Anda di halaman 1dari 139

GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP

MINERALISASI , DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA,


KECAMATAN KAO, KABUPATEN HALMAHERA UTARA,
PROVINSI MALUKU UTARA

SKRIPSI

Oleh :
GURUH TRIADIYOGA CHARISMAPUTRA
111.070.060

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011

HALAMAN PENGESAHAN
GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI
DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN KAO, KABUPATEN HALMAHERA UTARA,
PROVINSI MALUKU UTARA

SKRIPSI
Oleh :
GURUH TRIADIYOGA CHARISMAPUTRA
111.070.060
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

Yogyakarta, November 2011


Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,

Dr.Ir. H. Heru Sigit Purwanto, MT.


NIP.19581202 199203 1 001

Dosen Pembimbing II,

Prof.Dr.Ir.C.Danisworo,M.Sc
NIP. 030.134.574

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Geologi

Ir. H. Sugeng Raharjo, MT.


NIP. 19581208 199203 1 001
ii

HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti penulis ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang telah
memberikan nikmat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.

Skripsi ini secara khusus dipersembahkan untuk Kedua orang tua Bapak
Lasimin dan Ibu Lilik S , Mba Niken, Mba Tata, Adik Ratu dan seluruh keluarga besar
Pangea 07 yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun spiritual.

iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini tepat pada waktunya , oleh sebab itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih bagi semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan skripsi dan penulisan laporan.
Pertama- tama

penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.H. Heru Sigit

Purwanto M.T dan Prof.Dr.Ir.C.Danisworo,M.Sc selaku dosen pembimbing I dan


pembimbing II yang telah membimbing, dan memberikan inspirasi dan gambaran hingga
terselesaikannya skripsi ini.
Yang kedua kepada Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T selaku Ketua Prodi Teknik
Geologi yang telah memberikan perizinan untuk terlaksananya skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Keluarga Besar Mineral
Resources Department (PT. Nusa Halmahera Minerals) yang telah memberikan
motivasi, inspirasi dan gambaran dalam penyusunan skripsi ini, khususnya Bapak
Collin Mac Milan, Agus Purwanto dan Dadan Wardiman selaku Menejer (PT. Nusa
Halmahera Minerals Halmahera) yang telah memberikan izin tempat serta Bapak
Ketut dan Pak Daud selaku Pembimbing Lapangan dan Studio (PT. Nusa Halmahera
Minerals) yang telah membimbing, dan memberikan inspirasi dan gambaran dalam
penyusunan skripsi ini.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Taufiq dan Bapak Harry Salman
(PT. Nusa Halmahera Minerals Jakarta) serta Bapak Anton Priangga Utama (ESDM
Jakarta) yang telah membantu mengurus perizinan dan akomodasi tempat terlaksananya
skripsi ini.
Kepada kedua orang tua Bapak Lasimin dan Ibu Lilik S , Mba Niken, Mba
Tata, Adik Ratu dan seluruh keluarga besar, penulis ucapkan terima kasih yang sebsarbesarnya atas dukungan baik materiil maupun spiritual.

iv

Ibnu Kurniawan selaku teman pemetaan serta saudara- saudaraku Pangea 07,
penulis ucapkan terima kasih karena dukungan dan motivasi serta bantuan akomodasi
dalam penyusunan skripsi ini
Segala kekurangan dalam skripsi ini merupakan tahapan pembelajaran bagi
penulis dan semoga dapat menjadi pembelajaran kita bersama Amin Yaa
Rabbalaalamiin.

Yogyakarta, November 2011


Penulis

Guruh Triadiyoga Charismaputra

GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI


DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN KAO,
KABUPATEN HALMAHERA UTARA, PROVINSI MALUKU UTARA

Sari
Guruh Triadiyoga Charismaputra
111.070.060
Secara administratif daerah telitian termasuk dalam wilayah Kecamatan Kao,
Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak pada
koordinat UTM 52 N 350500 mE 354000 mE dan 125500 mN 128500 mN dengan
skala 1:10.000. Luas daerah penelitian yaitu 12 km2 dengan panjang 4 km dan lebar 3
km.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pengambilan data dengan
melakukan surface mapping pengambilan conto batuan ( analisis petrografi, ASD dan
AAS), foto singkapan, pengukuran struktur dan deskripsi batuan.
Bentuklahan dibagi menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan, yaitu: Perbukitan
aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh sungai (F1), Dataran limpah banjir (F2),
dan Lembah bekas tambang (H1).
Daerah telitian dibagi menjadi 4 satuan vulkanostratigrafi tidak resmi dengan
urutan dari tua ke muda sebagai berikut: Lava basalt Gosowong (Miosen Akhir), Lava
andesit Gosowong (Miosen Akhir), Breksi vulkanik Gosowong (Miosen Akhir), Lava
dasit Kayasa (Pliosen Awal), Intrusi Diorit (Pliosen Awal), dan Endapan Aluvial
(Holosen). Struktur geologi terdiri dari kekar berarah tegasan relatif timur laut -barat
daya ( NE- SW) dan sesar naik berpola barat- timur ( W- E) hingga barat barat lauttimur tenggara (WNW ESE) serta sesar mendatar kanan berarah relatif utara selatan
dengan dip hampir tegak.
Daerah telitian dibagi ke dalam 3 zona alterasi yaitu zona propilitik
bertemperatur antara 1200 C- 3000 C , zona argilik 1600 C - 2200C, dan zona silisifikasi
<1000 C- 2500. Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan
disseminated dan spotted pada batuan berupa pirit, kalkopirit, magnetit.
Tekstur urat di daerah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok tekstur yaitu,
kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin.
Tekstur urat yang erat hubungannya dengan kehadiran unsur Au, Ag, Pb dan Zn
melimpah pada kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin yang dikontrol struktur
berarah utara- selatan dan arah tegasan relatif timur laut barat daya.

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

iv

SARI ...............................................................................................................

vi

DAFTAR ISI .................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xii

DAFTAR FOTO .............................................................................................

xiv

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvii

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................

1.1. Latar Belakang .....................................................................

1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................

1.3. Ruang Lingkup Penelitian....................................................... 2


1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 3
1.5. Hasil Penelitian....................................................................

1.6. Kegunaan Penelitian............................................................... 4


1.7. Metodologi Penelitian..........................................................

1.7.1. Tahapan Pendahuluan................................................. 5


1.7.2. Tahapan Pengambilan Data................................. 5
1.7.3. Tahapan Analisis dan Pengolahan Data.................... 6
1.7.4. Tahapan Penyusunan Laporan
dan Penyajian Data................................................... 7

BAB II

1.8. Peneliti Terdahulu.................................................................

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................

10

2.1. Geologi Regional.............................................................

10

2.1.1. Tatanan Geologi Regional...............................................

10
vii

2.2

2.1.2. Fisisografi.................................................................

12

2.1.3. Stratigrafi.........................................................

14

2.1.3.1. Wilayah Halmahera Timur....

14

2.1.3.4. Wilayah Halmahera Barat......

15

2.1.3. Struktur Geologi..............................................

18

Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi...............................

19

2.2.1 Sistem Epitermal Sulfidasi Rendah........................

19

2.2.2 Alterasi Hidrotermal.............................................

23

2.2.2.1. Kontrol Temperatur dan


pH Dalam Mineralogi Alterasi

26

2.2.3. Mineralisasi Hidrotermal...

30

2.2.3.1. Tekstur Urat Kuarsa pada


Endapan Epitermal.
2.2.3.2. Analisis Arah Urat
BAB III

30
33

GEOLOGI DAERAH TELITIAN............................................

36

3.1. Geomorfologi .....................................................................

36

3.1.1. Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai...................

39

3.1.2. Bentukan Asal Vulkanik.............................................

41

3.1.2.1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Lava (V1

41

3.1.2.2. Satuan Bentuklahan Perbukitan Intrusi (V2) 41


3.1.3. Bentukan Asal Fluvial

42

3.1.3.1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai (F1).. 42


3.1.3.2. Satuan Bentuklahan Dataran
Limpah Banjir (F2)

43

3.1.4. Satuan Bentuklahan Lembah Bekas Tambang (H1)...

44

3.1.5. Stadia Geomorfik.........................................................

44

3.2. Stratigrafi Daerah Toguraci dan Sekitarnya..........................

45

3.2.1 Lava basalt Gosowong.........................................

46

3.2.1.1 Ciri Litologi.....................................................

46

viii

3.2.1.2 Penyebaran Litologi ............................

47

3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan................................

47

3.2.1.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi................. 47


3.2.2 Lava andesit Gosowong...............................

47

3.2.2.1 Ciri Litologi ..................................................

47

3.2.2.2 Penyebaran Litologi ............................

48

3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan................................

49

3.2.2.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi..............

50

3.2.3 Satuan breksi vulkanik Gosowong............................ 50


3.2.3.1 Ciri Litologi.....................................................

50

3.2.3.2 Penyebaran Litologi

............................

51

3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan...............................

51

3.2.3.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi..............

52

3.2.4 Lava dasit Kayasa ................................................... 52

3.3

3.2.4.1 Ciri Litologi.....................................................

52

3.2.4.2 Penyebaran Litologi.............................

53

3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan................................

53

3.2.4.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi..............

54

3.2.5 Intrusi diorit ............................................................

54

3.2.5.1 Ciri Litologi.....................................................

54

3.2.5.2 Penyebaran Litologi.............................

55

3.2.5.3 Umur dan Hubungan Stratigrafi..............

55

3.2.6 Endapan Aluvial..

56

Struktur Geologi Daerah Telitian ................

58

3.3.1 Struktur Kekar.............................................................

58

3.3.2 Struktur Sesar............................................................... 59


3.3.2.1. Sesar Bora 1......................................... 59
3.3.2.2. Sesar Bora 2.................................................... 60
3.3.2.3. Sesar Naik UtaraToguraci..............................

61

ix

3.3.2.4. Sesar Mendatar Toguraci...............................

62

3.3.2.5. Sesar Mendatar Selera...............................

63

3.3.2.6. Sesar Naik Selera......................................

64

3.3.3, Analisis dan Interpretasi Pola


Struktur Geologi........................................................ 65

BAB IV

ALTERASI DAN MINERALISASI...........................................

66

4.1

Alterasi Hidrothermal ........................................................

66

4.1.1 Zona Alterasi Propilitik ..............................................

66

4.1.2 Zona Alterasi Argilik .................................................

69

4.1.3 Zona Alterasi Silisifikasi..............................................

72

4.2

Mineralisasi Bijih Daerah Telitian......................................... 74

4.3

Sejarah Geologi...................................................................... 75

4.4 Potensi Geologi...................................................................... 76


4.4.1 Potensi Geologi Positif....................................

76

4.4.1.1 Tambang Emas.................................... 76


4.4.2 Potensi Geologi Negatif...................................

77

3.4.2.1 Potensi Gerakan Tanah........................ 77

BAB V

URAT KUARSA SERTA HUBUNGANNYA


TERHADAP MINERALISASI.................................................... 78
5.1

Urat Kuarsa .......................................................................... 78


5.1.1 Urat Kuarsa dan Hubungannya
dengan Struktur Geologi .............................................. 78
5.1.1.1. Urat Kuarsa Tarikan......................................... 78
5.1.1.2. Urat Kuarsa Tekanan 79
5.1.1.3. Hasil Analisis Arah Urat.. 80
5.1.2. Tekstur Urat Kuarsa dan Hubungannya
Terhadap Mineralisasi................................................... 81

5.1.2.1. Kelompok Kuarsa Kristalin 81


5.1.2.2. Kelompok Kriptokristalin (Kalsedon).... 82
5.1.2.3. Kelompok Bladed 84
5.1.2.4. Kelompok Karbonat Kristalin.. 85
5.2.

BAB VI

Karakteristik Endapan Epitermal Daerah Telitian. 86

KESIMPULAN ...........................................................................

88

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

89

LAMPIRAN ..................................................................................................

91

xi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi daerah telitian.....................................................

Gambar 1.2 Diagram alir penelitian.............................................................

Gambar 2.1 Sistem tektonik Maluku dan daerah sekitarnya


saat ini (Hall,1999)...

10

Gambar 2.2 Rekontruksi pada 5 Ma, diperbaruhi dari


Hall (1996, 1997), sebelum lempeng Laut Maluku
tereliminasi oleh subduksi ke timur
dan kearah barat (Hall, 1999)

11

Gambar 2.3 Fisisografi Pulau Halmahera menurut Pusat Penelitian


Dan Pengembangan Geologi Bandung..

12

Gambar 2.4 Geologi regional Halmahera (Daniel J.Olberg dkk,1999).

17

Gambar 2.5 Konsep model dari Pacific rim porphyry - epithermal


mineralisasi Cu-Au (modifikasi dari Corbett, 2002a). 20
Gambar 2.6 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997).. 23
Gambar 2.7 Model sistem epitermal Buchanan, berdasarkan
studi lebih dari 60 sistem epitermal di Barat Daya USA
(setelah Buchanan, 1981 dalam Olberg, 2001). 29
Gambar 2.8. Alterasi, mineral bijih dan model zonasi tekstur
urat kuarsa (setelah Buchanan (1981), Morisson dkk (1990)
dan Corbett & Leach (1997) dalam laporan Klondike

32

Gambar 2.9. Model sifat kekar dan urat kuarsa (Heru Sigit, 2002).
Kekar tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a),
urat kuarsa tekanan (2b), urat kuarsa tekanan
membentuk penebalan dan penipisan (2c) 34
Gambar 2.10. Rekahan dilatasi pada sistem tekanan orthogonal menurut
( Corbett dan Leach,1997).. 35

xii

Gambar 3.1 Rumus sudut kelerengan (van Zuidam, 1979)..........................

37

Gambar 3.2 Peta pola pengaliran daerah telitian.........................................

39

Stratigrafi daerah telitian (Penulis, 2011)..

57

Gambar 3.3

Gambar 3.5. Klasifikasi Rickard (1972) yang digunakan dalam


penamaan sesar daerah telitian..

59

Gambar 4.1. Analisis petrografi pada lp 35 ..

68

Gambar 4.2. Hasil analisis clay minerals menggunakan ASD.

69

Gambar 4.3. Analisis petrografi pada lp 78 ..

71

Gambar 4.4. Analisa ASD yang menunjukan mineral lempung

72

Gambar 4.5. Analisis petrografi yang menunjukan silisifikasi kuat..

73

xiii

DAFTAR FOTO

Foto 3.1. Satuan bentuklahan Perbukitan Aliran Lava (V1),


dan Perbukitan Intrusi (V2)

42

Foto 3.2. Kenampakan satuan bentuklahan tubuh sungai


pada Sungai Tobobo........................................................................

43

Foto 3.3. Kenampakan bentuklahan dataran limpah banjir yang


berasosiasi dengan tubuh sungai pada S. Tobobo........................

43

Foto 3.4. Kenampakan bentuklahan lembah bekas tambang


berupa pit terbuka Toguraci...........................................................

44

Foto 3.5. Kenampakan basalt lava pada lp 35 .

46

Foto 3.6. Kenampakan andesit di lapangan dan secara mikroskopis


yang menunjukkan andesit basaltik pada lp 29.

48

Foto 3.7. Kenampakan batuan andesit berstruktur autobreksia (kiri)


pada lp 7 dan kekar kolom (kanan) pada lp 90.

49

Foto 3.8. Kenampakan breksi vulkanik pada lp 67

51

Foto 3.9. Kenampakan dasit yang terkekarkan pada lp 13

53

Foto 3.10. Kenampakan aliran lava dasit pada lp 92

54

Foto 3.11. Kenampakan diorit yang mengintrusi basalt..

56

Foto 3.12. Kenampakan bolder-bolder rombakan batuan asal pada S.Tobobo...

56

Foto 3.13 Kenampakan kekar pada lp 90.

58

Foto 3.14. Kenampakan bidang sesar dan gores garis pada lp 85...

60

Foto 3.15. Kenampakan zona sesar dan breksiasi milonit yang teralterasi.

61

Foto 3.16. Kenampakan zona breksiasi milonit yang teralterasi..

62

Foto 3.17. Kenampakan bidang sesar dan gores garis


sesar mendatar Toguraci pada lp 3.

63

Foto 3.18. Kenampakan bidang sesar dan gores garis

64

xiv

Foto 3.19. Kenampakan zona sesar berupa breksiasi milonit


yang teralterasikan pada lp 50

65

Foto 4.1. Kenampakan propilitik di lp 82.

67

Foto 4.2. Batuan basalt yang teralterasi propilitik pada lp 35..

67

Foto 4.3. Kenampakan alterasi argilik pada lp 22.

70

Foto 4.4. Kenampakan alterasi argilik yang sebagian besar mengubah


mineral mineral feldspar menjadi mineral lempung
dan sebagian masa dasar.

70

Foto 4.5. Kenampakan zona silisifikasi yang mengubah


batuan di sekitar urat-urat kuarsa pada lp 19..

73

Foto 4.6. Penambangan open pit Toguraci PT. Nusa Halmahera Minerals

76

Foto 4.7. Pemukiman sementara tambang warga di daerah S. Bora

77

Foto 4.8. Kenampakan gerakan tanah di utara Pit Toguraci

77

Foto 5.1. Kenampakan lokasi ditemukannya stockwork pada bataun andesit


di S.Tobobo..

80

Foto. 5.2. Kuarsa- karbonat menyerupai gigi anjing (a). mikrokristalin,


crustiform,sulfida dan adularia (b). comb structure (c)

82

Foto 5.3. Banded milky quartz, sulfida, adularia (a). masif milky quartz,
sedikit sulfide, adularia (b). breksi hidrotermal (c)

83

Foto 5.4. Kenampakan petrografi urat kuarsa bertekstur comb structure 83


Foto 5.5. Kenampakan tekstur bladed yang diambil dari lp 5 Pit Toguraci..

