang sakit khususnya dan untuk mengingatkan
departemen darurat kedatangan dekat mereka.
MEWS memperhitungkan pengamatan lain juga. MEWS melihat semua
pengamatan bersama-sama, bukan hanya satu pengamatan dalam isolasi. MEWS
mengakui bahwa kondisi pasien sering memburuk selama beberapa jam dan
dengan memantau indikator klinis dasar pengiriman oksigen (tingkat pernapasan,
denyut jantung, tekanan darah, saturasi oksigen) dan perfusi jaringan (kapiler
waktu isi xulang secara teratur; tingkat sadar, saturasi oksigen, urine output) staf
lingkungan dapat mengukur stabilitas relatif, memicu bantuan bila diperlukan
(Bulan et al., 2011).
Adanya masalah yang aktual selalu didahului dengan adanya tanda dan
gejala yang berpotensi meningkatkan masalah aktual tersebut, meskipun itu
adalah Sudden Cardiac Arrest. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung
secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang
didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa
diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak
(American Heart Association,2010).
Adanya Cardiac Arrest
adanya kelistrikan dalam jantung (dimulai dari sinus takikardi sampai terjadi
Fibrilasi ventrikel yang merupakan faktor penyebab yang paling banyak pada
pasien Cardiac Arrest) hal ini bisa dilihat dari perubahan parameter frekuensi
nadi, atau adanya ketidakadekuatan sirkulasi darah yang memberikan suplai
darah ke Arteri Koronaria yang menggerakkan jantung (yang memicu munculnya
kasus Infark Myocard Akut akibat oklusi akibat sirkulasi yang lambat dan
kurang) hal ini bisa dilihat dari tekanan darah sistolik, dimana terjadinya
hipotensia memicu penurunan siskulasi darah keseluruh tubuh, begitu juga di
arteri koronaria), atau adanya kematian batang otak yang disertai dengan adanya
proses infeksi di seluruh tubuh
maupun
penurunan
Frekuensi
pernapasan
(Takipneu
atau
spesifik. Dalam kasus cardiac Arrest seringkali pasien tidak bisa mendapatkan
pertolongan
maksimal,
akibat
adanya
penundaan
penanganan
akibat
ketidaktahuan terjadinya Cardiac Arrest atau bahkan tim code Blue yang tidak
tersedia. Melalui EWSS sangat memungkinkan perawat untuk segera melakukan
penilaian terhadap kondisi pasien dan segera melakukan tindakan yang sesuai
(meminta bantuan kepada tim yang lebih ahli), selain itu juga melalui EWSS
pasien yang
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Cardiac early warning score sangat bermanfaat pada pemantaun atau deteksi
dini sebelum pasien mengalami kondisi yang lebih buruk, dimana cardiac early
warning score ini membantu dalam hal pengambilan tindakan yang tepat dan
cepat serta untuk mengetahui kondisi perburukan pasien. Pada pasien yang
mengalami gagal jantung (Heart Failure) bisa diterapkan penggunaan early
warning dimana agar pasien dapat ditangani secara cepat. Parameter yang terkuat
dari early warning untuk Heart Failure ditunjukkan pada parameter Urine dan
parameter yang terendah yaitu Emosi. Early warning pada cardiac arrest juga
sangat berperan penting untuk mencegah kondisi perburukan pasien. Pemberian
skoring EMSS mengacu kepada 6 penilaian yang dilakukan perawat terhadap
pasien, Studi ini menemukan EWS menjadi prediktor terbaik untuk
mengidentifikasikan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Bian, Y., Xu, F., Lv, R. J., Wang, J. L., Cao, L. J., Xue, L., . . . Chen, Y. G. (2015). An
early warning scoring system for the prevention of acute heart failure. Int J
Cardiol, 183, 111-116. doi: 10.1016/j.ijcard.2015.01.076
Brown, H. (2012). Graded Response Observation Chart (Leeds Teaching Hospitals
Trust )
Deakin, C.D; Nolan, J.P; Soar, J; Sunde, K; Koster, R.W;& Perkins, G.D (2010)
European resuscitation council guidelines for resuscitation 2010. Section 4.
Adult advanced life support. www.elsevier.com/locate/resuscitation
Depkes (2013) Riset kesehatan dasar www.depkes.go.id
Duncan, K., & McMullan, C. (2012). Early warning system. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Firmansyah, H. (2015). Peran Perawat dalam Penanganan Kegawatan Klinik di RS
Penerapanearly Warning Dancode Blue System
Georgaka, D., Mparmparousi, M., & Vitos, M. (2012). Early Warning Systems.
Hospital Chronicles 2012, Volume 7, Supplement 1: 3743
Georgaka, D., Mparmparousi, M., & Vitos, M. (2012). Early Warning Systems.
HOSPITAL CHRONICLES, 7(1), 37-43. doi:10.2015/hc.v7i1%20Sup.482
Joghnstone, C. C., Rattray, J., & Myers, L. (2007). Physiological risk factors, early
warning scoring systems and organizational changes. Nurs Crit Care 2007;
12: 219-222.
Kyriacos U., Jelsma J . & Jordan S. (2011). Monitoring vital signs using early
warning scoring systems: a review of the Literature. Journal of Nursing
Management 19, 311330
Management Team for the County Hospital of Sundsvall-Hrnsand (2011). Modified
Early Warning Score MEWS, document by The. 2011-02-07
Mitchell, I., McKay, H., Leuvan, V. C. et al., (2010). A prospective controlled trial of
the effect of a multi-faceted intervention on early recognition and
intervention in deteriorating hospital patients. Resuscitation 81:658 666
Morgan, R. J. M., Williams, F., & Wright, M. N. (1997). An early warning scoring
system for detecting developing critical illness. Clin Intens Care Nurs 1997;
8: 100.
National Clinical Effectiveness Committe (NCEC). (2013). National Early Warning
Score: Guideline No. 1. An Roinn Slainte Departement Of Health.
National Early Warning Score Development and Implementation Group (NEWSDIG).
(2012). National Early Warning Score (NEWS): standardising the
assessment of acute-illness severity in the NHS. London: Royal College of
Physicians. ISBN 978-1-86016-471-2.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE). (2007). Acutely ill
patients in hospital recognition of and respond to acute illness in adults in
hospital. NICE clinical guideline No. 50. London
Nolan, J. P., Soar, J., Ziderman, D. A., et al. (2010). European Resuscitation Council
Guidelines for Resuscitation. Resuscitation; 81: 1219-1276.
Odell, M., Victor, C., & Oliver, D. (2009). Nurses role in detecting deterioration in
ward patients: systematic literature review. J Adv Nurs 2009; 65: 1992-2006.
Patterson, C; Maclean, F; Bell, C ; Mukherjee, E; Bryan, L; Bell, D (2011) Early
warning systems in the UK: variation in content and implementation strategy
has implications for a NHS early warning system. Clinical Medicine 2011, Vol
11, No 5: 4247
Polly, H (2013) Early warning scores in cardiac arrest patients. British Journal of
Cardiac Nursing Sep2013, Vol. 8 Issue 9, p432-437. 6p. 1 Diagram, 3 Charts.