Anda di halaman 1dari 34

Asuhan Keperawatan pada Tn.

M dengan Prioritas
Masalah Kebutuhan Istirahat Tidur pada Pasien
Skizofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara Medan
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan

Oleh
DRALELY SILALAHI
132500012

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1

Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur sangat penting bagi orang yang
sedang sakit agar lebih cepat memperbaiki kerusakan pada sel. Apabila
kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi, maka jumlah energi yang diharapkan
untuk memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari terpenuhi. Selain itu, orang-orang yang mengalami
kelelahan juga membutuhkan istirahat dan tidur lebih dari biasanya (Hidayat,
2006).
Keadaan sakit sering memerlukan waktu tidur lebih banyak dari orang
normal karena kondisi saat sakit memerlukan pemulihan sistem tubuh untuk
mengembalikan kondisi seperti semula saat sebelum sakit. Namun demikian,
keadaan sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur oleh
karena banyak faktor diantaranya adalah rasa sakit yang dideritanya,
pengunjung pasien lain secara berkelompok, lingkunagan yang kurang nyaman
dan sebagainya (Kozier, 2010).
Pola tidur sering mengalami perubahan karena penyakit atau rasa nyeri.
Perawat menggunakan metode spesifik untuk meningkatkan rasa nyaman dan
menurunkan rasa nyeri sehingga kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi. Jika
pasien tidak dapat tidur karena faktor lain, seperti gaya hidup, tekanan kronis,
perawat

dapat

memberikan

perawatan

langsung

untuk

memecahkan

penyebabnya pada saat membantu memenuhi kebutuhan ini (Potter & Perry,
2005).
Tugas perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan tidurnya. Usaha pasien
dalam memenuhi kebutuhan pola tidur pasien kurang menjadi fokus perhatian
perawat, selama ini perhatian perawat masih terfokus pada respon fisik yang
muncul akibat penyakit yang diderita pasien. Terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan tidur pasien merupakan suatu yang bersifat subyektif, sulit dinilai
dari penampilan dan tanda-tanda fisik, sehingga pendekatan yang baik perlu
dilakukan untuk mengetahui persepsi, sikap dan harapan pasien tentang
kebutuhan tidurnya. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki
pengalaman pribadi yang unik serta memiliki persepsi, sikap dan harapan

berbeda-beda. Tentang kebutuhan tidur. Pasien sebagai individu, memiliki


keunikan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan tidurnya. Istirahat dan tidur
merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat
berfungsi secara normal, maka setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur
yang cukup. Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang
berbeda. Pola istirahat dan tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang
bagus terhadap kesehatan. Namun dalam keadaan sakit, pola istirahat tidur
seseorang sering terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk membantu
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur klien (Asmadi, 2008).
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis, atau
kebutuhan paling dasar atau paling bawah dari piramida kebutuhan dasar.
Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan
makan,

aktivitas

maupun

kebutuhan

dasar

lainnya.

Setiap

individu

membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya


(Kozier, 2010).
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Potter & Perry (2005),
bahwa dengan tidak terpenuhinya istirahat dan tidur, maka dapat menimbulkan
penurunan kemampuan konsentrasi, membuat keputusan serta berpartisipasi
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, menyebabkan terjadinya peningkatan
kepekaan (irritability). Menurut Virginia Henderson dalam Potter & Perry,
2005. Kebutuhan dasar manusia tidur dan istirahat termasuk dalam urutan
kelima dari empat belas komponen kebutuhan dasar manusia. Sedangkan
menurut Abdellah mempertahankan aktivitas, latihan fisik, istirahat dan tidur
yang optimal merupakan urutan kedua dari dua puluh satu masalah
keperawatan Abdellah. Sedangkan menurut NANDA internasional (20072008), aktivitas/istirahat berada pada urutan domain keempat dari tiga belas
domain. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memenuhi
kembali kesehatannya. Kebutuhan istirahat dan tidur tidak akan terpenuhi
apabila pasien mengalami kecemasan (halusinasi) oleh kerena itu perawat
sebagai tenaga kesehatan profesional yang dalam tugas pokoknya adalah

memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berupa tindakan (Potter & Perry,
2005).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk memilih bidang
keperawatan jiwa dalam rangka menyelesaikan tugas mata ajaran Karya Tulis
Ilmiah (KTI). Data yang diperoleh dari Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2015/2016 dengan pasien Harga Diri
Rendah (HDR) sebanyak 4,3%, Pasien Isolasi Sosial sebanyak 6,65%, Pasien
Halusinasi sebanyak 69,8%, Pasien Perilaku Kekerasan (PK) sebanyak 5,82%,
Pasien Waham sebanyak 1,93%, dan pasien Defisit Perawatan Diri (DPD)
sebanyak 10,75%. Dan dari Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara selama 6 hari, dimulai dari tanggal 23 Mei sampai
dengan 28 Mei 2016. Kegiatan pengambilan kasus diawali dengan pengaruh
dari dosen mengenai kegiatan yang akan di laksanakan dan melakukan
pengkajian laporan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai kasus yang
akan di ambil. Berdasarkan hasil pengkajian yang di lakukan oleh penulis pada
tanggal 23 Mei 2016 terdapat 38 pasien yang di rawat di Ruangan Singgalang
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, 27 diantaranya (71,05%)
dengan mayoritas masalah kebutuhan dasar istirahat dan tidur. Sehingga
diperlukan upaya untuk mengatasinya agar tercapai upaya kemampuan klien
untuk memenuhi kebutuhan dasar pada pasien Halusinasi. Salah satu intervensi
asuhan keperawatan jiwa yang dapat dilakukan dengan masalah kebutuhan
istirahat tidur adalah dengan melakukan strategi pertemuan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. M dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Istirahat Tidur
pada Pasien Skizofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan Prioritas Masalah

