Skripsi Guruh Triadiyoga Charismaputra 111 070 060 PDF
Skripsi Guruh Triadiyoga Charismaputra 111 070 060 PDF
SKRIPSI
Oleh :
GURUH TRIADIYOGA CHARISMAPUTRA
111.070.060
HALAMAN PENGESAHAN
GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI
DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN KAO, KABUPATEN HALMAHERA UTARA,
PROVINSI MALUKU UTARA
SKRIPSI
Oleh :
GURUH TRIADIYOGA CHARISMAPUTRA
111.070.060
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi
Prof.Dr.Ir.C.Danisworo,M.Sc
NIP. 030.134.574
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Geologi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti penulis ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang telah
memberikan nikmat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Skripsi ini secara khusus dipersembahkan untuk Kedua orang tua Bapak
Lasimin dan Ibu Lilik S , Mba Niken, Mba Tata, Adik Ratu dan seluruh keluarga besar
Pangea 07 yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun spiritual.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini tepat pada waktunya , oleh sebab itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih bagi semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan skripsi dan penulisan laporan.
Pertama- tama
iv
Ibnu Kurniawan selaku teman pemetaan serta saudara- saudaraku Pangea 07,
penulis ucapkan terima kasih karena dukungan dan motivasi serta bantuan akomodasi
dalam penyusunan skripsi ini
Segala kekurangan dalam skripsi ini merupakan tahapan pembelajaran bagi
penulis dan semoga dapat menjadi pembelajaran kita bersama Amin Yaa
Rabbalaalamiin.
Sari
Guruh Triadiyoga Charismaputra
111.070.060
Secara administratif daerah telitian termasuk dalam wilayah Kecamatan Kao,
Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak pada
koordinat UTM 52 N 350500 mE 354000 mE dan 125500 mN 128500 mN dengan
skala 1:10.000. Luas daerah penelitian yaitu 12 km2 dengan panjang 4 km dan lebar 3
km.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pengambilan data dengan
melakukan surface mapping pengambilan conto batuan ( analisis petrografi, ASD dan
AAS), foto singkapan, pengukuran struktur dan deskripsi batuan.
Bentuklahan dibagi menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan, yaitu: Perbukitan
aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh sungai (F1), Dataran limpah banjir (F2),
dan Lembah bekas tambang (H1).
Daerah telitian dibagi menjadi 4 satuan vulkanostratigrafi tidak resmi dengan
urutan dari tua ke muda sebagai berikut: Lava basalt Gosowong (Miosen Akhir), Lava
andesit Gosowong (Miosen Akhir), Breksi vulkanik Gosowong (Miosen Akhir), Lava
dasit Kayasa (Pliosen Awal), Intrusi Diorit (Pliosen Awal), dan Endapan Aluvial
(Holosen). Struktur geologi terdiri dari kekar berarah tegasan relatif timur laut -barat
daya ( NE- SW) dan sesar naik berpola barat- timur ( W- E) hingga barat barat lauttimur tenggara (WNW ESE) serta sesar mendatar kanan berarah relatif utara selatan
dengan dip hampir tegak.
Daerah telitian dibagi ke dalam 3 zona alterasi yaitu zona propilitik
bertemperatur antara 1200 C- 3000 C , zona argilik 1600 C - 2200C, dan zona silisifikasi
<1000 C- 2500. Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan
disseminated dan spotted pada batuan berupa pirit, kalkopirit, magnetit.
Tekstur urat di daerah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok tekstur yaitu,
kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin.
Tekstur urat yang erat hubungannya dengan kehadiran unsur Au, Ag, Pb dan Zn
melimpah pada kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin yang dikontrol struktur
berarah utara- selatan dan arah tegasan relatif timur laut barat daya.
vi
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
SARI ...............................................................................................................
vi
vii
xii
xiv
xvi
xvii
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
10
10
10
vii
2.2
2.1.2. Fisisografi.................................................................
12
2.1.3. Stratigrafi.........................................................
14
14
15
18
19
19
23
26
30
30
33
36
36
39
41
41
42
43
44
44
45
46
46
viii
47
47
47
47
48
49
50
50
............................
51
51
52
3.3
52
53
53
54
54
54
55
55
56
58
58
61
ix
62
63
64
BAB IV
66
4.1
66
66
69
72
4.2
4.3
Sejarah Geologi...................................................................... 75
76
77
BAB V
BAB VI
KESIMPULAN ...........................................................................
88
89
LAMPIRAN ..................................................................................................
91
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi daerah telitian.....................................................
10
11
12
17
32
Gambar 2.9. Model sifat kekar dan urat kuarsa (Heru Sigit, 2002).
Kekar tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a),
urat kuarsa tekanan (2b), urat kuarsa tekanan
membentuk penebalan dan penipisan (2c) 34
Gambar 2.10. Rekahan dilatasi pada sistem tekanan orthogonal menurut
( Corbett dan Leach,1997).. 35
xii
37
39
57
Gambar 3.3
59
68
69
71
72
73
xiii
DAFTAR FOTO
42
43
43
44
46
48
49
51
53
54
56
56
58
Foto 3.14. Kenampakan bidang sesar dan gores garis pada lp 85...
60
Foto 3.15. Kenampakan zona sesar dan breksiasi milonit yang teralterasi.
61
62
63
64
xiv
65
67
67
70
70
73
Foto 4.6. Penambangan open pit Toguraci PT. Nusa Halmahera Minerals
76
77
77
80
82
Foto 5.3. Banded milky quartz, sulfida, adularia (a). masif milky quartz,
sedikit sulfide, adularia (b). breksi hidrotermal (c)
83
84
85
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
21
Tabel 3.1
37
Tabel 3.2
39
Tabel 5.2.
83
Tabel 5.3.
84
Tabel 5.4.
85
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
86
87
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran II
Peta Geomorfologi
Lampiran III
Peta Geologi
Lampiran IV
Peta Alterasi
Lampiran V
Lampiran VI
Analisis Petrografi
Lampiran VII
Analisa Struktur
Analisis AAS
Atomic Absorbption Spectophotometry
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mineralisasi epitermal kebanyakan terbentuk pada busur vulkanik-plutonik
berasosiasi dengan zona subduksi, dengan umur yang hampir sama dengan
vulkanismenya. Deposit ini terbentuk pada suhu < 3000C dan terletak pada kerak dengan
kedalaman rendah, biasanya < 1km.
Urat kuarsa adalah ciri-ciri umum dari banyak deposit dan merupakan petunjuk
utama adanya mineralisasi emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap
kehadiran urat-urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar,
sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late-magmatics untuk
mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Purwanto, H.S. 2002).
Tekstur urat kuarsa memberikan kemudahan bagi seorang geolog dalam
eksplorasi sistem urat mineralisasi. Tekstur vein tidak hanya untuk memastikan sistem
urat epitermal sulfidasi rendah, namun dapat memberikan informasi yang berguna dalam
menentukan lokus mineralisasi dalam sistem vein (Dowling & Morrison, 1990 dalam
Morrison dkk ,1990). Pekerjaan detail pada sistem epitermal sulfidasi rendah selama
beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa ada sebuah pengelompokan karakteristik
tekstur urat kuarsa yang umum ditemukan dalam sistem ini. Dalam vein terdapat pola
distribusi tekstur yang konsisten dan kumpulan tekstur yang dapat digunakan untuk
menentukan model vertikal zonasi tekstur. Model seperti itu dapat dirasionalisasikan
dalam hal evolusi cairan di dalam sistem panas bumi dan arah pendidihan yang
dibandingkan dengan model Buchanan (1981) dalam Morisson dkk (1990), untuk
menentukan posisi tekstur dalam sistem vein dan terlebih lagi kemungkinan
keterdapatan emas (Morrison dkk, 1990). Salah satu model terbaru kuarsa yang
komprehensif untuk vein tekstur saat ini adalah menurut Morrison dkk (1990) yang
menyediakan sistem klasifikasi sangat berguna dan model tekstur fungsional.
1
menerapkan salah satu cabang ilmu geologi yaitu geologi yang berkaitan dengan
eksplorasi endapan mineral yang sesuai dengan kondisi geologi daerah telitian, serta
untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memproleh gelar sarjana Strata1 (S1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi litologi
dan struktur geologi, geomorfologi, stratigrafi dan sejarah geologi yang terdapat pada
daerah telitian, selain itu untuk mengetahui tipe-tipe alterasi dan mineralisasi di daerah
telitian serta secara khusus untuk mengidentifikasi dan mempelajari urat kuarsa
hubungannya terhadap struktur geologi dan
telitian.
1.3
Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfik pada daerah penelitian berdasarkan bentuk
morfologi, morfogenesa, proses - proses eksogen dan endogen, bentuk bentuk erosi serta stadia geomorfik yang membentuknya.
b. Stratigrafi
Permasalahan stratigrafi meliputi ciri - ciri litologi , kotak dan hubungan
stratigrafi , penyebaran satuan batuan, urut - urutan satuan batuan dari tua ke
muda.
c. Struktur Geologi
Meliputi permasalahan tentang rezim gaya yang bekerja, jenis struktur
geologi dan arah tegasan utama yang mengontrol mineralisasi.
d. Urat Kuarsa
Meliputi tekstur urat kuarsa yang membawa mineralisasi berdasarkan acuan
model mineralisasi sistem epitermal tipe sulfidasi rendah dari Morrison dkk
(1990) serta analisis arah umum penguratan.
