Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang

paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika


Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, 1 dengan
prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak.1 Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun. 3Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1. Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan

sekunder

mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),


purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan
dibicarakan SN idiopatik 2.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan

terjadinya

peritonitis

atau

hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in


Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22%
dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara 4.
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran
patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif
difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membrano proliferatif (GNMP) 4-6%, dan
nefropati membranosa (GNM) 1,5%.4,5
Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%)
mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif
(resisten steroid).8Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun
menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS
25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya

disertai penurunan fungsi ginjal. Pada berbagai Unit Kerja Koordinasi Nefrologi 2
penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih
sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran
patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan
pada respons klinik yaitu: 6
Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
1.2

Tujuan
Tujuan penulisan tutorial klinik ini adalah agar dokter muda mampu

melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan


penatalaksanaan pada anak dengan Sindroma Nefrotik. Tutorial klinik ini
diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi penulis maupun dokter
muda lainnya.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama

: An. M

Usia

: 2 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Jl. Miki

Anak ke

: 1 dari 2 bersaudara

MRS

: Senin, 19 Juli 2015

2.2. Identitas Orang Tua


Nama Ibu

: Ny. F

Usia

: 21 tahun

Alamat

: Jl.

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Nama Ayah

: Tn. I

Usia

: 24 tahun

Alamat

: Jl.

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

2.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 12.00 WITA, di
bangsal Melati RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Aloanamnesa oleh ibu kandung
pasien
Keluhan Utama
Perut Besar
Riwayat Penyakit Sekarang
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan kaki sejak 2 minggu yang lalu,
terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan
sore hari yang kemudian menjalar ke daerah perut sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah

seluruh badan, muka, tangan, kemaluan, dan kedua tungkai. Selama bengkak, ibu
penderita mengeluh BAK berwarna kuning keruh dan nyeri saat kencing. Ibu
penderita mengaku frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. Keluhan Riwayat sering
terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak ini tidak
disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur. Anak tidak pernah
muntah-muntah, demam, dan kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak
pucat, lemah, lesu atau kehilangan nafsu makan. Keluhan ini tidak disertai dengan
sesak napas, sakit perut hebat, atau kemerahan pada kulit yang terasa nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat trauma (+).
Pasien jatuh dari ketinggian + 3 m 20 hari yang lalu. Setelah jatuh pasien tidak
mengeluhkan apa-apa dan sadar penuh.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat kebiasaan
Suka makan mie instan dan telur.

Riwayat Saudara-Saudaranya
Persalinan
Anak

Aterm / Prematur /

Spontan /

Usia Tanggal

Sehat /

ke -

Abortus / Lahir / Mati

SC / Vac. /

Lahir

Tidak

aterm
aterm

Lain-lain
Spontan
Spontan

2 tahun
4 bulan

Tidak
Sehat

1
2

Riwayat Prenatal
a.

Pemeliharaan Prenatal

: tidak rutin

b.

Pemeriksa

: bidan di praktek bidan

c.

Usia ibu saat hamil

: 19 tahun

d.

Penyakit kehamilan

: tidak ada

e.

Obat-obatan yang sering diminum : -

Riwayat Kelahiran
a.

Tempat

: praktek bidan

b.

Penolong

: bidan

c.

Usia kehamilan

: 9 bulan

d.

Jenis partus

: spontan per vaginam

e.

Penyulit

: Tidak ada

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


BB lahir
PB lahir
BB sekarang
Gigi keluar
Tersenyum
Miring
Tengkurap
Duduk

3.500 gram
50 cm
12,5 kg
5 bulan
2 bulan
2 bulan
2 bulan
6 bulan

Merangkak
Berdiri
Berjalan
Berbicara dua suku kata
Masuk TK
Masuk SD
Sekarang kelas

10 bulan
10 bulan
14 bulan
Belum
Belum
Belum

Makan Minum Anak


a.

ASI pertama kali diberikan

: sejak usia 0 tahun hingga 6 bulan

b.

Susu sapi buatan

: sejak 6 bulan - sekarang

c.

Bubur susu

: sejak usia 6 bulan

d.

Tim saring

: tidak pernah

e.

