Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang
ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus
Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi. 90% kelainan ini terdapat pada
rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan oleh karena terhentinya migrasi
kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu ke lima
sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk sistem saraf usus.
Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan
panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional .
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886,
namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga
tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus akibat defisiensi ganglion. Mutasi pada Ret proto-oncogene akhir-akhir ini
telah dihubungkan dengan penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan kelainan ini ialah Endothelin-B reseptor, endothelin-3 dan Glial cell
derived neurotrophic faktor.
Goldstein (2006) menyatakan bahwa migrasi sel-sel krista neuralis yang
kemudian mengadakan proliferasi dan diferensiasi didalam dinding usus akan
meningkatkan pembentukan sel saraf dan sel glial pada sistem saraf intestinal.
Kegagalan proses ini selama fase embriogenesis akan mengakibatkan gangguan
motilitas usus seperti yang terlihat pada penyakit Hirschsprung. Insidens penyakit
Hirschsprung adalah satu dalam 5000 kelahiran hidup, dan laki-laki 4 kali lebih
banyak dibanding perempuan ( Holschneider dan Ure, 2005 ).
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin
mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
1
pasien seperti terjadinya enterokolitis, perforasi usus serta sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Rontgen dengan enema barium,
pemeriksaan histokimia, pemeriksaan manometri serta pemeriksaan patologi
anatomi. Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus cukup
bulan dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang lebih dari 24
jam yang kemudian diikuti dengan kembung dan muntah. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan perut yang kembung hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan
bila dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala
tersebut akan segera hilang.
Pada pemeriksaan enema Barium didapatkan tanda-tanda khas penyakit ini
yaitu adanya gambaran zone spastik, zone transisi serta zone dilatasi. Gambaran
mukosa yang tidak teratur menunjukkan adanya proses enterokolitis. Pada
penyakit Hirschsprung terdapat kenaikan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut
saraf dalam lamina propria dan muskularis mukosa. Pewarnaan untuk
asetilkolinesterase dengan tehnik Karnovsky dan Roots akan dapat membantu
menemukan sel ganglion di submukosa atau pada lapisan muskularis khususnya
dalam segmen usus yang hipoganglionosis.
penyebab
utama
terjadinya
kematian
pada
penderita
penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kiri
sampai
dengan
rectum
berasal
dari
usus
belakang.
bagian
dari
sirkulasi
sistemik. Ada
anastomosis
antara
10
pembuluh
limfe
rektum
meng ikuti
aliran
pembuluh
pasien
dengan
11
Fungsi
usus
besar
ialah
menyerap
air,
vitamin,
dan
Penyakit
Hirschsprung
atau
megakolon
aganglionik
bawaan
disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan
meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi
selalu termasuk anusdan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak
adanya inervasi saraf adalah akibatdari kegagalan perpindahan
neuroblast
dari
usus
proksimal
ke
distal.
Segmen
yang
12
glanduler sedangkan kanalis analis dilapisi epitel gepeng. Batas rektum dan
kanalis analis ditandai dengan adanya perubahan jenis epitel. Kanalis analis
dan kulit luar disekitarnya kaya akan persarafan sensorik somatik yang peka
terhadap rangsang nyeri, sedang mukosa rektum mempunyai persarafan
autonom yang tidak peka terhadap rasa nyeri. Darah vena diatas garis
anorektum mengalir melalui sistem porta sedangkan yang berasal dari dari
anus dialirkan kesistem kava melaui vena iliaka. (Guyton, 1986)
1. Kanalis Analis
Makroskopis kanalis analis terdiri atas kolumna analis, valvula
analis, sinus analis, papila analis, zona transisi garis Hilton dan kelenjar
analis. Kolumna analis merupakan lipatan vertikal dari selaput mukosa,
sedang valvula analis merupakan lipatan melintang berbentuk bulan sabit
pada ujung bawah kolumna analis yang terdapat disepanjang linea
pektinata dan garis ini merupakan batas antara endoderm dan ektoderm.
Sinus analis terdiri dari lekukan-lekukan kecil tepat diatas valvula analis
dan tonjolan mukosa dari valvula analis disebut papila analis. (Shafik,
2000).
13
14
15
mempunyai
sistem
pengaturan
tersendiri,
kontraksi
intestinal,
sel
bodi
saraf
akan
16
17
dan
muskulus
sfingter
eksternus
membentuk
18
19
2.4 Epidemiologi
dan
Brown
menemukan
tendensi
faktor
Beberapa
bersamaan
dengan
kelainan
yakni
yang
Kelainan
penyakit
memiliki
DownSyndrome
kongenital
dapat
Hirschsprung,
angka
(5-10
%)
yang
dan
ditemukan
namun h a n y a
cukup
signifikan
kelainan
urologi
20
21
22
kolonnya.