Gangguan Istirahat dan Tidur pada pasien Skizofrenia Paranoid di Rumah Sakit
Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan .
1.2.2 Tujun Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan masalah
gangguan istirahat dan tidur penulis mampu :
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dengan prioritas
masalah kebutuhan dasar tidur.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dari prioritas masalah
kebutuhan dasar tidur.
c. Mahasiswa merencanakan intervensi dari masalah kebutuhan
dasar tidur.
d. Mahasiswa melakukan implementasi dari masalah kebutuhan
dasar tidur.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang
dilakukan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi pelayanan kesehatan
melalui Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat membantu klien
gangguan jiwa yang mengalami masalah kebutuhan istirahat tidur dalam
meningkatkan kebutuhan tidur dengan memberikan asuhan keperawatan
mengenai kebutuhan dasar tidur.
1.3.2 Bagi pendidikan keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat mengaplikasikan NANDA, NIC,
dan NOC bagi ilmu keperawatan jiwa tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah kebutuhan istrihat dan tidur dapat dijadikan sebagai bukti
dasar yang dipergunakan dalam pembelajaran asuhan keperawatan jiwa.
1.3.3 Bagi Praktik Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi panduan dasar untuk
pembuatan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kebutuhan dasar
lainnya.
1.3.4 Bagi rumah sakit jiwa
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan Dapat membantu perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kebutuhan
istirahat tidur di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan.

BAB II
PENGELOLAAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Gangguan


Tidur
2.1.1 Pengertian Tidur
Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan
emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga
kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti
sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri,atau

suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan,


menyulitkan, bahkan menjengkelkan (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006)
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan
mekanisme untuk memperbaharui & memulihkan tubuh baik secara fisik
maupun emosional serta diperlukan untuk bertahan hidup (Foreman &
Wykle, 1995).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh
ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulangulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang
berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur
yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih. Beberapa ahli tidur yakin
bahwa perasaan tenaga yang pulih ini menunjukkan tidur memberikan
waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode
keterjagaan yang berikutnya (Potter & Perry, 2005).

2.1.2 Fisiologi Tidur


Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktvitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem
yang mengatur 7 seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur
terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons (Potter & Perry, 2005).
Selain itu, Reticular Activating System (RAS) dapat memberi
rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima

stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya
pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang
otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak
dan system limbik. Dengan demikian, system pada batang otak yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Potter &
Perry, 2005).
2.1.3 Pengaturan Tidur
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat,
saraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal
(Robinson 1993, dalam Potter). Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasi
atau direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik
otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan ecelctromiogram (EMG)
dan electroculogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan
pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating system (RAS) di
bagian batang otak 8 atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus
visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari
konrteks serebri (emosi, proses pikir) (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin
disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan
batang otak tengah yaitu bulbur synchronizing regional (BSR). Bangun dan
tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dari

pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan
sistem limbiks seperti emosi (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya
dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas
RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto
& Wartonah, 2006).
2.1.4 Tahapan Tidur
EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi perbedaan signal
pada level otak, otot, dan aktivitas mata. Normalnya tidur dibagi menjadi
dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement
(REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan
memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan tahapan
REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
Tahapan tidur menurut Potter & Perry (2005) yaitu :
1. Tahapan tidur NREM
a. NREM tahap I
a) Tingkat transisi
b) Merespons cahaya
c) Berlangsung beberapa menit
d) Mudah terbangun dengan rangsangan
e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi
b. NREM tahap II
a) Periode suara tidur

b) Mulai relaksasi otot


c) Berlangsung 10-20 menit
d) Fungsi tubuh berlangsung lambat
e) Dapat dibangunkan dengan mudah

c. NREM tahap III


a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak
b) Sulit dibangunkan
c) Relaksasi otot menyeluruh
d) Tekanan darah menurun
e) Berlang
d. NREM tahap IV
a) Tidur nyenyak
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif 10
c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun
d) Sekresi lambung menurun
e) Gerak bola mata cepat sung 15-30 menit
2. Tahapan tidur REM
a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM
b. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25 % dari tidur
malamnya

10

c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi


mimpi
d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga
berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi
3. Karateristik tidur REM
a. Mata

: cepat tertutup dan terbuka

b. Otot-otot

: kejang otot kecil, otot besar imobilisasi

c. Pernapasan

: tidak teratur, kadang dengan apnea

d. Nadi

: cepat dan reguler

e. Tekanan darah

: meningkat atau fluktuasi

f. Sekresi gaster

: meningkat

g. Metabolisme

: meningkat, temperature tubuh naik

h. Gelombang otak

: EEG aktif

i. Siklus tidur

: sulit dibangunkan

2.1.5 Siklus Tidur


Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan
periode sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk
yang bertahap berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir
10 hingga 30 menit, 11 tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan
untuk tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus
tidur penuh, tiap siklus tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu
periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1
menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke 2, diakhiri
dengan periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM
sekitar 90 menit ke siklus tidur (Potter & Perry, 2005).
11

Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek,


dan memperpanjang periode REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60
menit selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang mengalami kemajuan
yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai cotoh, orang yang
tidur dapat berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2,3, dan
4 sebelum masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap
bervariasi. Perubahan tahap ke tahap cendrung menemani pergerakan tubuh
dan perpindahan untuk tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba,
dengan perpindahan untuk tidur nyenyak cendrung bertahap (Closs, 1988
dalam Potter & Perry, 2005).
2.1.6 Fungsi Tidur
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin.
Selama tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh
melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan
memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Home, 1983;
Mandleson, 1987; Born, Muth, dan Fehm, 1988 dalam Potter & Perry,
2005).
Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM
dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan
aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin.
Hubungan ini 13 dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran
(Potter & Perry, 2005). Secara umum, ada dua efek fisiologis dari tidur yaitu
efek pada sistem saraf yang dapat memulihkan kepekaan dan keseimbangan
diantara berbagai susunan saraf dan efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi organ tubuh (Hidayat, 2006).
2.1.7 Kebutuhan dan Pola Tidur
Normal Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang
dari semua kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat
dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam.