1.4
Gosowong. Wilayah ini termasuk dalam wilayah kontrak karya PT. Nusa Halmahera
Minerals. Secara geografis terletak pada koordinat UTM N 350500 mE 354000 mE
dan 125500 mE 128500 mE zona 52 N, dan secara administratif termasuk ke dalam
wilayah kecamatan Kao, kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Letak
tambang emas Gosowong dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Daerah telitian dapat dicapai dari kota asal Yogyakarta dengan menggunakan
penerbangan komersial ke Manado, Sulawesi Utara yang sebelumnya transit di Jakarta.
Penerbangan dari Jakarta menuju Menado ditempuh selama 3 jam 15 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan pesawat charter selama 1 jam 20 menit ke Kobok,
lapangan terbang di Gosowong.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai sejak 1 April 2011 sampai dengan
25 Juni 2011, bertempat di departemen Mineral Resources PT.Nusa Halmahera
Minerals.
MALUKU
Hasil Penelitian
1.6
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bekal pengalaman bekerja dan
Yogyakarta. Selain itu dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk dapat
menunjang pengembangan daerah eksplorasi lebih lanjut.
1.7
Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pemetaan
permukaan dengan pengambilan sampel dan analisis sampel yang dilakukan dalam 4
tahapan, yaitu:
1. Tahap pendahuluan,
2. Tahap pengambilan data,
3. Tahap analisis dan pengolahan data,
4. Tahap penyusunan laporan dan penyajian data.
merupakan
analisis
dinamika
dan
kinematika
dengan
Analisis Petrografi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nama dari setiap conto batuan yang
diperoleh selama di lapangan, dilihat dari tekstur, struktur, dan komposisi
mineral pada batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Penulis membuat
sayatan tipis (di lembaga terkait) berukuran 0,03 mm pada sampel yang akan
dianalisis, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nama dari batuan secara
lebih rinci (klasifikasi William, 1982).
d. Analisis Urat Kuarsa
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tekstur dan mineralogi dari urat
kuarsa secara megaskopis dan nantinya dilakukan uji AAS untuk mengetahui
besaran mineralisasi Au, Ag, Pb dan Zn sehingga diketahui pengaruh urat
kuarsa terhadap mineralisasi mineral bijih tersebut.
e. Analisis ASD (Analytical Spectral Devices).
Analisis ASD terhadap beberapa sampel batuan terubah hidrotermal atau
termineralisasi berfungsi untuk mendeteksi terutama mineral lempung pada
tiap sampel. Pada awalnya sampel dikeringkan terlebih dahulu, kemudian
sampel discan dengan ASD untuk mendapatkan grafik pembacaan mineral
lempung. Hasil pembacaan ASD ditransfer ke TSG untuk pembacaan
mineral ubahan lainnya.
f. Analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry)
Analisis
kimia
basah
menggunakan
metode
Atomic
Absorption
termineralisasi
digunakan
untuk
mendeteksi
terutama
Tahap
Pendahuluan
Proposal
Persiapan materi : Studi
Literatur regional, lokal dan
interpretasi peta topografi
Data Primer
Observasi Geomorfologi
Observasi Singkapan
Observasi Struktur Geologi
Observasi Kehadiran Urat
Kuarsa
Dokumentasi
Tahap
Pengambilan
Data
Data Sekunder
Peta Topografi daerah telitian
1: 10.000
Tahap Analisis
dan Pengolahan
Data
Tahap Penyusunan
Laporan dan Penyajian
Data
Peta Geomorfologi
Peta Lintasan Pengamatan
Peta Geologi
Peta Zona Alterasi
Peta Semi Detail Urat Kuarsa
1.8
Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu meliputi studi literatur dengan mengumpulkan publikasi-
publikasi hasil penelitian ahli geologi untuk kawasan daerah penelitian dan
mengumpulkan buku-buku literatur untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Tahun 1999, Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., dan Coote, J.A.R
mencoba menjelaskan tentang kondisi geologi cebakan emas epitermal daerah
Gosowong.
Olberg, D.J pada tahun 2001 menjelaskan tentang target ore body zona urat
kuarsa daerah Gosowong.
Penelitian berkembang di sekitar daerah Toguraci pada tahun 2003 oleh Basuki
Dwi Priyono,M.D yang menjelaskan prospek daerah pertambangan Bora dan
Toguraci di Gosowong dengan melakukan pemetaan semi detail sekitar Bora dan
Toguraci.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Richards, T.H., dan Priyono, M.D.B.D
pada tahun 2004 yang menjelaskan tentang penemuan cebakan mineral epitermal
Au-Ag di Toguraci daerah Gosowong.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Sistem tektonik Maluku dan daerah sekitarnya saat ini (Hall, 1999).
10
Gambar 2.2. Rekontruksi pada 5 Ma, diperbarui dari Hall (1996, 1997), sebelum
lempeng Laut Maluku tereliminasi oleh subduksi ke timur dan ke arah barat
(Hall, 1999).
Laut Maluku lebih diinterpretasikan sebagai daerah forearc / depan busur dari
busur Halmahera. Dimana keseluruhan dari bagian lempeng Laut Maluku tersubduksi.
Didalam gambar 4 dan 5 garis berduri yang besar menunjukkan zona subduksi
sedangkan yang lebih kecil menunjukkan sesar naik. Daerah yang berwarna hijau adalah
pegunungan yang muncul ke permukaan, ophiolit dan zona akresi, sedangkan daerah
yang berwarna biru muda adalah laut / submarine. Daerah yang berwarna kuning adalah
kerak Eurasia sedangkan yang berwarna merah dan merahmuda adalah wilayah pantai
yang merupakan bagian dari tepi benua Australia. Garis hitam menunjukkan anomali
magnetik samudra. Garis biru muda merupakan lingkungan bathymetry.
11
2.1.2. Fisiografi
Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera
barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter ( Gambar.2.3)
Gambar 2.3. Fisiografi Pulau Halmahera menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung dalam Izzul Azmi, 2006
12
13
2.1.3. Stratigrafi
Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara
tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang sangat
berbeda.
adalah
(calcareous mudstone), batuan volcanic (breksi, basalt struktur aliran spilitised dan
bantal pillow), dike dolerit, plagio granit, mikrogabro, kelompok gabronorite,
kelompok ultramafik (dunit, wehrlit) dan yang bukan kelompok peridotit (serpentin,
hazburgit, lherzolit). Batuan utama dari susunan ophiolit ini menunjukkan perbedaan
secara kimiawi menunjukkan perubahan dengan adanya penambahan unsur TiO2 dan
unsur besi seiring dengan penambahan FeO* / MgO, hal ini menunjukkan perubahan
arah differensiasinya. Hall et al. (1988) dalam Hall (1999) menyebutnya dengan zona
ophiolit suprasubduksi. Pendeskripsian ini jauh lebih rinci dari milik Rab Sukamto
(1989) yang hanya menyebutkan peridotit, gabbro, diabas dan basalt.
14
berakhir Bibinoi (Pulau Bacan) di sebelah selatan. Tipe batuan yang dihasilkan ini
merupakan seri kalk alkalin.
Umur Geologi
16
Daerah telitian termasuk ke dalam stratigrafi wilayah barat. Pada tahun 1997 ,
Marjoribanks melakukan penelitian pada daerah lokal di sekitar daerah telitian. Menurut
Marjoribanks, Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona tumbukan
antara busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng
samudra Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen telah
menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan (?
Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan Formasi
Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini. Formasi-formasi ini dipisahkan oleh
ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup panjang .
Pada tahun 1999, D. Olberg dkk,. juga melakukan penelitian di daerah lokal
sekitar penelitian dan menghasilkan stratigrafi yang hampir sama dengan Marjoribanks
yang memisahkan daerah lokal penelitian menjadi sebuah formasi (Gambar 2.4).
17
18
2. Sesar konjugate berarah Timurlaut Baratdaya dan Barat-Baratlaut TimurTenggara yang muncul di seluruh daerah ini. Set yang terakhir meliputi sesar
transform yang berasosiasi dengan busur vulkanik aktif.
3. Sesar normal listrik berarah Utara Selatan dan Timur Barat seperti pada urat
kuarsa Gosowong dan Ruwait.
4. Batuan berumur Pliosen di lengan utara di daerah Gosowong terlipat dengan
arah Sumbu Timur Barat.
19
Gambar 2.5. Konsep model dari Pacific rim porphyry - epithermal mineralisasi Cu-Au
(modifikasi dari Corbett, 2002 dalam Corbett, 2004)
Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan hidrothermal yang
naik melalui zona rekah dan bereaksi dengan batuan samping dan air meteorik sehingga
pH nya terus berkurang hingga hampir netral. Sistem epitermal sulfidasi rendah ini
dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan membentuk H2S (Corbett dan Leach, 1996).
Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat pada
volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental volcanic dengan
regime struktur extensional dan strike-slip.
20
Tabel 2.2 Ciri-ciri endapan epitermal acid sulphate dan adularia-serisit (berdasarkan
Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987, White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam
White & Hedenquist, 1995).
Komponen
Pendekatan
Tatanan tektonik
190
km,
adularia-serisit.
Lebar perbandingan urat pj : lb
vertikal umumnya < 500 = 3 : 1 , panjang bisa
m,
sering beberapa
km,
lebar
ekuidimensional .
vertikal 100 700 m .
Batuan
volkanik Batuan
volkanik
subaerial
asam
subaerial
asamintermediet, umumnya intermediet, riolit hingga
riodasit (juga riolit, andesit serta berasosiasi
trakiandesit,
yang dengan intrusi dan batuan
membentuk kubah dan sedimen.
aliran debu) .
Bijih + host umurnya Terdapat perbedaan umur
hampir sama (< 0,5 juta yang lama (>1 juta th) .
Kontrol struktur
regional
Kontrol struktur lokal
Pola mineralisasi
Tekstur mineralisasi
Dimensi endapan
Host rock
Hubungan waktu
21
th) .
Enargit-luzonit, tenantit,
pirit, kovelit, native Au,
elektrum,
barit,
sulphosalts, tellurides,
kadang bismuthinite .
Mineral bijih
Asosiasi geokimia
Anomali tinggi
Sifat Fluida
Kedalamam
pembentukan
Sumber
lumpur
Contoh
Galena,
sfalerit,
kalkopirit,
pirit,
arsenopirit,
achanthite,
tetrahedrit, native Au,
Ag,
elektrum,
barit,
tellurides. Tidak ada
bismuthinite .
Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn,
Pb, Se, K, Ag/Au
Cu, Te/Se
Endapan Au dan Ag
Produksi logam dasar
bervariasi
Serisit, adularia, klorit,
silika, illit, epidot. Alunit
dan pirofilit supergen.
Serisit (filik) hingga
argilik menengah. Bagian
luar merupakan zona
propilitik .
Bijih : 150 3000C,
gangue 1400C, pada
kasus tertentu terjadi
boiling .
Salinitas
rendah,
biasanya < 3 wt% NaCl
equiv. Dapat mencapai
13 % dominan fluida
meteorik
near-neutral
ada bukti boiling.
100 1400 m sebagian
besar 300 600 m .
Magmatik atau batu
samping vulkanik .
Mt. Munro Kalteng,
Pongkor, Lebong Tandai
Bengkulu .
22
23
24
Hedenquist
alterasi
1997
1997
1996
Kaolin
<2000C
<2200C
<150-2000C
Dikit
150-2500C
200-2500C
150-2500C
Smektit
<2200C
<150
jarang
Corbett
dan
Leach,
sampai <100-1500C
2000C
Illit-smektit
150-2200C
150-2300C
100-2000C
Illit
>2000C
230-3000C
200-2500C
Serisit
>2700C
>200-2500C
Klorit-smektit
100-1800C
Klorit
>120-3000C
<3000C
Pyrophyllit
>100-3000C
>2600C
200-2500C
Paragonit
>2600C
Epidot
>200-3000C
>2400C
180-3000C
Prehnit
210-3000C
250-3000C
Kalsit
<3000C
<3000C
Ankerit
>1200C
Phengit
>250-3000C
2. Kimia/Komposisi Fluida
Komposisi fluida sangat mempengaruhi mineralogi alterasi, dengan temperatur
yang akan mempengaruhi posisi batas phase. Yang lebih penting dari konsentrasi
absolut adalah perbandingan unsur utama seperti: aNa+/aH+, aK+/aH+.
25
3. Konsentrasi/Kepekatan
Konsentrasi absolut pada fluida hidrothermal berpengaruh pada tipe mineralogi
alterasi, karena ini mempengaruhi derajat kejenuhan yang berkenaan dengan mineralmineral tertentu.
4. Komposisi Batuan Induk
Komposisi batuan induk juga berpengaruh sangat luas pada tipe mineralogi
alterasi. Mineralogi skarn terbentuk pada batuan induk calcareous/gamping. Adularia
sebagai bentuk sekunder dari K-feldspar akan dijumpai pada batuan induk yang kaya
pottasium (cotoh: rhiolit atau shoshonit). Paragonit (Na-mika) pada kondisi tertentu
merupakan produk alterasi dari albit, seperti juga muskovit yang terbentuk dari alterasi
feldspar potasik
5. Lama Aktifitas atau Derajat Kesetimbangan
Durasi dari sistem hidrothermal, atau waktu selama permeabilitas masih terbuka,
menentukan apakah kesetimbangan telah tercapai antara sirkulasi fluida dan batuan
induk.
6. Permeabilitas
Permeabilitas memiliki pengaruh yang nyata yang membuat batuan induk
berhubungan langsung dengan sirkulasi fluida hidrothermal. Alterasi philik dan argilik
biasanya berbatasan langsung dengan struktur utama atau dengan sistem vein dimana
fluida memiliki pH di bawah normal dikarenakan gas-gas yang larut, sedangkan Alterasi
propilitik biasanya terdapat pada batuan induk dengan permeabilitas rendah dan jauh
dari jalur fluida utama.
2.2.2.1 Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi.
Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan dua
faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal membagi
kelompok alterasi menjadi 7 group utama:
26
kaolinit.
4. Group Mineral Illit
Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk pada
temperatur < 100-150C, interlayer illit-smektit (100-200C), illit (200-250C), serisit
(muskovit) >200-250oC, phengit >250-300oC. Kandungan smektit pada interlayer illit
smektit akan berkurang bersamaan dengan naiknya temperatur.
Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan temperatur fluida hidrothermal pada
kisaran 160-2200C (Lawless dan White, 1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang
dominan illit menunjukkan temperatur fluida pada kisaran 220-2700C (Lawless dan
White, 1997). Sebagaimana illit umumnya stabil pada temperatur lebih tinggi dari
2200C, berkurangnya temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya
27
illit banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan
bertambahnya mineral klorit (Lawless dan White, 1997).
28
Gambar 2.7. Model sistem epitermal Buchanan, berdasarkan studi lebih dari 60 sistem
epitermal di Barat Daya USA (setelah Buchanan, 1981 dalam Olberg, 2001).
29
didasarkan pada sifat dari agregat (massa atau bagian partikel batuan, dan/atau besar
butir mineral) kristal, akan tetapi untuk membantu menginterpretasi sumber dan
lingkungan pembentukannya, tekstur kuarsa akhirnya dibagi menjadi 3 bagian besar,
yaitu :
1. Tekstur primer (Primary growth textures)
2. Tekstur rekristallisasi (Recrystallisation textures)
3. Tekstur penggantian (Replacement texture)
1. Tekstur primer
Tekstur primer merupakan gambaran awal pengisian rongga atau rekahan urat.
Tekstur ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
Kriptokristalin kuarsa (massif kalsedon, banded kalsedon dan colloform).
30
Tekstur massif kalsedon, dicirikan oleh agregat kompak dan seragam dari
kriptokristalin kuarsa.
Tekstur comb, dicirikan oleh kelompok Kristal yang mirip dengan bentuk gerigi
dan sisir. Biasanya mempunyai bentuk euhedral pada bagian ujungnya.
Tekstur zonal crystals, dicirikan oleh individu Kristal atau lapisan Kristal
yang mempunyai perselingan zona bening dengan zona milky quartz.
2. Tekstur Rekristalisasi
Tekstur ini menggambarkan perubahan silica anorf atau kalsedon menjadi
kuarsa, yang dibagi menjadi 2 kelompok tekstur, yaitu :
Tekstur moss, dicirikn oleh agregat halus menyerupai buah anggur, dengan
bentuk massif yang tidak beraturan seperti tumbuhan lumut. Pada sayatan tipis
bulatan bagian yang menyerupai anggur terdiri dari bulatan kriptokristalin di
bagian dalam yang dikelilingi bulatan kristaln di luarnya. Bagian tengah bulatan
kriptokristalin terdapat inklusi fluida
Tekstur micro-plumose, dicirikan oleh kenampakan individu kristal kuarsa
menyerupai bulu ayam, hanya dapat dilihat perbedaannya di bawah mikroskop
ketika posisi pemadaman maksimum nikol bersilang.
3. Tekstur Penggantian
Tekstur ini dicirikan dengan penggantian sebagian atau seluruhnya mineral lain
oleh mineral silica dalam vein, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
31
Tekstur mold, dicirikan oleh adanya jejak yang ditinggalkan oleh pelarutan atau
replacement partial dalam urat kuarsa.
Tekstur bladed, dicirikan oleh adanya agregat kuarsa kriptokristalin atau kristalin
yang bentuknya tersusun seperti bilah pisau ataupun berbentuk pipih.