Keadaan
tersebut
adalah
Intestinal
neuronal
displasia,
23
24
25
26
besar dibanding tekanan pada bagian atas anal kanal sehingga akan dapat
mengatur kontinensi dan flatus. Tekanan pada saat istirahat ini hanya 20%
dilakukan oleh aktivitas sfingter eksternus yang terdiri atas serabut otot
seran lintang yang persarafannya berasal dari cabang somatik nervus
pudendus.
Faktor lain yang mengatur fungsi kontinensi adalah muskulus
puborektalis dan sudut anorektal, dimana perlukaan pada otot ini pasti
akan terjadi inkontinensia yang tidak dapat dihindari. Muskulus
puborektalis merupakan otot seran lintang yang persarafannya berasal dari
cabang somatik nervus pudendus Sakral 2, 3 dan 4 yang berfungsi
mempertahankan sudut anorektal dalam keadaan normal yang berkisar
antara 60 derajat sampai 105 derajat. Dasar pathofisiologi terjadinya
penyakit Hirschsprung adalah gangguan propagasi gelombang propulsi
usus serta gangguan atau tiadanya relaksasi sfingter ani interna
3. Defekasi
27
Proses
28
29
2.7 Insidensi
30
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan
pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya
buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
31
32
panjangnya bervariasi.
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke
arah daerah dilatasi;
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
33
34
Foto Polos Abdomen tampak dilatasi sistema usus dan tiadanya gas
di rectum dan Gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak
rektum yang mengalami penyempitan, diikuti zona transisi kemudian
sigmoid yang melebar (zona dilatasi).
35
tinggi
jika
immunohistokimia asetilkolinesterase,
menggunakan
suatu
enzim
pengecatan
yang
banyak
konvensional
dengan
haematoxylin
eosin.
Disamping
36
transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer.
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah :
a. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
b. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen
usus aganglionik;
c. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai
relaksasi spontan.
2.9 Diagnosis Banding
1. Meconiumplugsyndrome
37
Pada anak-anak berusia 4-5 tahun dimana mereka malas defekasi (sering 1
minggu sekali) sehingga perut tampak kembung dan pertumbuhan tubuh
buruk. Biasanya pada anak-anak ini ada sebabnya, misalnya ketakutan,
tidak puas, merasa terasing, dan lain-lain.
2.10 Klasifikasi Penyakit Hirschsprung
38
1.
39
Pada
prinsipnya,
sampai
saat
ini,
penyembuhan
penyakit
prosedur
Laparoskopic
Pull-Through,
prosedur
Transanal
40
a. Persiapan operasi.
41
42
Pada
prinsipnya
tehnik
ini
adalah
merupakan
diseksi
43
f.
terlebih dulu
Prosedur Rehbein.
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian
dilakukan anastomosis end to end antara kolon yang berganglion
dengan sisa rektum, yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal.
Tehnik ini sering menimbulkan obstipasi akibat sisa rektum yang
aganglionik masih panjang.
44
i.
45
Jalannya operasi :
Setelah dilakukan pembiusan, kemudian dipasang pipa lambung
dan kateter. Dipasang infus pada tangan dengan menggunakan abbocath
yang sesuai dengan umur penderita. Tehnik ini dilakukan dengan posisi
pasien tertelungkup Rochadi, 2007). Setelah dilakukan desinfeksi pada
daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup doek steril. Irisan
pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka
lapisan-lapisan otot yang menyusun muscle complex secara tumpul dan
tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum
dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan
operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara
memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus.
Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone
transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding rektum.
Agar supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa
menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa dengan
cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah terpisah dari
mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan
dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini
dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan
hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner
(Rochadi, 2007).
46
47
Permasalahan-Permasalahan Pembedahan
Permasalahan pembedahan yang sering dijumpai adalah masalah
komplikasi pasca bedah. Kebocoran anastomosis, stenosis, gangguan
fungsi sfingter ani ,enterokolitis serta mortalitas masih merupakan
permasalahan yang serius. Komplikasi yang timbul dalam 4 minggu
pertama merupakan komplikasi dini pasca bedah. Prosedur bedah
manapun yang dipilih mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan
komplikasi. Usia pada saat pembedahan, keadaan umum prabedah,
prosedur bedah yang digunakan, ketrampilan dan pengalaman ahli bedah,
antibiotika yang dipakai serta perawatan pasca bedah sangat berpengaruh
48
untuk terjadinya komplikasi. Lebih muda usia pasien serta keadaan umum
praoperasi yang kurang optimal umumnya lebih sering mengalami
komplikasi (Rehbein, 1966; Langer, 2005).