84

Foto 5.6. Kenampakan stockwork urat- urat halus kalsit pada lp 88

85

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Modifikasi Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989............ 16

Tabel 2.2

Ciri-ciri endapan epitermal acid sulphate dan adularia-serisit


(berdasarkan Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987,
White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam White &
Hedenquist, 1995).

21

Tabel 3.1

Pembagian klasifikasi kelerengan menurut van Zuidam, (1983)....

37

Tabel 3.2

Karakteristik bentuklahan daerah telitian

39

Tabel 5.2.

Hasil analisis AAS urat kelompok kuarsa kristalin..

83

Tabel 5.3.

Hasil analisis AAS urat kelompok kiptokristalin

84

Tabel 5.4.

Hasil analisis AAS urat kelompok bladed..

85

Tabel 5.5.

Hasil analisis AAS urat kelompok karbonat kristalin.

Tabel 5.6.

Karekteristik mineralisasi daerah Toguraci dan sekitarnya...........

86
87

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I

Peta Lokasi Pengamatan

Lampiran II

Peta Geomorfologi

Lampiran III

Peta Geologi

Lampiran IV

Peta Alterasi

Lampiran V

Peta Detail Sebaran Urat

Lampiran VI

Analisis Petrografi

Lampiran VII

Analisa Struktur

Lampiran VIII Analisis ASD


Analytical Spectral Devices
Lampiran IX

Analisis AAS
Atomic Absorbption Spectophotometry

xvii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Mineralisasi epitermal kebanyakan terbentuk pada busur vulkanik-plutonik

berasosiasi dengan zona subduksi, dengan umur yang hampir sama dengan
vulkanismenya. Deposit ini terbentuk pada suhu < 3000C dan terletak pada kerak dengan
kedalaman rendah, biasanya < 1km.
Urat kuarsa adalah ciri-ciri umum dari banyak deposit dan merupakan petunjuk
utama adanya mineralisasi emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap
kehadiran urat-urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar,
sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late-magmatics untuk
mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Purwanto, H.S. 2002).
Tekstur urat kuarsa memberikan kemudahan bagi seorang geolog dalam
eksplorasi sistem urat mineralisasi. Tekstur vein tidak hanya untuk memastikan sistem
urat epitermal sulfidasi rendah, namun dapat memberikan informasi yang berguna dalam
menentukan lokus mineralisasi dalam sistem vein (Dowling & Morrison, 1990 dalam
Morrison dkk ,1990). Pekerjaan detail pada sistem epitermal sulfidasi rendah selama
beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa ada sebuah pengelompokan karakteristik
tekstur urat kuarsa yang umum ditemukan dalam sistem ini. Dalam vein terdapat pola
distribusi tekstur yang konsisten dan kumpulan tekstur yang dapat digunakan untuk
menentukan model vertikal zonasi tekstur. Model seperti itu dapat dirasionalisasikan
dalam hal evolusi cairan di dalam sistem panas bumi dan arah pendidihan yang
dibandingkan dengan model Buchanan (1981) dalam Morisson dkk (1990), untuk
menentukan posisi tekstur dalam sistem vein dan terlebih lagi kemungkinan
keterdapatan emas (Morrison dkk, 1990). Salah satu model terbaru kuarsa yang
komprehensif untuk vein tekstur saat ini adalah menurut Morrison dkk (1990) yang
menyediakan sistem klasifikasi sangat berguna dan model tekstur fungsional.
1

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka menarik bagi penulis meneliti lebih


lanjut mengenai Geologi dan Hubungan Urat Kuarsa Terhadap Mineralisasi, Daerah
Toguraci dan Sekitanya, Kecamatan Kao, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi
Maluku Utara.
1.2

Maksud dan Tujuan


Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk lebih memahami dan

menerapkan salah satu cabang ilmu geologi yaitu geologi yang berkaitan dengan
eksplorasi endapan mineral yang sesuai dengan kondisi geologi daerah telitian, serta
untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memproleh gelar sarjana Strata1 (S1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi litologi
dan struktur geologi, geomorfologi, stratigrafi dan sejarah geologi yang terdapat pada
daerah telitian, selain itu untuk mengetahui tipe-tipe alterasi dan mineralisasi di daerah
telitian serta secara khusus untuk mengidentifikasi dan mempelajari urat kuarsa
hubungannya terhadap struktur geologi dan

mineralisasi yang terjadi pada daerah

telitian.
1.3

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada tinjauan masalah geologi dan studi

tekstur kuarsa . Permasalahan- permaslahan yang terjadi dikelompokan menjadi 4


kelompok, yaitu :
a.

Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfik pada daerah penelitian berdasarkan bentuk
morfologi, morfogenesa, proses - proses eksogen dan endogen, bentuk bentuk erosi serta stadia geomorfik yang membentuknya.

b. Stratigrafi
Permasalahan stratigrafi meliputi ciri - ciri litologi , kotak dan hubungan
stratigrafi , penyebaran satuan batuan, urut - urutan satuan batuan dari tua ke
muda.
c. Struktur Geologi
Meliputi permasalahan tentang rezim gaya yang bekerja, jenis struktur
geologi dan arah tegasan utama yang mengontrol mineralisasi.
d. Urat Kuarsa
Meliputi tekstur urat kuarsa yang membawa mineralisasi berdasarkan acuan
model mineralisasi sistem epitermal tipe sulfidasi rendah dari Morrison dkk
(1990) serta analisis arah umum penguratan.

1.4

Lokasi dan Waktu Penelitian


Cebakan emas Toguraci terletak kurang lebih 1 km barat-barat daya tambang

Gosowong. Wilayah ini termasuk dalam wilayah kontrak karya PT. Nusa Halmahera
Minerals. Secara geografis terletak pada koordinat UTM N 350500 mE 354000 mE
dan 125500 mE 128500 mE zona 52 N, dan secara administratif termasuk ke dalam
wilayah kecamatan Kao, kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Letak
tambang emas Gosowong dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Daerah telitian dapat dicapai dari kota asal Yogyakarta dengan menggunakan
penerbangan komersial ke Manado, Sulawesi Utara yang sebelumnya transit di Jakarta.
Penerbangan dari Jakarta menuju Menado ditempuh selama 3 jam 15 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan pesawat charter selama 1 jam 20 menit ke Kobok,
lapangan terbang di Gosowong.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai sejak 1 April 2011 sampai dengan
25 Juni 2011, bertempat di departemen Mineral Resources PT.Nusa Halmahera
Minerals.

MALUKU

Gambar 1.1 Peta Lokasi daerah Telitian


1.5

Hasil Penelitian

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:


a. Peta Lintasan Pengamatan
b. Peta Geomorfologi
c. Peta Geologi
d. Peta Alterasi
e. Peta Analisis Urat Kuarsa
f. Laporan Skripsi

1.6

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bekal pengalaman bekerja dan

tambahan pengetahuan bagi penulis, khususnya dalam bidang eksplorasi endapan


epitermal.
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah data kepustakaan bagi
pihak PT. Nusa Halmahera Minerals dan Program Studi Teknik Geologi UPN Veteran

Yogyakarta. Selain itu dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk dapat
menunjang pengembangan daerah eksplorasi lebih lanjut.

1.7

Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pemetaan

permukaan dengan pengambilan sampel dan analisis sampel yang dilakukan dalam 4
tahapan, yaitu:
1. Tahap pendahuluan,
2. Tahap pengambilan data,
3. Tahap analisis dan pengolahan data,
4. Tahap penyusunan laporan dan penyajian data.

1.7.1 Tahap Pendahuluan


Tahap pendahuluan merupakan tahap dilakukannya persiapan penelitian berupa
pembuatan proposal, persiapan materi dan persiapan perlengkapan seperti kompas
geologi, GPS, palu geologi, lup geologi, larutan HCl, buku catatan lapangan, sketcer,
alat tulis, peta topografi 1: 10.000 dan perlengkapan lainnya.
Persiapan materi dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan,
interpretasi peta topografi dan bimbingan, hal ini dilakukan untuk untuk mendapatkan
informasi dasar sebelum penulis melakukan penelitian lapangan.
1.7.2 Tahap Pengambilan Data
Tahap ini merupakan tahap dilakukannya pencarian dan pengumpulan data
primer dan data sekunder . Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data
primer adalah pemetaan geologi permukaan dengan skala 1:10.000 . Detail kegiatan
pada tahapan ini diantaranya adalah:
1. Observasi geomorfologi, yang terdiri dari: pengamatan morfologi dan
bentang alam, pengamatan pola aliran sungai meliputi tipe genetik dan
tahapan erosi sungai serta penentuan satuan geomorfologi.

2. Observasi singkapan, meliputi: deskripsi litologi mencakup hipotesis batuan,


alterasi dan stratigrafi awal, pengukuran elemen struktur geologi dan juga
pengambilan conto batuan untuk analisis laboratorium.
3. Observasi kenampakan struktur permukaan, meliputi pengukuran terhadap
bidang sesar, gores garis, breksiasi, kekar tarik dan kekar gerus, veinlet, dan
vein yang terdapat di permukaan pada daerah penelitian.
4. Observasi tekstur urat kuarsa di permukaan.
5. Dokumentasi dan pembuatan peta lintasan sementara.

1.7.3 Tahap Analisis dan Pengolahan Data


Tahapan ini merupakan tahapan dilakukannya analisis dan pengolahan data yang
dilakukan di laboratorium dan studio disertai diskusi antara penulis dengan pembimbing.
Analisis dan pengolahan data ini harus berdasarkan atas konsep-konsep geologi dan juga
didukung dari studi referensi tentang topik terkait. Adapun analisis yang dilakukan pada
tahapan ini diantaranya:
a. Analisis Satuan Geomorfik
Terdiri dari penentuan satuan geomorfik daerah telitian menurut Verstappen
(1985) dan pola serta tipe genetik aliran sungai (Howard, 1967).
b. Analisis Struktur Geologi
Tahap ini diawali dengan analisis pemerian unsur - unsur struktur yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis, kedudukan, dan orientasi
sekaligus dimensi dari unsur struktur yang ada. Sedangkan analisis
selanjutnya

merupakan

analisis

dinamika

dan

kinematika

dengan

menggunakan metode stereografi dengan program Dips version 5.1, dan


penamaan struktur sesar didasarkan pada klasifikasi Rickard (1972) .
c.

Analisis Petrografi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nama dari setiap conto batuan yang
diperoleh selama di lapangan, dilihat dari tekstur, struktur, dan komposisi
mineral pada batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Penulis membuat

sayatan tipis (di lembaga terkait) berukuran 0,03 mm pada sampel yang akan
dianalisis, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nama dari batuan secara
lebih rinci (klasifikasi William, 1982).
d. Analisis Urat Kuarsa
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tekstur dan mineralogi dari urat
kuarsa secara megaskopis dan nantinya dilakukan uji AAS untuk mengetahui
besaran mineralisasi Au, Ag, Pb dan Zn sehingga diketahui pengaruh urat
kuarsa terhadap mineralisasi mineral bijih tersebut.
e. Analisis ASD (Analytical Spectral Devices).
Analisis ASD terhadap beberapa sampel batuan terubah hidrotermal atau
termineralisasi berfungsi untuk mendeteksi terutama mineral lempung pada
tiap sampel. Pada awalnya sampel dikeringkan terlebih dahulu, kemudian
sampel discan dengan ASD untuk mendapatkan grafik pembacaan mineral
lempung. Hasil pembacaan ASD ditransfer ke TSG untuk pembacaan
mineral ubahan lainnya.
f. Analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry)
Analisis

kimia

basah

menggunakan

metode

Atomic

Absorption

Spectophotometry (AAS) terhadap beberapa sampel batuan terubah


hidrotermal/

termineralisasi

digunakan

untuk

mendeteksi

terutama

kandungan unsur-unsur yang erat kaitannya dengan proses terjadinya


cebakan bijih epitermal (Au, Ag, Pb, dan Zn). Analisis ini dilakukan oleh
lembaga terkait.

1.7.4 Tahap Penyusunan Laporan dan Penyajian Data


Tahap ini merupakan tahap akhir dari penyusunan laporan tugas akhir
berdasarkan data - data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterpretasi yang
diwujudkan dalam satu kesimpulan. Hasil dari penelitian ini disajikan dalam bentuk peta
lintasan pengamatan, peta geologi, peta geomorfologi, peta pola pengaliran, dan peta
urat kuarsa sebagai lampiran pada laporan skripsi

Tahap
Pendahuluan

Proposal
Persiapan materi : Studi
Literatur regional, lokal dan
interpretasi peta topografi

Data Primer
Observasi Geomorfologi
Observasi Singkapan
Observasi Struktur Geologi
Observasi Kehadiran Urat
Kuarsa
Dokumentasi

Tahap
Pengambilan
Data

Data Sekunder
Peta Topografi daerah telitian
1: 10.000

Tahap Analisis
dan Pengolahan
Data

Tahap Penyusunan
Laporan dan Penyajian
Data

Analisis subsatuan Geomorfik


Analisis Petrografi
Analisis Struktur Geologi
Analisis Urat Kuarsa
Analisis ASD
Analisis AAS

Peta Geomorfologi
Peta Lintasan Pengamatan
Peta Geologi
Peta Zona Alterasi
Peta Semi Detail Urat Kuarsa

Laporan Tugas Akhir

Gambar 1.2 Diagram Alir Penelitian

1.8

Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu meliputi studi literatur dengan mengumpulkan publikasi-

publikasi hasil penelitian ahli geologi untuk kawasan daerah penelitian dan
mengumpulkan buku-buku literatur untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Tahun 1999, Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., dan Coote, J.A.R
mencoba menjelaskan tentang kondisi geologi cebakan emas epitermal daerah
Gosowong.

Kemudian pada tahun 2000 Marjoribank R menggambarkan tentang geologi


lokal Formasi Gosowong berdasarkan korelasi data bor yang menggunakan
interbedded hematitic siltstone and agglomerate sebagai datum.

Olberg, D.J pada tahun 2001 menjelaskan tentang target ore body zona urat
kuarsa daerah Gosowong.

Penelitian berkembang di sekitar daerah Toguraci pada tahun 2003 oleh Basuki
Dwi Priyono,M.D yang menjelaskan prospek daerah pertambangan Bora dan
Toguraci di Gosowong dengan melakukan pemetaan semi detail sekitar Bora dan
Toguraci.

Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Richards, T.H., dan Priyono, M.D.B.D
pada tahun 2004 yang menjelaskan tentang penemuan cebakan mineral epitermal
Au-Ag di Toguraci daerah Gosowong.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


2.1.1. Tatanan Tektonik Halmahera
Halmahera ditinjau secara geologi dan tektonik cukup unik. Keberadaan pulau
ini merupakan hasil dari tumbukan antara lempeng lempeng besar diantaranya Eurasia,
Pasific, dan Indo-Australia. Indonesia bagian timur merupakan penerusan dari lempeng
samudra Australia dan Philipina beserta lempeng lempengan kecil dari Eurasia dan
Tepi Asia Tenggara (Hamilton,1979 dalam Sukamto, 1989). Busur Philipina merupakan
zona komplek yang terdiri dari kepingan kepingan busur kepulauan dan benua dari
dulu hingga saat ini dimana zona ini pada bagian selatan dibatasi oleh zona tumbukan di
laut Maluku yang arahnya saling berlawanan menuju busur Halmahera dan Sangihe
yang keduanya secara aktif terpisah (Gambar 2.1 dan 2.2). Disebelah selatan dari kedua
lempeng samudra ini dibatasi oleh Sesar Sorong.

Gambar 2.1. Sistem tektonik Maluku dan daerah sekitarnya saat ini (Hall, 1999).

10

Gambar 2.2. Rekontruksi pada 5 Ma, diperbarui dari Hall (1996, 1997), sebelum
lempeng Laut Maluku tereliminasi oleh subduksi ke timur dan ke arah barat
(Hall, 1999).
Laut Maluku lebih diinterpretasikan sebagai daerah forearc / depan busur dari
busur Halmahera. Dimana keseluruhan dari bagian lempeng Laut Maluku tersubduksi.
Didalam gambar 4 dan 5 garis berduri yang besar menunjukkan zona subduksi
sedangkan yang lebih kecil menunjukkan sesar naik. Daerah yang berwarna hijau adalah
pegunungan yang muncul ke permukaan, ophiolit dan zona akresi, sedangkan daerah
yang berwarna biru muda adalah laut / submarine. Daerah yang berwarna kuning adalah
kerak Eurasia sedangkan yang berwarna merah dan merahmuda adalah wilayah pantai
yang merupakan bagian dari tepi benua Australia. Garis hitam menunjukkan anomali
magnetik samudra. Garis biru muda merupakan lingkungan bathymetry.

11

2.1.2. Fisiografi
Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera
barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter ( Gambar.2.3)

Gambar 2.3. Fisiografi Pulau Halmahera menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung dalam Izzul Azmi, 2006
12

a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur


Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan
beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri
dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian
mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan
cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif
rendah dan lereng yang landai.
b. Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi
mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping
berumur Neogen dan morfologi karst dan di beberapa tempat terdapat morfologi kasar
yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen .
c. Mendala busur kepulauan gunung api Kuarter
Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat Pulau Halmahera.
Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api Kuarter. Sebagian
pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.

13

2.1.3. Stratigrafi
Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara
tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang sangat
berbeda.