Model tekstur dapat dibandingkan dengan model alterasi, mineral bijih dan
mineral gangue seperti yang digambarkan pada model epitermal Buchanan (1981)
dalam Morisson dkk (1990) yang dimodifikasi (gambar). Evolusi terhadap pembagian
zona tekstur dari berbagai urat epitermal memungkinkan untuk mengembangkan model
tekstur endapan epitermal. Morisson dkk,. (1990) membagi 7
pengenalan terhadap tekstur menjadi 3 zona besar, yaitu zona kalsedon (CH), zona
crustiform, colloform (CC), dan zona kristalin (X) (Gambar 2.8.). Zona besar ini
mewakilkan perubahan mendasar dimana setiap zona besar dibagi berdasarkan
perubahan proporsi mineral-mineral dari setiap tekstur.
Gambar 2.8. Alterasi, mineral bijih dan model zonasi tekstur urat kuarsa (setelah
Buchanan (1981), Morisson dkk (1990) dan Corbett & Leach (1997)
dalam laporan Klondike
32
Zona kalsedon (CH) terdiri dari tekstur kristalin karbonat, lattice bladed, bladed
karbonat, massif. Kalsedon kuarsa yang paling dominan pada zona ini. Mineral bijih
biasanya jarang ditemukan di zona ini, biasanya emas ditemukan bersama pirit. Emas
juga ditemukan di Ag-Sulsofat. Zona ini memiliki gangue zeolist, agate, kalsit, stibnite,
dan kuarsa.
Zona crustiform, colloform (CC) ditandai dengan selalu ditemukannya perlapisan
(banding). Tekstur pada zona CC ini terdiri dari tekstur banden, moss, kalsedon,
kristalin, dan colloform. Mineral bijih yang biasa ditemukan adalah piragirit,prousit,
argentite, electrum, dengan mineral gangue kuarsa, kalsit, adularia, serisit, dan pirit.
Zona kristalin (X) mempunyai karakteristik berasosiasi dengan kuarsa kristalin
dengan adularia kristalin, sulfida dan karbonat. Tekstur kalsedon, colloform, moss dan
bladed biasanya tidak hadir dalam zona ini. Mineral bijih yang biasa hadir adalah
galena, sfalerit, kalkopirit dan agentit, dengan mineral ganguenya kuarsa, fluorit, pirit,
dan arsenopirit.
33
Gambar 2.9. Model sifat kekar dan urat kuarsa (Purwanto, H.S., 2002). Kekar
tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a), urat kuarsa tekanan (2b), urat
kuarsa tekanan membentuk penebalan dan penipisan (2c).
Menurut Corbett dan Leach dalam Purwanto, H.S (2002), didasarkan pada tatanan
tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan dapat
dibedakan menjadi beberapa yaitu :
a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar relatif. Pada
daerah ini merupakan agent utama terjadinya intrusi porpiri.
b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak di antara
sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung dengan gaya
(stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan terjadinya sistem urat
emas-perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang dari kekar tarik akan
berakhir sepanjang arah sesar.
c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan dipisahkan
dengan kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.
d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada sesar turun
atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan bidang sesar.
e. Pull-apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak diantara 2 jalur
sesar.
34
f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada suatu
sistem urat mineralisasi.
g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu urat
maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya bukaan pada
suatu sistem urat.
h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porpiri atau porpiri yang berhubungan
dengan lingkungan breksi.
35
BAB III
GEOLOGI DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA
3.1.
Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah telitian mengacu pada klasifikasi
a. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
-
Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah,
bukit, perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas
alluvial, plato dan lain-lain.
Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi,
bentuk lembah dan pola pengaliran.
36
Besaran kelerengan dapat diukur dalam analisis kelerengan yakni dengan rumus
sebagai berikut:
KEMIRINGAN LERENG
% LERENG
1.
Rata/hampir rata
0-2
2.
Landai
3-7
3.
Miring
8 - 13
4.
Agak curam
14 - 20
5.
Curam
21 - 55
6.
Sangat curam
56 - 140
7.
> 140
37
Secara regional daerah telitian termasuk Mendala Halmahera Barat bagian utara .
Morfologi mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada
batugamping berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat
morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi yang disebutkan oleh Verstappen (1985),
maka bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 (empat)
satuan bentuklahan, yaitu: Perbukitan aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh
sungai (F1), Dataran limpah banjir (F2), dan Lembah bekas tambang (H1). Berikut
adalah
tabel
pembagian
satuan
bentuklahan
di
sertai
dengan
aspek-aspek
geomorfologinya.
38
3.1.1
terkecilnya pada batuan yang telah mengalami pelapukan ataupun tidak dan ditempati
oleh sungai secara permanen.
Daerah penelitian terdapat 2 jenis pola pengaliran, yaitu pola pengaliran
subdendritik dan trellis. Pemilihan pola pengaliran trellis pada daerah telitian karena
pola dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan aliran tegak lurus
sungai utama serta diinterpretasi akibat patahan yang paralel pada daerah telitian dan
39
juga pola pengaliran ini khas pada daerah vulkanik menurut Howard (1967), sedangkan
subdendritik pada daerah telitian ditunjukan dengan adanya ubahan pada pola pengaliran
dendritik yang menyerupai cabang pohon.
penyimpangan pola aliran berjenis local mendearing (ditandai lingkaran merah pada
gambar 3.2).
dan
daerah penelitian. Satuan bentuklahan ini menyebar hampir di semua daerah penelitian
tetapi terpusat pada bagian tengah daerah penelitian. Morfologi berupa perbukitan yang
bergelombang, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (Van
Zuidam, 1983) mempunyai relief antara 125 450 mdpl dengan pola pengaliran trellis
dan subdendritik. Secara morfogenesa satuan bentuklahan ini dipengaruhi oleh struktur
berupa kekar,sesar dan urat kuarsa , serta terdiri berupa intrusi diorit dimana litologi ini
memiliki resistensi yang lemah-sedang terhadap proses pelapukan dan erosi (Foto 3.1b).
41
lembah. Tersusun atas endapan alluvial dari butiran pasir sampai bongkah dan sangat
dipengaruhi oleh erosi dan pengendapan.
42
Tubuh
Sugai
Foto 3.2. Kenampakan satuan bentuklahan Tubuh Sungai (F1) pada Sungai Tobobo
Arah kamera relatif ke utara
3.1.3.2. Satuan Bentuklahan Dataran Limpah Banjir (F2)
Satuan bentuklahan ini menempati 1% daerah telitian. Morfologinya berupa
dataran, dengan kelerengan berkisan antara 0-2%. Satuan bentuklahan ini sedikit sekali
dipengaruhi oleh struktur geologi, tersusun atas endapan alluvial, dan sangat dipengaruhi
oleh proses meluapnya sungai utama. Satuan bentuklahan ini berasosiasi tubuh sungai.
43
Morfostruktur aktif yang terdapat pada bentuklahan ini berupa kekar,sesar dan urat
kuarsa , serta terdiri berupa intrusi diorit dan basalt dimana litologi ini memiliki
resistensi yang lemah terhadap proses pelapukan dan erosi.
Foto 3.4. Kenampakan bentuklahan lembah bekas tambang berupa pit terbuka
Toguraci.
Arah kamera relatif ke selatan
3.1.5.
Stadia Geomorfik
Setiap bentuk morfologi pada suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai proses
yang menyebabkan perubahan bentuk morfologi. Penyebab dari perubahan ini adalah
proses eksogen dan proses endogen. Stadia geomorfik ditentukan oleh adanya tingkat
erosi, stadia geomorfik dapat dibagi menjadi stadia muda, stadia dewasa dan stadia tua.
Berdasarkan aspek relief dan topografi, gambaran bentang alam relatif tinggi
berada di bagian utara dan baratlaut dan relatif rendah pada bagian tenggara daerah
44
penelitian, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (Van Zuidam,
1983) mempunyai perbedaan relief dari 50 - 525 mdpl. Dilihat dari bentukan topografi
dan tingkat kelerengan pada uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stadia
geomorfik pada daerah penelitian adalah stadia dewasa.
3.2
dominan yang ada di daerah telitian. Secara umum, daerah telitian disusun oleh batuan
batuan vulkanik dan beberapa intrusi.
Kesebandingan dalam pembagian satuan batuan tersebut telah peneliti
sebandingkan dengan stratigrafi daerah terdekat yaitu stratigrafi daerah Gosowong dan
sekitarnya, dimana tersusun atas basalt firik augit, vulkaniklastik, lava andesit-basaltik,
batuan intrusi andesit-diorit, dasit-andesit kwarsa, dan piroklastik Kuarter (Basuki Dwi
Priyono,M.D, 2003).
Penamaan satuan batuan mengikuti tata nama satuan vulkanostratigrafi tidak
resmi menurut Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI, 1996), yang dikelompokkan secara
bersistem berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa. Urutan dari tua sampai muda,
sebagai berikut:
Intrusi Diorit
Endapan alluvial
45
Foto 3.5. Kenampakan basalt lava pada lp 35 (a). Megaskopis basalt yang menunjukan
fenokris piroksen dan amigdaloidal. (b). Kenampakan struktur aliran pada basalt
46
3.2.1.2
Penyebaran Litologi
Basalt hampir menempati 10 % dari seluruh luas daerah penelitian, yaitu pada pit
Toguraci dan Sungai Tobobo bagian barat daya . Umumnya menempati sebagian besar
topografi yang relatif rendah.