Makanan padat dan lauknya

: sejak usia 12 bulan

Riwayat Imunisasi
Imunisasi

Tanggal Imunisasi
II
III

IV

BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B

lupa
lupa
Usia 9 bulan
lupa
lupa

/////////
lupa
/////////
lupa
lupa

/////////
lupa
/////////
lupa
-

/////////
/////////
/////////
/////////

Status Gizi
Antropometri
a.
b.
c.
d.
e.

Berat Badan
: 12,5 kg
Panjang Badan : 87 cm
Lingkar Kepala : 50 cm
Lingkar Lengan Atas
: 12 cm
Status Gizi
: Gizi baik

2.4. Pemeriksaan Fisik


Antropometri
Berat Badan
12,5 kg
Panjang Badan
87 cm
Status Gizi : Persentil 50 (gizi baik)
Tanda Vital
Nadi
148x/menit (regular, kuat angkat)
Pernapasan
62 x/menit (regular)
Suhu
36.0o C (aksiler)
Tekanan Darah
110/60 mmHg
Pemeriksaan Fisik Umum
Rambut
Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Bentuk normal, anemis (-/-), ikterik (-/-), simetris D=S,
Telinga
Hidung
Mulut
Leher

edema palpebral (-), mata cowong (-/-)


Bentuk normal, sekret (-)
Bentuk normal, sekret (-), napas cuping hidung (-)
Bibir bentuk normal, mukosa bibir basah, sianosis (-),
labioskizis (-), palatoskizis (-), lidah bersih
Pembesaran KGB (-/-)
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
D=S, retraksi supraklavikula (-), retraksi intercosta (-),

Thoraks

Abdomen
Ekstremitas

retraksi suprasternal (-), retraksi subcostal (-)


Palpasi : pergerakan dinding dada simetris D=S
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) ,
S1S2 tunggal reguler, galop (-), murmur (-)
Inspeksi : bentuk cembung
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Pekak (+), Shifting dullness (+), Fluid wave (+)
Palpasi : soefl (-), distensi (+)
Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium Darah

19/7/2015

22/7/2015

Tanggal
24/7/2015

15.700

14.400

17.500

21.700

36.600

Hb

13.4

13,9

12,3

12,9

13,2

Hct

39,2%

39,8%

36,2%

38,7%

38,8%

434.000

697.000

526.000

632.000

746.000

Analysis Item
Leukosit

Trombosit

27/7/2015 30/07/2015

Pemeriksaan Kimia Darah


Analysis Item

19/7/2015

Tanggal
22/7/2015 24/7/2015 28/7/2015 30/7/2015

Na

130

4.6

Cl

112

GDS

120

Ureum

38,6

57

30,5

Kreatin

0,7

0,6

0,6

Albumin

1,2

2,2

3,2

Kolesterol

733

Pemeriksaan Urin Lengkap


Jenis

19 Juli

20 Juli

21 Juli

23 Juli

2 Agus

3 Agus

4 Agus

Pemeriksaan
Berat jenis
Hemoglobin/

2015
1.020
+2

2015
1.020
+1

2015
1.015
-

2015
1.005
-

2015
1.020
-

2015
1.032
-

2015
1.021
-

Kuning
Keruh

Kuning
Keruh

Kuning
Agak

Kuning
Agak

Kuning
Jernih

Kuning
Jernih

Kuning
Jernih

6.0
+3
+2
1-2
4-10
-

keruh
6.0
+3
+
2-3
0-1
-

keruh
6.5
+3
+
0-1
0-2
+
13 gr%

5.0
+
2-3
0-1
-

5.0
+
0-1
0-1
-

5.0
+
0-1
0-1
-

darah
Warna
Kejernihan
pH
Protein
Sel epitel
Leukosit
Eritrosit
Kristal
Bakteri
Esbach

6.0
+3
+
1-2
2-4
+

Kultur Urin ( 1 Agustus 2015)


-

Klebsiella pnemoniae
Pewarnaan gram : Batang gram negatif, Jumlah kuman 600.000/ml/24jam

Pemeriksaan Foto Thorax (23 Juli 2015)


Keterangan:

Foto Thorax AP dan Lateral


-

Tampak ground glass opacity pada kedua paru dan perselubungan

homogen sepanjang dinding lateral hemithorax kanan dan kiri


Cor : normal
Kedua sinus tumpul, hemidiafragma kiri tampak samar
Tulang-tulang intak