2.1.3.1. Wilayah Halmahera Timur


Wilayah Halmahera bagian timur dicirikan dengan kehadiran batuan ophiolit,
yang searah mengikuti (imbrikasi) dengan endapan sedimen dalam yang berumur Jura
Akhir dan Kapur. Sedangkan batuan yang bukan anggota ophiolit yang berupa kepingan
/ fragmen dari batuan sedimen dan vulkanik Mesozoikum dan Tersier Awal secara
tidakselaras berada dibawah batuan sedimen yang diendapkan pada lingkungan laut
dangkal yang berumur Oligosen Tengah. Kekomplekan dari basement halmahera ini
dinterpretasikan oleh Hall et al. (1988) dalam Hall (1999) sebagai zona akresi dari
daerah fore-arc yang berumur pre - Oligosen (?).
Didalam bahasan terakhirnya, Hall et al. (1988) dalam Hall (1999)
mendeskripsikan kumpulan dari batuan ophiolit di daratan Halmahahera Timur yang
termasuk didalamnya

adalah

rijang manganifeerous, batulempung gampingan

(calcareous mudstone), batuan volcanic (breksi, basalt struktur aliran spilitised dan
bantal pillow), dike dolerit, plagio granit, mikrogabro, kelompok gabronorite,
kelompok ultramafik (dunit, wehrlit) dan yang bukan kelompok peridotit (serpentin,
hazburgit, lherzolit). Batuan utama dari susunan ophiolit ini menunjukkan perbedaan
secara kimiawi menunjukkan perubahan dengan adanya penambahan unsur TiO2 dan
unsur besi seiring dengan penambahan FeO* / MgO, hal ini menunjukkan perubahan
arah differensiasinya. Hall et al. (1988) dalam Hall (1999) menyebutnya dengan zona
ophiolit suprasubduksi. Pendeskripsian ini jauh lebih rinci dari milik Rab Sukamto
(1989) yang hanya menyebutkan peridotit, gabbro, diabas dan basalt.

14

2.1.3.2. Wilayah Halmahera Barat


Karakteristik dari wilayah Halmahera Barat Obi adalah tersebarnya batuan
beku vulkanik, wilayah ini telah menjadi busur vulkanik sejak Paleogen akhir. Pada kala
Oligosen - Miosen awal daerah vulkanik ini semakin meluas dan berasosiasi dengan
batuan sedimen klastik maupun karbonat dengan lingkungan pengendapan laut yang
mengindikasikan aktivitas vulkanik tersebut menjadi daerah Terestrial / daratan. Gunung
api pertama berada di atas gunung api Neogen Akhir Kuarter yang sebagian bentuknya
(kerucut) mengindikasikan bahwa gunung api gunung api tersebut hanya baru baru
ini tidak aktif dan sebagian lagi masih termasuk aktif.
Batuan batuan tertua di wilayah ini tersingkap di pegunungan Sibela di pulau
Bacan dan di daerah pulau Obi serta daerah daerah yang bersebelahan. Batuan
batuan yang tersingkap di daerah. Baru baru ini, Hall dkk. (1988) dalam Hall (1999)
mengindikasikan bahwa batuan kontinen metamorf di bagian utara dan kelompok batuan
ophiolit yang terakhir dianggap tidak terlalu menyerupai batuan yang disebelah utara
lainnya, batuan ophiolit yang terakhir ini berasosiasi dengan tubuh intrusi batuan asam
yang mencirikan tatanan busur kepulauan, yang terbentuk oleh proses magma atau oleh
fragmen fragmen batuan peridotit dari mantel bagian atas yang terdorong keluar.
Batuan beku vulkanik yang berumur Oligosen Miosen Awal tersingkap di
wilayah barat Halmahera Obi secara luas. Sikuen batuan beku vulkanik ini berada
diatas batuan basemen kontinen metamorf, mafik, ultramafik, dan batuan sedimen
berumur Jura Tengah. Kedua unit batuan ini dipisahkan oleh adanya batuan sedimen
yang memiliki selisih umur yang panjang, sejak Jura awal hingga Paleogen Awal.
Ketidakselarasan utama di wilayah Halmahera bagian barat dan Obi terletak pada
Miosen Akhir.
Aktivitas magma saat ini diwujudkan oleh sejumlah kerucut gunung api yang
memiliki kelurusan yang kurang lebih memiliki arah Utara Selatan, dimulai dari
Galela dan berlanjut dengan Gamkonora, Jailolo, Ternate, Tidore, Moti, Makian dan
15

berakhir Bibinoi (Pulau Bacan) di sebelah selatan. Tipe batuan yang dihasilkan ini
merupakan seri kalk alkalin.

Umur Geologi

Tabel 2.1. Modifikasi Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989

16

Daerah telitian termasuk ke dalam stratigrafi wilayah barat. Pada tahun 1997 ,
Marjoribanks melakukan penelitian pada daerah lokal di sekitar daerah telitian. Menurut
Marjoribanks, Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona tumbukan
antara busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng
samudra Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen telah
menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan (?
Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan Formasi
Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini. Formasi-formasi ini dipisahkan oleh
ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup panjang .
Pada tahun 1999, D. Olberg dkk,. juga melakukan penelitian di daerah lokal
sekitar penelitian dan menghasilkan stratigrafi yang hampir sama dengan Marjoribanks
yang memisahkan daerah lokal penelitian menjadi sebuah formasi (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Geologi regional Halmahera (Daniel J.Olberg dkk, 1999)

17

Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai


dasitik dan batuan vulkaniklastik. Dari hasil dating (40Ar/39Ar) terhadap batuan basaltikandesit dari Formasi Gosowong didapatkan umur dengan kisaran 5,4Ma sampai 2,6Ma.
Kisaran waktu yang besar ini mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses
tektonik yang luas paska pengendapan, intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi
Gosowong. Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen
Akhir) seharusnya digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong
(Majoribanks,1998, dalam Olberg dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak
selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi Kayasa.
Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik
sampai andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian
besar piroksen, bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini
memiliki komponen andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abuabu gelap; bertekstur afanitik sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak
terpilah dengan baik, sebagian umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan
berumur Pliosen.
Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan
diorit kuarsa, yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga.
2.1.4. Struktur Geologi
Halmahera Timur dan Barat mewakili dua daerah tektonik yang berbeda.
Perkembangan tektonik Halmahera Timur yang dapat dilihat diperkirakan dimulai antara
Kapur Akhir sampai Awal Tersier. Elemen struktur utama Halmahera adalah:
1. Sesar naik berarah Utara Selatan di bagian tengah dan lengan selatan
Halmahera. Di Halmahera tengah jalur lipatan sesar naik ini membentuk batas
antara batuan dasar ofiolitik di bagian Timur dan batuan dasar busur vulkanik
dibagian Barat. Di lengan Selatan, basemen vulkanik ini diterobos oleh intrusi
Neogen.

18

2. Sesar konjugate berarah Timurlaut Baratdaya dan Barat-Baratlaut TimurTenggara yang muncul di seluruh daerah ini. Set yang terakhir meliputi sesar
transform yang berasosiasi dengan busur vulkanik aktif.
3. Sesar normal listrik berarah Utara Selatan dan Timur Barat seperti pada urat
kuarsa Gosowong dan Ruwait.
4. Batuan berumur Pliosen di lengan utara di daerah Gosowong terlipat dengan
arah Sumbu Timur Barat.

2.2 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Epitermal Sulfidasi Rendah


2.2.1. Sistem Epitermal Sulfida Rendah
Sistem epitermal terbentuk pada kedalaman kurang dari dari 1 km dari
permukaan pada temperatur kurang 3000C (umumnya 1500-2500C), dan dari fluida asal
meteorik, mungkin dengan sebagian tambahan dari magmatic. Sistem epitermal
umumnya dibedakan dari tipe endapan lainnya berdasarkan perbandingan emas dan
peraknya, komposisi batuan induk, dan tatanan geologinya. Banyak peneliti
membedakan tipe deposit emas epitermal menjadi dua yang pada awalnya dibedakan
sebagai serisit adularia dan sulfat acid. Sekarang lebih dikenal dengan sistem sulfida
tinggi dan sulfida rendah (Gambar. 2.5).

19

Gambar 2.5. Konsep model dari Pacific rim porphyry - epithermal mineralisasi Cu-Au
(modifikasi dari Corbett, 2002 dalam Corbett, 2004)
Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan hidrothermal yang
naik melalui zona rekah dan bereaksi dengan batuan samping dan air meteorik sehingga
pH nya terus berkurang hingga hampir netral. Sistem epitermal sulfidasi rendah ini
dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan membentuk H2S (Corbett dan Leach, 1996).
Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat pada
volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental volcanic dengan
regime struktur extensional dan strike-slip.

20

Tabel 2.2 Ciri-ciri endapan epitermal acid sulphate dan adularia-serisit (berdasarkan
Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987, White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam
White & Hedenquist, 1995).
Komponen
Pendekatan

Sulfidasi Tinggi (Acid Sulfidasi


rendah
Sulphate atau Kaolinit- (Adularia-Serisit)
Alunit)

Tatanan tektonik

Keduanya terbentuk pada lingkungan subduksi,


terutama di dalam cekungan belakang busur.
Kaldera,
kubah Kaldera dan lingkungan
silisifikasi
vulkanik yang lain.
Dikontrol oleh sistem Sesar lokal/regional atau
sesar regional utama dan rekahan.
rekahan yang dibentuk
pada beberapa generasi
(episode) .
Diseminasi dan kuarsa Open space dan vug
masif, open space dan infilling, urat dengan
vug
infilling
tidak batas tegas, stockwork
umum,
replacement Pb-Zn dekat permukaan
umum stockwork tidak umum tapi sedikit .
umum .
Vuggy dan kuarsa masif Crustiform,
comb,
colloform,
quartz,
banded,
cherty,
chalcedonic, vuggy, urat
stockwork dan breksi
hidrotermal .
Lebih
kecil
dari 12

190
km,
adularia-serisit.
Lebar perbandingan urat pj : lb
vertikal umumnya < 500 = 3 : 1 , panjang bisa
m,
sering beberapa
km,
lebar
ekuidimensional .
vertikal 100 700 m .
Batuan
volkanik Batuan
volkanik
subaerial
asam
subaerial
asamintermediet, umumnya intermediet, riolit hingga
riodasit (juga riolit, andesit serta berasosiasi
trakiandesit,
yang dengan intrusi dan batuan
membentuk kubah dan sedimen.
aliran debu) .
Bijih + host umurnya Terdapat perbedaan umur
hampir sama (< 0,5 juta yang lama (>1 juta th) .

Kontrol struktur
regional
Kontrol struktur lokal

Pola mineralisasi

Tekstur mineralisasi

Dimensi endapan

Host rock

Hubungan waktu

21

th) .
Enargit-luzonit, tenantit,
pirit, kovelit, native Au,
elektrum,
barit,
sulphosalts, tellurides,
kadang bismuthinite .

Mineral bijih

Asosiasi geokimia
Anomali tinggi

Au, Ag, As, Cu, Sb, Bi,


Hg, Te, Sn, Pb, Mo,
Te/Se .
Anomali rendah
K, Zn, Ag/Au
Logam
yang Endapan Au dan Ag
diproduksi
Produksi Cu cukup
berarti
Asosiasi
mineral Pirofilit, alunit, diaspor,
ubahan
kaolinit,
kristobalit,
serisit, silika. Tidak ada
adularia, sedikit klorit .
Ubahan batu samping Advanced argillic
Bagian
luar
(atas)
merupakan zona argilik
menengah + seritisasi
maupun zona propilitik .
Temperatur
100 3200C (data
pengendapan bijih
terbatas)

Sifat Fluida

Kedalamam
pembentukan
Sumber
lumpur
Contoh

Sedikit data, salinitas


rendah-tinggi mungkin
1-6 wt% NaCl equiv,
fluida magmatik asam,
beberapa sebagai mixing
.
300 600 m dapat
mencapai >1200 m
sulfida Sedikit data mungkin
magmatik
Motomboto,
Tombulilalto
Sulut,
Masuparia Kalteng

Galena,
sfalerit,
kalkopirit,
pirit,
arsenopirit,
achanthite,
tetrahedrit, native Au,
Ag,
elektrum,
barit,
tellurides. Tidak ada
bismuthinite .
Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn,
Pb, Se, K, Ag/Au
Cu, Te/Se
Endapan Au dan Ag
Produksi logam dasar
bervariasi
Serisit, adularia, klorit,
silika, illit, epidot. Alunit
dan pirofilit supergen.
Serisit (filik) hingga
argilik menengah. Bagian
luar merupakan zona
propilitik .
Bijih : 150 3000C,
gangue 1400C, pada
kasus tertentu terjadi
boiling .
Salinitas
rendah,
biasanya < 3 wt% NaCl
equiv. Dapat mencapai
13 % dominan fluida
meteorik
near-neutral
ada bukti boiling.
100 1400 m sebagian
besar 300 600 m .
Magmatik atau batu
samping vulkanik .
Mt. Munro Kalteng,
Pongkor, Lebong Tandai
Bengkulu .

22

2.2.2. Alterasi Hidrothermal


Fluida epitermal biasanya temperaturnya berkurang bersamaan dengan
berkurangnya kedalaman dan bertambahnya jarak dari saluran fluida. Paleoisotherm dan
saluran fluida dapat diketahui dengan memetakan mineral alterasi hidrothermal yang
terdapat di dalam vein dan batuan induknya. Dalam hal ini, geothermometer mineral
alterasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat ubahan suatu sistem; daerah yang
mengindikasikan paleotemperatur yang rendah adalah baik, sementara indikasi
paleotemperatur yang tinggi menunjukkan terbatasnya keterusan bijih epitermal ke arah
kedalaman terbatas (Hedenquist, 1997).

Gambar 2.6 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997)

23

Banyak variabel yang mempengaruhi formasi mineral alterasi dalam sistem


hidrothermal. Ada enam faktor utama yang mempengaruhi mineral alterasi (Corbett dan
Leach, 1996) yaitu:
1. Temperatur
2. Komposisi kimiawi fluida
3. Konsentrasi/kepekatan
4. Komposisi batuan induk
5. Lama aktifitas atau derajat kesetimbangan
6. Permeabilitas
1. Temperatur
Temperatur yang meningkat akan mempengaruhi stabilitas dan akan membentuk
mineral yang lebih sekikit kandungan airnya. Ini khususnya terlihat pada mineralogi
silikat lempung yang pada temperatur yang lebih tinggi akan membentuk urutan
mineral-mineral sebagai berikut: smektit, smektit-illit, illit-smektit, illit dan mika putih.
Temperatur juga mempengaruhi tingkat kristalinitas suatu mineral. Temperatur
yang lebih tinggi akan membentuk fasa yang lebih kristalin. Seperti pada kaolin, kaolin
dengan bentuk yang tidak teratur terbentuk pada suhu yang rendah, pada suhu yang
tinggi akan terbentuk sedikit dengan bentuk kristal yang bagus.
Berikut temperatur pembentukan dari beberapa mineral alterasi yang dibuat
berdasarkan (Hedenquist,1997; Lawless dan White , 1997; Corbett dan Leach, 1996).
(Tabel 2.3)

24

Tabel 2.3 Suhu pembentukan dari beberapa mineral alterasi


(berdasarkan Hedenquist,1997; Lawless dan White , 1997; Corbett dan Leach,1996)
Mineral

Hedenquist

, Lawless dan White,

alterasi

1997

1997

1996

Kaolin

<2000C

<2200C

<150-2000C

Dikit

150-2500C

200-2500C

150-2500C

Smektit

<2200C

<150

jarang

Corbett

dan

Leach,

sampai <100-1500C

2000C
Illit-smektit

150-2200C

150-2300C

100-2000C

Illit

>2000C

230-3000C

200-2500C

Serisit

>2700C

>200-2500C

Klorit-smektit

100-1800C

<2300C biasanya <2000C

Klorit

>120-3000C

<3000C

Pyrophyllit

>100-3000C

>2600C

200-2500C

Paragonit

>2600C

Epidot

>200-3000C

>2400C

180-3000C

Prehnit

210-3000C

250-3000C

Kalsit

<3000C

<3000C

Ankerit

>1200C

Phengit

>250-3000C

2. Kimia/Komposisi Fluida
Komposisi fluida sangat mempengaruhi mineralogi alterasi, dengan temperatur
yang akan mempengaruhi posisi batas phase. Yang lebih penting dari konsentrasi
absolut adalah perbandingan unsur utama seperti: aNa+/aH+, aK+/aH+.

