(zarah), tetapi dapat dijelaskan bila cahaya dianggap sebagai gelombang seperti
yang dikemukakan dalam teori gelombang Huygens.
Seberkas cahaya yang mengenai bidang batas dua medium transparan yang
berbeda indeks bias, maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian yang
lain akan ditransmisikan dan dibiaskan ke dalam medium kedua. Ada tiga hukum
dasar tentang pemantulan dan pembiasan yang berbunyi
1. Sinar datang, sinar pantul, dan sinar bias membentuk satu bidang (yang
disebut dengan bidangdatang atau bidang kejadian), yang arahnya tegak lurus
terhadap bidang batas kedua medium,
2. Sudut sinar terpantul (yang kemudian disebut dengan sudut pantul) nilainya
sama dengan sudut datang, dan dinyatakan secara matematis dengan 1 = 2.
Hukum kedua ini disebut juga dengan hukum refleksi.
3. Indeks bias medium pertama kali sinus sudut datang sama dengan indeks bias
medium ke-dua kali sinus sudut bias, n1 sin 1 = n2 sin 2, Pernyataan ini
disebut dengan hukum refleksi atau hukum Snell.
Ketiga hukum dasar ini dapat dijelaskan dengan beberapa macam cara, seperti
dengan prinsip Huygens, prinsip Fermat, atau Teori sinar. Pembahasan secara
singkat tentang pembuktian hukum pemantulan dan pembiasan dengan prinsip
Huygens,
prinsip
Fermat,
dan
menggunakan
pendekatan
gelombang
diuraikan menjadi dua vektor yang saling tegak lurus yaitu arah getar medan
listrik yang sejajar bidang datang dan yang tegak lurus bidang datang. Dari
kenyataan seperti ini akan diperoleh empat Persamaan Fresnel yang berhubungan
dengan koefisien amplitudo refleksi dan transmisi baik untuk gelombang dengan
arah getar medan listrik sejajar maupun gelombang yang arah medan listriknya
tegak lurus bidang datang.
datang.
i
r
n1
n2
Absorbsi induksi
Perhatikan gambar 1.a!
Ej
hv
E j Ei
hv=
Ei
kemudian
menyerap energi sebesar hv maka akan terjadi transisi ke tingkat yang lebih
Ej
absorbsi imbas.
2.
Emisi spontan
Perhatikan gambar 1.b !
Ej
hv
Ei
Ej
Ei
Emisi induksi
Pehatikan gambar 1.c !
hv
hv
hv
Ej
Ei
Metode Analisis
Ei
terpancar energi foton sebesar hv. Peristiwa ini di sebut dengan emisi induksi.
Elektron yang keluar dari suatu kulut atom berpindah ke kulit atom yang
letaknya jauh dari inti, di sebut elektron tereksitasi. Kalau sebuah elektron keluar
sama sekali dari atom sehingga atom itu menjadi ion positif, maka atom itu
dikatakan terionisasi.
Laser pada dasarnya merupakan sebuah osilator optik. Kata laser
didapatkan dari singkatan light amplification by stimulated emission of
radiation , yaitu sebuah berkas cahaya bersifat monokromatik dan koheren yang
diperoleh dari adanya emisi radiasi yang terstimulasi (terangsang). Koheren disini
berarti gelombang gelombang yang mempunyai fase yang sama atau yang
mempunyai beda fase yang selalu tetap.
hv1
E2
hv1
E1
hv1
hv1
hv1
hv1
E1
E0
(a)
(b)
E2
E2
E1
hv
E0
E0
(c)
E1
hv
hv
hv
hv
(d)
Keterangan Gambar:
E0
Sehingga
E2
di pompakan ke keadaan
hv '
hv ''
E1
hv
E1
E0
) ke keadaan dasar (
hv E1 E0
yang besarnya
mengenai
atom. Foton yang terpancar keluar merupakan berkas foton yang koheren,
yang dalam pembahasan selanjutnya di sebut sinar laser.
Laser He-Ne menggunakan dua atom Helium dan Neon, yang mempunyai
sistem kombinasi gas yang sesuai. Tingkat energi keadaan tereksitasi kedua atom
hampir berhimpit. Jika keadaan tereksitasi, salah satu atom Helium metastabil
maka gas Neon akan berfungsi sebagai keluaran pada saat proses aksitasi.
Akibatnya tingkat energi eksitasi jauh lebih tinggi dan atom Neon dapat meluruh
disertai radiasi foton.