Kesan : Gambaran efusi pleura bilateral


Pemeriksaan USG Abdomen (3 Agustus 2015)
Kesimpulan : Asites (+)
2.6. Diagnosis Kerja
Sindroma Nefrotik + ISK + HT
2.7. Tatalaksana
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Lasix 2 x 15 mg po
Spironolakton 1 x 15 mg po
Captopril 3 x 4 mg po
Valsartan 1 x 15 mg po
Prednison 2-2-2 po
Co-Amoxcilav syr 3 x 1 cth
Ambroxol 3 x cth
Tremenza syr 3 x cth

2.8. Prognosis
Dubia ad Bonam

10

2.9. Follow Up Pasien di Ruangan Melati

11

Tanggal

03
Agustus
2015

Bengkak
Perut besar (+)
Batuk (+)
BAB (+)

O
BB: 12 kg
TD : 110/80 mmHg
N : 110 x/min
RR : 28x
T : 36.0 oC

Sindroma
Nefrotik + HT

1. Lasix 2 x 15 mg po
2. Spironolakton 1 x
15 mg po
3. Captopril 3 x 4 mg
po
4. Valsartan 1 x 15
mg po
5. Prednison 2-2-2 po
6. Cefixime 2 x 1 cth
7. Ambroxol 3 x
cth
8. Tremenza syr 3 x
cth

Anemis (-/-),
ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Vesikuler (+/+), rho
(-/-), whe (-/-)
retraksi (-), S1S2
tunggal regular

- Cek UL/hari
- USG Abdomen
besok
- Kultur Urin

Cembung, Soefl
(+), Distended (+),
BU+ (N), Asites
(+), organomegali
(-)
Akral hangat (+)
Edem (-/-)
CRT < 2 detik
04
Agustus
2015

Bengkak
Perut besar (+)
Batuk (+)
Pilek (+)
BAB keras

BB: 12,5 kg
TD : 110/60
N : 108 x/min
RR : 32 x/min
T : 36.2oC
Anemis (-/-),
ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Vesikuler (+/+), rho
(-/-), whe (-/-)
retraksi (-), S1S2
tunggal regular
Cembung, Soefl
(+), Distended (+),
BU+ (N),
organomegali (-)

Sindroma
Nefrotik + HT
Stg. II + ISK

1. Lasix 2 x 15 mg po
2. Spironolakton 1 x
15 mg po
3. Captopril 3 x 4 mg
po
4. Valsartan 1 x 15
mg po
5. Prednison 2-2-2 po
6. Cefixime 2 x 1 cth
(stop)
7. Ambroxol 3 x
cth
8. Diet tinggi serat
9. Co-Amoxsiclav syr
3 x 1 cth
- Cek UL/hari
- USG Abdomen
hari ini

12

Akral hangat (+)


Edem (-/-)
CRT < 2 detik
05
Agustus
2015

Bengkak
Asites (+)
Batuk (+)
Pilek (+)
BAB (+)

BB: 12,5 kg
TD : 100/60 mmHg
N : 103 x/min
RR : 30 x/min
T : 36.1oC

Sindroma
Nefrotik + HT
+ ISK

Anemis (-/-),
ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Vesikuler (+/+), rho
(-/-), whe (-/-)
retraksi (-), S1S2
tunggal regular

1. Lasix 2 x 15 mg po
2. Spironolakton 1 x
15 mg po
3. Captopril 3 x 4 mg
po
4. Valsartan 1 x 15
mg po
5. Prednison 2-2-2 po
6. Ambroxol 3 x
cth
7. Co-Amoxsiclav syr
3 x 1 cth
- Acc KRS

Cembung, Soefl
(+), Distended (+),
BU+ (N),
organomegali (-)
Akral hangat (+)
Edem (-/-)
CRT < 2 detik

Balance Cairan
Tanggal
3 Agustus
2015
BB = 12 kg
Total

Input
Makan : Minum : Obat syr : -

Output
IWL : 275 cc
Urin : 110 cc
385 cc

Keterangan

Defisit 385 cc
13

4 Agustus
2015
BB = 12,5 kg
Total
5 Agustus
2015
BB = 12,5 kg
Total

Makan : 675 cc
Minum : 540 cc
Obat syr : 17,5 cc

IWL : 281, 25 cc
Urin : 800 cc

1232,5 cc
Makan : 450 cc
Minum : 375
Obat syr : 7,5 cc

1.081,25 cc
IWL : 281,25 cc
Urin : 850 cc

832,5

1.131,25

Excess : 151,25 cc

Defisit : 298,75

Pesentil Hipertensi
PB = 87 cm, Usia 2 tahun, Laki-Laki = Percentile of Height 10
P
50
90
95
99

Sistol
85
99
102
110

Diastol
40
55
59
67

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sindrom Nefrotik
3.1.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari :
(IDAI, 2012)
Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)


Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
Edema
Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg

3.1.2 Etiologi
Berbagai Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1.

Sindrom Nefrotik Primer

14

Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan


sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer
adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini
menggambarkan

klasifikasi

histopatologik

sindrom

nefrotik

pada

anak

berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International


Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).1,5
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1.
Kelainan minimal (KM)
2.