25

3. Konsentrasi/Kepekatan
Konsentrasi absolut pada fluida hidrothermal berpengaruh pada tipe mineralogi
alterasi, karena ini mempengaruhi derajat kejenuhan yang berkenaan dengan mineralmineral tertentu.
4. Komposisi Batuan Induk
Komposisi batuan induk juga berpengaruh sangat luas pada tipe mineralogi
alterasi. Mineralogi skarn terbentuk pada batuan induk calcareous/gamping. Adularia
sebagai bentuk sekunder dari K-feldspar akan dijumpai pada batuan induk yang kaya
pottasium (cotoh: rhiolit atau shoshonit). Paragonit (Na-mika) pada kondisi tertentu
merupakan produk alterasi dari albit, seperti juga muskovit yang terbentuk dari alterasi
feldspar potasik
5. Lama Aktifitas atau Derajat Kesetimbangan
Durasi dari sistem hidrothermal, atau waktu selama permeabilitas masih terbuka,
menentukan apakah kesetimbangan telah tercapai antara sirkulasi fluida dan batuan
induk.
6. Permeabilitas
Permeabilitas memiliki pengaruh yang nyata yang membuat batuan induk
berhubungan langsung dengan sirkulasi fluida hidrothermal. Alterasi philik dan argilik
biasanya berbatasan langsung dengan struktur utama atau dengan sistem vein dimana
fluida memiliki pH di bawah normal dikarenakan gas-gas yang larut, sedangkan Alterasi
propilitik biasanya terdapat pada batuan induk dengan permeabilitas rendah dan jauh
dari jalur fluida utama.
2.2.2.1 Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi.
Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan dua
faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal membagi
kelompok alterasi menjadi 7 group utama:

26

1. Group Mineral Silika /kuarsa


Merupakan mineral yang stabil pada pH rendah < 2. Pada kondisi yang sangat
asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu <1000C. Kuarsa
merupakan fase utama pada suhu yang tinggi. Pada kondisi pH fluida yang lebih tinggi,
silika amorf terbentuk pada suhu yang lebih dingin
2. Group Mineral Alunit
Alunit ternentuk pada pH yang sedikit lebih besar dari 2, terbentuk bersama
dengan group silika dalam rentang temperatur yang besar, berasosiasi dengan andalusit
pada temperatur yang tinggi (> 300-350oC) dan korundum hadir pada suhu yang lebih
tinggi lagi. Ada 4 macam alunit, alunit steam-heated, alunit supergen, alunit magmatic,
dan alunit liquid.
3. Group Mineral Kaolinit
Dijumpai pada pH sekitar 4, biasa hadir bersama group alunit-andalusit-korundum
pada pH 3-4. Halloysit merupakan produk supergene utama group ini. Kaolinit terbentuk
pada kedalaman dangkal dan temperatur yang rendah. Dikit terbentuk pada suhu yang
tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terbentuk pirophilit. Diaspor setempatsetempat dijumpai dalam

zona silifikasi yang intens dengan group alunit dan/atau

kaolinit.
4. Group Mineral Illit
Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk pada
temperatur < 100-150C, interlayer illit-smektit (100-200C), illit (200-250C), serisit
(muskovit) >200-250oC, phengit >250-300oC. Kandungan smektit pada interlayer illit
smektit akan berkurang bersamaan dengan naiknya temperatur.
Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan temperatur fluida hidrothermal pada
kisaran 160-2200C (Lawless dan White, 1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang
dominan illit menunjukkan temperatur fluida pada kisaran 220-2700C (Lawless dan
White, 1997). Sebagaimana illit umumnya stabil pada temperatur lebih tinggi dari
2200C, berkurangnya temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya

27

illit banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan
bertambahnya mineral klorit (Lawless dan White, 1997).

5. Group Mineral Klorit


Pada kondisi pH yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat menjadi
dominan, dimana mineral ini terbentuk bersama dengan group illit pada lingkungan
transisi pH 5-6. interlayer klorit-smektit akan terbentuk pada temperatur rendah, dan
klorit akan dominan pada suhu yang lebih tinggi.
Klorit bukan merupakan mineral yang baik untuk indikator paleo temperatur,
karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai temperatur lebih tinggi dari
3000C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik untuk menunjukkan pH
pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White, 1997).

6. Group Mineral Kalksilikat


Group kalksilikat terbentuk pada kondisi pH netral sampai alkali, pada temperatur
rendah membentuk zeolit-klorit-karbonat, dan epidot diikuti amfibol (umumnya
aktinolit) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi. Di beberapa sistem prehnit atau
pumpellyit dijumpai berasosiasi dengan epidot. Epidot dengan kristalinitas yang rendah
terbentuk pada suhu 180-2200C, pada kristalinitas yang lebih baik pada suhu yang lebih
tinggi (>220-2500C). Amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk pada suhu 280-3000C.
Biotit umumnya tersebar luas di dalam atau di sekitar intrusi porfiri dan terbentuk pada
suhu 300-3250C.

7. Phase Mineral Lain


Mineral Karbonat terbentuk pada range pH (> 4) dan temperatur yang lebih
luas, dan berasosiasi dengan phase kaolin, illit, klorit, dan kalk-silikat. Mineral yang
termasuk dalam kelompok ini adalah siderit, rhodokrosit, ankerit, dolomit, magnesiankalsit, dan kalsit.

28

Mineral Feldspar umumnya berassosiasi dengan phase klorit dan kalk-silikat,


terbentuk pada pH netral sampai basa. Mineral yang termasuk kelompok ini adalah albit,
adularia, dan orthoklas.
Mineral Sulfat terbentuk pada hampir semua suhu dan temperatur dalam
hidrothermal system. Mineral yang termasuk dalam kelompok ini adalah anhidrit,
gipsum, dan jarosit.
Pada sistem epitermal sulfidasi rendah zona alterasi potasik dan filik tidak
ditemukan. Zona alterasi yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah
sebagai berikut: silisifikasi, ini banyak terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi
multiple dari kuarsa dan kalsedon yang umumnya disertai dengan adularia dan kalsit.
Resapan silisifikasi dalam urat biasanya diapit oleh serisit-illit-kaolinit. Alterasi argilik
[kaolinit-illit-montmorillonit (smektit)] biasanya terbentuk berdampingan dengan urat.
Alterasi argilik lanjut (kaolinit-alunit) ini dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona
mineralisasi. Alterasi propilitik dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi
vein (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Model sistem epitermal Buchanan, berdasarkan studi lebih dari 60 sistem
epitermal di Barat Daya USA (setelah Buchanan, 1981 dalam Olberg, 2001).
29

2.2.3. Mineralisasi Hidrotermal


Mineralisasi adalah proses pembentukan endapan mineral logam atau non logam
yang terkonsentrasi dari satu atau lebih mineral yang dapat dimanfaatkan (Bateman dan
Jensen,1981).Emas pada mineralisasi ini umumnya berassosiasi dengan galena,
sphalerit, kalkopirit, dan sedikit pirit (Corbett dan Leach 1996). Pola mineralisasinya
yaitu mineral bijih yang mengisi rongga-rongga dan rekah (open space & cavity filling).
Zona bijih biasanya dibatasi oleh struktur, tetapi juga bisa muncul pada litologi yang
bersifat permeable. Urat yang lebar (memiliki lebar > 1m dengan beberapa ratus meter
searah jurus) sampai urat-urat kecil dan stockworks biasanya memiliki penyebaran dan
pergantian yang lebih sedikit.
Mineral penyerta yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah:
kuarsa, ametis, kalsedon, struktur kalsit yang kemudian digantikan oleh kuarsa, kalsit,
adularia, serisit, barit, fluorit, rhodokrosit, hematit dan klorit.

2.2.3.1. Tekstur Urat Kuarsa pada Endapan Epitermal


Morisson dkk., (1990),

mengelompokkan tekstur urat kuarsa epitermal

didasarkan pada sifat dari agregat (massa atau bagian partikel batuan, dan/atau besar
butir mineral) kristal, akan tetapi untuk membantu menginterpretasi sumber dan
lingkungan pembentukannya, tekstur kuarsa akhirnya dibagi menjadi 3 bagian besar,
yaitu :
1. Tekstur primer (Primary growth textures)
2. Tekstur rekristallisasi (Recrystallisation textures)
3. Tekstur penggantian (Replacement texture)

1. Tekstur primer
Tekstur primer merupakan gambaran awal pengisian rongga atau rekahan urat.
Tekstur ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
Kriptokristalin kuarsa (massif kalsedon, banded kalsedon dan colloform).

30

Tekstur massif kalsedon, dicirikan oleh agregat kompak dan seragam dari
kriptokristalin kuarsa.

Tekstur banded kalsedon, dicirikan oleh adanya perbedaan lapisan warna


kriptokristalin kuarsa.

Tekstur comb, dicirikan oleh kelompok Kristal yang mirip dengan bentuk gerigi
dan sisir. Biasanya mempunyai bentuk euhedral pada bagian ujungnya.

Tekstur zonal crystals, dicirikan oleh individu Kristal atau lapisan Kristal
yang mempunyai perselingan zona bening dengan zona milky quartz.

Tekstur crustiform, dicirikan oleh adanya lapisan berulang yang sejajar


terhadap batuan samping yang memiliki perbedaan mineralogi, tekstur
atau warna.

Tekstur cockade, dicirikan oleh lapisan tekstur crustiform yang


kohsentris, yang mengelilingi fragmen batuan yang terisolasi.

2. Tekstur Rekristalisasi
Tekstur ini menggambarkan perubahan silica anorf atau kalsedon menjadi
kuarsa, yang dibagi menjadi 2 kelompok tekstur, yaitu :
Tekstur moss, dicirikn oleh agregat halus menyerupai buah anggur, dengan
bentuk massif yang tidak beraturan seperti tumbuhan lumut. Pada sayatan tipis
bulatan bagian yang menyerupai anggur terdiri dari bulatan kriptokristalin di
bagian dalam yang dikelilingi bulatan kristaln di luarnya. Bagian tengah bulatan
kriptokristalin terdapat inklusi fluida
Tekstur micro-plumose, dicirikan oleh kenampakan individu kristal kuarsa
menyerupai bulu ayam, hanya dapat dilihat perbedaannya di bawah mikroskop
ketika posisi pemadaman maksimum nikol bersilang.

3. Tekstur Penggantian
Tekstur ini dicirikan dengan penggantian sebagian atau seluruhnya mineral lain
oleh mineral silica dalam vein, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

31

Tekstur mold, dicirikan oleh adanya jejak yang ditinggalkan oleh pelarutan atau
replacement partial dalam urat kuarsa.
Tekstur bladed, dicirikan oleh adanya agregat kuarsa kriptokristalin atau kristalin
yang bentuknya tersusun seperti bilah pisau ataupun berbentuk pipih.

Model tekstur dapat dibandingkan dengan model alterasi, mineral bijih dan
mineral gangue seperti yang digambarkan pada model epitermal Buchanan (1981)
dalam Morisson dkk (1990) yang dimodifikasi (gambar). Evolusi terhadap pembagian
zona tekstur dari berbagai urat epitermal memungkinkan untuk mengembangkan model
tekstur endapan epitermal. Morisson dkk,. (1990) membagi 7

zona tekstur dari

pengenalan terhadap tekstur menjadi 3 zona besar, yaitu zona kalsedon (CH), zona
crustiform, colloform (CC), dan zona kristalin (X) (Gambar 2.8.). Zona besar ini
mewakilkan perubahan mendasar dimana setiap zona besar dibagi berdasarkan
perubahan proporsi mineral-mineral dari setiap tekstur.

Gambar 2.8. Alterasi, mineral bijih dan model zonasi tekstur urat kuarsa (setelah
Buchanan (1981), Morisson dkk (1990) dan Corbett & Leach (1997)
dalam laporan Klondike

32

Zona kalsedon (CH) terdiri dari tekstur kristalin karbonat, lattice bladed, bladed
karbonat, massif. Kalsedon kuarsa yang paling dominan pada zona ini. Mineral bijih
biasanya jarang ditemukan di zona ini, biasanya emas ditemukan bersama pirit. Emas
juga ditemukan di Ag-Sulsofat. Zona ini memiliki gangue zeolist, agate, kalsit, stibnite,
dan kuarsa.
Zona crustiform, colloform (CC) ditandai dengan selalu ditemukannya perlapisan
(banding). Tekstur pada zona CC ini terdiri dari tekstur banden, moss, kalsedon,
kristalin, dan colloform. Mineral bijih yang biasa ditemukan adalah piragirit,prousit,
argentite, electrum, dengan mineral gangue kuarsa, kalsit, adularia, serisit, dan pirit.
Zona kristalin (X) mempunyai karakteristik berasosiasi dengan kuarsa kristalin
dengan adularia kristalin, sulfida dan karbonat. Tekstur kalsedon, colloform, moss dan
bladed biasanya tidak hadir dalam zona ini. Mineral bijih yang biasa hadir adalah
galena, sfalerit, kalkopirit dan agentit, dengan mineral ganguenya kuarsa, fluorit, pirit,
dan arsenopirit.

2.2.3.2 Analisis Arah Urat


Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang bersifat mengisi
rekahan, oleh sebab itu pola urat yang terbentuk akan mengikuti pola rekahan. Sesar
geser yang bersifat ekstensif akan membentuk rekahan terbuka yang memungkinkan
masuknya larutan hidrotermal pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif
sejajar dengan arah sesar.
Purwanto,H.S,.(2002), menyatakan bahwa urat hasil tegasan dan urat hasil
tarikan di lapangan dapat dibedakan, yaitu urat kuarsa hasil tegasan memiliki ciri pecahpecah (breciciated), kristal tidak baik, biasanya terbentuk mineral di bagian tengah atau
tepinya dan urat hasil tarikan memiliki ciri kristal baik, membentuk struktur sisir (comb
structure), mineral terkadang berada pada struktur sisirnya. (Gambar 2.10).

33

Gambar 2.9. Model sifat kekar dan urat kuarsa (Purwanto, H.S., 2002). Kekar
tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a), urat kuarsa tekanan (2b), urat
kuarsa tekanan membentuk penebalan dan penipisan (2c).
Menurut Corbett dan Leach dalam Purwanto, H.S (2002), didasarkan pada tatanan
tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan dapat
dibedakan menjadi beberapa yaitu :
a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar relatif. Pada
daerah ini merupakan agent utama terjadinya intrusi porpiri.
b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak di antara
sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung dengan gaya
(stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan terjadinya sistem urat
emas-perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang dari kekar tarik akan
berakhir sepanjang arah sesar.
c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan dipisahkan
dengan kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.
d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada sesar turun
atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan bidang sesar.
e. Pull-apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak diantara 2 jalur
sesar.
34

f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada suatu
sistem urat mineralisasi.
g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu urat
maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya bukaan pada
suatu sistem urat.
h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porpiri atau porpiri yang berhubungan
dengan lingkungan breksi.

Gambar 2.10. Rekahan dilatasi pada sistem tekanan orthogonal


(Corbett dan Leach,1997)

35

BAB III
GEOLOGI DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA
3.1.

Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah telitian mengacu pada klasifikasi

morfologi menurut Verstappen (1985), dengan memperhatikan aspek-aspek penunjang


seperti morfografi (meliputi sungai, dataran, perbukitan, dan pegunungan, dll),
morfometri meliputi kemiringan (Tabel 3.1) dan bentuk lereng, ketinggian dan relief, dll.
morfostruktur pasif (meliputi jenis batuan dan tanah), morfostruktur aktif (meliputi
struktur-struktur geologi), dan morfostruktur dinamik (meliputi tingkat pelapukan/erosi
berhubungan dengan lingkungan/kehidupan di sekitarnya).

a. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
-

Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah,
bukit, perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas
alluvial, plato dan lain-lain.

Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi,
bentuk lembah dan pola pengaliran.

36

Besaran kelerengan dapat diukur dalam analisis kelerengan yakni dengan rumus
sebagai berikut:

Gambar 3.1. Rumus sudut lereng (Van Zuidam, 1983)


Tabel 3.1. Pembagian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1983)
NO.

KEMIRINGAN LERENG

% LERENG

1.

Rata/hampir rata

0-2

2.

Landai

3-7

3.

Miring

8 - 13

4.

Agak curam

14 - 20

5.

Curam

21 - 55

6.

Sangat curam

56 - 140

7.

Amat sangat curam

> 140

b. Morfogenesa : asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta


proses - proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi. Morfogenesa meliputi:
-

Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan


dan pensesaran. Bentuk lahan yang berkaitan erat dengan hasil gaya endogen
yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan sesar), seperti :
gunungapi, pegunungan antiklin dan gawir sesar.

37

Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe


batuan maupun struktur batuan yang berkaitan dengan denudasi seperti
messa, cuesta, hogback dan kubah.

Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air,


es, gerakan masa dan kegunungapian. Bentuk lahan yang berkaitan erat
dengan hasil kerja gaya eksogen (air, es, angin dan gerakan tanah) seperti
gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai dan lahan kritis.

Secara regional daerah telitian termasuk Mendala Halmahera Barat bagian utara .
Morfologi mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada
batugamping berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat
morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi yang disebutkan oleh Verstappen (1985),
maka bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 (empat)
satuan bentuklahan, yaitu: Perbukitan aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh
sungai (F1), Dataran limpah banjir (F2), dan Lembah bekas tambang (H1). Berikut
adalah

tabel

pembagian

satuan

bentuklahan

di

sertai

dengan

aspek-aspek

geomorfologinya.

38

Tabel 3.2. Karakteristik bentuklahan daerah telitian

3.1.1

Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai


Pola pengaliran adalah kumpulan jalur-jalur pengaliran hingga bagian

terkecilnya pada batuan yang telah mengalami pelapukan ataupun tidak dan ditempati
oleh sungai secara permanen.
Daerah penelitian terdapat 2 jenis pola pengaliran, yaitu pola pengaliran
subdendritik dan trellis. Pemilihan pola pengaliran trellis pada daerah telitian karena
pola dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan aliran tegak lurus
sungai utama serta diinterpretasi akibat patahan yang paralel pada daerah telitian dan
39

juga pola pengaliran ini khas pada daerah vulkanik menurut Howard (1967), sedangkan
subdendritik pada daerah telitian ditunjukan dengan adanya ubahan pada pola pengaliran
dendritik yang menyerupai cabang pohon.

Pada daerah telitian pun di temukan

penyimpangan pola aliran berjenis local mendearing (ditandai lingkaran merah pada
gambar 3.2).

Gambar 3.2. Peta pola pengaliran daerah telitian

Berdasarkan sifat alirannya sungai pada daerah Toguraci dan sekitarnya


merupakan sungai eksternal, yakni aliran air berada dipermukaan dan membentuk
sungai seperti Sungai Bora, Sungai Tobobo, Sungai Selera, dan Sungai NW Toguraci.
Geomorfologi daerah penelitian mencakup bentang alam yang relatif kompleks,
yang didominasi oleh perbukitan dengan interval ketinggian antara 50 - 525 mdpl. Titik
terendah pada bagian selatan daerah telitian sedangkan titik tertinggi pada bagian Barat
laut daerah telitian. Indikasi adanya struktur geologi berupa sesar dan kekar dapat
diketahui dari interpretasi pergeseran dan pembelokan kelurusan bukit

dan

penyimpangan pola aliran.


