Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pneumonia
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur, dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Tabel 3.1 Daftar Mikroorganisme yang Dapat Menyebabkan Pneumonia
Infeksi Bakteri
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenzae
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Gram negatif (E. Coli)
Infeksi Virus
Influenxa
Coxackie
Adenovirus
Sinsitial respiratori

Infeksi Atipikal
Mycoplasma pneumoniae
Legionella pneumophillia
Coxiella burnetti
Chlamydia psittaci

Infeksi Jamur
Aspergillus
Histoplasmosis
Nocardia
Candida

Infeksi Protozoa
Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis

Penyebab Lain
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik

Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya

tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi
di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah dengan cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran
napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme
yang sama.
Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PMN mendesak
bakteri ke permkaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan
antara host dan bakteri maka tampak 4 zona pada daerah parasitik tersebut yaitu:
1

Zona luar: alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.

Zona konsolidasi yang luas: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yaang banyak.

Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
Red hepatization adalah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan Gray

hepatization adalah konsolidasi yang luas.


Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita Immunocompromised.
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
2.

Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

3.

Pneumonia virus
4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi :


1. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
2. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
3. Pneumonia interstisial
Diagnosis
1.Gambaran Klinis

Anamnesis
Ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk dengan dahak mukoid
atau purulen kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus yang kemudian
jadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

2. Pemeriksaan penunjang
a

Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) ditemukan gambaran radiologis berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta

gambaran kaviti.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan lab ditemukan peningkatan leukosit lebih dari 10.000/ul kadangkadang mencapai 30.000/ul, terdapat peningkatan LED. Untuk diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi. Pada pemeriksaan analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.

Tatalaksana
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. Hasil
pembiakan
bakteri
memerlukan
waktu,
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 3.2 Pilihan Antibiotik Pneumonia Berdasarkan Mikroorganisme

Agen Penyebab
S. pneumoniae
sensitif terhadap
penisilin (MIC < 0,1
ug/ml)

Resistensi sedang
terhadap penisilin
(MIC: 0,1-1 ug/ml)

Resistensi tinggi
terhadap penisilin
(MIC > 1 ug/ml)
H. influenzae

S. aureus

Enterobakteriaceae
(E. coli, Klebsiella,
Proteus,
Enterobacter)
Legionella

Antibiotika yang
Digunakan
Penisilin G atau V

Pilihan Antibiotika
Lain
Sefalosporin :
sefazolin, sefuroksin,
sefotaksim,
seftizoksim,
seftriakson

Penisilin G : 2-3 juta


unit/ 4 jam
Seftriakson,
sefotaksim
Agen oral: makrolid,
sefuroksim,
sefodoksim
Vankomisin

Vankomisin

Sefalosporin generasi
kedua atau ketiga,
klaritromisin,
azitromisin,
trimetoprinsulfametoksazol
Oxasilin dengan atau
tanpa rifampisin atau
gentamisin

Tetrasiklin,
betalaktamase,
fluorokuinolon,
kloramfenikol

Keterangan
Dosis untuk penyakit
berat:
Penisilin IV:
0,5 juta unit/4 jam
Sefuroksim: 750mg/8
jam IV
Seftriakson : 2g/hari
IV
Sefotaksim: 2g/6 jam
IV
MIC 0,1-1 ug/ml
biasanya sensitif
terhadap sefalosporin
Dosis Vankomisin
1g/12 jam IV

Imipenem

Sefazolin atau
sefuroksim,
vankomisin,
klindamisin,
trimetoprinsulfametoksazol,
fluorokuinolon
Sefalosporin generasi Aztreonam,
kedua atau ketiga
imipenem,
dengan/tanpa
betalaktamaminoglikosida
betalaktamase
Eritromisin dengan
Klaritromisin atau
atau tanpa rifampin,
azitromisin, rifampin,

20% perlu
vankomisin

siprofloksasin
Mycoplasma
pneumoniae

Doksisiklin,
eritromisin

Chlamydia
pneumoniae

Doksisiklin,
eritromisin

Chlamydia psittaci

Doksisiklin

doksisiklin dengan
rifampin, ofloksasin
Klaritromisin atau
Selama 1-2 minggu
azitromisin, rifampin,
siprofloksasin atau
ofloksasin
Klaritromisin atau
Selama 1-2 minggu
azitromisin, rifampin,
siprofloksasin atau
ofloksasin
Eritromisin,
kloramfenikol

Sedangkan terapi suportif dapat dilakukan meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2
> 8 kPa (SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous
positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.
Komplikasi

Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.
Pneumotoraks.
Gagal napas.
Sepsis

DAFTAR PUSTAKA
1

Price SA.Wilson LM.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit ed.6, Jakarta:


EGC; 2012.

Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press.

Chris Tanto et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Aru W, Sudoyo. W. Buku Ajar ilmu pnyakit Dalam Jilid I edisi V. Interna Publishing;
2009

Anda mungkin juga menyukai