Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PATOMEKANISME
MANIFESTASI KLINIS
Kelainan hemopoeisis
Kelainan hemopoeisis pada gagal ginjal kronik berupa anemia
normokromik normositer dan normositer (MCV 78-94 CU). Anemia pada
pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik (Suwitra, 2007).
Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis
mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
usus halus
Kelainan mata
Sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik mengalami visus hilang (azotemia
amaurosis). Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
Kelainan kardiovaskuler
Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost (Kumar et al., 2007).
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia
normositik normokrom dan terdapat sel Burr
pada uremia berat. Leukosit dan trombosi
masih dalam batas normal. Klirens kreatinin
meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus dan
turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada
gagal ginjal terminal. Serta dapat ditemukan
proteinuria 200-1000 mg/hari hematuria dan
leukosuria. Penurunan fungsi ginjal berupa
penurunan ureum dan kreatinin serum.
Gambaran radiologis;
PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif yaitu mencegah memburuknya
faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit. Adapun terapi konservatif untuk gagal ginjal
kronik antara lain (Sukandar, 2006; Suwitra, 2007) :
1. Diet
Terapi diet rendah protein untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia. Pembatasan asupan protein
mulai dilakukan pada LFG 60 ml/menit. Protein diberikan
0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gram
1. Hemodialisis
Hemodialisis tidak boleh dilakukan terlambat, tujuannya
untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi.
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut,
yaitu : perikarditis, ensefalopati atau neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten,
dan kadar BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Serta
indikasi elektif, yaitu LFG : antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, dan muntah.
3. Transplantasi ginjal
Pertimbangan dilakukannya transplantasi ginjal adalah :
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil
alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan
hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
KOMPLIKASI
Anemia
Osteodistofi ginjal
Gagal jantung
Disfungsi ereksi
Sindrom Metabolik
Atherosklerosis
Kerusakan dan disfungsi sel endothelial
PROGNOSIS
Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan
menuju
stadium
terminal
dengan
angka
progesivitasnya tergantung dari diagnosis yang
mendasari dan keberhasilan terapi. Pasien yang
menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan
gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi
ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani
dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan
pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%)
(Medscape, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease. US Nephrology: 13-7.
Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. 2007. Robbins buku ajar patologi volume 2 edisi 7. Jakarta:
EGC.
Levey, AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. 2005. National Kidney Foundation Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification,and Stratification. Ann Intern Med ;139:137-47.
McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in Adults and Children. Canada:
Elsevier Mosby.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses perjalanan penyakit, volume 1, edisi
6. Jakarta: EGC.
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus,
S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 579-580.
Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. 2007. Chronic Renal failure in Oxford Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th.
New York: Oxford University. 294-97.
Ketut , S. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;.hlm 570-3.