40

3.1.2. Bentukan Asal Vulkanik


3.1.2.1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Aliran Lava (V1)
Satuan bentuklahan perbukitan aliran lava menempati luasan 45% dari seluruh
daerah penelitian. Satuan bentuklahan ini umumnya terdapat pada bagian barat, timur
dan sebagian kecil di selatan daerah penelitian. Morfologi berupa perbukitan yang
bergelombang, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (Van
Zuidam, 1983) mempunyai relief antara 125 500 mdpl dengan pola pengaliran trellis
dan subdendritik. Secara morfogenesa satuan bentuklahan ini dipengaruhi oleh struktur
berupa kekar,sesar dan urat kuarsa , serta terdiri berupa andesit,dasit dan breksi
vulkanik, dimana litologi ini memliki resistensi yang lemah-sedang terhadap proses
pelapukan dan erosi (Foto 3.1a)

3.1.2.2. Satuan Bentuklahan Perbukitan Intrusi (V2)


Satuan bentuklahan perbukitan intrusi menempati

luasan 37% dari seluruh

daerah penelitian. Satuan bentuklahan ini menyebar hampir di semua daerah penelitian
tetapi terpusat pada bagian tengah daerah penelitian. Morfologi berupa perbukitan yang
bergelombang, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (Van
Zuidam, 1983) mempunyai relief antara 125 450 mdpl dengan pola pengaliran trellis
dan subdendritik. Secara morfogenesa satuan bentuklahan ini dipengaruhi oleh struktur
berupa kekar,sesar dan urat kuarsa , serta terdiri berupa intrusi diorit dimana litologi ini
memiliki resistensi yang lemah-sedang terhadap proses pelapukan dan erosi (Foto 3.1b).

41

Foto 3.1. Satuan bentuklahan Perbukitan Aliran Lava (V1),


Perbukitan Intrusi (V2) .Arah kamera relatif ke utara
(a) kekar kolom diorit di tebing S.Selera (b) aliran lava dasit

3.1.3. Bentukan Asal Fluvial


3.1.3.1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai (F1)
Satuan bentuklahan

ini menempati 5% dari daerah telitian. Morfologinya

lembah. Tersusun atas endapan alluvial dari butiran pasir sampai bongkah dan sangat
dipengaruhi oleh erosi dan pengendapan.

42

Tubuh
Sugai
Foto 3.2. Kenampakan satuan bentuklahan Tubuh Sungai (F1) pada Sungai Tobobo
Arah kamera relatif ke utara
3.1.3.2. Satuan Bentuklahan Dataran Limpah Banjir (F2)
Satuan bentuklahan ini menempati 1% daerah telitian. Morfologinya berupa
dataran, dengan kelerengan berkisan antara 0-2%. Satuan bentuklahan ini sedikit sekali
dipengaruhi oleh struktur geologi, tersusun atas endapan alluvial, dan sangat dipengaruhi
oleh proses meluapnya sungai utama. Satuan bentuklahan ini berasosiasi tubuh sungai.

Foto 3.3. Kenampakan bentuklahan dataran limpah banjir yang berasosiasi


dengan tubuh sungai pada S. Tobobo. Arah kamera relatif ke barat

43

3.1.4. Satuan Bentuklahan Lembah Bekas Tambang (H1)


Satuan bentuklahan lembah bekas tambang menempati luasan 12% dari seluruh
daerah penelitian. Satuan ini terdapat di selatan bagian tengah dari daerah telitian.
Morfologi berupa lembah, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%)
(Van Zuidam, 1983) mempunyai relief antara 50 200 mdpl dengan pola pengaliran
trellis. Bentuklahan ini

merupakan hasil aktivitas manusia berupa pit terbuka.

Morfostruktur aktif yang terdapat pada bentuklahan ini berupa kekar,sesar dan urat
kuarsa , serta terdiri berupa intrusi diorit dan basalt dimana litologi ini memiliki
resistensi yang lemah terhadap proses pelapukan dan erosi.

Foto 3.4. Kenampakan bentuklahan lembah bekas tambang berupa pit terbuka
Toguraci.
Arah kamera relatif ke selatan
3.1.5.

Stadia Geomorfik
Setiap bentuk morfologi pada suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai proses

yang menyebabkan perubahan bentuk morfologi. Penyebab dari perubahan ini adalah
proses eksogen dan proses endogen. Stadia geomorfik ditentukan oleh adanya tingkat
erosi, stadia geomorfik dapat dibagi menjadi stadia muda, stadia dewasa dan stadia tua.
Berdasarkan aspek relief dan topografi, gambaran bentang alam relatif tinggi
berada di bagian utara dan baratlaut dan relatif rendah pada bagian tenggara daerah
44

penelitian, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (Van Zuidam,
1983) mempunyai perbedaan relief dari 50 - 525 mdpl. Dilihat dari bentukan topografi
dan tingkat kelerengan pada uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stadia
geomorfik pada daerah penelitian adalah stadia dewasa.

3.2

Stratigrafi Daerah Toguraci dan Sekitarnya


Penyusunan stratigrafi daerah telitian didasarkan pada kesamaan ciri litologi

dominan yang ada di daerah telitian. Secara umum, daerah telitian disusun oleh batuan
batuan vulkanik dan beberapa intrusi.
Kesebandingan dalam pembagian satuan batuan tersebut telah peneliti
sebandingkan dengan stratigrafi daerah terdekat yaitu stratigrafi daerah Gosowong dan
sekitarnya, dimana tersusun atas basalt firik augit, vulkaniklastik, lava andesit-basaltik,
batuan intrusi andesit-diorit, dasit-andesit kwarsa, dan piroklastik Kuarter (Basuki Dwi
Priyono,M.D, 2003).
Penamaan satuan batuan mengikuti tata nama satuan vulkanostratigrafi tidak
resmi menurut Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI, 1996), yang dikelompokkan secara
bersistem berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa. Urutan dari tua sampai muda,
sebagai berikut:

Lava basalt Gosowong

Lava andesit Gosowong

Breksi vulkanik Gosowong

Lava dasit Kayasa

Intrusi Diorit

Endapan alluvial

45

3.2.1 Lava basalt Gosowong


3.2.1.1 Ciri Litologi
Kenampakan di lapangan batuan ini berupa lava basalt dengan fenokris berupa
piroksen yang berukuran fanerik sedang. Batuan ini dijumpai bewarna abu-abu
kehijauan sampai hijau gelap, hipokristalin, fenokris berukuran fanerik sedang halus
sedangkan massa dasar afanitik, subhedral- anhedral, inequigranular porfiritik
,menunjukan struktur autobreksia serta berstruktur amigdaloidal yang terisi mineral
kalsit. Batuan ini ditemukan mengalami ubahan hidrotermal yang intensif dengan
silisifikasi, argilitisasi dan kloritisasi.
Secara mikroskopis menunjukkan

batuan beku vulkanik, warna abu-abu

kehijauan, tekstur intergranular/intersetral, bentuk subhedral-anhedral, Plagioklas (40%)


berjenis labradorit, piroksen (20%) hadir sebagai klinopiroksen, gelas (15%), klorit
(15%), silika (5%), serisit (3%), mineral opak (2%). Sebagian besar piroksen telah
mengalami ubahan menjadi klorit, sedangkan plagioklas terubah menjadi min. lempung.

Foto 3.5. Kenampakan basalt lava pada lp 35 (a). Megaskopis basalt yang menunjukan
fenokris piroksen dan amigdaloidal. (b). Kenampakan struktur aliran pada basalt

46

3.2.1.2

Penyebaran Litologi
Basalt hampir menempati 10 % dari seluruh luas daerah penelitian, yaitu pada pit

Toguraci dan Sungai Tobobo bagian barat daya . Umumnya menempati sebagian besar
topografi yang relatif rendah.
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan
Batuan ini diendapkan dengan mekanisme aliran yang dicirikan dengan
ditemukannya autobreksia dan sheeting joint. Menurut Bogie & Mackenzie (1998)
dalam Bronto (2006), basalt yang secara fisik berupa lava termasuk ke dalam fasies
proximal.
3.2.1.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri fisik litologi, satuan ini dapat disebandingkan dengan
Augit phyrik basalt Formasi Gosowong, dimana satuan ini diendapkan pada Miosen
Akhir (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004). Hubungan stratigrafi
satuan ini dengan satuan sebelumnya tidak diketahui.
3.2.2 Lava andesit Gosowong
3.2.2.1 Ciri Litologi
Pengamatan di lapangan andesit Gosowong merupakan batuan beku intermediet
vulkanik, abu-abu sampai kehijauan, hipokristalin, fanerik halus (<1mm) - afanitik,
subhedral-anhedral,tidak jarang memperlihatkan penjajaran mineral menunjukkan
tekstur aliran, dilapangan dijumpai terisi urat kuarsa dan urat-urat halus kalsit dan klorit,
berstruktur autobreksia dan kekar kolom subvertikal yang menunjukkan satuan ini
berupa lava. Satuan ini pun dijumpai telah mengalami ubahan hidrotermal yang intensif.
Mineral sekunder yang ditemukan berupa : pirit, kalkopirit, klorit, kalsit dan epidot.

Pengamatan mikroskopis pada lp 29 memperlihatkan batuan beku intermediet


vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur inequigranular porfiritik dan
vitropirik, bentuk subhedral-anhedral plagioklas (45%), piroksen (4%), hornblende
(5%), kuarsa (1%), gelas (20%), silika (11%), klorit (9%), min. lempung (3%), mineral
opak (2%). Hasil pengamatan mikroskopis juga dijumpai batuan ini berupa andesit

47

basaltik dengan kehadiran piroksen lebih dari 15% ,dan jenis An plagioklas yang
bervariasi dari bitownit andesin. (Foto 3.6, deskripsi dapat dilihat pada lampiran
petrografi).

Foto 3.6. Kenampakan andesit di lapangan dan secara mikroskopis


yang menunjukkan andesit basaltik pada lp 29

3.2.2.2 Penyebaran Litologi


Satuan andesit Gosowong ini hampir menempati 30 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu utara S. Bora dan S. NW Toguraci, daerah Ruwait, dan disekitar Anak
Fault. Umumnya menempati sebagian besar perbukitan berelief lereng agak curam
curam

48

3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan


Batuan ini diendapkan dengan mekanisme aliran yang dicirikan dengan
ditemukannya autobreksia dan kekar kolom subvertikal. Analisis bidang aliran lava
didapatkan N 005 E / 12 asumsi arah aliran juga diperkuat dengan pengukuran
imbrikasi dari autobreksia pada andesit, diperoleh arah umum aliran N 1880 sehingga
secara umum lava andesit diperkirakan berasal dari utara daerah telitian. Menurut Bogie
& Mackenzie (1998) dalam Bronto (2006), andesit yang secara fisik berupa lava
termasuk ke dalam fasies proximal.

Foto 3.7. Kenampakan batuan andesit berstruktur autobreksia (kiri) pada lp 7


dan kekar kolom (kanan) pada lp 90
.

49

3.2.2.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi


Berdasarkan kesamaan ciri fisik litologi, satuan ini dapat disebandingkan dengan
Andesit-basaltik Formasi Gosowong, dimana satuan ini diendapkan pada Miosen Akhir
(Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004). Lava andesit merupakan
produk vulkanik yang terendapakan diatas lava basalt.
3.2.3 Satuan breksi vulkanik Gosowong
3.2.3.1 Ciri Litologi
Kenampakan di lapangan, batuan ini berwarna abu- abu gelap, berstruktur masif.
Selain itu di beberapa tempat juga terdapat orientasi dari fragmen yang menunjukkan
arah sumbernya, menyudut tanggung menyudut, kemas terbuka, pemilahan buruk,
fragmen berupa andesit berukuran kerikil - kerakal, dan matrik sedikit pasiran
bercampur dengan tuff. Fragmen tersusun secara acak dan seolah- olah mengambang
dalam batuan. Batuan ini telah mengalami ubahan hidrotermal berupa mineral- mineral
propilitisasi yang mengubah sedang hingga kuat, dan terisi urat urat kuarsa dan kasit.
Pengamatan mikroskopis matriks batuan breksi vulkanik pada lp 67
memperlihatkan batuan piroklastik (teralterasi), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik
dengan butiran berukuran 0,050,3 mm, terdiri dari Feldspar (10%), Kwarsa (3%) Lithic
(2%), Min opak (1%), Gelas (80%), klorit (2%) dan min. lempung (2%) (Lampiran
Petrografi).

50

Foto 3.8. Kenampakan breksi vulkanik pada lp 67 yang menunjukkan arah


orientasi fragmen (ditunjukan panah bewarna kuning)
Arah kamera relatif ke barat
3.2.3.2 Penyebaran Litologi
Satuan breksi vulkanik ini hampir menempati 10 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu pada daerah Ruwait. Umumnya di sekitar lereng dari satuan andesit
dan sebagian lainnya menempati perbukitan berelief lereng curam satuan bentuklahan
perbukitan aliran lava.
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan ciri litologi antara lain dijumpai fragmen yang acak dan seolah
mengambang pada masa dasar dan di beberpa tempat menunjukkan orientasi fragmen
diasumsikan batuan ini diendapkan melalui mekanisme aliran. Menurut Bogie &
Mackenzie (1998) dalam Bronto (2006), termasuk ke dalam fasies proximal.

51

3.2.3.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi


Batuan ini dapat disebandingkan dengan vulkaniklastik Fomasi Gosowong ,
dimana satuan ini diendapkan pada Miosen Akhir (Marjoribanks, 1997, dalam Richard
dan Priyono, 2004). Berdasarkan rekonstruksi penampang diperkirakan breksi vulkanik
Gosowong memiliki hubungan jari - menjari dengan lava andesit Gosowong.
3.2.4 Lava dasit Kayasa
3.2.4.1 Ciri Litologi
Pengamatan di lapangan dasit Kayasa merupakan batuan beku asam vulkanik,
abu-abu cerah, creamy terkadang kemerahan, hipokristalin, fanerik sedang (<1mm)
halus,

subhedral-anhedral,

tidak

jarang

memperlihatkan

penjajaran

mineral

menunjukkan tekstur aliran dengan fenokris yang anhedral, dilapangan dijumpai terisi
urat kuarsa dan urat-urat halus kalsit, berstruktur gelembur- gelembur lava dan kekar
kolom. Satuan ini terisi urat-urat halus kalsit dan kuarsa.
Pengamatan mikroskopis pada lp 13 memperlihatkan batuan beku asam vulkanik
(teralterasi), warna abu-abu, tekstur inequigranular porfiritik , bentuk subhedral-anhedral
plagioklas (20%), ortholkas (15%), hornblende (5%), kuarsa (25%), gelas (15%), silika
(5%), klorit (3%), Mineral lempung (10%), mineral opak (2%). (deskripsi pada
lampiran)

52

Foto 3.9. Kenampakan dasit yang terkekarkan pada lp 13


3.2.4.2 Penyebaran Litologi
Satuan dasit hampir menempati 15 % dari seluruh luas daerah penelitian, yaitu
pada sebelah barat daerah telitian. Memenpati sebagian dari bentuklahan aliran lava.
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan
Batuan ini diendapkan dengan mekanisme aliran yang dicirikan dengan
ditemukannya lava yang membulat. Pengukuran terhadap lava dilapangan didapatkan
arah umum N 085 E, sehingga diinterpretasi sumber aliran dari N 275 E

dan

menunjukan perubahan arah aliran lava dibandingkan dengan arah aliran andesit yang
berada di selatan satuan ini pada bagian barat daerah telitian.

53

Foto 3.10. Kenampakan aliran lava dasit pada lp 92 . Arah umum aliran N 085 E,
sehingga diinterpretasi sumber aliran dari N 275 E. Arah kamera relatif ke selatan

3.2.4.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi


Berdasarkan kesamaan ciri fisik litologi, satuan ini dapat disebandingkan dengan
Dasit Formasi Kayasa, dimana satuan ini diendapkan pada Pliosen Awal (Marjoribanks,
1997, dalam Richard dan Priyono, 2004). Perubahan arah aliran yang signifikan
diperkirakan berasal dari sumber yang berbeda. Kenampakan lapangan menunjukan lava
ini sangat kental, hal ini diperlihatkan oleh bentuk lava yang membulat diperkirakan
satuan ini hasil intrusi disekitar daerah telitian yang mengintrusi batuan sebelumnya.
3.2.5. Intrusi Diorit
3.2.5.1 Ciri Litologi
Batuan diorit pada daerah telitian dicirikan dengan warna abu-abu tua kehijauan,
bercak hitam dan putih, berstruktur massif,kekar kolom dan mengulit bawang
(spheroidal weathering) dengan ukuran butirnya sedang (1-5mm), fanerik sedang ,
inequigranular porfiritik. Mineraloginya tersusun oleh plagioklas, hornblende, piroksen,

54

kuarsa , sedangkan mineral sekunder yang teramati diantaranyan adalah magnetit, pirit,
klorit, kalsit , terdapat urat-urat halus kuarsa, klorit, epidot dan kalsit.
Secara mikroskopis batuan diorit ini lebih dicirikan dengan penciri utamanya
adalah tekstur porfiritik . Besar kemungkinan telah terjadi gradasi tekstur dari yang kasar
ke tekstur yang lebih halus. Pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa mineralmineral penyusun batuan telah terubah oleh mineral-mineral klorit,dan min. lempung.
(Analisis pada lampiran)
3.2.5.2 Penyebaran Litologi
Satuan diorit

hampir menempati 35 % dari seluruh luas daerah penelitian

umunya menempati bagian tengah daerah telitian.