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan
Batuan ini diendapkan dengan mekanisme aliran yang dicirikan dengan
ditemukannya autobreksia dan sheeting joint. Menurut Bogie & Mackenzie (1998)
dalam Bronto (2006), basalt yang secara fisik berupa lava termasuk ke dalam fasies
proximal.
3.2.1.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri fisik litologi, satuan ini dapat disebandingkan dengan
Augit phyrik basalt Formasi Gosowong, dimana satuan ini diendapkan pada Miosen
Akhir (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004). Hubungan stratigrafi
satuan ini dengan satuan sebelumnya tidak diketahui.
3.2.2 Lava andesit Gosowong
3.2.2.1 Ciri Litologi
Pengamatan di lapangan andesit Gosowong merupakan batuan beku intermediet
vulkanik, abu-abu sampai kehijauan, hipokristalin, fanerik halus (<1mm) - afanitik,
subhedral-anhedral,tidak jarang memperlihatkan penjajaran mineral menunjukkan
tekstur aliran, dilapangan dijumpai terisi urat kuarsa dan urat-urat halus kalsit dan klorit,
berstruktur autobreksia dan kekar kolom subvertikal yang menunjukkan satuan ini
berupa lava. Satuan ini pun dijumpai telah mengalami ubahan hidrotermal yang intensif.
Mineral sekunder yang ditemukan berupa : pirit, kalkopirit, klorit, kalsit dan epidot.
47
basaltik dengan kehadiran piroksen lebih dari 15% ,dan jenis An plagioklas yang
bervariasi dari bitownit andesin. (Foto 3.6, deskripsi dapat dilihat pada lampiran
petrografi).
48
49
50
51
subhedral-anhedral,
tidak
jarang
memperlihatkan
penjajaran
mineral
menunjukkan tekstur aliran dengan fenokris yang anhedral, dilapangan dijumpai terisi
urat kuarsa dan urat-urat halus kalsit, berstruktur gelembur- gelembur lava dan kekar
kolom. Satuan ini terisi urat-urat halus kalsit dan kuarsa.
Pengamatan mikroskopis pada lp 13 memperlihatkan batuan beku asam vulkanik
(teralterasi), warna abu-abu, tekstur inequigranular porfiritik , bentuk subhedral-anhedral
plagioklas (20%), ortholkas (15%), hornblende (5%), kuarsa (25%), gelas (15%), silika
(5%), klorit (3%), Mineral lempung (10%), mineral opak (2%). (deskripsi pada
lampiran)
52
dan
menunjukan perubahan arah aliran lava dibandingkan dengan arah aliran andesit yang
berada di selatan satuan ini pada bagian barat daerah telitian.
53
Foto 3.10. Kenampakan aliran lava dasit pada lp 92 . Arah umum aliran N 085 E,
sehingga diinterpretasi sumber aliran dari N 275 E. Arah kamera relatif ke selatan
54
kuarsa , sedangkan mineral sekunder yang teramati diantaranyan adalah magnetit, pirit,
klorit, kalsit , terdapat urat-urat halus kuarsa, klorit, epidot dan kalsit.
Secara mikroskopis batuan diorit ini lebih dicirikan dengan penciri utamanya
adalah tekstur porfiritik . Besar kemungkinan telah terjadi gradasi tekstur dari yang kasar
ke tekstur yang lebih halus. Pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa mineralmineral penyusun batuan telah terubah oleh mineral-mineral klorit,dan min. lempung.
(Analisis pada lampiran)
3.2.5.2 Penyebaran Litologi
Satuan diorit
55
Foto 3.11. Kenampakan diorit yang mengintrusi basalt ditunjukan dengan kehadiran
struktur xenolith pada lp 1(kiri). Perbesaran kenampakan diorit di lapangan (kanan).
3.2.6. Endapan Aluvial
Satuan ini merupakan material lepas dari aktivitas sungai dan endapan hasil
rombakan dari batuan di sekitarnya berupa batuan andseit, basalt, diorit berukuran
kerikil hingga bongkah. Endapan alluvial menempati 1 % dari daerah telitian di tubuh
sungai dan dataran limpah banjir. Satuan ini diperkirakan berumur kuarter karena hingga
saat ini pengendapannya masih berlangsung dan memiliki hubungan stratigrafi yang
tidak selaras dengan satuan di bawahnya.
56
57
3.3
Struktur Kekar
Kekar di daerah penelitian berupa kekar gerus (shear joint) sebagai hasil dari
compression stress, dan kekar tarik (tension joint) sebagai hasil dari tensional stress.
Kenampakan kekar gerus di lapangan ditunjukkan oleh bidang lurus dan rata, terkadang
memperlihatkan
gejala
penggerusan
serta
memotong
batuan,
dan
umumnya
berpasangan. Sedangkan kekar tarik di lapangan terlihat dengan bidang kekar yang kasar
dan terbuka. (Foto 3.13)
Pengukuran kekar-kekar dilapangan bertujuan untuk mengetahui arah umum kekar
dan selanjutnya mengetahui tegasan utama dari kekar - kekar tersebut sehingga dapat
diinterpretasikan arah gaya utama yang mengontrol perkembangan struktur geologi di
daerah penelitian. Hasil analisis didapatkan arah tegasan relatif berarah timur laut -barat
daya hingga utara selatan. (Analisis pada lampiran)
Foto 3.13 Kenampakan kekar akibat compression stress, dan tensional stress pada lp 90
58
3.3.2
Struktur Sesar
Gejala struktur sesar yang dapat dijumpai di lapangan berupa bidang sesar, gores
garis, slickensides, dan struktur penyerta kekar. Jejak sesar di daerah penelitian juga
dapat terlihat berupa kelurusan sungai dan pembelokan sungai yang ekstrim. Sesar yang
dijumpai pada daerah telitian adalah sesar naik Bora 1, sesar naik Bora 2, sesar mendatar
kanan Toguraci, sesar naik Utara Toguraci, sear naik Selera, dan sesar mendatar kanan
Selera yang kemudian di analisis berdsarkan klasifikasi Rickard, 1972. (Gambar 3.5)
Gambar 3.5. Klasifikasi Rickard (1972) yang digunakan dalam penamaan sesar
daerah telitian
3.3.2.1 Sesar Naik Bora 1
Penamaan sesar Bora 1 diambil dari daerah ditemukannya indikasi sesar tersebut
yaitu Sungai Bora pada lp 85. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya sesar ini yaitu
dijumpai bidang sesar, gores-garis dan kekar gerus. Hasil analisis didapatkan bidang
sesar N 293 E/53, gores-garis 40 , N 090 E rake 42 diperoleh nama sesar ini yaitu
Reverse Left Slip Fault berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).
59
Pada cabang sungai dari Sungai bora pada lp 87 ditemukan adanya breksiasi.
Hasil dari analisis arah umum orientasi sumbu terpanjang didapatkan N 278 E. Indikasi
sesar ini kemudian diperkirakan menjadi kemenerusan dari sesar Bora 1.
Foto 3.14. Kenampakan bidang sesar dan gores garis pada lp 85 (kanan). Arah kamera
relatif ke utara.
Analisis sesar dan penamaan sesar Bora 1 (kiri).
60
Foto 3.15. Kenampakan zona sesar (a) dan breksiasi milonit yang teralterasi (b)
(kanan). Arah kamera relatif ke timur
Analisis dan penamaan sesar naik Bora 2 (kiri).
3.3.2.3. Sesar Naik Utara Tograci
Pada lp 26 di utara pit Toguraci dijumpai bidang sesar dan kuarsa yang hablur
(terbreksikan) serta milonit yang teralterasi dan kekar. Hasil pengukuran di lapangan
didapatkan bidang sesar N 284 E/42 dan zona breksiasi - milonit memiliki tebal 28 cm
(Foto 3.16). Data tersebut kemudian di analisis dan hasil analisa diperoleh nama sesar ini
yaitu Thrust Right Slip Fault berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).
Sesar ini berasosiasi dengan urat kuarsa yang searah dengan bidang sesar. Sesar
ini memotong pada litologi andesit, basalt, diorit dan dasit.
61
Foto 3.16. Kenampakan zona breksiasi milonit yang teralterasi (a). kenampakan urat
kuarsa yang pecah pecah akibat compression stress (b) (kanan). Arah kamera relatif
ke utara. Analisis dan penamaan sesar naik utara Bora (kiri).
berdasarkan klasifikasi
Rickard (1972).
Sesar ini berasosiasi dengan urat kuarsa yang searah dengan bidang sesar. Sesar
ini memotong pada litologi andesit, basalt, dasit dan diorit dienterpretasi menerus hngga
utara.
62
Foto 3.17. Kenampakan bidang sesar dan gores garis sesar mendatar Toguraci pada lp 3
yang berasosiasi dengan urat kuarsa (kanan). Arah kamera relatif ke barat.
Analisis sesar dan penamaan (kiri).