Glomerulopati membranosa (GM)

3.

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

4.

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa


sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak
berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2%
tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal
dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5
2.

Sindrom Nefrotik Sekunder

15

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit


sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1.
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
2.

sindrom Alport, miksedema.


Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,

3.

streptokokus, AIDS.
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa

4.

5.

6.

ular.
Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5

3.1.3 Patogenesis
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah
proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomerolus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler.6
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh
hipoalbumin akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskuler
ke ruangan interstitial. Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan
perfusi renal sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang
selanjutnya menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan
volum intravaskuler juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH)
yang akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus kolektivus.7
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2
faktor. Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk

16

lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan kadar


lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).6

Gambar 1. Bagan patofisiologi pada sindrom nefrotik. 7

3.1.4 Manifestasi Klinis


Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema
timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan
bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit
menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih
hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal
tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.2,5

17

Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum,
labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum
dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat

edema kulit, anak tampak lebih pucat.4,5


Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan
edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang

kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4


Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik

resisten-steroid.2,4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.

Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi

terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th
persentil umur.2

Tanda sindrom nefrotik yaitu :


Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
18

hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari

pasien-pasien dengan tipe yang lain.5


Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar

lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom

nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan

SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan
hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara
tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran
asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. 1,5

3.1.5 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan :
a. Anamnesis
- Lebih sering mengnai laki-laki dibanding perempuan (2:1) dan
-

umumnya berusia antara 2-6 tahun


Keluhan utama berupa bengkak yang tampak di sekitar mata dan
ekstremitas bawah dengan jenis pitting edema. Seiring berjalannya

waktu edema menjadi umum dan terjadi peningkatan berat badan


b. Pemeriksaan fisis
- Tanda vital dalam batas normal. Jarang timbul hipertensi
- Inspeksi : Terdapat edema pada periorbita maupun ekstremita
- Palpasi : pitting edema,
- Perkusi : dapat timbul asites pada abdomen (shifting dullness), efusi
pleura
c. Pemeriksaan penunjang

19

1. Pemeriksaan darah

2.

Kadar kolesterol dan trigliserida serum meningkat

Kadar albumin serum < 2g/dL

Pemeriksaan urin
-

Proteinuria +3 atau +4, atau > 2g/24 jam

Hematuria mikroskopis (hematuria makroskopis jarang terjadi)

Fungsi ginjal dapat normal atau menurun

3.1.6 Penatalaksanaan
TATA LAKSANA UMUM :
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi
orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik
disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh
sekolah.
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

20

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah


protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan Loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1.

21

Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari
atau total > 20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais.11 Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.12
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

22

Terapi Inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60
mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi,
untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan
ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan


sindrom nefrotik5
Remisi

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4


mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Kambuh

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama


3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah
23

mengalami remisi.
Kambuh tidak sering

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam
periode 12 bulan.

Kambuh sering

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons


awal atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi

Resisten-steroid

prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

3.1.7 Komplikasi

Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah


akibat hipoalbuminemia

Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.

Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga


terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X.
Trombus lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid.

Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan


ginjal.1,3,4,5

3.1.8 Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.

2.
3.
4.
5.

Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6


tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai
prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi

respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50%

24

di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi
dengan pengobatan steroid.5
3.2 Infeksi Saluran Kencing
3.2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan dimana terjadi pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih yang biasanya steril, meliputi
infeksi di parenkim ginjal sampai kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang
bermakna.10
ISK sering terjadi, terutama pada bayi muda perempuan. Berhubung kultur
bakteri biasanya tidak tersedia, diagnosis berdasarkan pada tanda klinis dan
mikroskopis urin.
3.2.2

Diagnosis
sangat bervariasi dan sering tidak khas
demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia
disuria, poliuria, nyeri perut/ pinggang, mengompol, polakisuria,
urin yang berbau menyengat
nyeri ketok sudut kosto-vertebral, nyeri supra simfisis
kelainan pada genitalia eksterna (fimosis, sinekia vulva, hipospadia,
epispadia)
kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida

3.2.3

Pemeriksaan penunjang
Urinalisis: proteinuria, leukosituria, (leukosit > 5/LPB), hematuria

(eritrosit >5/LPB).
Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada biakan
urin. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor risiko.