3.2.5.3 Umur dan Hubungan Stratigrafi
Pada pengamatan lapangan dijumpai intrusi ini menerobos basalt Gosowong
dengan ditemukannya xenolith basalt pada intrusi diorit (Foto 3.11). Pada tebing S.
Selera ditemukan kekar kolom rebah, diperkirakan berupa dyke, hal ini didukung oleh
bentuk kontur yang memanjang dari barat ke timur. Berdasarkan rekonstruksi pada
penampang diperkirakan intrusi ini menerobos semua endapan sebelumnya, sehingga
bisa diperkirakan umur relatif intrusi ini berumur Pliosen Awal (Marjoribanks, 1997,
dalam Richard dan Priyono, 2004).
Pada daerah telitian semua satuan termasuk intrusi diorit mengalami ubahan
hidrotemal, diperkirakan terjadi intrusi berikutnya yang tidak tersingkap di permukaan.
Menurut Marjoribanks (1997) dalam Richard dan Priyono (2004) menyatakan bahwa
formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan diorit kuarsa.
Diperkirakan intrusi andesit porfiri inilah yang terakhir mengintrusi dan tidak tersingkap
di permukaan.

55

Foto 3.11. Kenampakan diorit yang mengintrusi basalt ditunjukan dengan kehadiran
struktur xenolith pada lp 1(kiri). Perbesaran kenampakan diorit di lapangan (kanan).
3.2.6. Endapan Aluvial
Satuan ini merupakan material lepas dari aktivitas sungai dan endapan hasil
rombakan dari batuan di sekitarnya berupa batuan andseit, basalt, diorit berukuran
kerikil hingga bongkah. Endapan alluvial menempati 1 % dari daerah telitian di tubuh
sungai dan dataran limpah banjir. Satuan ini diperkirakan berumur kuarter karena hingga
saat ini pengendapannya masih berlangsung dan memiliki hubungan stratigrafi yang
tidak selaras dengan satuan di bawahnya.

Foto 3.12. Kenampakan bolder-bolder rombakan batuan asal pada S.Tobobo

56

Gambar 3.3 Stratigrafi daerah Toguraci dan sekitarnya (Penulis, 2011)

57

3.3

Struktur Geologi Daerah Telitian


Berdasarkan penafsiran peta topografi dan pengamatan data struktur di lapangan

ditemukan srtuktur geologi berupa kekar dan sesar.


3.3.1

Struktur Kekar
Kekar di daerah penelitian berupa kekar gerus (shear joint) sebagai hasil dari

compression stress, dan kekar tarik (tension joint) sebagai hasil dari tensional stress.
Kenampakan kekar gerus di lapangan ditunjukkan oleh bidang lurus dan rata, terkadang
memperlihatkan

gejala

penggerusan

serta

memotong

batuan,

dan

umumnya

berpasangan. Sedangkan kekar tarik di lapangan terlihat dengan bidang kekar yang kasar
dan terbuka. (Foto 3.13)
Pengukuran kekar-kekar dilapangan bertujuan untuk mengetahui arah umum kekar
dan selanjutnya mengetahui tegasan utama dari kekar - kekar tersebut sehingga dapat
diinterpretasikan arah gaya utama yang mengontrol perkembangan struktur geologi di
daerah penelitian. Hasil analisis didapatkan arah tegasan relatif berarah timur laut -barat
daya hingga utara selatan. (Analisis pada lampiran)

Foto 3.13 Kenampakan kekar akibat compression stress, dan tensional stress pada lp 90
58

3.3.2

Struktur Sesar
Gejala struktur sesar yang dapat dijumpai di lapangan berupa bidang sesar, gores

garis, slickensides, dan struktur penyerta kekar. Jejak sesar di daerah penelitian juga
dapat terlihat berupa kelurusan sungai dan pembelokan sungai yang ekstrim. Sesar yang
dijumpai pada daerah telitian adalah sesar naik Bora 1, sesar naik Bora 2, sesar mendatar
kanan Toguraci, sesar naik Utara Toguraci, sear naik Selera, dan sesar mendatar kanan
Selera yang kemudian di analisis berdsarkan klasifikasi Rickard, 1972. (Gambar 3.5)

Gambar 3.5. Klasifikasi Rickard (1972) yang digunakan dalam penamaan sesar
daerah telitian
3.3.2.1 Sesar Naik Bora 1
Penamaan sesar Bora 1 diambil dari daerah ditemukannya indikasi sesar tersebut
yaitu Sungai Bora pada lp 85. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya sesar ini yaitu
dijumpai bidang sesar, gores-garis dan kekar gerus. Hasil analisis didapatkan bidang
sesar N 293 E/53, gores-garis 40 , N 090 E rake 42 diperoleh nama sesar ini yaitu
Reverse Left Slip Fault berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).

59

Pada cabang sungai dari Sungai bora pada lp 87 ditemukan adanya breksiasi.
Hasil dari analisis arah umum orientasi sumbu terpanjang didapatkan N 278 E. Indikasi
sesar ini kemudian diperkirakan menjadi kemenerusan dari sesar Bora 1.

Foto 3.14. Kenampakan bidang sesar dan gores garis pada lp 85 (kanan). Arah kamera
relatif ke utara.
Analisis sesar dan penamaan sesar Bora 1 (kiri).

3.3.2.2 Sesar Naik Bora 2


Pada lp 5 di Sungai Bora dijumpai bidang sesar dan breksiasi serta milonit yang
teralterasi dan kekar . Hasil pengukuran di lapangan didapatkan bidang sesar N 296
E/57 dan zona breksiasi - milonit memiliki tebal 113 cm (Foto 3.15). Berdasarkan
hasil analisa tersebut diperoleh nama sesar ini yaitu Right Reverse Slip Fault
berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).
Penamaan sesar naik Bora 2 diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar
tersebut yaitu Sungai Bora. Sesar ini memotong pada litologi andesit, basalt, dan diorit.

60

Foto 3.15. Kenampakan zona sesar (a) dan breksiasi milonit yang teralterasi (b)
(kanan). Arah kamera relatif ke timur
Analisis dan penamaan sesar naik Bora 2 (kiri).
3.3.2.3. Sesar Naik Utara Tograci
Pada lp 26 di utara pit Toguraci dijumpai bidang sesar dan kuarsa yang hablur
(terbreksikan) serta milonit yang teralterasi dan kekar. Hasil pengukuran di lapangan
didapatkan bidang sesar N 284 E/42 dan zona breksiasi - milonit memiliki tebal 28 cm
(Foto 3.16). Data tersebut kemudian di analisis dan hasil analisa diperoleh nama sesar ini
yaitu Thrust Right Slip Fault berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).
Sesar ini berasosiasi dengan urat kuarsa yang searah dengan bidang sesar. Sesar
ini memotong pada litologi andesit, basalt, diorit dan dasit.

61

Foto 3.16. Kenampakan zona breksiasi milonit yang teralterasi (a). kenampakan urat
kuarsa yang pecah pecah akibat compression stress (b) (kanan). Arah kamera relatif
ke utara. Analisis dan penamaan sesar naik utara Bora (kiri).

3.3.2.4. Sesar Mendatar Toguraci


Dijumpai pada lp 3 bagian selatan pit Toguraci berupa bidang sesar N 357
E/77, gores-garis pada cermin sesar 10, N 002 E rake 12 dan kekar. Hasil analisis
didapatkan nama sesar ini yaitu Reverse Right Slip Fault

berdasarkan klasifikasi

Rickard (1972).
Sesar ini berasosiasi dengan urat kuarsa yang searah dengan bidang sesar. Sesar
ini memotong pada litologi andesit, basalt, dasit dan diorit dienterpretasi menerus hngga
utara.

62

Foto 3.17. Kenampakan bidang sesar dan gores garis sesar mendatar Toguraci pada lp 3
yang berasosiasi dengan urat kuarsa (kanan). Arah kamera relatif ke barat.
Analisis sesar dan penamaan (kiri).

3.3.2.5. Sesar Mendatar Selera


Bidang sesar dari sesar mendatar Selera dijumpai pada lp 44.Pada bidang sesar
dijumpai cermin sesar dan step . Pengukuran bidang sesar N 354 E/77 dan gores garis
4 , N 359 E rake 7. Pergerakan sesar ditentukan dengan dijumpainya step sesar yang
menunjukkan pergerakan yang relatif ke kanan.
Sesar ini berasosiasi dengan urat kuarsa yang searah dengan bidang sesar. Sesar
ini memotong pada litologi andesit, dan diorit.

63

Foto 3.18. Kenampakan bidang sesar dan gores garis (kanan). Arah kamera relatif ke
utara. Analisis dan penamaan sesar mendatar Selera (kiri)
3.3.2.6. Sesar Naik Selera
Pada lp 50 di Sungai Selera dijumpai bidang sesar , breksiasi - milonit yang
teralterasi dan kekar . Hasil pengukuran di lapangan didapatkan bidang sesar N 278
E/50 dan zona breksiasi - milonit memiliki tebal 76 cm (Foto 3.19). Berdasarkan hasil
analisa diperoleh nama sesar ini yaitu Right Reverse Slip Fault berdasarkan klasifikasi
Rickard (1972).
Penamaan sesar diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar tersebut yaitu
Sungai Selera. Sesar ini memotong pada litologi andesit, breksi vulkanik, dan diorit.

64

Foto 3.19. Kenampakan zona sesar berupa breksiasi milonit yang teralterasikan pada
lp 50 (kanan). Arah kamera relatif ke barat.
Analisis dan penamaan sesar naik Selera (kiri)
3.3.3. Analisis dan Interpretasi Pola Struktur Geologi
Berdasarkan data- data yang ditemukan pada daerah telitian, struktur geologi
pada daerah telitian berupa kekar- kekar kompresi maupun tarikan dan 6 buah sesar .
Berdasarkan analisis kekar dari beberapa lokasi pengamatan didapatkan tegasan utama
yang bekerja relatif berarah timur laut -barat daya hingga utara - selatan .
Berdasarkan

analisis sesar pada daerah telitan didapatkan sesar- sesar naik

berarah antara barat- timur hingga barat barat laut timur tenggara (WNW- ESE) dan
sesar mendatar kanan berarah utara selatan ( N S). Sesar ini memotong semua
batuan yang ada di daerah telitian, yang bermakna sesar sesar ini berumur relatif
lebih muda dari batuan- batuan yang ada atau sekitar Pliosen Akhir. Struktur geologi
ini juga mengakibatkan pembentukan pola pengaliran trellis dan subdendritik serta
adanya penyimpangan pola pengaliran pada daerah telitian.
Berdasarkan analisis data kekar dan analisis sesar di daerah telitian didapatkan
beberapa arah gaya pembentuk struktur geologi tersebut yang kemungkinan adalah
produk dari perkembangan orde yang berkerja.
65

BAB IV
ALTERASI DAN MINERALISASI
4.1

Alterasi Hidrotermal

Alterasi hidrotermal pada suatu daerah tertentu mempunyai karakteristik


tersendiri. Fluida hidrotermal yang mempunyai kondisi fisika - kimia tertentu melewati
suatu batuan (wall rock) yang tertentu pula melewati permeabilitas sekunder maupun
primer, menghasilkan atau merubah batuan yang ada menjadi kumpulan/asosiasi mineral
ubahan (alteration). Pengendapan mineral tertentu ada yang bersifat pengisian dan juga
pengalterasian terhadap batuan yang ada. Alterasi itu menyangkut aspek kimiawi,
mineralogi, dan tekstur. Asosiasi mineral alterasi yang khas biasanya tercermin sebagai
suatu tipe alterasi.
Secara umum alterasi di daerah telitian dibagi ke dalam 3 zona alterasi yaitu zona
argilik , zona propilitik, dan zona silisifikasi (Peta Zona Alterasi terlampir). Pembagian
zona ini berdasarkan pengamatan megaskopis, mikroskopis dan melalui anlisis ASD
untuk mengetahui mineral- mineral lempung yang dominan dalam penentuan zona.
Pembacaan dari ASD ditransfer ke TSG untuk pembacaan mineral ubahan lainnya Pada
penentuan zona alterasi ini dititikberatkan pada pengamatan megaskopis dan analisis
ASD.
4.1.1 Zona Alterasi Propilik
Tipe alterasi ini menyebar di hampir 65 % daerah telitian. Menyebar di zona
paling luar dari zona alterasi argilik dan silisifikasi. Alterasi ini mengubah lemah sampai
kuat batuan batuan yang ada di daerah telitian dan merata pada semua batuan.

66

Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu abu kehijaun
sampai hijau tua, terkadang hadir bersama urat. Mineral-mineral penyerta biasanya
berasosiasi dengan pirit, kalkopirit, magnetit dan kalsit.

Foto 4.1. Kenampakan propilitik di lp 82. Kesan warna hijau tua menjadi
ciri khas alterasi ini secara megaskopis.
Pengamatan lapangan di lp pada batuan basalt dijumpai zona ubahan ini
berwarna kehijauan - hijau tua, mengubah kuat, dan sebagian terdapat disseminated
spotted mineral pirit, dan magnetit. Warna hijau diidentifikasi karena ubahan dari klorit
(Foto 4.2).

Foto 4.2. Batuan basalt yang teralterasi propilitik pada lp 35

67

Hasil pegamatan mikroskopis pada lp 35 di dapatkan mineral sekunder yang


hadir berupa serisit, klorit dan mineral mineral silika serta mineral opak. Serisit hadir
mengubah plagioklas sedangkan klorit mengubah sebagian besar mineral piroksen
(Gambar 4.1).
A

Gambar 4.1. Analisis petrografi pada lp 35 . sebagian besar piroksen mengalami


ubahan menjadi klorit (6cdefg -7cdefgh)
Berdasarkan hasil analisis ASD didapatkan mineral lempung yang hadir adalah
FeMg Klorit yang lebih dominan dibandingkan dengan illit grup (Gambar 4.2). Hasil
analisis ASD dan pembacaan mineral ubahan dengan TSG pada lokasi pengamatan
dijumpai mineral mineral ubahan berupa ankerit, illite paragonit, jarosit, dan epidot.
Pada lokasi pengamatan lainnya dijumpai juga kalsit.

68

Gambar 4.2. Hasil analisis clay minerals menggunakan ASD menunjukan intensitas
kehadiran Fe chlorite
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur antara 1200 C sampai lebih dari 2700 C
(Lawless dan White, 1997). Klorit sebagai mineral penciri bukan mineral yang baik
untuk indikator paleo temperatur, karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai
temperatur lebih tinggi dari 3000C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik
untuk menunjukkan pH pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White,
1997).

4.1.2 Zona Alterasi Argilik


Tipe alterasi ini menyebar hampir 20 % daerah telitian. Menyebar di antara zona
alterasi propilitik dan silisifikasi. Alterasi ini mengubah lemah sampai kuat batuan
batuan yang ada di daerah telitian dan merata pada semua batuan.
Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu abu putih
sampai kehijauan, relatif lunak, terkadang seperti sabun, sering berasosiasi dengan zona
zona lemah seperti sesar dan kekar dan terkadang juga hadir bersama urat. Alterasi
argilik yang berasosiasi dengan sesar yang ditemui di daerah telitian memiliki ketebalan

69

antara 28 cm 113 cm (Pembahasan pada sub bab struktur geologi). Mineral-mineral


penyerta biasanya berasosiasi dengan pirit, kalkopirit, magnetit dan kuarsa.

Foto 4.3. Kenampakan alterasi argilik pada lp 22 yang mengubah kuat batuan.Batuan
asal sulit dikenali
Pengamatan lapangan di lp 78 pada batuan diorit dijumpai zona ubahan ini
berwarna abu-abu, mengubah sedang, dan sebagian terdapat disseminated spotted
mineral pirit, dan magnetit. Warna abu-abu kemungkinan hadirnya illit yang
menggantikan feldspar. (Foto 4.4)

Foto 4.4. Kenampakan alterasi argilik yang sebagian besar mengubah mineral mineral
feldspar menjadi mineral lempung dan sebagian masa dasar.

70

Hasil pegamatan mikroskopis pada lp 78 ini di dapatkan mineral sekunder yang


hadir berupa mineral lempung, klorit dan mineral mineral silika serta mineral opak.
Mineral mineral lempung hadir mengubah sedang kuat feldspar baik yang hadir
sebagai fenokris mapun mikrolit sedangkan mineral ubahan klorit dan mineral opak
hadir dalam jumlah sedikit.

Gambar 4.3. Analisis petrografi pada lp 78 . mineral lempung mengubah fenokris


plagioklas dengan intensitas sedang (5abc-6abcd)
Berdasarkan hasil analisis ASD dan pembacaan mineral ubahan dengan TSG
didapatkan mineral lempung yang hadir adalah illit, montmorillonit, smektit. Hasil
analisis ASD pada lokasi pengamatan lainnya, mineral mineral ubahan yang hadir
berupa illit muskovit, montmorillonit, gipsum, dan smektit.

71

Gambar 4.4. Analisa ASD yang menunjukan mineral lempung yang hadir
dengan intensitas tinggi merupakan kelompok illit
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur kisaran 160-2200C (Lawless dan
White, 1997). Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6) menurut Corbett
dan Leach (1996).

4.1.3 Zona Alterasi Silisifikasi


Tipe alterasi ini menyebar hampir 15 % daerah telitian. Menyebar di zona paling
dalam dari alterasi propilitik dan argilik. Alterasi ini mengubah lemah sampai kuat
batuan batuan yang ada di daerah telitian pada batuan andesit, diorit dan basalt.
Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu abu, kilap kaca
atau kristal , keras, tidak tergores dengan skrecer, berasosiasi dengan zona zona lemah
seperti sesar dan kekar

bersama urat kuarsa (Foto 4.5). Mineral-mineral penyerta

biasanya berasosiasi dengan pirit, kalkopirit, kuarsa, kalsedon, dan adularia.