63
Foto 3.18. Kenampakan bidang sesar dan gores garis (kanan). Arah kamera relatif ke
utara. Analisis dan penamaan sesar mendatar Selera (kiri)
3.3.2.6. Sesar Naik Selera
Pada lp 50 di Sungai Selera dijumpai bidang sesar , breksiasi - milonit yang
teralterasi dan kekar . Hasil pengukuran di lapangan didapatkan bidang sesar N 278
E/50 dan zona breksiasi - milonit memiliki tebal 76 cm (Foto 3.19). Berdasarkan hasil
analisa diperoleh nama sesar ini yaitu Right Reverse Slip Fault berdasarkan klasifikasi
Rickard (1972).
Penamaan sesar diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar tersebut yaitu
Sungai Selera. Sesar ini memotong pada litologi andesit, breksi vulkanik, dan diorit.
64
Foto 3.19. Kenampakan zona sesar berupa breksiasi milonit yang teralterasikan pada
lp 50 (kanan). Arah kamera relatif ke barat.
Analisis dan penamaan sesar naik Selera (kiri)
3.3.3. Analisis dan Interpretasi Pola Struktur Geologi
Berdasarkan data- data yang ditemukan pada daerah telitian, struktur geologi
pada daerah telitian berupa kekar- kekar kompresi maupun tarikan dan 6 buah sesar .
Berdasarkan analisis kekar dari beberapa lokasi pengamatan didapatkan tegasan utama
yang bekerja relatif berarah timur laut -barat daya hingga utara - selatan .
Berdasarkan
berarah antara barat- timur hingga barat barat laut timur tenggara (WNW- ESE) dan
sesar mendatar kanan berarah utara selatan ( N S). Sesar ini memotong semua
batuan yang ada di daerah telitian, yang bermakna sesar sesar ini berumur relatif
lebih muda dari batuan- batuan yang ada atau sekitar Pliosen Akhir. Struktur geologi
ini juga mengakibatkan pembentukan pola pengaliran trellis dan subdendritik serta
adanya penyimpangan pola pengaliran pada daerah telitian.
Berdasarkan analisis data kekar dan analisis sesar di daerah telitian didapatkan
beberapa arah gaya pembentuk struktur geologi tersebut yang kemungkinan adalah
produk dari perkembangan orde yang berkerja.
65
BAB IV
ALTERASI DAN MINERALISASI
4.1
Alterasi Hidrotermal
66
Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu abu kehijaun
sampai hijau tua, terkadang hadir bersama urat. Mineral-mineral penyerta biasanya
berasosiasi dengan pirit, kalkopirit, magnetit dan kalsit.
Foto 4.1. Kenampakan propilitik di lp 82. Kesan warna hijau tua menjadi
ciri khas alterasi ini secara megaskopis.
Pengamatan lapangan di lp pada batuan basalt dijumpai zona ubahan ini
berwarna kehijauan - hijau tua, mengubah kuat, dan sebagian terdapat disseminated
spotted mineral pirit, dan magnetit. Warna hijau diidentifikasi karena ubahan dari klorit
(Foto 4.2).
67
68
Gambar 4.2. Hasil analisis clay minerals menggunakan ASD menunjukan intensitas
kehadiran Fe chlorite
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur antara 1200 C sampai lebih dari 2700 C
(Lawless dan White, 1997). Klorit sebagai mineral penciri bukan mineral yang baik
untuk indikator paleo temperatur, karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai
temperatur lebih tinggi dari 3000C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik
untuk menunjukkan pH pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White,
1997).
69
Foto 4.3. Kenampakan alterasi argilik pada lp 22 yang mengubah kuat batuan.Batuan
asal sulit dikenali
Pengamatan lapangan di lp 78 pada batuan diorit dijumpai zona ubahan ini
berwarna abu-abu, mengubah sedang, dan sebagian terdapat disseminated spotted
mineral pirit, dan magnetit. Warna abu-abu kemungkinan hadirnya illit yang
menggantikan feldspar. (Foto 4.4)
Foto 4.4. Kenampakan alterasi argilik yang sebagian besar mengubah mineral mineral
feldspar menjadi mineral lempung dan sebagian masa dasar.
70
71
Gambar 4.4. Analisa ASD yang menunjukan mineral lempung yang hadir
dengan intensitas tinggi merupakan kelompok illit
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur kisaran 160-2200C (Lawless dan
White, 1997). Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6) menurut Corbett
dan Leach (1996).
abu-abu
kebiruan, mengubah kuat, dan sebagian terdapat disseminated spotted mineral pirit,
hadir bersama urat urat kuarsa dan tekstur vuggy.
72
Foto 4.5. Kenampakan zona silisifikasi yang mengubah batuan di sekitar urat-urat
kuarsa pada lp 19
Hasil pegamatan mikroskopis pada lokasi pengamatan ini didapatkan mineral
sekunder yang hadir hampir 60% berupa silika , hadir juga serisit, klorit serta urat
kuarsa bertekstur vuggy yang terisi mineral opak .
A
Gambar 4.5. Analisis petrografi yang menunjukan silisifikasi kuat dengan hadirnya
silika 60 % dan tekstur vuggy yang terisi mineral opak.
Berdasarkan hasil analisis ASD dan pembacaan melalui TSG didapatkan mineral
ubahan yang hadir adalah opal, kaolin, dykit, montmorillonit, dan serisit. Hasil analisis
73
pada lokasi pengamatan lainnya, selain mineral diatas terdapat juga mineral mineral
lempug berupa illit muskovit, dan smektit dengan intensitas yang sedikit.
Mineral-mineral penciri dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi
dalam sistem hidrotermal di dapatkan temperatur kisaran pada pH rendah < 2. Pada
kondisi yang sangat asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu
<1000C. Kuarsa merupakan fase utama pada suhu yang tinggi. Pada kondisi pH fluida
yang lebih tinggi, silika amorf terbentuk pada suhu yang lebih dingin menurut Corbett
dan Leach (1996). Tekstur vuggy silika pada zona silisifikasi, disebabkan pelarutan oleh
fluida yang bersifat asam yang meninggalkan lubang-lubang silika, kemudian sisa
pelarutan ini terekristalisasi menjadi kuarsa/silica dengan kondisi pH rendah (< 2),
temperature tinggi (200o 250o C) dan tekanan rendah (< 100o) (Corbett dan Leach,
1996).
4.2
disseminated dan spotted pada batuan. Pada pengamatan secara megaskopis dapat
diamati hadirnya mineral sulfida seperti pirit, kalkopirit, magnetit dan mineral kuarsa
sebagai mineral gangue.
a. Pirit (FeS2)
Mineral bijih ini ditemukan di semua jenis batuan pada daerah telitian, dijumpai
berwarna kuning loyang dengan ukuran yang relatif halus , memperlihatkan kenampakan
spotted dan disseminated pada batuan, terkadang juga hadir dalam urat kuarsa. Secara
umum berbentuk euhedral subhedral, tetapi terkadang juga ditemukan berbentuk
anhedral. Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan warna kuning
emas hadir tersebar sebagai inklusi di dalam mineral non opak, sebagian mengelompok
di dalam mineral non opak.
74
b. Kalkopirit (CuFeS2)
Secara megaskopis keberadaan kalkopirit teramati hadir berasosiasi dengan pirit
membentuk tekstur pengisian, spotted dan disseminated. Sebagian besar mempunyai
bentuk kristal subhedral anhedral, ukuran relatif halus. Kalkopirit sering hadir bersama
alterasi argilik yang keberadaannya di sekitar zona silisifikasi.
c. Magnetit (Fe3O4)
Magnetit umumnya hadir pada batuan diorit baik sebagai mineral primer maupun
mineral sekunder hasil oksidasi, bewarna hitam, massif, dan memiliki sifat kemagnetan
jika didekatkan dengan pensil magnet.
Berdasarkan hasil analisis dari lima belas (13) sampel urat kuarsa dari daerah
penelitian yang dianalisis dengan AAS (Atomic Absorbtion Spectophotometry)
menunjukkan adanya berbagai macam unsur mineral bijih pada urat kuarsa, tetapi
penulis hanya memfokuskan mineralisasi bijih berdasarkan AAS terhadap 4 unsur yaitu,
Au, Ag, Pb,dan Zn akan dibahas pada Bab V.
4.3.
Sejarah Geologi
Berdasarkan data data di lapangan dan analisis struktur, interpretasi, serta
berdasarkan data dari peneliti terdahulu dapat ditarik suatu kesimpulan geologi yang
menggambarkan runtutan sejarah dalam kerangka ruang dan waktu.
Sejarah geologi pada daerah telitian dimulai dari Kala Miosen Akhir, dapat
diinterpretasikan bahwa daerah Toguraci dan sekitarnya terjadi dua periode tektonik,
peiode pertama ditandai dengan pembentukan gunung api Tersier dari sebelah barat
hingga utara daerah telitian dan periode kedua ditandai pembentukan struktur geologi
dimana sesar hadir memotong semua endapan pada daerah telitian. Pada awal Miosen
Akhir terjadi ekstrusif pada gunung api di utara daerah telitian mengendapkan lava
basalt Gosowong yang kemudian terendapakan lava andesit Gosowong dan produk
terakhirnya berupa breksi vulkanik Gosowong.