3.2.4 Tatalaksana
Medikamentosa
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara
empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Berikan pengobatan
rawat jalan, kecuali:

25

Jika terjadi demam tinggi dan gangguan sistemik (seperti memuntahkan

semuanya atau tidak bisa minum atau menyusu), atau


- Terdapat tanda pielonefritis (nyeri pinggang atau bengkak), atau
- Pada bayi muda.
Berikan kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB setiap 12 jam) selama 5 hari.
Sebagai alternatif dapat diberikan ampisilin, amoksisilin dan sefaleksin.
Jika respons klinis kurang baik atau kondisi anak memburuk, berikan
gentamisin (7.5 mg/kg IV sekali sehari) ditambah ampisilin (50 mg/kg IV
setiap 6 jam) atau sefalosporin generasi ke-3 parenteral. Pertimbangkan
komplikasi seperti pielonefritis atau sepsis.
Perawatan penunjang
Selain pemberian antibiotik, pasien ISK perlu mendapat asupan cairan yang
cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.
Bila pasien tidak membaik atau ISK berulang, rujuk.

BAB IV
PEMBAHASAN
1.1

Anamnesis
Fakta

Teori

Pasien berjenis kelamin laki-laki, -

Lebih sering mengnai laki-laki dibanding

berusia 2 tahun.

perempuan (2:1) dan umumnya berusia antara

Datang ke IGD dengan keluhan


bengkak seluruh tubuh. Awalnya
bengkak pada mata dan kaki, lama
kelamaan

bengkak

menyebab

2-6 tahun
Keluhan utama berupa bengkak yang tampak
di sekitar mata dan ekstremitas bawah dengan
jenis pitting edema. Seiring berjalannya

26

keseluruh tubuh.

waktu edema menjadi umum dan terjadi


peningkatan berat badan

1.2

Pemeriksaan Fisik
Fakta

Pasien

ini mengalami

Teori
hipertensi -

stage II, TTV lain dalam batas


normal.
Kepala leher:
Anemis (-/-), ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)

Tanda vital dalam batas normal. Jarang

timbul hipertensi
Inspeksi : Terdapat edema pada periorbita

maupun ekstremita
Palpasi : pitting edema,
Perkusi : dapat timbul asites pada abdomen
(shifting dullness), efusi pleura

Thorax:
Vesikuler (+/+), rho (-/-), whe (-/-)
retraksi (-), S1S2 tunggal regular
Abdomen:
Cembung, Soefl (+), Distended (+),
BU+ (N), organomegali (-), Shifting
dullness
Ekstremitas:
Akral hangat (+)
Edem (-/-)
CRT < 2 detik
1.3

Pemeriksaan Penunjang
Fakta

Pemeriksaan Darah:
Tgl 22/07/2015
Kolesterol : 733 mg/dl
Albumin : 1,2 g/dl
Pemeriksaan Urin:
Didapatkan proteinuria +3 pada
awal masuk
Hematuria mikroskopis

Teori
1. Pemeriksaan darah
-

meningkat
-

Kadar albumin serum < 2g/dL

2. Pemeriksaan urin
-

Proteinuria +3 atau +4, atau > 2g/24 jam

Hematuria mikroskopis (hematuria


makroskopis jarang terjadi)

Hemoglobin/darah pada awal masuk


+2
Fungsi ginjal normal.

