Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ yang memiliki sistem perlindung yang baik, yang terdiri
dari rongga orbita, kelopak, jaringan retrobulbar, serta refleks memejam dan mengedip yang
dapat melindungi mata dari trauma. Trauma pada mata merupakan tindakan sengaja maupun
tidak yang dapat mengakibatkan perlukaan pada mata. Terdapat berbagai jenis trauma pada mata,
yaitu trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi. (1,2)
Trauma kimia pada mata adalah terpaparnya bahan kimia, baik yang bersifat asam ataupun
basa, yang dapat merusak struktur bola mata. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu
kegawat daruratan mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Tingkat keparahan trauma kimia
pada mata dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari
zat kimia tersebut. Trauma kimia pada mata dapat terjadi pada kecelakaan dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia seperti pertanian, dan peperangan memakai bahan
kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. (1,2)
Berdasarkan data CDC (Center for Disease Control and Prevention) tahun 2000 sekitar 1
juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. Berdasarkan data
WHO tahun 2008 trauma mata yang berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang dan
1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Delapan puluh empat persen
kasus trauma mata disebabkan oleh trauma kimia. Sekitar 80% dari trauma kimiaw pada mata
disebabkan oleh pajanan karena pekerjaan. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio
terkena trauma mata 4 kali lebih besar. (2)
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa trauma kimia pada mata merupakan hal
yang membahayakan karena dapat mengakibatkan kebutaan. Trauma kimia pada mata sering
terjadi di masyarakat dengan angka insidensi yang cukup tinggi. Oleh karena pertimbangan
tersebut, maka perlu adanya pembahasan yang spesifik mengenai trauma kimia pada mata.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan informasi yang akurat dan spesifik mengenai
trauma kimia pada mata.

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Tujuan Penulisan Referat:


Tujuan utama: Untuk mengetahui trauma kimia secara menyeluruh sehingga
penatalaksanaan yang dilakukan akan tepat sasaran dan mencegah
terjadinya kebutaan.
Tujuan khusus:

Untuk mengetahui anatomi dan fungsi mata


Untuk mengetahui patofisiologi trauma yang ditimbulkan oleh asam dan

basa
Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma kimia asam maupun basa
Untuk mengetahui penatalaksanaan yang adekuat pada pasien dengan

trauma kimia
Mencegah insidensi terjadinya kebutaan akibat trauma kimia

BAB II
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

ANATOMI MATA
Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang kompleks. Mata terdiri
atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan sistem persarafan. Bola mata
berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bagian bola mata paling depan
adalah kornea. Bola mata memiliki 2 kelengkungan yang berbeda akibat kornea mempunyai
kelengkungan yang lebih tajam. (3,4)

Gambar 2.1 Anatomi mata tampak melintang2


Bola mata bagian posterior dibungkus oleh 3 lapisan, yaitu sklera, jaringan uvea, dan
retina. (1) Sklera (bagian putih mata) merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat. Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata. (2)
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid.
Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa (perdarahan suprakoroid). (3) Retina merupakan lapisan yang
terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapisan
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak. (1,3,4)
Adapun lapisan pada bola mata mulai dari bagian anterior ke posterior yaitu; (i)
Konjungtiva atau selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.
Konjungtiva terdiri atas konjungtiva palpebra yang terletak pada palebra superior dan inferior,
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

konjungtiva bulbi yang menutupi bagian sklera dan konjungtiva fornix yang berada di antara
konjuntiva palpebra dan konjungtiva bulbi. (ii) Kornea merupakan struktur transparan yang
menyerupai kubah yang tembus cahaya, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik mata
anterior serta membantu memfokuskan cahaya. Merupakan lapis jaringan yang menutup bola
mata depan dan secara histologis terdiri dari 5 lapisann, yaitu epitel, membrana bowman, stroma,
membrana descement, dan endotel. (1,3)