12

Kebutuhan dan pola tidur Normal menurut Tarwoto dan Wartonah (2010)
yaitu :
1. Neonatus sampai dengan 3 bulan
a. Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
b. Mudah berespons terhadap stimulus
c. Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM
2. Bayi
a. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari
c. Tahap REM 20-30 %
3. Toddler
a. Tidur 10-12 jam/hari
b. Tahap REM 25%
4. Prasekolah
a. Tidur 11 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%

5. Usia sekolah
a. Tidur 10 jam pada malam hari
b. Tahap REM 18,5%
6. Remaja
a. Tidur 8,5 jam pada malam hari

13

b. Tahap REM 20%


7. Dewasa muda
a. Tidur 7-9 jam/hari
b. Tahap REM 20-25 %
8. Usia dewasa pertengahan
a. Tidur kurang lebih 7 jam /hari
b. Tahap REM 20%
9. Usia tua
a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari
b. Tahap REM 20-25 %

2.1.8

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi


tidur yaitu:
1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien
kurang tiduratau tidak dapat tidur.
Misalnya pada pasien dengan 15 gangguan pernapasan seperti
asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persyarafan.
1. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan menghambat
tidurnya.
2. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
3. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
14

4. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya
5. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum
alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah
6. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain :
a. Diuretik
: menyebabkan insomnia
b. Antidepresan
: menyupresi REM
c. Kafein
: meningkatkan saraf simpatik
d. Narkotika
: menyupresi REM
2.2 Gangguan Tidur
2.2.1 Pengertian Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara
umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan
munculnya salah satu dari ketiga maslah berikut : insomnia ; gerakan atau
sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah malam atau rasa
mengantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan Aldrich, 1994, dalam
Potter & Perry, 2005).
2.2.2 Klasifikasi Gangguan Tidur
Klarifikasi gangguan tidur menurut Potter & Perry (2005) yaitu :
1. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang mengalami
kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan/atau tidur
singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994, dalam Potter & Perry, 2005).
Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan
disiang hari dan kuantitasdan kualitas tidurnya tidak cukup. Namun,
seringkali klien tidur lebih banyak dari yang disadarinya. Insomnia dapat
menandakan adanya gangguan fisik dan psikologis.
Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress
situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit,
atau kehilangan orang yang disintai. Insomnia sering berkaitan dengan
kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi berlanjut, ketakutan tidak dapat
tidur cukup menyebabkan keterjagaan. Disiang hari, seseorang dengan
insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih, depresi, dan cemas.
2. Apnea Tidur

15

Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya


aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih
pada saat tidur (Potter & Perry, 2005).
Ada tiga jenis apnea tidur : apnea sentral, obstruktif, dan campuran
yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif, dan campuran
yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif.
Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif
(obstruktive sleep apnea, OSA), terjadi pada saat otot atau struktur rongga
mulut atau tenggorokan rileks pada saat tidur. Jalan napas atas menjadi
tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang
(hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). The
National Commission on Sleep Disorders Research (1993) memperkirakan
bahwa 18 juta orang di Amerika Serikat memenuhi kriteria diagnostik untuk
OSA.
Klien yang mengalami apnea tidur seringkali tidak memiliki tidur
dalam yang signifikan. Selain itu banyak juga terjadi keluhan mengantuk
yang berlebihan di siang hari , serangan tidur, keletihan, sakit kepala di pagi
hari, dan menurunnya gairah seksual.
1. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan
bangun dan tidur. EDS adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan
dengan gangguan ini. Di siang hari seseorang dapat merasakan kantuk
berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur.
Individu yang menderita narkolepsi dapat mengalami mimpi hidup,
yang terjadi pada saatorang tersebut tertidur, mimpi yang sulit dibedakan
dari realita (disebut halusinasi hipnogik). Paralisis tidur atau perasaan tidak
mampu bergerak atau berbicara tepat sebelum terbangun atau tertidur,
merupakan gejala yang lain. Penelitian terakhir menunjukkan adanya
hubungan genetik untuk narkolepsi (Mitler et al, 1990; Alderich, 1992).
Masalah signifikan untuk individu yang menderita narkolepsi
adalah bahwa orang tersebut jatuh tertidur tanpa bisa dikendalikan pada
waktu yang tidak tepat. Serangan tidur dapat dengan mudah disalahartikan
dengan kemalasan,, kurangnya minat terhadap aktivitas, atau mabuk kecuali
jika gangguan ini dipahami.
1. Deprivasi Tidur

16

Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai


akibat insomnia. Penyebabnya dapat mencakup penyakit (misalnya demam,
sulit bernapas, atau nyeri), stress emosional, obat-obatan, gangguan
lingkungan (misalnya asuhan keperawatan yang sering dilakukan) dan
keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.
Deprivasi tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur
serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami gangguan
atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan urutan siklus tidur normal.
Terjadi deprivasi tidur kumulatif.
1. Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada
anakanak daripada orang dewasa. Parasomnia yang terjadi pada anak-anak
meliputi 19 somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam, mimpi
buruk, enuresis noktural (ngompol), dan menggeretekkan gigi (bruksisme)
(Mindell, 1993).
2.3 Proses Keperawatan
3.3.1 Pengkajian
Perawat harus selalu mengkaji pola tidur pasien untuk melengkapi
dokumentasi keperawatan. Pengkajian pola tidur pasien tidak cukup jika
hanya bertanya apakah kamu tidur nyenyak tadi malam? seorang perawat
haruslah bertanya jika pasien merasa kesulitan untuk tertidur, mengalami
bangun lebih awal dan susah untuk kembali tidur, dan merasa
istirahat/tidurnya cukup di pagi hari. Selanjutnya, perawat haruslah bertanya
jika pasien merasa lelah dan mengantuk sepanjang hari.
Pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) :
1. Berapa lama waktu untuk tertidur pada malam hari?
2. Apakah kamu sering terbangun? Jika iya, berapa kali dalam semalam?
3. Jika kamu terbangun pada malam hari, bisakah kamu kembali tidur?
4. Apakah kamu merasa tidur/istirahat mu cukup di pagi hari?
5. apakah kamu mempunyai cukup energi untuk melaksanakan tugas mu
sepanjang hari?
6. apakah kamu temukan dirimu mengantuk atau tidur selama dikelas atau
pertemuan, atau ketika kamu menonton tv atau film?
Evaluasi klien apakah disana ada banyak perubahan lingkungan
berhubungan dengan kamar tidur dan rumah tangga yang bisa menjadi
pengaruh 20 perubahan di dalam siklus tidur.
17

Pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence,


2001):
1. Sudahkah kamu mengubah dimana kamu tidur?
2. Adakah perubahan didalam rumah tangga yang bisa
mempengaruhi tidur?
3. Adakah perubahan di lingkungan mu (tetangga, lalu lintas) yang
bisa mempengaruhi tidur?
Menentukan apakah ada banyak stressor emosional yang
bisa menjadi pendukung kemampuan untuk tidur. Sebuah
pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence,
2001) :
1. apakah kamu menemukan dirimu terjaga pada malam hari
karena cemas akan suatu masalah atau suatu aktivitas yang
akan datang?
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan tidur menurut Tarwoto
& Wartonah (2010) yaitu :
1. Riwayat keperawatan
a. Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada
perubahan pada waktu tidur, jumlah jam tidur,
kualitas tidur, apakah mengalami kesulitan tidur,
sering terbangun pada saat tidur, apakah mengalami
mimpi yang mengancam.
b. Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari :
apakah merasa segar saat bangun, apa yang terjadi
jika kurang tidur.
c. Adakah alat bantu tidur : apa yang anda lakukan
sebelum tidur, apakah menggunakan obat-obatan
untuk membantu tidur.
d. Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi :
jenis gangguan tidur, kapan masalah itu terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Observasi penampilan wajah, perilaku, dan
tingkat energi pasien
b. Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata
sayu, dan konjungtiva merah.
c. Perilaku : iritabel, kurang perhatian, pergerakan
lambat, bicara lambat, postur tubuh tidak stabil,

18

tangan tremor, sering menguap, mata tampak


lengket, menarik diri, bingung, dan kurang
koordinasi.
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektroencefalogram (EEG)
b. Elektromiogram (EMG)
c. Elektrookulogram (EOG)
ANALISA DATA
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang
individu, keluarga, atau masyarakat menjawab permasalahan kesehatan
nyata atau potensial/proses hidup. Hasil diagnosa keperawatan menyediakan
basis untuk menyusun intervensi untuk mencapai hasil di mana perawat
mempunyai tanggung-jawab. ( Carpenito-Moyet, 2010).
Pertama perawat harus memastikan bahwa pasien mempunyai
gangguan pola tidur yang bisa menjadi petunjuk untuk memberikan asuhan
keperawatan atau mungkin pasien memerlukan ahli terapi tidur. Jika pasien
mengalami gangguan pola tidur (kondisi dimana seseorang tidak mampu
untuk memperoleh tidur yang nyenyak) atau sedang mengalami mimpi
buruk atau ancaman saat tidur, perawat boleh membuat diagnosa dan
memulai intervensi. Bagaimanapun, jika perawat mencurigai bahwa pasien
mempunyai sesuatu yang terkait dengan gangguan bernafas saat tidur,
narkolepsi, atau berjalan saat tidur, perawat perlu membuat suatu rujukan
kepada ahli terapi tidur (Noreen & Lawrence, 2002).
Faktor atau variabel yang mempengaruhi diagnosis diintegrasikan
dengan riwayat, rekam medis pasien, dan bukti lainnya. Variabel ini
memberikan konteks, faktor yang berhubungan, yang dikombinasikan
dengan batasan karateristik untuk membuat diagnosis keperawatan. Faktor
yang berhubungan dapat dijelaskan sebagai antesenden, yang berkaitan,
yang berhubungan, yang berkontribusi, atau yang mendukung diagnosis;
faktor yang tersebut sangat bersesuaian dengan konsep etiologi (Heather
Herdman, 2012).
Mahasiswa harus menjelaskan bahwa perawat mengatasi, jika
memungkinkan, faktor berhubungan dengan intervensi keperawatan untuk

19

mencegah atau mengurangi dampak faktor yang berhubungan dengan


individu. 26 Sebagai contoh, jika diagnosis keperawatan yang diambil
adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik,
intervensi yang diberikan perawat adalah meningkatkan mobilitas pasien.
Jika perawat tidak mungkin menangani faktor yang berkaitan, mereka
mengatasi batasan karateristik dengan intervensi keperawatan berbasis bukti
tertentu agar mencapai hasil kesehatan yang dapat diukur sebelumnya.
Sebagai contoh, jika faktor yang berhubungan untuk diagnosis ini adalah
usia yang ekstrem seperti pasien lemah, individu yang berusia 96 tahun,
perawat akan mengarahkan intervensi keperawatan ke arah batasan
karateristik seperti kerusakan jaringan (Heather Herdman, 2012).
Diagnosa keperawatan yang terkait dengan gangguan tidur
menurut Funnel, dkk (2005) yaitu :
1. Sleep-pattern disturbance : insomnia, sleep apnoea (gangguan
pola tidur :
insomnia, apnea tidur)
2. Anxiety (kecemasan)
3. Breating pattern ineffective (ketidakefektifan pola napas)
4. Coping, ineffective, family (ketidakefektifan koping keluarga)
5. Coping, ineffective, individual (ketidakefektifan koping
individu)
6. Fatigue (kelelahan)
7. Sensory perception alteration (perubahan persepsi sensori)
2.3.4 Rumusan Masalah
Jika perawat sedang memulai perawatan untuk suatu gangguan
pola tidur, seperti insomnia, hasil yang diharapkan dalam dua minggu yaitu
pasien akan mengalami penyembuhan tidur dan akan mengatakan dapat
tertidur dengan mudah dan merasa segar saat bangun. Jika perawat sedang
memulai perawatan untuk suatu kondisi seperti mimpi buruk, hasil yang
diharapkan yaitu pasien akan memahami gangguan dan menetapkan cara
mengatasi gangguan tersebut di dalam keluarganya (Noreen & Lawrence,
2002).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang terkait dengan gangguan
tidur, kriteria hasil menurut Moorhead (2003) yaitu :
1. Insonmia
a. Outcome/Kriteria hasil :
Distorted thought self countrol/Gangguan Kontrol Diri (1403)