Kadar kolesterol dan trigliserida serum

Fungsi ginjal dapat normal atau menurun

27

Uji tuberkulin 0 mm (negatif)

Uji tuberkulin (Mantoux)


Diameter indurasi :

Foto Thorax AP dan Lateral


- Tampak ground glass opacity
pada kedua paru dan

a. 0-4 mm negatif
1. Tidak ada infeksi TB
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi TB milier
b. 5-9 mm positif meragukan
c. 10 mm positif
1. Infeksi TB alamiah
2. Imunisasi BCG
3. Infeksi mikobakterium atipik
Radiologis
- Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang
ditemukan adanya efusi pleura dan hal

perselubungan homogen

tersebut berkorelasi secara langsung dengan

sepanjang dinding lateral

derajat sembab dan secara tidak langsung

hemithorax kanan dan kiri


- Cor : normal
- Kedua sinus tumpul,

dengan kadar albumin serum. Sering pula


terlihat gambaran asites.

hemidiafragma kiri tampak samar


- Tulang-tulang intak
Kesan : Gambaran efusi pleura
bilateral
USG Abdomen : Asites
a.

Penatalaksanaan
Fakta

Teori

Pengukuran BB dan TD

Sebelum memulai terapi steroid :

dilakukan tiap hari.


Dilakukan uji mantoux dan hasil

a.
b.
c.

negatif.

Pengukuran berat badan dan tinggi badan


Pengukuran tekanan darah
Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga,
ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi

d.

steroid dimulai.
Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya
28

positif diberikan profilaksis INH selama 6


bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis
(OAT).
Terapi yang diberikan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Lasix 2 x 15 mg po
Spironolakton 1 x 15 mg po
Captopril 3 x 4 mg po
Valsartan 1 x 15 mg po
Prednison 2-2-2 po
Co-Amoxiclav 3 x 1 cth
Ambroxol 3 x cth
Tremenza syr 3 x cth

Pengobatan SN :
-

Terapi inisial pada anak dengan sindrom


nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC
adalah

diberikan

prednison

60

mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari


(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis
-

terbagi, untuk menginduksi remisi.


Diitetik. Diit rendah garam.
Diuretik. Restriksi cairan dianjurkan
selama

ada

edema

berat.

Biasanya

diberikan Loop diuretic seperti furosemid


1-3

mg/kgbb/hari,

dikombinasikan

dengan

bila

perlu

spironolakton

(antagonis aldosteron, diuretik hemat


kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.

29

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
1. Sindroma nefrotik merupakan suatu penyaki ginjal yang terbanyak pada
anak. Sindroma nefrotik ditandai dengan edema, proteinuria massif,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia.
2. Sindroma nefrotik dapat bersfat primer atau idiopatik, sebagai bagian
dari penyakit sistemik atau sekunder karena beberapa penyebab
3. Akumulasi cairan pada kompartemen intersisial dimana ditandai dengan
manifestasi edema pada wajah dan edema generalisata, merupakan
gejala kardinal anak dengan sindroma nefrotik. Edema berasal dari
proteinuria massif yang menjadi hipoalbuminemia dan terjadi retensi
natrium dan air sebagai kompensasi dari deplesi volume intravascular.
4. Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia, rasa lemah, urin berbusa
(disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan yang
menyebabkan sesak nafas (efusi pleura), oligouri, arthralgia, ortostatik
hipotensi dan nyeri abdomen (asites). Untuk tanda dan gejala lain,
timbul akibat komplikasi dan sindromnefrotik.
5. Penatalaksanaan dari sindroma nefrotik terdiri dari penatalaksanaan
umum berupa pemberian diuretic serta penatalaksanaan khusus seperti
pemberian kortikosteroid.
6. Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindroma nefrotik
adalah; infeksi, syok, trombsis, hipertensi, dll.

5.2

Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari tutorial klinik ini, baik dari

segi diskusi, penulisan tutorial dan sebagainya, untuk itu saya mengharapkan
kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter
muda dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan tutorial klinik ini.

30

DAFTAR PUSTAKA

1.

Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom


Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta, h.1-18.

2.

Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H,


Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak.
Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

3.

Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20)


:

screens].

Available

from:

URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. Akses: on September 8,


2009.
4.

Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson


Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia.

5.

Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan


Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.

6.

Behrman, RE, Kliegman, RM and Jenson, HB. Nelson


Textbook of Pediatrics 16th Edition. Philadelphia : WB Saunders Company,
2002.

7.

Sukmarini, L. Sindrom Nefrotik. FIK-UI. [Online] 2009.


[Cited:

April

10,

2011.]

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/3be14bb14445635211418a7a75d
0a7da6c06b7de.pdf.
8.

Noer, MS and Soemiarso, N. Sindrom Nefrotik. [book


auth.] Tim Revisi PDT. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya : RSU Dokter Sutomo, 2008.

31

Anda mungkin juga menyukai