Gambar 2.2 Histologi kornea2


(iii) Pupil atau daerah hitam yang berada di tengah-tengah iris. Pupil dapat membesar atau
disebut midriasis, dan mengecil yang disebut miosis. Diameter pupil rata-rata 2-3 mm, isokor
pada kedua mata. (iv) Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa. Iris memiliki kemampuan mengatur secara otomatis masuknya
cahaya ke dalam bola mata dengan cara merubah ukuran pupil. Bagian lateral iris akan menjadi
badan siliaar. Badan siliar merupakan susunan otot yang melingkar dan mempunyai sistem
ekskresi di belakang limbus. (v) Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara
lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa
dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris. (vi) Lensa merupakan struktur cembung ganda yang
tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke
retina. (vi) Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

(mengisi segmen posterior mata). (vii) Saraf optikus terdiri dari kumpulan jutaan serat saraf yang
membawa pesan visuil dari retina ke otak. (1,3,4,)
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian yang masing-masing terisi oleh cairan. Adapun dua
bagian tersebut, yaitu : (3)
1.

Segmen Anterior, mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber energi bagi struktur mata di dalamnya.
Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu bilik anterior (COA) yang dimulai
dari kornea sampai iris, dan bilik posterior (COP) yang dimulai dari iris sampai lensa.
Dalam keadaan normal, humor aqueus yang dihasilkan oleh badan siliar akan mulai
dialirkan pada bilik posterior, kemudian melewati pupil masuk ke bilik anterior dan keluar
dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris (kanal Schlem).

2.

Segmen Posterior, mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Mata juga dilengkapi oleh pembuluh darah. Arteri oftalmika dan arteri retinalis

menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena
oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian
belakang.(3) Selain pembuluh darah, pada mata juga terdapat beberapa otot yang bekerja sama
untuk menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya. Adapun saraf yang berperan pada
mata yaitu : (1,3,4)
1. Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak.
2. Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.
3. Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada
tulang orbita. Pergerakan otot orbita dipersarafi oleh N. III, IV, dan VI.
Nervus okulomotorius (N. III) berperan dalam menggerakan m. rektus superior (mata
melirik ke atas), m. rektus inferior (mata melirik ke bawah), m. rektus medialis (mata
melirik ke nasal), dan m. obliquus inferior (mata bergerak menyamping ke atas).
Nervus okulomotorius juga berperan pada sfingter pupir dan m. levator palpebra
untuk membuka mata.
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Nervus throkhealis (N. IV) berperan pada m. obliquus superior (mata bergerak

menyamping ke bawah).
Nervus Abduscen (N. VI) berperan dalam menggerakan m. rektus latrealis (mata
melirik ke temporal).

Gambar 2.3 Otot-otot penggerak bola mata2


Pada mata juga terdapat fotoreseptor yang berguna untuk menangkap cahaya yang masuk
sehingga cahaya yang masuk dapat diinterpretasikan menjadi bentuk dan warna yang dapat
dikenali. Fotoreseptor mata terdapat pada retina, termasuk pada lengkung Fovea Sentralis di
Makula Lutea. Fotoreseptor mata terdiri atas dua jenis sel, yaitu sel-sel batang dan sel-sel
kerucut. Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang
untuk setiap mata. Sel-sel batang merupakan sel-sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan
intensitas rendah. Sel-sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempat
gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel-sel batang tidak
mampu mendeteksi warna. Sel-sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di dalam selsel batang terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu). Rodopsin hanya
satu jenis, sehingga hanya ada satu jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau menyerap
cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada cahaya atau
gelap, rodopsin akan terbentuk kembali. Penguraian rodopsin menjadi opsin dan retinal jauh
lebih cepat dibandingkan pembentukannya kembali. Pada saat rodopsin menghilang, sel-sel
kerucut yang akan digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total, butuh sekitar 30
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

menit untuk membentuk kembali rodopsin sehingga kita dapat melihat. Itulah sebabnya kita
tidak dapat langsung melihat dengan jelas ketika beralih dari tempat terang ke tempat yang
sangat gelap. (1,3)
Berbeda dengan sel-sel batang, sel-sel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi
dan perbedaan panjang gelombang sehingga berperan dalam proses penglihatan di siang hari atau
pada tempat terang. Sel-sel kerucut menghasilka penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel
kerucut hanya terdapat di Fovea Sentralis. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif
iodopsin. Idopsin tersebut peka terhadap warna. Oleh karena itu, maka sel-sel kerucut mampu
mendeteksi warna. Berdasarkan bentuknya, iodopsin terdiri dari tiga jenis, yaitu sel kerucut biru,
sel kerucut hijau, dan sel kerucut merah. Nama-nama tersebut berdasarkan warna cahaya yang
diserap oleh sel-sel kerucut. Jika ketiga sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi yang sama,
maka akan terlihat warna putih. (1,3)