20

Pasien memperlihatkan kontrol diri yang dibuktikan oleh indikator


sebagaiberikut (skala 1-5 : tidak pernah, jarang, kadand-kadang, sering, atau
selalu menunjukkan) :
a) mengenali halusinasi yang terjadi terjadi
b) frekwensi halusinasi
c) menguraikan isi halusinasi
d) melaporkan penurunan halusinasi
e) saling berhubungan dengan orang lain
f) merasakan lingkungan dengan teliti
g) memperlihatkan isi pikiran sesuatu
b. Sleep/Tidur
Pasien memperlihatkan tidur yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (skala 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan):
a) jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam/24 jam untuk orang dewasa)
b) pola, kualitas, dan rutinitas tidur
c) perasaan segar setelah tidur d) terbangun di waktu yang sesuai

2. Anxiety (kecemasan)
Kriteria hasil :
a. Pengendalian diri terhadap Ansietas
Pasien menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (skala 1-5 : tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, selalu) :
a) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
b) Mempertahankan performa peran
c) Memantau distorsi persepsi sensori
d) Memantau manifestasi perilaku ansietas
e) Menggunakan tekhnik relaksasi untuk meredakan ansietas
2.3.5

Perencanaan/Intervensi
Untuk insomnia, intervensi yang paling baik yaitu sebuah standar

kesehatan tidur. Perawat perlu mendidik keluarga dan pasien tentang kondisi
dan menjelaskan bahwa standar kesehatan tidur adalah satu rangkaian teknik
yang telah berguna bagi banyak orang. Perawat kemudian perlu membantu
pasien untuk membedakan dari yang lain prosedure yang cocok sesuai
kepribadian

dan

lingkungan

pasien.

Selanjutnya,

perawat

boleh

menyarankan melengkapi 29 pernyataan, seperti relaksasi, terapi musik,

21

atau pijatan, yang telah menolong banyak orang yang tidak mampu untuk
tidur (Noreen & Lawrence, 2002).
Untuk pasien yang mengalami mimpi buruk atau teror saat tidur,
perawat mempunyai dua intervensi penting. Pertama, mendukung dan
menentramkan hati dari kecemasan karena kondisi ini deprlukan. Perawat
perlu mengembangkan suatu hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarga dan membantu keluarga untuk memelihara suatu perasaan
mengenai gangguan. Kedua, perawat perlu menyediakan pendidikan tentang
gangguan kepada pasien dan keluarga sehingga mereka mempunyai suatu
pemahaman yang lebih baik tentang kondisi tersebut. Jika perawat
mencurigai mimpi buruk atau teror saat tidur adalah suatu hasil dari trauma,
kecemasan, atau khayalan, perawat harus melakukan pengkajian dan
evaluasi lebih lanjut (Noreen & Lawrence, 2002).
Rencana asuhan keperawatan individual hanya dapat dibuat setelah
perawat memahami pola tidur pasien yang terakhir (berdasarkan objektif),
persepsi klien tantang pola tidur tersebut, dan faktor-faktor yang
mengganggu tidur. Perawat dan pasien bersama-sama membuat intervensi
yang realistik untuk meningkatkan istirahat dan tidur baik di rumah maupun
di lingkungan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2002).
Keberhasilan terapi tidur tergantung dari pendekatan-pendekatan
yang sesuai dengan gaya hidup pasien dan sifat dari gangguan tidur. Tujuan
dari rencana asuhan bagi pasien yang memerlukan tidur atau istirahat adalah
sebagai berikut (Potter & Perry, 2005) :
1. Klien mendapatkan perasaan segar setelah tidur
2. Klien mendapatkan pola tidur yang sehat 30
3. Klien memahami faktor-faktor yang meningkatkan atau
mengganggu tidur
4. Klien melakukan perilaku perawatan diri untuk menghilangkan
faktor-faktor yang menyebabkan gangguan tidur.
Perencanaan/intervensi yang dapat diterapkan pada diagnosa
keperawatan yang terkait gangguan tidur menurut Gloria, dkk (1996):
1. Insomnia
a. Hallucination Management (Manajemen Halusinasi)
a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b) Monitor dan mengatur tingkatan aktivitas dan
rangsangan di (dalam) lingkungan

22

c) Melihara suatu lingkungan yang aman


d) Catat Perilaku Pasien yang menandai adanya
halusinasi
e) Berikan pasien kesempatan untuk mendiskusikan
halusinasinya
f) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan
sewajarnya
g) Fokuskan pasien ke topik jika komunikasi pasien
tidak sesuai dengan keadaan
h) Dorong pasien untuk bercakap-cakap dengan
orang lain yang dipercayainya
i) Sediakan antipsychotic dan antianxiety secara
rutin
j) Monitor prilaku pasien untuk efek samping
pengobatan
k) Sediakan keselamatan dan kenyamanan pasien
dan orang lain ketika pasien tidak mampu untuk
mengendalikan perilaku
l) Hentikan atau kurangi pengobatan
m) Didik keluarga dan orang lain tentang cara untuk
berhubungan dengan pasien yang sedang
mengalami halusinasi
b. Sleep Enhancement (Peningkatan tidur)
a) Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan
faktor-faktor fisik (misalnya, apnea saat tidur,
sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan
Sering Berkemih) atau faktorfaktor psikologis
(misalnya, ketakutan atau ansietas) yang dapat
mengganggu pola tidur
b) Catat pola tidur pasien dan kapan mulai tertidur
c) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama
sakit dan stress psikososial
d) Berikan waktu tidur siang
e) Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan,
seperti massase, pengaturan posisi, dan sentuhan
afektif