75
Pada Pliosen Awal terjadi intrusi intrusi setempat yang menghasilkan lava dasit
Kayasa di barat daerah telitian yang kemudian di intrusi diorit dan diinterpretasi tahap
akhir adanya intrusi selanjutnya. Proses alterasi dan mineralisasi diperkirakan pada saat
mulai berlangsungnya intrusi diorit dan intrusi terakhir yang menerobos melalui rekahan
atau kekar kekar yang merupakan kekar ekstensional maupun kekar compressional
yang terbentuk setelah pengendapan.
4.4
Potensi Geologi
Berdasarkan manfaat dan ancaman, potensi geologi daerah penelitian dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu potensi geologi positif dan potensi negatif. Potensi geologi
positif berupa bahan galian logam yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar
maupun bagi perusahaan yang memiliki wilayah konsesi pada daerah penelitian,
sedangkan potensi geologi negatif merupakan potensi yang merugikan berupa bencana
alam.
4.4.1
Foto 4.6. Penambangan open pit Toguraci PT. Nusa Halmahera Minerals
76
(Foto 4.8)
77
BAB V
HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI
5.1.
Urat Kuarsa
Urat kuarsa adalah ciri ciri umum dari banyak deposit dan merupakan petunjuk
adanya mineralisasi terutama emas. Pada daerah telitian, banyak dijumpai penerobosan
fluida hidrotermal pada batuan samping berupa urat kuarsa. Urat kuarsa ditemukan
menerebos di semua jenis batuan pada daerah telitian dan memliki tekstur yang
bervariasi serta mengikuti pola struktur daerah telitian. Beberapa alasan inilah yang
menjadi fokus pembahasan pada bab ini.
5.1.1. Hubungan Urat Kuarsa dengan Struktur Geologi
Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang mengisi rekahan, oleh
sebab itu urat kuarsa akan mengikuti pola rekahan. Urat kuarsa menerobos batuan
dengan mengikuti pola struktur geologi daerah telitian dengan
membentuk kekar
tarikan, kekar tekanan, urat kuarsa tarikan dan urat kuarsa tekanan berdasarkan model
sifat kekar dan urat kuarsa (Purwanto,H.S., 2002).
Urat kuarsa tarikan juga ditemukan berasosiasi dengan sesar yaitu pada lp 3 yang
78
memiliki dimensi tebal 1,3 m. Urat kuarsa ini mengikuti pola sesar mendatar kanan
Toguraci N 357 E/77. Dimensi yang cukup lebar ini menurut Corbett dan Leach
(1997) diperkirakan hadir sebagai flexure dimana sesar geser yang bersifat ekstensif
akan membentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan hidrotermal
pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif sejajar dengan arah sesar.
79
80
81
Foto 5.3. Kenampakan petrografi urat kuarsa yang bertekstur comb structure
yang terisi mineral opak pada lp 72
Berdasarkan hasil analisis dari 5 (lima) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.2).
82
Au
2,37
0,5
3,71
0,29
0,66
Ag
3
Pb
55
Zn
78
0,5
29,6
34
1,1
44
46
63
56
113
49
132
140
berbutir gula (saccharoidal) dan hadir sebagai breksi hidrotermal (Foto 5.3 ). Menurut
Morisson (1990), kehadiran kalsedon menandakan intermediet silica supersaturation
yang bertemperatur sekitar 1800 C.
Berdasarkan hasil analisis dari 5 (lima) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.3).
Foto 5.4. Banded milky quartz, sulfida, adularia (a). masif milky quartz, sedikit mineral
sulfida, adularia (b). breksi hidrotermal (c).
83
Au
Ag
Pb
Zn
2,37
2,4
24
133
0,82
4,04
0,8
0,6
0,76
22,1
0,8
0,3
36
52
19
28
126
135
110
89
Foto 5.5. Kenampakan tekstur bladed yang diambil dari lp 3 Pit Toguraci
84
Berdasarkan hasil analisis dari 2 (dua) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Hasil analisis AAS urat kelompok bladed
Deskripsi
Au
Ag
Pb
Zn
bladed
0,04
0,05
29
67
bladed
0,05
0,6
35
77
85
Berdasarkan hasil analisis dari 1 (satu) conto urat pada daerah telitian yang
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan kadar
berbeda dari tiap unsur (Tabel 5.4).
Au
Ag
Tidak
Tidak
terdeteksi terdeteksi
Pb
0,66
Zn
23
5.2.
mengalir melalui permeabilitas sekunder. Sebagian fluida akan mengisi ruang /rekahan
(open space filling) yang tersedia sehingga menghasilkan endapan mineral. Sebagian
fluida akan bereaksi dengan batuan vulkanik, breksi dan batupasir (ketiga batuan dapat
sebagai wall rock) yang akan mengubah mineral primer menjadi mineral sekunder.
Berdasarkan analisis di atas, maka penulis mencoba membuat suatu
karakteristik mineralisasi daerah Toguraci dan sekitarnya (Tabel 5.5).
86
Karakteristik Endapan
basalt, andesit, breksi vulkanik, dasit
dan intrusi diorit
Kontrol struktur
Pola mineralisasi
Temperatur pembentukan
120 C 300 C
Tekstur urat
Tipe alterasi
Logam dasar
Mineral bijih
87
BAB VI
KESIMPULAN
Daerah telitian dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan, yaitu:
Perbukitan aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh sungai (F1), Dataran limpah
banjir (F2), dan Lembah bekas tambang (H1).
Batuan yang terdapat pada daerah telitian dapat dikelompokan menjadi 6 satuan
vulkanostratigrafi tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda sebagai berikut: Lava
basalt Gosowong (Miosen Akhir), Lava andesit Gosowong (Miosen Akhir), Breksi
vulkanik Gosowong (Miosen Akhir), Lava dasit Kayasa (Pliosen Awal), Intrusi Diorit
(Pliosen Awal), Endapan Aluvial (Holosen).
Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian terdiri dari kekar yang
memiliki arah tegasan relatif berarah timur laut -barat daya (NE-SW) hingga utara
selatan dan 6 buah sesar yang terdiri dari 4 sesar naik berpola barat- timur hingga barat
barat laut- timur tenggara (WNW- ESE) serta 2 sesar mendatar kanan berarah relatif
utara selatan dengan dip hampir tegak.
Secara umum mineral-mineral
dibagi ke dalam 3 zona yaitu zona propilitik bertemperatur antara 1200 C- 3000 C , zona
argilik 1600 C - 2200C, dan zona silisifikasi <1000 C- 2500C yang erat kaitannya dengan
kehadiran urat kuarsa pembawa mineralisasi.
Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan
disseminated dan spotted pada batuan berupa pirit, kalkopirit, magnetit dan mineral
kuarsa sebagai mineral gangue.
Tekstur urat yang teramati di daerah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok
tekstur yaitu, kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin.
Tekstur urat yang erat hubungannya dengan kehadiran unsur Au, Ag, Pb dan Zn
melimpah pada kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin yang dikontrol struktur
berarah utara- selatan dan arah tegasan relatif timur laut barat daya.
88
DAFTAR PUSTAKA
Basuki Dwi Priyono, M.D., 2003. The Bora Toguraci prospect Gosowong district
Halmahera, Indonesia. Report on Exploration Undertaken. Unpublished
report to PT. Nusa Halmahera Minerals.
Bateman, A.M., Jensen, M.L., 1981, Economic Mineral Deposit, 3rd, John Wiley &
Sons,New York
Bronto, S., 2006, Fasies gunung api dan aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1
No. 2 Juni 2006: 59-71
Corbett, G.J., 2004, Epithermal and porphyry gold Geological models dalam Pacrim
Congress 2004, Adelaide, The Australasian Institute of Mining and
Metallurgy, p. 15-23.
Corbett, G.J and Leach, T.M, 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat Eksplorasi
di Baguio, Philippines
Hall, R., 1999. Neogene History of Collision in The Halmahera Region, Indonesia.
Proceedings, Indonesian Petroleum Association, 27th Annual Convention &
Exhibition.
Hedenquist J., 1997, Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristics and
Exploration. Kursus Singkat, The University of Western Australia.
Izzul Azmi, 2006, Lithological and structural controls on the epithermal low
sulphidation mineralization styles at toguraci, Laporan untuk PT. NHM,
Gosowong, Halmahera
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, Bandung.
Lawless, J V, and White, P J, 1997, Epigenetic Magmatic-Related Mineral Deposits:
Exploration Based on Mineralization Models. Kingston-Morrison Ltd.
Marjoribank R, 2000, Geological Observation on The Gosowong Gold Deposit and
Surrounding Regional, Halmahera Island dalam Report for PT. Nusa
Halmahera Minerals
Morrison. G, Guoyi.D, dan Jaireth. S., 1990, Textural Zoning In Epiterhermal Quartz
Veins dalam General enquiries and purchase requirements should be
addressed to : Klondike Exploration Services, Australia.
89
Olberg, D.J., 2001, Ore Shoot Targeting in The Gosowong Vein Zone, Halmahera,
Indonesia. Submitted in fulfillment of the requirements for the degree of
MEeonGeol. University of Tasmania.
Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., and Coote, J.A.R., 1999, Geology of
Gosowong Epithermal Gold Deposit, Halmahera, Indonesia, dalam
Proceedings PACRIM 1999, Hal. 179-185 (The Australian Institute of
Mining and Metallurgy: Melbourne).
Purwanto, H.S., 2002, Pemineralan Emas dan Kawalan Struktur Pada Kawasan Penjom,
Pahang Dan Lubok Mandi Terengganu, Semenanjung Malaysia. Disertasi
Doktor, Universitas Kebangsaan Malaysia Hal 39-83, tidak dipublikasikan.
Richards, T.H., dan Priyono, M.D.B.D., 2004, Discovery of Toguraci Epithermal Au-Ag
Deposits, Gosowong Goldfield, Halmahera Island, East Indonesia, dalam
Proceedings PACRIM 2004, Hal. 359-366 (The Australian Institute of
Mining and Metallurgy: Melbourne).
Sukamto, R,. 1989, Halmahera, A Typical Cainozoic Volcanic Island Arc IN Eastern
Indonesia. Geologi Indonesia, Journal of the Indonesian Association of
Geologists, J.A. Kaliti Commemorative Volume (60 Years),v 12, n 1.
Van Zuidam, R.A, 1983, Guide to Geomorphology Aerial Photographic Interpretation
and Mapping. ITC.Enshede The Netherland, 325 hal.
Verstappen, 1985, Geomorphological Surveys for Eviromental Development, Elsevier
Science Publishing Company Lnc, Amsterdam.
White and Hedenquist,. 1995. Epithermal Gold Deposits : Styles, Characteristics, and
Exploration. SEG Newsletter Publication, No.23, pp. 1,9-13. p. 1-8.
Williams H,. Turner F.J and Gilbert C.M., 1982, Petrography. An Introduction to Study
of Rock in Thin Section. University of California, Barkeley, W.H, Freeman
and Company, San Fransisco, 406, PP
90
LAMPIRAN
91
Kode contoh
Lokasi
Batuan
Satuan batuan
: Guruh 1
: Lokasi Pengamatan 10
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi. Nampak dijumpai urat-urat kuarsa yang
terisi oleh mineral bijih.
A
X - Nikol
0
0,5 mm
ll Nikol
0
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (65%)
Plagioklas (35%): (3E) tidak warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%),
bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%), An 43 (jenis andesin),
tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%) : (6D) hijau muda pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral anhedral. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi
chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Kuarsa (3%) : (6I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%) : (2H) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna pink berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan menjadi
mineral lempung.
Silika (18%): (4F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Bijih (5%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 2
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 126
Batuan
: Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku asam vulkanik (terlaterasi), berwarna putih kekuningan, porfiritik, ukuran pada fenokris
0,02 - 2 mm bentuk subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam
dalam masa dasar berupa mikrolit-mikrolit plagioklas, kuarsa, dan gelas.
A
X - Nikol
0
0,5 mm
ll Nikol
0
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (80%)
Plagioklas (35%): (5F) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit An 14 (jenis oliglokas).
Kuarsa (25%): (3E) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,020,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.
Hornblende (10%) : (6I) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai
terubah menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.
Piroksen (5%): (1E) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.
Mineral gelas (15%) : (7F) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,5 mm. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit.
Hadir merata dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):
Silika (10%): (2B) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (8%): (2D) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Dasit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 3
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 17
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1
A B
X - Nikol
0,5 mm
A
B
ll Nikol
0
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (45%): (7B) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 46 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 46 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%): (7C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral..) Sbagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (3%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%): (4D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.
Silika (17%): (5H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (15%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (3%): (4B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 4
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 119
Batuan
: Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku vulkanik, berwarna putih kehijauan, porfiritik, ukuran mineral 0,02 - 2 mm bentuk
subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam dalam masa dasar
berupa mikrolit-mikrolit feldspar, kuarsa, dan gelas. Banyak dijumpai mikro veinlet.
A
A B
X - Nikol
0,5 mm
B
C
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (80%)
Plagioklas (35%): (7C) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit (An 12).
Kuarsa (25%): (3F) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,050,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.
Hornblende (3%): (3C) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai terubah
menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.
Piroksen (2%): (7D) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.
Mineral gelas (15%) : (4H) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak
ada, bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir merata
dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):
Silika (15%): (4E) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (3%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Kode contoh
: Guruh 5
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 60
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1
G H
X - Nikol
0,5 mm
E F G
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (5F) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (4D) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan
menjadi chlorit. Hadir tidak merata dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3G) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (5D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (13%): (2H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (10%): (4E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 6
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 81
Batuan
: Bantuan Beku Diorit(Altered)
Satuan batuan
: Intrusi diorite
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet plutonik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, holokristalin, fanerik sedang kasar
inequigranular, subhedral, sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A
G H
X - Nikol
0,5 mm
E F G
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (65%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar
berukuran 0,05-0,1mm, An 57 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (5B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
subhedral anhedral.sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak
dalam batuan.
Kuarsa (6%): (1E) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
(45%)
(20%)
bagian
bentuk
merata
Silika (18%): (6D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (5%): (2B) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Diorit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 7
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 8
Batuan
: Bantuan Beku Basalt(Altered)
Satuan batuan
: Satuan BasaltDeskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku basa vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur intergranular, bentuk subhedralanhedral, komposisi batuan terdiri dari mineral plagioklase, piroksen, gelas vulkanik dan mineral opak.
A
B
C
D
X - Nikol
0,5 mm
B
C
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (32%): (3I) putih-abu-abu, indek bias n>nkb, relief sedang, kembaran Albit, bentuk subhedralanhedral, jenis plagioklas An 56 (jenis labradonite), berukuran 0,05-0,35 mm, sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi lempung, tersebar merata dalam sayatan.
Piroksen (28%): (7D) kekuningan-hijau pucat, indek bias n>nkb, relief tinggi, pleokroisme lemah, bentuk
subhedral- anhedral, hadir berupa clinopiroksen, merata dalam sayatan. Hadir sebagai klinopiroksen
(Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit.
Mineral gelas (15%): (6C) tidak bewarna-coklat muda (warna lapukan), pengamatan dengan cross nikol
bewarna gelap, dengan keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah mengalami ubahan
menjadi lempung.
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Klorit (10%): (7G) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Silika (3%): (7F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, hadir mengisi fracture berupa urat kuarsa.
Bijih (2%): (3D) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Basalt (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 8
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 57
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1
G H
X - Nikol
0,5 mm
E F G
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (70%)
Plagioklas (45%): (7E) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (25%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (2B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (7B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (17%): (3D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (5%): (1H) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (3%): (7F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 9
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 74
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B
C
D
E
F G H I
A
B
C
D E F G H
I
1
G H
X - Nikol
0,5 mm
E F G
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 47(jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (7G) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral, Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (6E) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.
Silika (13%): (5C) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (10%): (3F) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (7B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
Kode contoh
: Guruh 10
Lokasi
: Lokasi Pengamatan 74
Batuan
: Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan
: Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
Nampak dalam sayatan dijumpai adanya urat-urat kuarsa dan urat klorit.
A
G H
X - Nikol
0,5 mm
E F G
ll Nikol
0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (2C) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 48 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 48 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (5C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (5I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (6B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (13%): (7H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (10%): (7C) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (3F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)
10
dip
72
72
64
67
58
43
55
79
78
58
54
76
66
11
dip
78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70
12
dip
78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70
69
72
13
78
80
65
62
82
79
84
75
82
80
62
86
76
70
69
72
65
60
56
14
Sesar Bora 1
shear
285
283
277
280
282
276
278
274
280
288
285
67
65
55
72
66
73
66
60
62
68
64
gash
180
178
182
176
179
180
182
175
183
189
55
44
45
47
42
43
52
45
42
50
15
Sesar Bora 2
shear
78
80
82
75
72
80
76
77
74
79
gash
55
50
54
60
57
60
43
48
56
57
312
315
320
310
317
313
316
55
50
51
58
59
51
57
Breksiasi
296
298
300
287
298
290
296
297
16
72
65
73
68
77
64
70
71
62
gash
26
33
28
30
24
25
22
64
67
70
68
60
63
64
17
270
273
275
270
268
266
270
269
272
gash
46
33
48
50
44
45
42
54
47
50
48
50
53
44
18
45
43
40
39
38
42
41
44
46
gash
302
304
309
297
298
300
302
34
47
50
48
50
53
44
19
Deskripsi
Au
Ag
Pb
Zn
2,37
55
78
0,5
0,5
44
113
Crustiform, sulfida,adularia
3,71
29,6
46
49
0,29
34
63
132
0,66
1,1
56
140
bladed
0,04
0,05
29
67
bladed
0,05
0,6
35
77
2,37
2,4
24
133
0,82
0,76
36
126
4,04
22,1
52
135
0,8
0,8
19
110
0,6
0,3
28
89
0,66
23
Karbonat kristalin
ttd
ttd
20
21
22
23
24
25
26