BAB III
TRAUMA KIMIA
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

III.I Definisi
Trauma kimia biasanya disebabkan oleh bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik
pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh dua macam
bahan, yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia
dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH
> 7. (6)

III.II

Epidemiologi
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami

gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Lebih dari
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. (1,2)
Dari data WHO tahun 2005 menyebutkan trauma okular berakibat kebutaan unilateral
sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami
kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio
frekuensi bervariasi trauma asam : basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari
trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury
Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.(2)

A. Trauma Asam
1.

Definisi
Trauma kimia asam pada mata disebabkan oleh paparan bahan kimia yang bersifat asam yang
dapat merusak struktur bola mata. (1,2)

2.

Jenis Asam
Trauma kimia asam biasanya disebabkan oleh bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik
pada wajah. Zat kimia yang mengenai mata dapat berupa zat kimia kuat maupun lemah.

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Trauma kimia asam yang paling parah disebabkan oleh asam hidrofluorik karena berat
molekulnya yang rendah dan ukurannya yang kecil, fluroride akan menembus masuk ke
stroma dan menyebabkan cedera kornea serta segmen anterior. Asam sulfat merupakan
penyebab trauma kimia mata tersering. Asam sulfat bereaksi dengan air dan masuk ke dalam
robekan pre kornea untuk memproduksi panas yang mendestruksi epitel kornea serta
konjungtiva. Salah satu kejadian yang mengakibatkan luka bakar asam sulfat adalah ledakan
accu mobil, yang mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata.(8)
Tabel 3.1 Bahan Penyebab Trauma Kimia Asam8
Komponen
Aktif

Sumber Utama

Catatan
Percampuran dengan air mata

Asam sulfat
(H2SO4)

Pembersih industry air accu

menyebabkan cedera panas, dapat


disertai dengan adanya benda asing atau
robekan jaringan

Terbentuk dari percampuran


Asam sulfit
(H2SO3)

sulfur diokida (SO2) dengan air


mata
- Pengawet buah/sayuran
- Bahan pemutih
- Bahan pendingin

Asam

Bahan pemoles/pemutih kaca,

hidrofluorik

pemisah mineral, alkilasi bensin,

(HF)

produksi silicon

Asam klorida

Digunakan sebagai larutan

(HCL)

31-38%

Asam cuka

Cuka 4-10%, cuka biang 80%, asam

(CH3COOH)

asetat glasial 90%

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Relatif lebih mudah berpenetrasi


dibandingkan asam lainnya

Mudah berpenetrasi dan menyebabkan


trauma yang parah
Kerusakan berat bila konsentrasi pekat
dan pajanan kronis
Trauma ringan bila konsentrasi <10%,
kerusakan meningkat bila konsentrasi
pekat

Chromik
(Cr2O3)

3.

Pajanan yang kronis dapat


Industri pelapisan krom

menyebabkan konjungtivitis kronis


dengan brown discoloration

Patofisiologi
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam.(7)
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Hal ini
menyebabkan trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih
ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. Bahan asam yang mengenai
kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel
kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea.(6,7)
Namun apabila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Asam kuat dapat menembus dan menghasilkan pola cedera yang sebanding dengan sebuah
luka bakar basa, seperti kerusakan jaringan yang dalam pada mata yang mencapai pH 2,5
atau kurang.(7)
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan. (8)
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal berikut :
a. Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus
b. Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih
c. Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

10

d. Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris
dan lensa
e. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea
f. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi
Proses penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut :
a. Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epithelial yang berasal dari stem cell limbus
b. Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit sehingga terjadi sintesis
kolagen baru.

Skema Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata. (6,7)


Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

11

Asam masuk ke bilik mata depan menimbulkan iritis dan katarak

Gangguan persepsi penglihatan

4.