23

f) Bantu pasien untuk membatasi tidur di siang hari


dengan memberikan aktivitas yang membuat pasien
tetap terjaga
g) Dukung penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor fase tidur REM
2. Anxiety (ansietas)
a. Anxiety Reduction/Penurunan Ansietas
a) Menentukan kemampuan pengambilan keputusan
pasien
b) Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
c) Sediakan informasi faktual menyangkut
diagnosis, terapi, dan prognosis
d) Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan
dan mengurangi rasa takut
e) Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap
perilaku pasien
f) Instruksikan pasien tentang penggunaan tekhnik
relaksasi
g) Berikan pujatan punggung/pijatan leher, jika
perlu
h) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang
mencetuskan ansietas
i) Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika
perlu
2.3.6

Pembahasan
Diagnosa keperawatan yang terkait untuk pasien dengan gangguan

tidur menurut Funnel, dkk (2005) yaitu:


1. Sleep-pattern disturbance : insomnia, sleep apnoea (gangguan
pola tidur : insomnia, apnea tidur)
2. Anxiety (kecemasan)
3. Breating pattern ineffective (ketidakefektifan pola napas)
4. Coping, ineffective, family (ketidakefektifan koping keluarga)
5. Coping, ineffective, individual (ketidakefektifan koping
individu)
6. Fatigue (kelelahan)
7. Sensory perception alteration (perubahan persepsi sensori)

24

Sedangkan setelah dilakukan Analisa data berdasarkan gejala


fisiologis dan psikologis gangguan tidur yang muncul menurut Funnel, dkk
(2005) diperoleh beberapa diagnosa menurut ISDA (2000), yaitu :
1. Resiko jatuh
2. Konflik decisional
3. Impaired memory (memori melemah)
4. Ineffective tissue perfusion : cardiopulmonary (tidak efektifnya
perfusi jaringan : kardiopulmonary)
5. Stress overload (stress berlebihan)
6. Resiko prilaku kekerasan terhadap orang lain
7. Activity intolerance (intoleransi aktivitas)
8. Insomnia
Dari kedua referensi tersebut terdapat banyak diagnosa yang
didapatkan dari hasil analisa data sesuai dengan tanda dan gejala pada kasus
ini. Berdasarkan diagnosa tersebut insomnia menjadi prioritas utama pada
kasus ini karena insomnia muncul pada kedua referensi tersebut. Jadi,
meskipun

diagnosa

dari

kedua

referensi

berbeda

tidak

menutup

kemungkinan diagnosa tersebut muncul pada pasien dengan gangguan tidur.


Maka dari itu perlu kiranya bagi perawat untuk mencermati setiap
diagnosa medis untuk setiap kasus klien kelolaan, Hal ini terkait dengan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari setiap diagnosis medis
klien. Misalnya, Fortinash (2008) menyatakan bahwa klien dengan
gangguan tidur bisa saja memunculkan beberapa diagnosa keperawatan
seperti : ansietas, koping tidak efektif, gangguan pola tidur serta insomnia.
Dan, Fontaine & Fletcher (1995) juga memunculkan beberapa diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien klien dengan gangguan tidur.
Jadi, pada dasarnya, ada beberapa diagnosa keperawatan yang
sering muncul dari klien dengan ganggun tidur pada beberapa teori diatas,
yakni insomnia dan gangguan pola tidur. Hal ini terkait dengan etiologi dari
gangguan tidur itu sendiri. Karena itu, sangat penting bagi perawat untuk
mencermati setiap konsep dasar kebutuhan dasar manusia dan konsep dasar
penyakit agar diagnosa keperawatan yang dimunculkan tidak merugikan
klien kelolaan perawat.

25

2.2 Asuhan Keperawatan Kasus


PROGRAM DII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN USU
PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA
I. Biodata
Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Status perkawinan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk RS
No. Registrasi
Ruangan/ kamar
Golongan darah
Tanggal operasi
Tanggal pengkajian
Diagnosa Medis
II. Keluhan Utama

: Tn.M
: Laki-laki
: 37 tahun
: Belum menikah
: Islam
: SMP
: Wiraswasta
: Jl.Jemadi, Pulo Brayan Darat II, Kec.Medan Timur
: 13 April 2016
: 02.40.07
: Singgalang
:B
:: 18 Mei 2016
: Skizofrenia paranoid

26

Klien mengatakan dirinya susah tidur dan sering marah-marah karena


sering mendengar suara-suara yang memaki dan mengejeknya mengatakan dia
gila, orang yang tidak berguna. Terkadang juga klien tidak tahu apa yang sedang
dipikirkan dan sering merenung. Klien mengatakan suara-suara itu sering
menyuruhnya untuk membakar rumah-rumah warga. Kien juga sering mengatakan
kepala sebelah kirinya terasa sakit. Klien juga mengeluhkan sering terbangun dari
tidurnya di malam hari, susah tidur pada siang hari.
III.Riwayat Kesehatan Sekarang
A. Propocative / Palliative
1. Apa penyebabnya :
Halusinasi Pendengaran.
2. Hal- hal yang memperbaiki keadaan :
Klien mengatakan jika pasien minum obat dirinya bisa tidur.
B. Quantity/ Quality
1. Bagaimana dirasakan :
Klien mengatakan dirinya sangat gelisah, takut, dan cemas karena
selalu mendengar suara-suara yang menganggu pikirannya.
2. Bagaimana dilihat :
Klien tampak gelisah, sedih dan takut.
C. Severity
Klien mengatakan suara-suara yang didengarnya sangat menganggu
dirinya sehingga dia kesulitan untuk tidur siang maupun malam hari.
D. Time
Klien mengatakan dirinya mendengar suara-suara ketika mau tidur pada
malam hari dan ketika istirahat atau saat sendirian.
IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
A. Penyakit yang pernah dialami
Klien pernah mengalami gangguan jiwa, tetapi kambuh lagi karena tidak
teratur minum obat.
B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan
Klien pernah melakukan pengobatan di rumah sakit jiwa.
C. Pernah di rawat/ dioperasi
Klien mengatakan pernah dirawat di Lembaga Rehabilitasi Sumatera Utara
karena menggunakan Narkotika
D. Lama dirawat
3 bulan klien pernah dirawat di Lembaga Rehabilitasi Sumatera Utara
E. Alergi
Klien tidak ada mengalami riwayat alergi.
F. Imunisasi