Pengamatan lapangan di lp 19 dijumpai zona ubahan ini berwarna

abu-abu

kebiruan, mengubah kuat, dan sebagian terdapat disseminated spotted mineral pirit,
hadir bersama urat urat kuarsa dan tekstur vuggy.
72

Foto 4.5. Kenampakan zona silisifikasi yang mengubah batuan di sekitar urat-urat
kuarsa pada lp 19
Hasil pegamatan mikroskopis pada lokasi pengamatan ini didapatkan mineral
sekunder yang hadir hampir 60% berupa silika , hadir juga serisit, klorit serta urat
kuarsa bertekstur vuggy yang terisi mineral opak .
A

Gambar 4.5. Analisis petrografi yang menunjukan silisifikasi kuat dengan hadirnya
silika 60 % dan tekstur vuggy yang terisi mineral opak.
Berdasarkan hasil analisis ASD dan pembacaan melalui TSG didapatkan mineral
ubahan yang hadir adalah opal, kaolin, dykit, montmorillonit, dan serisit. Hasil analisis

73

pada lokasi pengamatan lainnya, selain mineral diatas terdapat juga mineral mineral
lempug berupa illit muskovit, dan smektit dengan intensitas yang sedikit.
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur kisaran pada pH rendah < 2. Pada
kondisi yang sangat asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu
<1000C. Kuarsa merupakan fase utama pada suhu yang tinggi. Pada kondisi pH fluida
yang lebih tinggi, silika amorf terbentuk pada suhu yang lebih dingin menurut Corbett
dan Leach (1996). Tekstur vuggy silika pada zona silisifikasi, disebabkan pelarutan oleh
fluida yang bersifat asam yang meninggalkan lubang-lubang silika, kemudian sisa
pelarutan ini terekristalisasi menjadi kuarsa/silica dengan kondisi pH rendah (< 2),
temperature tinggi (200o 250o C) dan tekanan rendah (< 100o) (Corbett dan Leach,
1996).
4.2

Mineralisasi Bijih Daerah Telitian


Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan

disseminated dan spotted pada batuan. Pada pengamatan secara megaskopis dapat
diamati hadirnya mineral sulfida seperti pirit, kalkopirit, magnetit dan mineral kuarsa
sebagai mineral gangue.
a. Pirit (FeS2)
Mineral bijih ini ditemukan di semua jenis batuan pada daerah telitian, dijumpai
berwarna kuning loyang dengan ukuran yang relatif halus , memperlihatkan kenampakan
spotted dan disseminated pada batuan, terkadang juga hadir dalam urat kuarsa. Secara
umum berbentuk euhedral subhedral, tetapi terkadang juga ditemukan berbentuk
anhedral. Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan warna kuning
emas hadir tersebar sebagai inklusi di dalam mineral non opak, sebagian mengelompok
di dalam mineral non opak.

74

b. Kalkopirit (CuFeS2)
Secara megaskopis keberadaan kalkopirit teramati hadir berasosiasi dengan pirit
membentuk tekstur pengisian, spotted dan disseminated. Sebagian besar mempunyai
bentuk kristal subhedral anhedral, ukuran relatif halus. Kalkopirit sering hadir bersama
alterasi argilik yang keberadaannya di sekitar zona silisifikasi.
c. Magnetit (Fe3O4)
Magnetit umumnya hadir pada batuan diorit baik sebagai mineral primer maupun
mineral sekunder hasil oksidasi, bewarna hitam, massif, dan memiliki sifat kemagnetan
jika didekatkan dengan pensil magnet.
Berdasarkan hasil analisis dari lima belas (13) sampel urat kuarsa dari daerah
penelitian yang dianalisis dengan AAS (Atomic Absorbtion Spectophotometry)
menunjukkan adanya berbagai macam unsur mineral bijih pada urat kuarsa, tetapi
penulis hanya memfokuskan mineralisasi bijih berdasarkan AAS terhadap 4 unsur yaitu,
Au, Ag, Pb,dan Zn akan dibahas pada Bab V.

4.3.

Sejarah Geologi
Berdasarkan data data di lapangan dan analisis struktur, interpretasi, serta

berdasarkan data dari peneliti terdahulu dapat ditarik suatu kesimpulan geologi yang
menggambarkan runtutan sejarah dalam kerangka ruang dan waktu.
Sejarah geologi pada daerah telitian dimulai dari Kala Miosen Akhir, dapat
diinterpretasikan bahwa daerah Toguraci dan sekitarnya terjadi dua periode tektonik,
peiode pertama ditandai dengan pembentukan gunung api Tersier dari sebelah barat
hingga utara daerah telitian dan periode kedua ditandai pembentukan struktur geologi
dimana sesar hadir memotong semua endapan pada daerah telitian. Pada awal Miosen
Akhir terjadi ekstrusif pada gunung api di utara daerah telitian mengendapkan lava
basalt Gosowong yang kemudian terendapakan lava andesit Gosowong dan produk
terakhirnya berupa breksi vulkanik Gosowong.

75

Pada Pliosen Awal terjadi intrusi intrusi setempat yang menghasilkan lava dasit
Kayasa di barat daerah telitian yang kemudian di intrusi diorit dan diinterpretasi tahap
akhir adanya intrusi selanjutnya. Proses alterasi dan mineralisasi diperkirakan pada saat
mulai berlangsungnya intrusi diorit dan intrusi terakhir yang menerobos melalui rekahan
atau kekar kekar yang merupakan kekar ekstensional maupun kekar compressional
yang terbentuk setelah pengendapan.
4.4

Potensi Geologi
Berdasarkan manfaat dan ancaman, potensi geologi daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu potensi geologi positif dan potensi negatif. Potensi geologi
positif berupa bahan galian logam yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar
maupun bagi perusahaan yang memiliki wilayah konsesi pada daerah penelitian,
sedangkan potensi geologi negatif merupakan potensi yang merugikan berupa bencana
alam.
4.4.1

Potensi Geologi Positif

4.4.1.1 Tambang Emas


Tambang emas pada daerah telitian merupakan tambang emas milik PT. Nusa
Halmahera Minerals dengan menggunakan sistem open pit. (Foto 4.6)

Foto 4.6. Penambangan open pit Toguraci PT. Nusa Halmahera Minerals

76

Daerah telitian ditemukan juga penambangan rakyat dengan cara tradisional.


Masyarakat sekitar memanfaatkan daerah- daerah dekat tambang yang memungkinkan
untuk dilakukan penambangan yang dikumpulkan di rumah warga (Foto 4.7).

Foto 4.7. Pemukiman sementara tambang warga di daerah S. Bora


4.4.2

Potensi Geologi Negatif

4.4.2.1 Potensi Gerakan Tanah


Potensi geologi negatif merupakan bencana geologi yang terdapat di daerah
penelitian. Bencana geologi yang terjadi pada daerah Toguraci dan sekitarnya yaitu
gerakan tanah. Gerakan tanah terjadi akibat kemiringan lereng yang curam dan termasuk
daerah jalur patahan aktif

yang rentan terhadap proses erosi dan struktur geologi.

(Foto 4.8)

Foto 4.8. Kenampakan gerakan tanah di utara Pit Toguraci

77

BAB V
HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI
5.1.

Urat Kuarsa
Urat kuarsa adalah ciri ciri umum dari banyak deposit dan merupakan petunjuk

adanya mineralisasi terutama emas. Pada daerah telitian, banyak dijumpai penerobosan
fluida hidrotermal pada batuan samping berupa urat kuarsa. Urat kuarsa ditemukan
menerebos di semua jenis batuan pada daerah telitian dan memliki tekstur yang
bervariasi serta mengikuti pola struktur daerah telitian. Beberapa alasan inilah yang
menjadi fokus pembahasan pada bab ini.
5.1.1. Hubungan Urat Kuarsa dengan Struktur Geologi
Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang mengisi rekahan, oleh
sebab itu urat kuarsa akan mengikuti pola rekahan. Urat kuarsa menerobos batuan
dengan mengikuti pola struktur geologi daerah telitian dengan

membentuk kekar

tarikan, kekar tekanan, urat kuarsa tarikan dan urat kuarsa tekanan berdasarkan model
sifat kekar dan urat kuarsa (Purwanto,H.S., 2002).

5.1.1.1. Urat Kuarsa Tarikan


Urat kuarsa tarikan paling umum ditemukan di daerah telitian. Urat ini berasosiasi
dengan kekar tension, dengan kenampakan bidang yang bergelombang, terkadang
memperlihatkan struktur sisir (comb structure) (Foto 5.1). Urat kuarsa ini sering
ditemukan berupa urat kuarsa halus tunggal (single veinlet) dan terkadang membentuk
suatu jaringan (stockwork), memiliki tebal yang bervariasi, umumnya berkisar antara 1
cm 10 cm. Pengukuran arah trend dari urat ini pun bervariasi, tetapi yang umum
ditemukan berarah barat timur dan timur laut barat daya (Analisis pada lampiran).

Urat kuarsa tarikan juga ditemukan berasosiasi dengan sesar yaitu pada lp 3 yang
78

memiliki dimensi tebal 1,3 m. Urat kuarsa ini mengikuti pola sesar mendatar kanan
Toguraci N 357 E/77. Dimensi yang cukup lebar ini menurut Corbett dan Leach
(1997) diperkirakan hadir sebagai flexure dimana sesar geser yang bersifat ekstensif
akan membentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan hidrotermal
pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif sejajar dengan arah sesar.

5.1.1.2. Urat Kuarsa Tekanan


Urat kuarsa ini berasosiasi dengan kekar gerus (akibat compression), dengan
kenampakan bidang yang lurus dan rapat membentuk urat urat halus, dan terkadang
berpasangan, sering dijumpai berasosiasi dengan urat kuarsa tarikan membentuk suatu
jaringan (stockwork). Hasil analisis terhadap urat kuarsa tekanan menunjukan arah
tegasan yang bervariasi dimungkinkan karena urat kuarsa mengisi kekar gerus pada
orde yang berbeda (Analisis pada lampiran).
Urat kuarsa tekanan juga ditemukan berasosiasi dengan sesar yaitu pada lp 44
dan lp 26 yang memperlihatkan kuarsa yang pecah pecah. Urat kuarsa pada lp 26
berasosiasi dengan sesar naik utara Toguraci berarah N 284 E/42 yang memiliki
dimensi tebal 28 cm sedangkan urat kuarsa pada lp 44 mengikuti pola sesar mendatar
Selera N 355 E/770.

79

Foto 5.1. Kenampakan lokasi ditemukannya stockwork pada batuan andesit di lp 32


S.Tobobo (kanan atas). Kenampakan kekar tarikan dengan kenampakan comb structure
(a) dan kekar tekanan (b) (kiri). Arah kamera relatif ke utara.
Analisis arah umum dan tegasan (kanan bawah)
5.1.1.3. Hasil Analisis Arah Urat
Data urat yang didapat dari pengukuran langsung di lapangan dianalisis dengan
tujuan mendapatkan arah umum penguratan sehingga dapat diketahui arah tegasan
utama dari penguratan tersebut secara stereografis. Analisis pada lp 32 memperlihatkan
urat tarikan berupa extension joint memiliki arah N0240 E , release joint N 1080 E serta
shear joint N 3580 E dan N 0520 E dengan dip relatif tegak (>800).
Arah umum penguratan daerah telitian menunjukkan urat tarikan berpola utara
timur laut (NNE) dan barat barat laut (WNW) yang searah dengan tegasan utama daerah
telitian sedangkan urat tekanan berpola relatif utara-selatan (N-S) dan timur laut- barat
daya (NE-SW).

80

5.1.2. Hubungan Tekstur Urat Kuarsa Terhadap Mineralisasi


Tekstur urat kuarsa memberikan kemudahan bagi seorang geolog dalam
eksplorasi sistem urat mineralisasi. Tekstur vein tidak hanya untuk memastikan sistem
urat epitermal sulfidasi rendah, namun dapat memberikan informasi yang berguna dalam
menentukan lokus mineralisasi dalam sistem vein (Dowling & Morrison, 1990 dalam
Morisson dkk, 1990).
Pemetaan permukaan terhadap tekstur urat daerah telitian dilakukan untuk
mempelajari hubungan tekstur urat kuarsa terhadap mineralisasi yang mengacu kepada
model mineralisasi sistem epitermal tipe sulfidasi rendah dari Morrison, dkk (1990).
Tekstur yang teramati di darah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok tekstur yaitu,
kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin
5.1.2.1. Kelompok Kuarsa Kristalin
Kelompok tekstur ini banyak dijumpai di daerah telitian, sering dijumpai sebagai
comb structure, dengan dicirikan kristal yang mirip dengan gerigi dan sisir,
memperlihatkan bentuk kristal yang euhedral subhedral yang berukuran sangat kasar
sedang dan umumnya mengisi urat tarikan. Kuarsa kristalin yang yang berukuran
sedang (mikrokristalin) umumnya dijumpai bewarna milky creamy. Warna creamy
merupakan ciri kehadiran adularia secara megaskopis. Pada kelompok ini paling sering
di jumpai berasosiasi dengan mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit. Mineral sufida
terkadang hadir berwarna hitam tua. Pada lp 2 ditemukan dalam kelompok ini tekstur
crustiform. Tekstur ini terbentuk karena adanya perbedaan mineralogi, tekstur atau
warna (Morisson dkk,1990). Pada kelompok ini juga di temukan kuarsa karbonat,
dengan kristal yang euhedral menyerupai gigi anjing (dog tooth structure). Kenampakan
kristal yang euhedral tersebut menandakan kuarsa terbentuk dalam kondisi pendinginan
yang perlahan.

81

Foto. 5.2. Kuarsa- karbonat menyerupai gigi anjing (a). mikrokristalin,


crustiform,sulfida dan adularia (b). comb structure (c)
A

Foto 5.3. Kenampakan petrografi urat kuarsa yang bertekstur comb structure
yang terisi mineral opak pada lp 72
Berdasarkan hasil analisis dari 5 (lima) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.2).

82

Tabel 5.2. Hasil analisis AAS urat kelompok kuarsa kristalin.


Deskripsi
Mikrokristalin, sedikit sulfida dan adularia
berlapis
Comb structure
Crustiform, sulfida,adularia
Kuarsa-karbonat (dog tooth)
comb structure, sulfida

Au
2,37
0,5
3,71
0,29
0,66

Ag
3

Pb
55

Zn
78

0,5
29,6
34
1,1

44
46
63
56

113
49
132
140

5.1.2.2. Kelompok Kriptokristalin (Kalsedon)


Kelompok ini memiliki agregat yang halus, bewarna bening, milky, creamy,
terkadang bewarna coklat kemerahan. Warna pada kelompok ini tergantung jenis
mineral pengotornya.

Kalsedon dijumpai dengan tekstur masif, banded, colloform,

berbutir gula (saccharoidal) dan hadir sebagai breksi hidrotermal (Foto 5.3 ). Menurut
Morisson (1990), kehadiran kalsedon menandakan intermediet silica supersaturation
yang bertemperatur sekitar 1800 C.
Berdasarkan hasil analisis dari 5 (lima) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.3).

Foto 5.4. Banded milky quartz, sulfida, adularia (a). masif milky quartz, sedikit mineral
sulfida, adularia (b). breksi hidrotermal (c).

83

Tabel 5.3. Hasil analisis AAS urat kelompok kiptokristalin


Deskripsi
Banded kalsedon(milky Quartz),
sulfida,adularia
banded kalsedon, sulfida
masif milky quartz, sedikit sulfida, adularia
masif kalsedon, breksi hidrotermal
masif kalsedon, breksi hidrotermal

Au

Ag

Pb

Zn

2,37

2,4

24

133

0,82
4,04
0,8
0,6

0,76
22,1
0,8
0,3

36
52
19
28

126
135
110
89

5.1.2.3. Kelompok Bladed


Bladed merupakan tekstur penggatian dari zona karbonat, dicirikan oleh adanya
agregat kuarsa kriptokristalin atau kristalin yang bentuknya tersusun seperti bilah pisau
ataupun berbentuk pipih (Morisson dkk,1990). Kelompok ini tidak banyak dijumpai di
daerah telitian Bladed dijumpai berdampingan dengan tekstur masif kriptokristalin
berwarna milky pada lp 3. Kehadiran bladed pada urat terkesan seperti menumpang
karena pada satu urat kehadiran bladed dalam jumlah kecil.

Foto 5.5. Kenampakan tekstur bladed yang diambil dari lp 3 Pit Toguraci

84

Berdasarkan hasil analisis dari 2 (dua) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Hasil analisis AAS urat kelompok bladed
Deskripsi

Au

Ag

Pb

Zn

bladed

0,04

0,05

29

67

bladed

0,05

0,6

35

77

5.1.2.4. Kelompok Karbonat Kristalin


Kelompok karbonat kristalin paling banyak di jumpai di daerah telitian, umum
dijumpai sebagai urat urat halus membentuk jaringan (Foto 5.5). Hasil ASD
didapatkan mineral kalsit, ankerit dan siderit.

Foto 5.6. Kenampakan stockwork urat- urat halus kalsit pada lp 88

85

Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Hasil analisis AAS urat kelompok karbonat kristalin


Deskripsi
Karbonat kristalin

Au

Ag

Tidak
Tidak
terdeteksi terdeteksi

Pb
0,66

Zn
23

Berdasarkan hasil analisis geokimia kehadiran keempat unsur melimpah pada


kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin. yang dapat dilihat dari perbandingan tabel
diatas. Hasil uji geokimia ini mendekati dengan model mineralisasi sistem epitermal tipe
sulfidasi rendah dari Morrison, dkk (1990) dimana mineralisasi Au dan Ag banyak
terdapat pada tekstur banded crustiform dan colloform. Kehadiran logam dasar Au dan
Ag erat kaitannya dengan kehadiran argentit dan electrum sedangkan Pb merupakan
indikasi adanya galena, dan Zn merupakan indikasi adanya Sfalerit (Buchanan,1981
dalam Morisson,dkk., 1990).