Klasifikasi
Trauma kimia asam dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan
akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksanaan
yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi
ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu
klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superficial dan
profundus). Klasifikasi tingkat keparahan akibat rudapaksa kimia berdasarkan M.J. RoperHall. (9)

Tabel 3.2 Klasifikasi Trauma Kimia


Gradasi
I
II
III
IV

Kornea
Erosi kornea
Keruh, detail iris jelas
Kerusakan epitel total, stroma

Konjungtiva
Iskemia (-)
Iskemia < limbus
Iskemia 1/3

keruh, detail iris kabur


Keruh/putih, detail iris tak

limbus

tampak

Iskemia > limbus

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Prognosis
Baik
Baik
Kurang baik
Jelek

12

Gambar 3.1 Derajat keparahan trauma kimia berdasarkan Roper-Hall


(a) Gradasi I; (b) Gradasi II; (c) Gradasi III; (d) Gradasi IV

5.

Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis, dan hasil
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan
karena trauma kimia asam pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesis singkat. (10)
Anamnesis
Pada anamnesis pasien mengeluh adanya bahan kimia asam yang mengenai mata disertai rasa
nyeri sampai tidak bisa membuka mata, berair, kabur, dan silau. Bahan asam yang mengenai
mata bisa berupa cairan atau mata tersemprot gas sehingga partikel-partikelnya masuk ke
dalam mata.
Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yatu epifora, blefarospasme,
dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi
penurunan visus akibat nekrosis superfisial kornea. Selain itu dapat ditemukan gejala seperti
kelopak mata bengkak, konjungtiva hiperemis, kemosis, edem kornea, tes fluoresein +,
sampai kekeruhan kornea yang hebat.
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia asam
sudah teririgasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal
atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum
dilakukan pemeriksaan.
Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa
kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intraocular,

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

13

konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang
menetap dan berulang.

Anastesi local
Obat anastesi lokal digunakan untuk menghilangkan nyeri pada mata, atau saat akan
melakukan pemeriksaan diagnostik tertentu seperti tonometer, uji anel, pemeriksaan
dengan goniolens, serta bedah pengeluaran benda asing pada kornea atau konjungtiva.
Obat anastesi local yang sering dipakai adalah tetrakain 0,5%, kokain 2-5%, dan
pantokain 2%.

Obat anastesi lokal dapat memberikan efek samping berupa :


- Memperlambat penyembuhan epitel kornea
- Memperberat proses kelainan kornea
- Dapat merusak epitel kornea
Kertas pH meter atau lakmus untuk mengetahui jenis bahan kimia
Pemeriksaan pH bola mata dilakukan secra berkala. Irigasi pada mata harus tetap
dilakukan sampai tercapai pH normal.
Tes fluoresein
Merupakan tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Zat warna
fluoresein akan berubah berwarna hijau pada epitel kornea yang defek. Alat/bahan yang
dibutuhkan yaituzat warna fluoresein 0,5 2 % tetes mata atau kertas fluoresein, serta
obat tetes anastetikum pantokain. Teknik pemeriksaan awalnya mata ditetesi pantokain 1
teteslalu zat warna fluoresein diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada
forniks inferior selama 20 detik. Zat warna diirigasi dengan larutan garam fisiologik
sampai seluruh air mata tidak berwarna hijau lagi. Cari bagian pada kornea yang
berwarna hijau. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel
kornea. Defek ini dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan
kerusakan epitel. Zat warna yang menempel pada defek epitel akan menghilang sesudah

30 menit
Pemeriksaan memakai lampu senter, loupe, dan slit lamp
Loupe merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran
normalnya. Loupe mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Untuk melihat benda dengan loupe
yang berkekuatan 5,0 dioptri maka benda yang diliht harus terletak 20 cm (100/5) atau
pada titik api lensa loupe. Dengan jarak ini mata tanpa akomodasi akan melihat benda
lebih besar. Bila benda yang dilihat disinari sentolop, maka benda yang dilihat akan lebih

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

14

tegas. Hal ini dipergunakan sebagai slitlamp, karena cara kerjanya hampir sama.
Pemeriksaan dengan loupe atau slitlamp akan lebih sempurna bila dilakukan di dalam

kamar yang digelapkan.