27

Klien mengatakan dirinya mendapatkan imunisasi yang lengkap sewaktu


masih kecil
V. Riwayat Kesehatan Keluarga
A. Orang tua
Klien mengatakan orang tua pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa
seperti dirinya.
B. Saudara kandung
Klien mengatakan saudara kandung klien tidak ada yang

mengalami

gangguan jiwa seperti dirinya.


C. Penyakit keturunan yang ada
Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan pada keluarga klien.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa:
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.
E. Anggota keluarga yang meninggal :
Klien mengatakan kedua Orangtua klien sudah meninggal.
F. Penyebab meninggal :
Ayah : Klien mengatakan Ayahnya meninggal karena sakit Jantung.
Ibu
: Klien mengatakan Ibunya meninggal karena penyakit asam urat.
VI. Riwayat Keadaan Psikososial
A. Persepsi klien tentang penyakitnya :
Klien mengetahui bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa sehingga harus
berada di rumah sakit.
B. Konsep Diri
- Gambaran diri
: Klien mengatakan menyukai bentuk tubuhnya
kecuali pada bagian kakinya karena terlalu besar sehingga sulit
-

mencari sepatu yang pas dengan kakinya.


Ideal diri
: Klien mengatakan bahwa dirinya ingin cepat

sembuh.
Harga diri

meninggal dirinya sudah tidak berarti dan berguna lagi.


Peran diri
: Klien sebagai anak laki-laki satu-satunya dan anak

yag paling tua dalam keluarganya .


Identitas
: Klien mengatakan sebelum masuk RSJ klien

: klien mengatakan sejak kedua orangtua nya

senang dan menikmati perannya sebagai anak paling tua dalam


keluarga.
C. Keadaan emosi
Keadaan emosional klien sudah mulai stabil dan kooperatif
D. Hubungan sosial
- Orang yang berarti :
Bagi klien orang yang berarti baginya adalah orang tua.
- Hubungan dengan keluarga :

28

Klien mengatakan hubungannya dengan keluarga baik.


Hubungan dengan orang lain :
Selama klien dirawat di RS, hubungan sosialisasi klien dengan orang

lain sudah mulai baik.


Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain.

E. Spiritual
- Nilai dan keyakinan

: Klien beragama Islam. Klien mengatakan

dirinya mempunyai nilai dan keyakinan yang kuat tentang agama yang
-

dianutnya.
Kegiatan ibadah

: Klien mengatakan sebelum masuk RSJ

dirinya rajin sholat, setelah masuk RSJ sudah jarang sholat. Tetapi
VII.

pasien sering berdoa jika melakukan kegiatan sehari-hari.


Status Mental
- Tingkat Kesadaran :
Klien sadar penuh (compos mentis), klien dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
-

Penampilan :
Pasien tampak rapi, baik cara berpakaian, makan dan mandi.
Pembicaraan :
Selama wawancara, klien mudah diajak berbicara, nada suara lembut,
klien mengerti apa yang ditanyakan dan mengerti apa yang

disampaikan kepada klien.


Alam Perasaan :
Klien merasa sedih dan merasa terganggu karena halusinasinya yang
masih sering muncul, pasien juga merasa putus asa dengan semua

kejadian hidup yang dia alami.


Afek :
Pasien tidak mengalami gangguan pada afek, seperti afek datar yaitu
tidak ada perubahan dalam roman wajah pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan hanya bereaksi bila ada stimulus

yang lebih kuat.


Interaksi Selama Wawancara :
Selama wawancara, klien tampak kooperatif mau diajak bicara, kontak
mata klien saat diajak bicara bagus pasien mau menatap lawan bicara,
pasien tidak mudah tersinggug, tidak curiga pada lawan bicara.

29

Persepsi :
Klien mengalami persepsi pendengaran berupa suara-suara yang
mengejek dirinya mengatakan dirinya tidak berguna.
Proses Pikir :
Pembicaraan dengan klien sesuai dengan stimulus atau pertanyaan
yang diberikan perawat, tidak ada masalah yang ditemukan.
Isi Pikir :
Saat dilakukan wawancara klien tidak mengalami gangguan isi pikir.
Waham :
Klien tidak mengalami gangguan waham agama, waham kebesaran,

waham curiga, maupun waham somatik.


- Memori :
Klien memiliki daya ingat yang baik.
VIII. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Klien tampak sehat/Compos mentis (CM), masih sering mendengar
suara-suara, sering merenung dan kadang terlihat bingung.
B. Tanda-tanda vital
-

Suhu tubuh

Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
TB
BB

:36,80 C
: 110/70 mmHg
: 80 x/i
: 24x/i
: 168 Cm
: 61 kg

C. Pemeriksaan Head to toe


1. Kepala dan Rambut
- Bentuk
: Normal, simetris kiri & kanan, tidak ada
benjolan
- Ubun-ubun
: Tertutup & keras
- Kulit kepala
: Bersih dan tidak ada masalah
2. Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut : Bagus, penyebaran merata,
keadaan normal
- Bau
: Berbau
- Kulit kepala
: Berwarna hitam
3. Wajah
- Warna kulit
: Normal, sawo matang
- Struktur wajah
: Normal, Simetris, tidak ada kelainan
4. Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan : Normal, mata lengkap dan
simetris
30