Prosedur prosedur operasi tersebut dapat menyebabkan trauma
pada persarafan traktus genitourinarius dan otot-otot dasar panggul yang
akan mengakibatkan masalah pada traktus urinarius bagian bawah.
Inkontinensia urin yang terjadi setelah operasi dengan prosedur Rehbein
5,4%, prosedur Swenson 10,4%, prosedur Soave 15,3% dan prosedur
Duhamel 14,3%.
k. Perawatan Pasca Operasi.
49
50
jaringan (11%), retraksi kolon pada metode Swenson(3%) dan retraksi kolon
dengan tehnik Soave (7%). Kompikasi terlambat yang terjadi setelah operasi
definitif meliputi konstipasi kronis, enterokolitis dan enkopresis. Konstipasi
kronis dapat terjadi akibat akhalasia sfingter ani, reseksi inkomplit, striktur
dan fekaloma. Konstipasi menetap dilaporkan terjadi pada prosedur
Swenson (6%), prosedur Duhamel (10%) dan setelah prosedur Rehbein
(7%) .Inkontinensi feses (soiling, enkopresis) adalah ketidak mampuan
untuk menahan isi rektum dapat terjadi pada prosedur Swenson (12%),
Duhamel (7%) dan Soave (3%) .Surana et al (1994) melakukan evaluasi
faktor-faktor risiko terjadinya enterokolitis pada 135 penderita penyakit
Hirschsprung dan mendapatkan 41 (30%) mengalami enterokolitis. Insidens
enterokolitis terjadi pada 27,6% pasien dengan tipe segmen pendek dan
37,8% pada segmen panjang. Faktor-faktor risiko tersebut adalah umur,
jenis kelamin, panjang segmen yang aganglionik, kelainan penyerta dan
prosedur operasi.
a. Komplikasi Enterokolitis
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa
dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-perubahan pada
komponen
musin
dan
sel
neuroendokrin,
kenaikan
aktivitas
51
yang
52
BA B III
KESIMPULAN
53
1.
2.
3.
4.
5.
Komplikasi
penyakit
hisrschprung
yang
paling
berat
adalah
DAFTAR PUSTAKA
56
1. Wyllie,
Robert,
2000.
Megakolon
Aganglionik
Bawaan
(PenyakitHirschsprung) .Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Jilid II. Jakarta: EGC, 1316-1319
54
Wahyu
Ika,Setiowulan
Wiwiek,
2000.
Penyakit
Hirschsprung. D a l a m : K a p i t a S e l e k t a Kedokteran. Edisi 3. Jilid
2. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FK UI, 380- 381.
3. Irwan, Budi, 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita
82.
5. P i e t e r , J o h n , 2 0 0 5 . U s u s H a l u s , A p e n d i k s , K o l o n ,
: Embriologi
REFERAT HIRSCHSPRUNG
55
Pembimbing :
Dr. Reiza Farsa.SPB.MH.KES
Disusun Oleh:
Dicha anne carolina
10310103
56
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat NYA saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul
HISPRHUNG DISEASE.
Tugas referat ini saya buat dengan tujuan selain sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah serta bertujuan agar para dokter muda
mengetahui dan memahami tentang masalah yang ditemukan pada pergelangan
tangan akibat kebiasaan sehari-hari yang sederhana tetapi bisamembawa dampak.
Saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan referat ini, khususnya Dr. REIZA FARSA,SPB,MH.KES yang telah
berkenan membimbing dan menguji referatini. Akhir kata saya mohon kritik
dan saran yang membangun demi kemajuan kita bersama,khususnya mengenai
referat ini.
Penulis
DAFTAR ISI
i
57
KATA PEGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Fisiologi Kolon....................................................................... 11
2.3
Penyakit Hirschsprung........................................................... 11
2.4
Epidemiologi.......................................................................... 20
2.5
2.6
Patofisiologi........................................................................... 25
2.7
Insidensi................................................................................. 31
2.8
Diagnosis................................................................................ 31
2.9
Diagnosis Banding................................................................. 38
2.10
2.11
2.12
Komplikasi............................................................................. 52
ii