Pemeriksaan oftalmoskopi/funduskopi direk dan indirek
Foto rontgen dan pemeriksaan menggunakan magnet
Foto rontgen dilakukan terutama untuk benda logam yang radioopak, sehingga lokasinya
dapat ditentukan lebih cermat. Selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan dengan magnet.
Caranya, magnet didekatka pada mata dan digerakan sehingga benda asing di mata akan

6.

ikut bergerak dan mata terasa sakit bila benda tersebut bersifat magnetis.
Tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular

Tata Laksana
Tata laksana trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu
sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular,
yaitu memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, serta mencegah sekuele jangka panjang. Tata laksana trauma kimia mencakup
tata laksana secara umum dan secara khusus.(7)
Tata Laksana Umum
a) Irigasi mata dan jaringan sekitar. Semua rudapaksa /trauma kimia merupakan kasus
emergensi/darurat, sebaiknya pertolongan pertama mulai dilakukan pada tempat kejadian
sesegera mungkin, dengan cara mencuci/irigasi dengan air bersih (air mineral, air sumur,
air PDAM) sesering mungkin sebelum dirujuk ke rumah sakit terdekat. Berikan anestesi
lokal tetes mata diikuti irigasi dengan aquades steril, cairan fisiologis (normal salin,
ringer laktat) secara manual, memakai spuit 20 cc disposable, atau secara drip /
continuousirrigation dengan infusion set. Irigasi selain ditujukan pada kornea mata, juga
untuk fornik superior/inferior, bila ada sisa bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi
kapas steril basah atau pinset. Irigasi minimal 1 liter untuk masing-masing mata, untuk
bahan kimia asam irigasi dilakukan selama jam
b) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat
pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan
antara konjungtiva palpebral, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
c) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi
re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan bebat (perban) pada mata dan artificial

tear (air mata buatan)


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

15

Gambar 3.2 Irigasi dan pembebatan pada mata7


Tata laksana khusus berdasarkan fase peristiwa
a) Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini yaitu menghilangkan material bahan asam hingga sebersih
mungkin. Tindakan yang dilakukan antara lain irigasi (dengan cara sama seperti pada tata
laksana umum).
b) Fase akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit. Prinsip terapi dengan
medikamentosa dan pembedahan. Medikamentosa ditujukan untuk mempercepat proses
reepitelisasi kornea, mengontrol tingkat peradangan, mencegah infeksi sekunder,
mencegah peningkatan tekanan bola mata, suplemen/antioksidan.
Medikamentosa yang diberikan pada pasien trauma kimia asam antara lain :
Steroid
Bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutrophil. Namun pemberian
steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen
dan menghambat migrasi fibroblast. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial
dan di-tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% eye drop dan Prednisolon
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

16

0,1% eye drop diberikan setiap 2 jam. Bila perlu dapat diberikan Prednisolon IV 50

200 mg.
Sikloplegik
Untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia anterior. Atropin 1% eye

drop atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.


Asam askorbat (vitamin C)
Mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka
dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblast kornea. Natrium
askorbat 10% topical diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sistemik dapat diberikan

sampai dosis 2 gram per hari.


Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Untuk menurunkan tekanan intraocular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma

sekunder. Diberikan secara oral Asetazolamid (Diamox) 500 mg.


Antibiotik
Diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk
menghambat kolagenase, menghambat aktivitas neutrophil dan mengurangi

pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topical dan sistemik.


Asam hyaluronik
Untuk membantu proses reepitelisasi kornea dan menstabilkan barrier fisiologis.
Asam sitrat menghambat aktivitas neutrophil dan mengurangi reson inflamasi.
Natrium sitrat 10% topical diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk
mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

c) Fase Pemulihan Dini (early repair pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-21)
Tujuan tindakan pada fase ini yaitu membatasi tingkat penyulit. Masalah yang dihadapi
pada fase ini antara lain hambatan reepitelisasi kornea, gangguan fungsi kelopak mata,
hilangnya sel goblet, ulserasi stroma hingga perforasi kornea. Prinsip dan tata laksana sama
seperti fase sebelumnya, disesuikan dengan kondisi pasien.
Tabel 3. Penatalaksanaan Fase akut
Tindaka
n
A
B