5.2.

Karakteristik Endapan Ephitermal Daerah Telitian


Larutan hidrotermal sebagai pembawa mineralisasi yang ada pada daerah telitian

mengalir melalui permeabilitas sekunder. Sebagian fluida akan mengisi ruang /rekahan
(open space filling) yang tersedia sehingga menghasilkan endapan mineral. Sebagian
fluida akan bereaksi dengan batuan vulkanik, breksi dan batupasir (ketiga batuan dapat
sebagai wall rock) yang akan mengubah mineral primer menjadi mineral sekunder.
Berdasarkan analisis di atas, maka penulis mencoba membuat suatu
karakteristik mineralisasi daerah Toguraci dan sekitarnya (Tabel 5.5).

86

Tabel 5.5. Karekteristik mineralisasi daerah Toguraci dan sekitarnya.


Komponen Pendekatan
Batuan samping

Karakteristik Endapan
basalt, andesit, breksi vulkanik, dasit
dan intrusi diorit

Kontrol struktur

Sesar, dan kekar lokal

Pola mineralisasi

open space filling dan vug filling

Temperatur pembentukan

120 C 300 C

Tekstur urat

Comb, Vuggy, disseminated, banded,


colloform chalcedony , crustiform,
bladed, massive chalcedony.

Tipe alterasi

argilik, propilitik, silisifikasi

Logam dasar

Pb, Zn, Ag, dan Au

Mineral bijih

Pirit, magnetit, kalkopirit

87

BAB VI
KESIMPULAN
Daerah telitian dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan, yaitu:
Perbukitan aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh sungai (F1), Dataran limpah
banjir (F2), dan Lembah bekas tambang (H1).
Batuan yang terdapat pada daerah telitian dapat dikelompokan menjadi 6 satuan
vulkanostratigrafi tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda sebagai berikut: Lava
basalt Gosowong (Miosen Akhir), Lava andesit Gosowong (Miosen Akhir), Breksi
vulkanik Gosowong (Miosen Akhir), Lava dasit Kayasa (Pliosen Awal), Intrusi Diorit
(Pliosen Awal), Endapan Aluvial (Holosen).
Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian terdiri dari kekar yang
memiliki arah tegasan relatif berarah timur laut -barat daya (NE-SW) hingga utara
selatan dan 6 buah sesar yang terdiri dari 4 sesar naik berpola barat- timur hingga barat
barat laut- timur tenggara (WNW- ESE) serta 2 sesar mendatar kanan berarah relatif
utara selatan dengan dip hampir tegak.
Secara umum mineral-mineral

ubahan yang ditemukan pada daerah telitian

dibagi ke dalam 3 zona yaitu zona propilitik bertemperatur antara 1200 C- 3000 C , zona
argilik 1600 C - 2200C, dan zona silisifikasi <1000 C- 2500C yang erat kaitannya dengan
kehadiran urat kuarsa pembawa mineralisasi.
Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan
disseminated dan spotted pada batuan berupa pirit, kalkopirit, magnetit dan mineral
kuarsa sebagai mineral gangue.
Tekstur urat yang teramati di daerah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok
tekstur yaitu, kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin.
Tekstur urat yang erat hubungannya dengan kehadiran unsur Au, Ag, Pb dan Zn
melimpah pada kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin yang dikontrol struktur
berarah utara- selatan dan arah tegasan relatif timur laut barat daya.

88

DAFTAR PUSTAKA
Basuki Dwi Priyono, M.D., 2003. The Bora Toguraci prospect Gosowong district
Halmahera, Indonesia. Report on Exploration Undertaken. Unpublished
report to PT. Nusa Halmahera Minerals.
Bateman, A.M., Jensen, M.L., 1981, Economic Mineral Deposit, 3rd, John Wiley &
Sons,New York
Bronto, S., 2006, Fasies gunung api dan aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1
No. 2 Juni 2006: 59-71
Corbett, G.J., 2004, Epithermal and porphyry gold Geological models dalam Pacrim
Congress 2004, Adelaide, The Australasian Institute of Mining and
Metallurgy, p. 15-23.
Corbett, G.J and Leach, T.M, 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat Eksplorasi
di Baguio, Philippines
Hall, R., 1999. Neogene History of Collision in The Halmahera Region, Indonesia.
Proceedings, Indonesian Petroleum Association, 27th Annual Convention &
Exhibition.
Hedenquist J., 1997, Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristics and
Exploration. Kursus Singkat, The University of Western Australia.
Izzul Azmi, 2006, Lithological and structural controls on the epithermal low
sulphidation mineralization styles at toguraci, Laporan untuk PT. NHM,
Gosowong, Halmahera
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, Bandung.
Lawless, J V, and White, P J, 1997, Epigenetic Magmatic-Related Mineral Deposits:
Exploration Based on Mineralization Models. Kingston-Morrison Ltd.
Marjoribank R, 2000, Geological Observation on The Gosowong Gold Deposit and
Surrounding Regional, Halmahera Island dalam Report for PT. Nusa
Halmahera Minerals
Morrison. G, Guoyi.D, dan Jaireth. S., 1990, Textural Zoning In Epiterhermal Quartz
Veins dalam General enquiries and purchase requirements should be
addressed to : Klondike Exploration Services, Australia.

89

Olberg, D.J., 2001, Ore Shoot Targeting in The Gosowong Vein Zone, Halmahera,
Indonesia. Submitted in fulfillment of the requirements for the degree of
MEeonGeol. University of Tasmania.
Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., and Coote, J.A.R., 1999, Geology of
Gosowong Epithermal Gold Deposit, Halmahera, Indonesia, dalam
Proceedings PACRIM 1999, Hal. 179-185 (The Australian Institute of
Mining and Metallurgy: Melbourne).
Purwanto, H.S., 2002, Pemineralan Emas dan Kawalan Struktur Pada Kawasan Penjom,
Pahang Dan Lubok Mandi Terengganu, Semenanjung Malaysia. Disertasi
Doktor, Universitas Kebangsaan Malaysia Hal 39-83, tidak dipublikasikan.
Richards, T.H., dan Priyono, M.D.B.D., 2004, Discovery of Toguraci Epithermal Au-Ag
Deposits, Gosowong Goldfield, Halmahera Island, East Indonesia, dalam
Proceedings PACRIM 2004, Hal. 359-366 (The Australian Institute of
Mining and Metallurgy: Melbourne).
Sukamto, R,. 1989, Halmahera, A Typical Cainozoic Volcanic Island Arc IN Eastern
Indonesia. Geologi Indonesia, Journal of the Indonesian Association of
Geologists, J.A. Kaliti Commemorative Volume (60 Years),v 12, n 1.
Van Zuidam, R.A, 1983, Guide to Geomorphology Aerial Photographic Interpretation
and Mapping. ITC.Enshede The Netherland, 325 hal.
Verstappen, 1985, Geomorphological Surveys for Eviromental Development, Elsevier
Science Publishing Company Lnc, Amsterdam.
White and Hedenquist,. 1995. Epithermal Gold Deposits : Styles, Characteristics, and
Exploration. SEG Newsletter Publication, No.23, pp. 1,9-13. p. 1-8.
Williams H,. Turner F.J and Gilbert C.M., 1982, Petrography. An Introduction to Study
of Rock in Thin Section. University of California, Barkeley, W.H, Freeman
and Company, San Fransisco, 406, PP

90

LAMPIRAN

91

Kode contoh
Lokasi
Batuan
Satuan batuan

: Guruh 1
: Lokasi Pengamatan 10
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
: Satuan Andesit

Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi. Nampak dijumpai urat-urat kuarsa yang
terisi oleh mineral bijih.
A

X - Nikol
0

0,5 mm

ll Nikol
0

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (65%)

Plagioklas (35%): (3E) tidak warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%),
bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%), An 43 (jenis andesin),
tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%) : (6D) hijau muda pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral anhedral. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi
chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Kuarsa (3%) : (6I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%) : (2H) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna pink berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan menjadi
mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (35%):

Silika (18%): (4F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.

Klorit (12%): (7D)hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (5%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 2
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 126
Batuan
: Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku asam vulkanik (terlaterasi), berwarna putih kekuningan, porfiritik, ukuran pada fenokris
0,02 - 2 mm bentuk subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam
dalam masa dasar berupa mikrolit-mikrolit plagioklas, kuarsa, dan gelas.
A

X - Nikol
0

0,5 mm

ll Nikol
0

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (80%)

Plagioklas (35%): (5F) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit An 14 (jenis oliglokas).

Kuarsa (25%): (3E) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,020,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.

Hornblende (10%) : (6I) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai
terubah menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.

Piroksen (5%): (1E) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.

Mineral gelas (15%) : (7F) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,5 mm. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit.
Hadir merata dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):

Silika (10%): (2B) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.

Klorit (8%): (2D) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Dasit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 3
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 17
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1

A B
X - Nikol

0,5 mm

A
B
ll Nikol
0

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (45%): (7B) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 46 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 46 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%): (7C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral..) Sbagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (3%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%): (4D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (35%):

Silika (17%): (5H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.

Klorit (15%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (3%): (4B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 4
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 119
Batuan
: Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku vulkanik, berwarna putih kehijauan, porfiritik, ukuran mineral 0,02 - 2 mm bentuk
subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam dalam masa dasar
berupa mikrolit-mikrolit feldspar, kuarsa, dan gelas. Banyak dijumpai mikro veinlet.
A

A B
X - Nikol

0,5 mm

B
C
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (80%)

Plagioklas (35%): (7C) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit (An 12).

Kuarsa (25%): (3F) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,050,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.

Hornblende (3%): (3C) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai terubah
menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.

Piroksen (2%): (7D) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.

Mineral gelas (15%) : (4H) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak
ada, bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir merata
dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):

Silika (15%): (4E) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.

Klorit (3%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (2F) hitam, isotrop relief tinggi,hadir mengisi urat.


Nama batuan : Dasit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 5
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 60
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1

G H
X - Nikol

0,5 mm

E F G
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (50%): (5F) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.

Piroksen (4%): (4D) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan
menjadi chlorit. Hadir tidak merata dalam batuan.

Kuarsa (1%): (3G) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.

Mineral gelas (20%): (5D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Silika (13%): (2H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.

Klorit (10%): (4E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 6
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 81
Batuan
: Bantuan Beku Diorit(Altered)
Satuan batuan
: Intrusi diorite
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet plutonik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, holokristalin, fanerik sedang kasar
inequigranular, subhedral, sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A

G H
X - Nikol

0,5 mm

E F G
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (65%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar
berukuran 0,05-0,1mm, An 57 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (5B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
subhedral anhedral.sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak
dalam batuan.
Kuarsa (6%): (1E) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.

(45%)
(20%)
bagian
bentuk
merata

Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Silika (18%): (6D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.

Klorit (5%): (2B) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Diorit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 7
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 8
Batuan
: Bantuan Beku Basalt(Altered)
Satuan batuan
: Satuan BasaltDeskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku basa vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur intergranular, bentuk subhedralanhedral, komposisi batuan terdiri dari mineral plagioklase, piroksen, gelas vulkanik dan mineral opak.
A

B
C
D
X - Nikol

0,5 mm

B
C
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (32%): (3I) putih-abu-abu, indek bias n>nkb, relief sedang, kembaran Albit, bentuk subhedralanhedral, jenis plagioklas An 56 (jenis labradonite), berukuran 0,05-0,35 mm, sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi lempung, tersebar merata dalam sayatan.

Piroksen (28%): (7D) kekuningan-hijau pucat, indek bias n>nkb, relief tinggi, pleokroisme lemah, bentuk
subhedral- anhedral, hadir berupa clinopiroksen, merata dalam sayatan. Hadir sebagai klinopiroksen
(Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit.

Mineral gelas (15%): (6C) tidak bewarna-coklat muda (warna lapukan), pengamatan dengan cross nikol
bewarna gelap, dengan keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah mengalami ubahan
menjadi lempung.
Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Klorit (10%): (7G) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Silika (3%): (7F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, hadir mengisi fracture berupa urat kuarsa.

Bijih (2%): (3D) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Basalt (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 8
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 57
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1

G H
X - Nikol

0,5 mm

E F G
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (70%)

Plagioklas (45%): (7E) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (25%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.

Piroksen (4%): (2B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.

Kuarsa (1%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.

Mineral gelas (20%): (7B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Silika (17%): (3D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.

Klorit (5%): (1H) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (3%): (7F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 9
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 74
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1

G H
X - Nikol

0,5 mm

E F G
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (50%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 47(jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (7G) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral, Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (6E) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Silika (13%): (5C) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.

Klorit (10%): (3F) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (7B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

Kode contoh
: Guruh 10
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 74
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
Nampak dalam sayatan dijumpai adanya urat-urat kuarsa dan urat klorit.
A

G H
X - Nikol

0,5 mm

E F G
ll Nikol

0,5 mm

Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)

Plagioklas (50%): (2C) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 48 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 48 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.

Piroksen (4%): (5C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.

Kuarsa (1%): (5I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.

Mineral gelas (20%): (6B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):

Silika (13%): (7H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.

Klorit (10%): (7C) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.

Bijih (2%): (3F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

10

LP 84. Arah Umum N 024E


Strike
289
276
293
276
288
15
20
23
45
55
57
34
20

dip
72
72
64
67
58
43
55
79
78
58
54
76
66

11

LP 85. Arah Umum N 335 E


Strike
340
345
5
10
35
37
344
23
34
28
45
182
225
246

dip
78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70

12

LP 23. Arah Umum N 056 E


Strike
356
357
5
10
35
37
350
55
56
58
45
182
225
253
234
230

dip
78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70
69
72

13

LP 19. Arah Umum N 012E


340
345
5
10
35
37
344
23
34
28
45
182
225
246
234
230
270
287
265

78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70
69
72
65
60
56

14

Sesar Bora 1
shear
285
283
277
280
282
276
278
274
280
288
285

67
65
55
72
66
73
66
60
62
68
64

gash
180
178
182
176
179
180
182
175
183
189

55
44
45
47
42
43
52
45
42
50

Bidang Sesar : N 293 E/53


Gores Garis : 40,N 090 E rake 42
Reverse Left Slip Fault (Rickard 1972)

15

Sesar Bora 2
shear
78
80
82
75
72
80
76
77
74
79

gash
55
50
54
60
57
60
43
48
56
57

312
315
320
310
317
313
316

55
50
51
58
59
51
57

Breksiasi
296
298
300
287
298
290
296
297

Bidang Sesar : N 296 E/60


Gores Garis : 44,N 338 E rake 56
Right Reverse Slip Fault (Rickard 1972)

16

Sesar Mendatar Toguraci


shear
340
342
337
339
336
343
356
342
335

72
65
73
68
77
64
70
71
62

gash
26
33
28
30
24
25
22

64
67
70
68
60
63
64

Bidang Sesar : N 357 E/77


Gores Garis : 10,N 002 E rake 12
Reverse Right Slip Fault (Rickard 1972)

17

270
273
275
270
268
266
270
269
272

Sesar Naik Utara Toguraci


shear
72
65
73
68
77
64
70
71
62

gash
46
33
48
50
44
45
42

54
47
50
48
50
53
44

Bidang Sesar : N 284 E/42


Gores Garis : 33,N 330 E rake 54
Thrust Right Slip Fault ( Rickard ,1972).

18

Sesar Naik Utara Toguraci


shear
62
58
64
65
62
60
64
63
62

45
43
40
39
38
42
41
44
46

gash
302
304
309
297
298
300
302

34
47
50
48
50
53
44

Bidang Sesar : N 284 E/42


Gores Garis : 33,N 330 E rake 54
Right Reverse Slip Fault ( Rickard ,1972).

19

AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) pada urat urta kuarsa

Deskripsi

Au

Ag

Pb

Zn

Mikrokristalin, sedikit sulfida dan


adularia berlapis
Comb structure

2,37

55

78

0,5

0,5

44

113

Crustiform, sulfida,adularia

3,71

29,6

46

49

Kuarsa-karbonat (dog tooth)

0,29

34

63

132

comb structure, sulfida

0,66

1,1

56

140

bladed

0,04

0,05

29

67

bladed

0,05

0,6

35

77

Banded kalsedon (milky Quartz),


sulfida, adularia
banded kalsedon, sulfida

2,37

2,4

24

133

0,82

0,76

36

126

masif milky quartz, sedikit sulfida,


adularia
masif kalsedon, breksi hidrotermal

4,04

22,1

52

135

0,8

0,8

19

110

masif kalsedon, breksi hidrotermal

0,6

0,3

28

89

0,66

23

Karbonat kristalin

ttd

ttd

20

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona ALterasi Argilik Lp 83

Pembacaan TSG didapatkan illit, montmorillonit,gipsum

21

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona Alterasi Argilik Lp 45

Pembacaan TSG didapatkan illit, muskovit, montmorillonit,smektit.

22

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona Alterasi Argilik Lp 39

Pembacaan TSG didapatkan illit, muskovit, ,smektit.

23

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona Alterasi Argilik Lp 80

Pembacaan TSG didapatkan illit, montmorillonit,gipsum

24

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona Alterasi Propilitik Lp 27

Pembacaan TSG didapatkan illit paragonit, jarosit, ankerit, Mg klorit.

25

Grafik analisis ASD dan pembacaan TSG


Zona Alterasi Propilitik Lp 7

Pembacaan TSG didapatkan illit paragonit, Fe Klorit, Mg klorit, Epidot.

26

Anda mungkin juga menyukai