Kelompok 8 :
Nadhia Maharany S.
(135060601111003)
Dwi Rahmawati
(135060601111012)
(135060601111027)
(135060601111045)
(135060620111001)
BAB I
2016
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanah
mempunyai
arti
penting
bagi
kehidupan
bangsa
bidang
seperti
pertanian,
perkebunan,
peternakan,
juga
menjadi
faktor
pendukung
utama
kehidupan
dan
pembangunan
nasional
yang
harus
dikelola
dan
Kutai
Kartanegara
Provinsi
Kalimantan
Timur.
berdasarkan
bukan
lagi
Peraturan
Pemerintah
berdasarkan
Peraturan
Negara
Republik
Kerajaan
kutai
I-2
2016
pembangunan
daerah
yang
semakin
meningkat
dan
ini
yang
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan
mengetahui
problematika
konflik
Tanah
Ulayat
di
I-3
2016
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, sebagai berikut.
1. Diharapkan hasil penilitan ini dapat digunakan sebagai
bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
memberikan sumbangan dalam memperbanyak referensi
ilmu di bidang sengketa tanah adat khususnya dalam
penyelesaian permasalahan tanah ulayat di di Kabupaten
Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
2. Dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang
timbul atau yang dihadapi dalam permasalahan kepemilikan
tanah ulayat di
Kabupaten
Kutai Kartanegara
Provinsi
Kalimantan Timur.
3. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
acuan
dan
sumbangan
bagi
pihak-pihak
yang
I-4
2016
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Teori Konflik
I-5
2016
2.2
dalam
menangani
masalah)
atau
masalah
psikologis
menimbulkan
konflik
yang
tidak
realistis
atau
yang
untuk
I-6
2016
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
2.3
permasalahan
mendasar
pola
yang
ruang
dilakukan
yang
sedang
terjadi
di
sedang
stakeholder
terjadi
terkait
baik
karena
maupun
karena
Kutai
Kehutanan,
yaitu
Kartanegara
perubahan
berupa
perubahan
SK
SK/554/Menhut-II/2013
Menteri
menjadi
Kondisi
I-7
2016
selanjutnya.
Dalam
proses
penyusunan
SK
Menhut
tersebut
peta
Rupa
Bumi
Indonesia
(RBI)
sebagai
dasar
batas
I-8
2016
I-9
2016
I-10
2016
2.4
seluruh
kawasan
yang
masuk
dalam
lingkup
wilayah
pewarisan,
pengelolaan
lahan
dan
jual
beli
masih
I-11
2016
masalah
dengan
desa
tetangga.
Masalah
antar
I-12
2016
3.3
kawasan
Tahura
dideliniasi
pada
kawasan
lama
sehingga
pemilik
aslinya
sulit
diidentifikasi.
I-13
2016
menunjukkan
bukti
(dokumen)
otentik
bahwa
lahan
lahan
tersebut
tidak
diberikan
kepada
Kantor
dan
dikuasai
ternyata
masuk
dalam
Kawasan
Perusahaan
Besar
Swasta
(PBS)
untuk
perkebunan,
I-14
2016
perusahaan
yang
pada
akhirnya
menimbulkan
perselisihan.
7. Kebun plasma yang dijanjikan perusahaan perkebunan tidak
dipenuhi oleh pihak perusahaan.
8. Besarnya ganti rugi lahan dari perusahaan kepada masyarakat
dianggap terlalu kecil dibandingkan keinginan pemilik lahan.
Dengan
kata
dibandingkan
lain,
ganti
dengan
rugi
hasil
yang
yang
diterima
diterima
terlalu
jika
kecil
lahan
itu
dengan
belukar
dan
digarap
orang
lain
karena
yang
dikuasai
sesorang
juga
terpisahpisah
sehingga
I-15
2016
empat
jenis
stakeholder
yang
dapat
diperkirakan
dalam
dalarn
menghadapi
kebutuhan
premecahan
berbagai
yang
swasta/perusahaan
memilikii
dan
tiga
masyarakat
domain.
telah
Yakni
pemerintah,
berkernbang
dengan
maka
ia
good
governence
merupakan
stakeholders
yang
saling
I-16
2016
kerjasama. Apabila interaksi dari ketiga pilar ini tidak harmonis, maka
ia akan menjadi konflik, tetapi apabila interaksi itu harmonis, maka ia
menjadi
kerjasama.
Yang
paling
penting
dalam
pengelolaan
dengan
tidak
adanya
arsip
catatan
sebagian
hingga
mengganggu
kenyamanan
masyarakat
sekitar. Selain itu, pihak swasta juga melakukan ganti rugi yang
tidak
sepadan,
bertentangan
serta
dengan
perubahan
budaya
guna
masyarakat
lahan
seringkali
terutama
saaat
SKPD
yang
sebenarnya
saling
serta
terkait
kurangnya
tidak
melakukan
sosialisasi
dengan
I-17
2016
I-18
2016
BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah di jabarkan pada bab-bab
sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Permasalahan utama terkait lahan sebenarnya adalah sebuah
bentuk
inkonsistensi
ketetapan
yang
ditetapkan
oleh
pemerintah.
2. Indonesia belum memiliki dasar yang kuat terkait batas wilayah
dalam peta yang menjadi acuan perencanaan atau ketetapan
perundangan.
3. Masyarakat belum memegang mekanisme peraturan baik hak
waris maupun ketetapan adat.
4. Pihak swasta tidak memahami pentingnya kondisi lingkungan
baik terkait sosial, ekonomi dan lingungan.
5. Pemerintah menimbulkan konflik baru melalui ketetapan yang
dibuat dalam undang-undang atau peraturan serta kurang
melakukan sosialisasi dan koordinasi.
Berdasar pada pembahasan juga dapat disimpulkan terjadi
konflik yang sesuai dengan teori konflik berupa teori kesalah
pahaman dan teori transformasi konflik.
Teori kesalahpahaman
yang
memiliki.
Kesesuaian
dengan
teori
transformasi
I-19
2016
Daftar Pustaka
Berger, Peter. 2004. Piramida Kurban Manusia: Etika Politik dan
Perubahan Sosial. Jakarta: LPES.
Fisher, S.; D.I. Abdi; J. Ludin; R. Smith; S. Williams. 2001. Mengelola
Konflik:
Kemampuan
Kartikasari;
M.D.
&
Strategi
Tapilatu;
R.
Untuk
Bertindak.
Maharani
&
S.
D.N.
N.
Rini
Kabupaten
Lebak,
Propinsi
Banten).
Skripsi.
Kuantan
Singingi
Provinsi
Riau.
Manusia
dan
I-20
2016
I-21