Gradasi I

Gradasi II

Gradasi III

Gradasi IV

Bandage lens

Bandage lens

Kortikosteroid

Dexamethasone/

Bandage lens
Dexamethasone/

tetes 6x

Prednisolon tetes/jam

AB + steroid tetes 4-6x

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

Prednisolon tetes/ 30
menit

17

AB + steroid tetes 4-6x

Tetrasiklin salep 4x

Tetrasiklin salep 4x

Doxysiklin 2x100mg

Doxysiklin 2x100mg

Asetazolamide

tetes 2x

Sulfas atropin 1% tetes 2x


Vitamin C 4x500mg

Timolol 0,5% tetes 2x

Timolol 0,5%

Tetrasiklin salep 4x
Doxysiklin
2x100mg
Timolol 0,5% tetes
2x
Asetazolamide

2x500mg

Sulfas atropin 1%

Sulfas atropin 1% tetes

2x500mg
Sulfas atropin 1%

tetes 2x

2x

tetes 2x

Vitamin C 2000mg

Vitamin C 2000mg
Nekrotomi + graft

Vitamin C 2000mg
Nekrotomi + graft

konjungtiva limbus

konjungtiva limbus

Tabel 4. Penatalaksanaan Fase Pemuihan Dini


Tindaka
n
A

Gradasi I

Solcosery 3x

Gradasi II
Epiteliopati (+) :
Solcosery 4x

Gradasi III
Epiteliopati (+) : Solcosery
4x
Retinoic acid 1% 1x malam
NSAID tetes 4x

NSAID tetes4x

Medroxy progesteron 1% 4x

Gradasi IV
Reepitelialisasi (+) : bandage
lens diteruskan
NSAID tetes 4x
Medroxy progesteron 1% 4x
Tetrasiklin salep 4x
Doxyiklin 2x100mg
Peningkatan TIO (-) : Timolol
0,5% tappoff
Asetazolamid + ion K
dihentikan
Uveitis (-) : sulfas atropine

dihentikan
Vitamin C 2000 mg/hari
Vitamin A dan E
Graft konjungtiva limbus /

terapetik keratoplasti,
keratoprostesis

B. Trauma Basa
1. Definisi
Trauma basa merupakan rudapaksa mata yang disebabkan oleh bahan kimia basa. Trauma
basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat
yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

18

ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. 8

2. Etiologi
Bahan kimia bersifat basa : NaOH, CaOH, amoniak, Freon atau bahan pendingin lemari es,
sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga,
dan soda kuat.(6)

3. Patogenesis
Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga
sering berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses saponifikasi,
disertai dengan dehidrasi. Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya
sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan
disosiasi asam lemak membran sel. Akibat saponifikasi tersebut, maka akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut. Gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus
kornea akan mengakibatkan terjadinya perforasi kornea. (3)
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke
12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.
Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah
menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka
akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu
jumlah kadar glukosa dan askorbat yang berkurang, padahal kedua unsur ini memegang
peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.(3)
Bahan-bahan yang bersifat basa dibagi menjadi ion hidroksil dan kationnya dalam bola mata.
Ion hidroksil menyebabkan terjadinya saponifikasi asam lemak membran sel, sedangkan
kationnya berinteraksi dengan kolagen dari stroma dan glikosaminoglikan. Collagen
hydration menyebabkan terjadinya ketidaksempurnaan dan pemendekan benang-benang
fibrin, yang mengarah ke perubahan jalinan trabekula di bilik mata depan yang nantinya akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra okuli. Selain itu, adanya pelepasan
mediator inflamasi selama proses trauma yang merangsang pelepasan dari prostaglandin,
juga akan meningkatkan tekanan intra okuli. (5)
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

19

Interaksi ini juga dipengaruhi dari dalamnya penetrasi ke dalam kornea dan segmen anterior
dari bola mata. Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
Nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh
darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus yang akan berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel
kornea.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris
dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Sedangkan untuk proses penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses
berikut :
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru.
4. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam : (9)
Derajat 1: hiperemi konjungtiva, dan keratitis pungtata.
Derajat 2: hiperemi konjungtiva dan hilang epitel kornea.
Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya kornea.
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