Palpebra

radang
Konjungtiva dan sklera

: Konjungtiva anemis, sklera tidak

Pupil

interus
: Isokor, kontraksi pupil (+), reflek

Cornea dan iris


Visus

cahaya (+).
: pengapuran katarak (-)
: Klien dapat melihat lambaian

Tekanan bola mata

tangan dalam jarak 1 meter


: Tekanan bola mata kiri & kanan

: Normal, tidak ada oedema, tidak ada tanda-tanda

normal.
5. Hidung
- Tulang hidung dan posisi septum nasi :
Normal,tulang hidung simetris, posisi septumnasi simetris.
- Lubang hidung : Normal (2 lubang hidung), tidak ada
sumbatan.
- Cuping hidung
: Normal
6. Telinga
- Bentuk telinga
: Normal, daun telinga simetris kiri & kanan
- Ukuran telinga
: Normal, sama besar, simetris kiri & kanan
- Lubang telinga : Normal
- Ketajaman pendengaran : Baik, tidak ada gangguan
7. Mulut dan Faring
- Keadaan bibir
: Kering, bentuk bibir simetris
- Keadaan gusi dan gigi
: Gigi tampak kuning, gusi tidak ada
-

pendarahan
Keadaan lidah
Orofaring

: Tidak ada stomatitis


: Normal, mampu menelan dengan baik,

tidak ada tanda-tanda peradangan


8. Leher
- Posisi trachea
: Simetris dan ormal
- Thyroid
: Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid
- Suara
: Terdengar dan cukup jelas
- Kelnjar limfe
: Tidak ada pembengkakan kelenjar getah
bening
- Vena jugularis
: Tidak ada distensi vena jugularis
- Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan reguler.
9. Pemeriksaan integument
- Kebersihan
: Kulit klien terlihat berminyak
- Kehangatan
: Kulit terasa hangat ( dalam keadaan
-

normal)
Warna
Turgor

: Normal, warna kulit sawo matang


: Normal

31

- Kelembaban
: Terasa lembab
- Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan
10. Pemeriksaan payudara dan ketiak
- Ukuran dan bentuk
: Bentuk dan ukuran normal
11. Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks : Normal
- Pernafasan ( frekuensi, irama ) : Frekuensi 24/i, irama teratur
dan reguler
- Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan bernafas
12. Pemeriksaan paru
- Palpasi getaran suara
: Fremitus taktil seimbang kiri &
-

kanan
Perkusi
: Terdengar bunyi resonan
Auskultasi (suara nafas, suara ucapan, suara tambahan) :
Suara nafas normal, suara ucapan jelas, suara tambahan tidak

ada terdengar.
13. Pemeriksaan jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

: Normal
: Normal
: Normal
: Normal, frekuensi 80/i

14. Pemeriksaan abdomen


- Inspeksi (bentuk, benjolan) :
Bentuk
abdomen
normal
-

simetris,

tidak

tampak

massa/benjolan, bayangan pembuluh darah tidak tampak


Auskultasi
: Peristaltik 8/i, tidak ada suara tambahan
Palpasi
: Tanda nyeri tekan tidak ada, tidak ada

pembengkakan hepar.
- Perkusi (suara abdomen) : Suara abdomen timpani, ascites (-)
15. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : Tidak ada dilakukan
-

pemeriksaan
Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus) : Tidak
ada dilakukan pemeriksaan

D. Pola Kebiasaan Sehari-Hari


1. Pola makan dan minum
- Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari
- Nafsu/selera makan : nafsu makan klien baik
- Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri pada ulu hati
- Alergi : tidak memiliki riwayat alergi
- Mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah

32

Tampak makan memisahkan diri (pasien gangguan jiwa) :


Klien selalu makan bersama dengan temannya dan tidak

memisahkan diri.
Waktu pemberian makan : pagi, siang, sore
Jumlah dan jenis makan : Sesuai porsi yang diberikan nasi,

lauk dan sayur.


Waktu pemberian cairan : tidak ditentukan
Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah:
Klien tidak mengalami masalah dalam makan dan minum.

2. Perawatan diri/personal hygiene


- Kebersihan tubuh : Tubuh klien tampak bersih
- Kebersihan gigi dan mulut : Gigi klien tampak kuning dan
-

kurang bersih
Kebersihan kuku kaki dan tangan: kuku terlihat panjang dan

kotor.
3. Pola kegiatan/Aktivitas
- Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti
pakaian, dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total:
Klien melakukan aktivitas mandi, makan, ganti pakaian secara
-

sebahagian dan masih diberi arahan dari perawat.


Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit: Klien
jarang mengikuti kegiatan ibadah selama dirawat di RSJ, tetapi
klien mengatakan bahwa dirinya selalu berdoa jika ingin

makan dan tidur.


E. Pola Eliminasi
1. BAB
- Pola BAB
- Karakter feses
- Riwayat perdarahan
- BAB terakhir

: Tidak teratur
: Kadang keras dan kadang lembek
: Tidak memiliki riwayat perdarahan
: Pagi hari sebelum dilakukan

pengkajian
- Diare
: Tidak mengalami diare
- Penggunaan laksatif
: Tidak ada penggunaan laksatif
2. BAK
- Pola BAK
: 1-3 x sehari
- Karakter urine
: Kuning jernih
- Nyeri/rasa terbakar/ kesulitan BAK : tidak ada nyeri atau
kesulitan BAK
33

Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Klien tidak ada

mengalami riwayat penyakit ginjal


- Penggunaan diuretik : tidak ada penggunaan diuretik
F. Mekanisme koping
- Adaptif
Saat ada masalah klien terkadang memendam masalahnya
-

sendiri tanpa menceritakannya kepada siapapun.


Maladaptif
Klien mengatakan kalau ia mempunyai masalah klien selalu
memendamnya sendiri.

34

Anda mungkin juga menyukai