10
Neon
Benturan elektron
2p
Keadaan dasar
11
E E1 E2
12
resultan:
,r
i
n2 cos i n1 cos r
n1 cos r n2 cos i
,
Rtran r
i
n1 cos i n2 cos r
n1 cos i n2 cos r
2n1 cos i
n1 cos r n2 cos i
par
T par r
i
tran
par
(2.1)
r
i
Ttran s
trans
2n1 cos i
n1 cos i n 2 cos r
13
Jika hukum Snellius di terapkan pada tiap persamaan diatas maka menjadi
persamaan dibawah ini:
tan i r
tan i r
R par
rtrans
t par
sin i r
sin i r
2 cos i sin r
sin i r cos i r
(2.2)
Ttrans
2 cos i sin r
sin i r
R par
n21 1
n21 1
Rtrans R par
,
(2.3)
dan
T par
2
n21 1
Ttrans T parI
,
(2.4)
n2
Dimana n21= n1
Dari persamaan (2.3) terlihat bahwa pada arah datang normal satu dari
komponen pantul selau mengalami perubahan fase ; komponen mana yang
berlawanan fase dengan gelombang datang bergantung pada apakah n21 lebih
besar atau lebih kecil daripada 1. Gelombang biasanya selalu ditransmisikan tanpa
perubahan fase.
Terdapat sejumlah hasil menarik lainnya. Misalnya dapat dilihat dari
persamaan pertama persamaan (2.4) bahwa bila i + r = /2 sehingga sinar-sinar
pantul dan biasnya tegaklurus, maka penyebut menjadi tak-terhingga besarnya dan
14
Rpar = 0. Artinya, gelombang pantul terpolarisai total pada bidang yang tegaklurus
terhadap bidang datang. Jadi bila sinar-sinar pantul dan bias saling tegaklurus,
maka sinar pantul terpolarisasi total dengan medan listrik yang tegak lurus
terhadap bidang datang. Sudut datang i yang bersesuaian dikatakan sebagai sudut
polarisai. Bila i + r = /2, maka sin r = sin (/2-i) = cos i dan hukum Snellius
memberikan.
tan i = n21
(2.5)
untuk sudut polarisai. Jadi polarisai linier total gelombang pantul terjadi bila sudut
datang diambil sedemikian rupa sehingga tangenya sama dengan indeks bias
relatif. Hasil ini di sebut hukum Brewster, dan i sering di sebut sudut Brewster.
Gejala ini pertama kali di temukan oleh seorang ahli fisika Skotlandia bernama Sir
David Brewster (1781-1868).
Dari persamaan (2.1) dan (2.2) bahwa koefisien pembiasan atau
T par
transmisi
Ttrans
dan
r ,
yang jauh lebih kecil karena komponen ini cenderung bergerak dengan tiap
gelombang pantul setiap saat gelombang tersebut di pantulkan ketika melalui satu
lempeng ke lempeng berikutnya. Karena itu jika terdapat pelat yang cukup dalam
tumpukan, maka gelombang transmisi hampir terpolarisasi total, dan medan listrik
transmisi berosilasi pada bidang datang.
Polarisasi cahaya bisa terjadi saat cahaya dipantulkan dan ditransmisikan
oleh perbatasan dua dielektrik. Teori gelombang elektromagnetik menyatakan
bahwa cahaya yang direfleksikan akan terpolarisasi relatif terhadap permukaan
bidang yang merefleksikan dan bergantung pada besar dari sudut datangnya.
Pada saat gelombang cahaya datang pada perbatasan dua medium yang
berbeda indeks biasnya, misalnya n1 dan n2, dengan sudut datang , maka
15
R par
tan
tan
...... ( 1.a )
Tpar
4 sin cos
sin 2 sin 2
...... ( 1.b )
Gambar 2.1 : Komponen gelombang EM ketika datang pada bidang batas dengan
sudut datang 0. Polariser akan mentransmisikan komponen E sejajar bidang
datang. Dengan memutar polariser 90 dapat dipilih komponen E yang tegak
lurus bidang datang.
Dan untuk gelombang tegak lurus bidang datang dinyatakan dalam bentuk
persamaan :
Rtrn
sin
sin
( 2.a )
16
Ttrn
2 sin cos
sin
( 2.b )
sin n2
n1 2
sin n1
( 3 )
maka persamaan ( 1 ) menjadi :
Rtrans
Rtrans
dengan n1 2 = n2 / n1, dimana n1 indeks bias medium 1 ( udara ) dan n2 indeks bias
medium 2 ( gelas atau akrilik ). Persamaan ( 4 ) dikenal dengan Hukum
Pemantulan Fresnel.
Ketika sangat kecil atau gelombang datang mendekati arah normal maka
diperoleh
0 dan
sin ( - ) ~ tan ( - ) ~ ( - )
dan Hukum Fresnel menjadi :
R par ~ Rtrans
1
1
~ n2 n1 n1 n2
~
1 1 n1 n2
n2 n1
2
00
Ir n1 n 2
Io n1 n 2
1 2
.. ( 6 )
. ( 5 )
17
tan( )
tan( )
Dalam hal ini hanya R yang tegak lurus yang ada, akibatnya gelombang
elektromagnetik yang direfleksikan murni terpolarisasi bidang dengan vektor E
yang tegak lurus bidang datang. Kondisi inilah yang mendefinisikan hanya sudut
polarisasi Brewster karena + = 90, maka :
= B
cos B = sin = sin ( 90 - B )
sehingga :
n1 sin B = n2 sin
= n2 cos B
sin
n
2
sin n1
dan
tan B
n2
n1
Setiap permukaan optik akan sebagian dipantulkan. Fenomena
18