20

Gambar 3.3 Klasifikasi Trauma Kimia menurut Thoft: (a)derajat 1, (b)derajat 2, (c)derajat 3, (d)derajat 4

5. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme,
dan nyeri berat. Pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa
hari sesudah kejadian. Namun kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat.(8)

Gambar 3.4 Manifestasi Klinis Trauma Kimia Alkali(4)

6. Diagnosa
Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

21

trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.
Anamnesa
Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas
pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat
kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat
ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.(6,12)
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset
dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai
adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi
akibat ledakan.(8)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah
terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau
lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan
pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus
untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra
okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel
yang menetap dan berulang.(7,12)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata
secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.
(7,12)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis
trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma
okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

22

struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan
satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti.
Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan
untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada
trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30
menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan
natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik
menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul
untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa
kontak lembek dan artificial tear (air mata buatan).
3.6 Irigasi dengan Kanul6

Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti
steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma
kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu

regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10


Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis
kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara
inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon
0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200

mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.

Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

23

Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan


penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat

diberikan sampai dosis 2 gr.


Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral

asetazolamid (diamox) 500 mg.


Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin

100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan
barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon
inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya
untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

III.III Komplikasi
Komplikasi segera :
a) Glaukoma akut dapat terjadi 2-4 jam setelah trauma, hal ini karena adanya pelepasan
prostaglandin yang merangsang terjadinya uveitis
b) Ekspose kornea sehingga terjadi perlunakan kornea
Komplikasi jangka panjang :
a) Simblefaron
Merupakan kelainan dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
b)
c)
d)
e)

kornea dan penglihatan terganggu. Dapat diatasi dengan simblefarektomi.


Sindrom mata kering (keratitis Sicca)
Katarak traumatika
Sikatrik kornea
Glaukoma sudut tertutup
Pasien mengeluhkan gejala khas yaitu tajam penglihatan menurun, mata merah, nyeri pada
mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam, melihat pelangi (halo) di
sekitar lampu, mual, dan muntah. Dapat diatasi dengan obat-obatan anti glaukoma untuk

menurunkan tekanan intraokuler serta tindakan bedah iridektomi perifer atau trabekulektomi.
f) Entropion

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

24

Kelopak mata yang terbalik atau membalik ke dalam tepi jaringan, terutama tepi kelopak
bawah. Entropion dapat terjadi akibat senilitas, spasme, sikatriks. Dalam kasus trauma kimia
asam entropion terjadi akibat adanya spasme dan sikatriks.

Gambar 3.5 Simblefaron8

Gambar 3.7 Katarak traumatika8

Gambar 3.6 Keratitis sicca8

Gambar 3.8 Sikatrik kornea8

III.IV Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat
pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

25

Gambar 3.12 Cooked Fish Eye Appearance8

Prognosis trauma kimia asam tergantung pada : (10)


a. Luas kerusakan permukaan epitel
b. Gangguan fungsi kelopak
c. Defek epitel yang persisten
d. Pertolongan pertama saat kejadian, semain cepat, semakin baik prognosisnya
e. Jumlah dan tingkat kepekatan konsentrasi (pH) bahan kimia, semakin banyak jumlah dan
kepekatannya tinggi (pH semakin rendah) maka kerusakannya semakin hebat
f. Lama kontak dengan bahan kimia asam

BAB IV
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7 dan
bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih
berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata
depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih
dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan
nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak memerlukan
anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
samapai pH mata kembali normla dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

26

multivitamin, antiglaukoma, dll. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada
pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah. Apabila dalam menjalankan
suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada tanggal
Januari 2015.http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/
3. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2008.
4. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
5. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh
tanggal 4 Agustus 2011.http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
6. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
7. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 2 Agustus 2011.
http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

27

8. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia: Elseiver
Limited. 2000.
9. Trudo, Edward W dan William Rimm. Chemical Injuries of the Eye. Washington. 2008.
10. Cohlmia Eye Center. Chemical Eye Burns Emergency Care. Diunduh pada tanggal 2
Agustus 20011.http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eye-burns.php

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata


RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai