Anda di halaman 1dari 28

edisi II tahun 2014

Pengelolaan Ruang Untuk Ketahanan Pangan


Implementasi RPJMN 2015-2019 untuk Mempertahankan Lahan Sawah
Beririgasi Teknis
Dr. Ir. Rr. Endah Murningtyas, MSc
Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas

Tata Ruang Laut Menyokong Kedaulatan Pangan


Dr. Subandono Diposaptono, M.Eng
Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN 2015 - 2019 Bidang Tata Ruang dan
Pertanahan
Kajian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas

Implementasi RZWP-3-K di Kota Ternate


Melihat dari Dekat

buletin tata ruang & pertanahan

Pelindung
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah
Penanggung Jawab
Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
Pemimpin Redaksi
Santi Yulianti
Dewan Redaksi
Mia Amalia
Uke M. Hussein
Nana Apriyana
Rinella Tambunan
Editor
Gina Puspitasari
Astri Yulianti
Redaksi
Hernydawati
Aswicaksana
Raffli Noor
Idham Khalik
Cindie Ranotra
Riani Nurjanah
Octavia Rahma Mahdi
Chandrawulan Padmasari
Gita Nurrahmi
Dea Chintantya
Marhensa Aditya Hadi
Reza Nur Irhamsyah
Zaharatul Hasanah
Linggar Wahyusagara
Desain & Tata Letak
Dodi Rahadian
Indra Ade Saputra
Distribusi & Administrasi
Sylvia Krisnawati
Redha Sofiya
Pratiwi Khoiriyah
Alamat Redaksi
Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan, Kementerian PPN/
Bappenas
Jl. Taman Suropati No. 2
Gedung Madiun Lt. 3
Jakarta 10310
telp: 021 - 392 66 01
email: trp@bappenas.go.id
website: http://www.trp.or.id
Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari
luar, Isi berkaitan dengan penataan ruang dan
pertanahan dan belum pernah dipublikasikan.
Panjang naskah tidak dibatasi.
Sertakan identitas diri, Redaksi berhak
mengeditnya.
Silakan kirim ke alamat di atas

dari redak-

edaulatan pangan menjadi salah satu misi Presiden Joko Widodo - Wakil
Presiden Jusuf Kalla untuk 5 tahun mendatang. Misi ini diturunkan ke
dalam program aksi, meliputi: perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di
3 Juta hektar sawah; 1 Juta hektar lahan sawah baru di luar Jawa; pendirian
Bank Petani dan UMKM; gudang dengan fasilitas pengolahan pasca panen
di tiap sentra produksi; serta pemulihan kualitas kesuburan lahan dan
penghentian konversi lahan produktif untuk usaha lain, seperti industri,
perumahan dan pertambangan. Harapannya, ini akan menjadi langkah
strategis untuk membuka jalan bagi Indonesia menuju Kemandirian Ekonomi.
Visi, misi, dan program aksi Jokowi JK menjadi acuan bagi Kementerian
PPN/Bappenas dalam menyusun RPJMN 2015 2019. Ini diwujudkan dalam
RPJMN 2015 2019 Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA
LH), ketahanan pangan menjadi isu strategis yang akan diselesaikan 5 tahun
mendatang. Salah satu kebijakan dan strateginya adalah pengamanan lahan
padi beririgasi teknis. Ini menjadi kebijakan multisektor. Untuk bidang tata
ruang dan pertanahan, ini sangat relevan dengan upaya perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang ingin diintegrasikan ke dalam
rencana tata ruang.
Tidak salah kiranya, Buletin Tata Ruang dan Pertanahan Edisi II Tahun 2014
mengangkat tema Pengelolaan Ruang untuk Ketahanan Pangan. Untuk
menjawab isu ketahanan pangan, rubrik wawancara kali ini menghadirkan
Dr. Rr. Endah Murniningtyas, MSc, Deputi Bidang SDA LH, Kementerian
PPN/Bappenas. Wawancana ini menarik untuk disimak karena secara lugas,
beliau memberikan solusi praktis atas sulitnya pelaksanaan amanat Undang
Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
Seperti kita tahu, pangan tidak hanya berasal dari darat, tapi juga laut. Buletin
kali ini mencoba mengupas isu pangan secara komprehensif dengan juga
menggali fungsi laut sebagai penyokong kedaulatan pangan. Pembahasan ini
dikupas secara mendalam oleh Dr. Subandono Diposaptono, M.Eng., Direktur
Tata Ruang Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Rubrik Ringkas Buku, Koordinasi dan Kajian edisi kali ini, diisi dengan
materi Mendengarkan Kota, Penyusunan Laporan BKPRN dan Buku Profil
Pertanahan, serta Rancangan Teknokratik RPJMN 2015 2019 Bidang Tata
Ruang dan Pertanahan. Tidak lupa sosialisasi peraturan bidang tata ruang
dan pertanahan, serta berbagai kegiatan penting yang telah dilakukan sejak
pertengahan Tahun 2014 sampai dengan akhir Tahun 2014 tetap kami
hadirkan.
Selamat Membaca!

edisi II tahun 2014

daftar isi
2

PENGELOLAAN RUANG UNTUK KETAHANAN PANGAN


Implementasi RPJMN 2015 - 2019 untuk Mempertahankan Lahan Sawah
Beririgasi Teknis
Dr. Ir. Rr. Endah Murniningtyas, M.Sc
Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup - Kementerian PPN/Bappenas

Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN 2015 - 2019 Bidang Tata Ruang dan
Pertanahan
Kajian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas

11

Tata Ruang Laut Menyokong Kedaulatan Pangan

14

Implementasi RZWP-3-K di Kota Ternate

Dr. Subandono Diposaptono, M.Eng


Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Melihat dari Dekat

daftar isi

10

koordinasi TRP

15

sosialisasi peraturan

19

dalam berita

25

ringkas buku

buletin tata ruang & pertanahan

wawancara

Implementasi RPJMN 2015 2019


untuk Mempertahankan Lahan Sawah
Beririgasi Teknis

Dr. Ir. Rr. Endah Murniningtyas, M.Sc


Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas

etahanan pangan masih menjadi isu global. Di Indonesia, bukan hanya permasalahan peningkatan daya saing nasional dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, tapi juga pemenuhan hak dasar atas pangan dan gizi menjadi problematika
tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Dalam RPJMN 2015 2019, masalah ketersediaan pangan, distribusi, akses, dan pemenuhan
kebutuhan konsumsi masyarakat akan diselesaikan. Menarik untuk digali lebih dalam, tentang strategi untuk mengatasi masalah
ketersediaan pangan dengan pengamanan lahan padi beririgasi teknis. Berikut hasil wawancara redaksi bersama Dr. Ir. Rr. Endah
Murniningtyas, M.Sc, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas.
Umum

Di dalam RPJMN 2015 2019, target apa yang hendak dicapai


untuk mencapai ketahanan pangan?
Mengacu pada RT (Rancangan Teknokratik) RPJMN 2015 2019,
ketahanan pangan sesuai definisinya terdiri atas 4 komponen
indikator, yaitu: i) ketersediaan, artinya produksi pangan sebesarbesarnya di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional; ii)
distribusi yang kaitannya dengan akses produsen ke konsumen,
kelancaran pengiriman, dan logistik pangan; iii) akses distribusi
dan keterjangkauan harga yang kaitannya dengan stabilitas harga
antarmusim, antarwaktu, dan antarwilayah, tentang bagaimana
mengatur dan mengatasi inflasi; dan iv) pemenuhan konsumsi
masyarakat yang kaitannya dengan pola pangan harapan (PPH)
yang menunjukkan kualitas pangan dari kelengkapan unsur
makanan. PPH tidak hanya pemenuhan 2.000 kilo kalori/kapita/
hari, tapi juga keberagaman pangan, mulai dari unsur karbohidrat,
protein, vitamin, dan serat. Empat komponen ini menjadi indikator
untuk mencapai ketahanan pangan nasional.

Bagaimana strategi untuk memertahankan ketersediaan, mengatasi


permasalahan distribusi dan akses, serta memastikan konsumsi
masyarakat terpenuhi?
Berkenaan dengan produksi pangan, padi menjadi komoditas utama
karena bagaimanapun makanan pokok masyarakat kita adalah nasi.
Jika dikaitkan dengan lahan, maka lahan padi (sawah) yang harus
diamankan terlebih dulu. Secara politik, padi pun memiliki nilai
tawar yang tinggi. Ini dibuktikan dengan program swasembada yang
komoditasnya dipastikan selalu beras.
Kebutuhan beras nasional adalah 2,5 juta ton/bulan. Untuk
mempertahankan ketersediaan dan memenuhi kebutuhan nasional,

Sumber: Dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

buletin tata ruang & pertanahan

kita terus berusaha meningkatkan produksi pangan nasional. Ini


dilakukan dengan peningkatan produktivitas yang terus dijaga,
tidak hanya pemberian benih dan pupuk tapi juga pendampingan,
karena bukan pemerintah yang memroduksi. Subsidi ini diberikan
kepada produsen karena bagaimanapun menanam padi semakin
tidak menguntungkan. Lahan, air, dan tenaga kerja semakin mahal,
ketika semua barang mengikuti harga pasar tapi harga beras harus
terus terjaga agar terjangkau oleh masyarakat.
Di sisi lain, kita juga bisa melakukan impor. Impor wajar, tapi
sebanyak mungkin diproduksi dalam negeri. Impor dilakukan jika
sewaktu-waktu produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi
kebutuhan. Impor ini tetap ada meskipun sedikit, karena jika impor
ditutup akan berakibat juga pada kerjasama ekspor dan impor,
bagaimana jika Indonesia juga tidak boleh melakukan ekspor?.

Bagaimana strategi yang dilakukan terhadap konsumen?


Untuk konsumen lebih difokuskan pada upaya menjaga stabilitas
harga dan memastikan konsumsi terpenuhi terutama bagi golongan
masyarakat miskin. Salah satunya dengan subsidi dalam bentuk
beras miskin (raskin), karena masyarakat miskin dianggap tidak
mampu memenuhi 2.000 kkal/kapita/hari. Untuk dapat mencapai
konsumsi 2.000 kkal/kapita/hari, masyarakat miskin harus dibantu.
Raskin ini tidak gratis, tapi harganya lebih rendah karena disubsidi
pemerintah.
Hubungan dengan Sektor Lain

Isu ketahanan pangan ini sangat lintas sektor. Menurut Ibu,


bagaimana peran penataan ruang untuk mendukung ketahanan
pangan, terutama dalam strategi memertahankan luasan sawah
beririgasi teknis secara nasional?
Isu ketahanan pangan menjadi isu strategis nasional dan isu lintas
bidang. Isu ini sangat lintas sektor. Mulai dari sektor pertanian,
sektor perdagangan, sektor industri (misal pupuk), sektor irigasi
(Kementerian PU), sektor kesehatan untuk konsumsi (Kementerian
Kesehatan), sektor perhubungan untuk distribusi. Maka itu, tata
ruang menjadi sangat krusial karena tidak hanya untuk pangan, tapi
juga untuk optimalisasi pemanfaatan lahan. Saat ini banyak lahan
bera (kosong). Lahan dimiliki orang dengan luas sekitar 3 juta
Ha, tapi tidak digunakan, tidak ditanami pohon, tidak diusahakan.
Berbeda dengan di negara lain, tanah seperti itu pajaknya tinggi,
sedangkan di kita pajaknya rendah yang jika ditanami komoditas,
komoditasnya dikenakan pajak. Ini keliru. Saya pikir tata ruang
bukan hanya pengkaplingan, tapi bagaimana membuat lahan itu
digunakan semestinya. Kalau lahan harusnya difungsikan sebagai
rumah, tapi sekian lama tidak dibangun, harusnya dilakukan
sesuatu terhadap lahan tersebut, jangan dibiarkan kosong.

Pertama, yang menjadi masalah nasional adalah RTRW direvisi


setiap 5 tahun, sementara penyusunan RTRW saja dalam kurun
waktu 5 tahun belum tentu selesai. Kalau RTRW belum ditetapkan,
arah dan fungsi penggunaan lahan menjadi tidak jelas. Ini tidak
memberikan kepastian usaha untuk orang yang mau membangun
usaha, dan memberi kesempatan untuk orang - orang yang nakal
sebetulnya. Saat ini, sawah yang banyak dialihfungsi karena
infrastrukturnya bagus, tanahnya datar dan padat, serta tidak perlu
cut and fill. Tidak perlu pengerjaan lahan lagi karena sudah siap
pakai. Banyak lahan sawah beralihfungsi menjadi industri, gudang,
dan perumahan. Ini menyedihkan bukan padi vs komoditas lain, tapi
padi vs penggunaan lain. Mengingat RTRW pun dapat diubah setiap
5 tahun.
Lahan itu tidak akan bertambah, maka secara tata ruang harus
sudah ditetapkan batas maksimal penggunaan lahan. Tentu saja,
hutan konservasi dan hutan lindung tidak bisa ditawar karena
ada kekhasan disitu, salah satunya keberadaan mata air. Batas
maksimal harus ada, untuk areal penggunaan lain (APL) juga harus
ada rasio luasan untuk industri, perumahan, infrastruktur, pertanian,
seluruh jenis penggunaan lahan harus ada perhitungannya
sehingga dapat dimaksimalkan dan dioptimalkan.
Saat ini, tidak perlu membangun DAM (waduk) sebesar Jatiluhur
karena sudah tidak ada hamparan lahan sawah seluas 3.000 Ha.
Sawah yang akan diairi sudah terfragmentasi, bahkan Jatiluhur saja
sudah terputus putus. Air dikumpulkan sebanyak itu pun sudah
tidak ada lagi. Untuk itu, yang mungkin dibangun midi atau mini
waduk. Pembangunan harus melihat kondisi aktual luasan lahan
sawah yang bisa dimanfaatkan oleh petani.
Ini menjadi masalah juga, karena dalam Undang-Undang No. 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan hamparan 3.000
Ha adalah urusan pusat, dan saat ini sudah tidak ada hamparan
seluas itu. Artinya, anggaran pemerintah pusat sudah tidak ada
penggunaannya karena secara definisi sudah tidak ada wewenang
pemerintah pusat. Ini menyulitkan Pemerintah Pusat karena tidak
bisa membantu provinsi dan kabupaten/kota untuk memelihara
jaringan irigasi di bawahnya.
Dari sisi tata ruang secara nasional harus bisa dibuatkan model.
Model tata ruang untuk luasan Indonesia dengan SDM dan skala
ekonomi yang seperti ini. Jika berkunjung ke negara negara
Eropa, seperti Inggris dan Perancis, luasan sawah dan lahan
gandum tetap, luasan lahan anggur tidak bertambah, luasan
lahan perumahan tidak bertambah, tapi bertambah ke atas
(pembangunan vertikal).
Saat ini Bappenas sedang mengkaji tata ruang lingkungan. Kalau
RTRW mengatur batas maksimal penggunaan ruang, di dalam
tata ruang lingkungan ditetapkan batas daya dukung lingkungan.
Misal, jika ingin hidup di Jakarta dengan udara bersih, maka
penggunaan mobil sedikit agar udara bisa dihirup. Di kota kota
besar, perubahan iklim terjadi, sementara pohon (penghijauan)
sedikit jumlahnya, maka kompensasinya adalah orang jalan kaki. Ini
menganut carrying capacity, tapi belum menunjukan kualitas. Untuk
itu, sedang disusun pula pemetaan lingkungan secara spasial.
Greening MP3EI telah dilakukan. Hasilnya menunjukkan tingkat
polusi di suatu wilayah/kawasan. Misal di pulau Sumatera, polusi
di pulau Sumatera telah melampaui batas (berlebihan), tapi di
satu sisi perekonomian harus tetap tumbuh. Konsep Greening
MP3EI, memberikan arahan, jika investasi baru ingin tetap masuk,
maka persyaratannya adalah polusi harus nol karena polusi
sudah mampat, atau industri eksisting di lokasi tersebut harus

menurunkan polusinya.

Diasumsikan RTRW sudah menghitung jumlah penduduk, tapi dari


perkataan Ibu sepertinya ada faktor pajak juga yang berpengaruh,
bagaimana? Apakah perlu kerjasama juga dengan institusi pajak
terkait ketahanan pangan ini?
Ya, tata ruang bukan hanya dari sisi menata, tapi bagaimana lahan
itu digunakan sesuai peruntukannya. Ironinya, banyak lahan yang
dibiarkan nganggur. Kalau lahan itu diusahakan, seharusnya
segera lakukan, jika tidak maka tinggikan pajaknya, karena yang
terjadi adalah spekulasi lahan. Untuk itu, perlu kerjasama tidak
hanya terkait dengan ketahanan pangan, tapi di luar konteks sawah,
perlu kerjasama dengan instansi terkait tata ruang sehingga lahan
sawah dapat dimasukan ke dalam tata ruang.
Dasar Hukum

Mengapa di dalam RT RPJMN 2015 2019 Bidang Sumber Daya


Alam dan Lingkungan Hidup menggunakan kalimat pengamanan
lahan pertanian beririgasi teknis untuk mewujudkan ketahanan
pangan?
Padi tetap komoditas utama yang diamankan. Lahan pertanian
pangan berkelanjutan (LP2B) adalah bahasa politik, tapi yang
sesungguhnya ada di pikiran kita adalah padi. Secara mikro dapat
kita lihat, lahan sawah digerogoti, tapi kita dituntut untuk terus
meningkatkan produksi. Jika terdapat program swasembada, maka
swasembada beras sudah pasti tidak dibantah, secara sosial politik
semua akan mendukung, akan berbeda dengan swasembada
jagung.
Saya memutuskan, LP2B adalah padi. Saat ini, kita tidak bisa
memaksa petani untuk menanam padi, tapi kalau di sawah irigasi
teknis, komoditas padi pasti unggul. Untuk itu, diputuskan yang
kita lindungi adalah sawah (padi) beririgasi teknis. Di samping itu,
jika sawah tidak beririgasi teknis, akan ada rotasi untuk komoditas
lain, seperti cabe, tomat. Sementara, sistem budidaya saat ini tidak
boleh memaksa petani untuk menanam padi. Di simpulkan, lahan
yang paling tidak kontroversial dan tidak mahal adalah sawah
beririgasi teknis karena produktivitasnya juga paling tinggi, terutama
untuk Jawa dan Sulawesi.
Faktor pengikat lain yang sangat logis untuk mengamankan lahan
sawah beririgasi teknis adalah lahan tersebut bagian dari waduk.
Tidak hanya karena padi memiliki tingkat produktivitas tinggi, tetapi
merupakan bagian dari infrastruktur juga. Tentunya kita tidak ingin
Jatiluhur dikelilingi pabrik pabrik. Air berfungsi sebagai sumber
listrik, air minum, dan pengairan sawah. Jika sawah dibiarkan
tergerus, sektor pertanian tidak didukung, maka suatu saat impor
akan 100 persen. Ini bukan kesalahan sektor pertanian saja, tapi
multi sektor.
Saat ini kita tidak sadar bahwa perhitungan perhitungan itu

Sumber: http://www.portalkbr.com

buletin tata ruang & pertanahan

tidak ada karena pemetaan terhadap properti juga belum jelas


sehingga kita tidak tahu lahan itu sudah berfungsi berapa banyak.
Ini menghawatirkan. Cikampek saja yang semua sawah, sekarang
sudah penuh dengan industri dan permukiman. Contoh lainnya,
bandara Karawang, meskipun itu bukan sawah tapi badan
air. Kalau air diganggu, maka akan banjir karena air sifatnya

elevated.
Tidak hanya masalah lingkungan, tapi juga bagaimana menata
air. Di dalam RTRW, tata air penting karena berkaitan dengan
kualitas lingkungan dan ketersediaan air agar wilayah penghijauan
cukup dan masyarakat dapat menghirup udara segar. Di Jakarta,
sebagian orang menggunakan masker, apa artinya?. Maka, sangat
penting bagi Bappenas untuk melakukan perhitungan, untuk ukuran
Indonesia, berapa pantasnya jumlah penduduk?, berapa luasan
lahan budidaya yang sudah dikurangi daerah hijau dan konservasi
air, dan dimasukan ke dalam RTRW. Kalau dapat diketahui
batas tersebut, maka tidak perlu dilakukan ekstensifikasi terus
menerus. Meskipun di dalam RPJMN 2015 2019, belum hingga
menentukan batas luasan maksimal, tapi kita sudah mencantumkan
isu ketahanan air.

Apa dasar hukum yang digunakan? Dengan perbedaan nomenklatur


yang digunakan, sepertinya tidak menggunakan UU No. 41 Tahun
2009 tentang LP2B?
Saya justru mau mengamankan UU No. 41 Tahun 2009. Sekarang
ini, UU 41/2009 sudah ditetapkan, tapi dilepaskan kepada daerah.
Daerah yang menentukan LP2B, bagaimana kita tahu 2.000 ha di
daerah itu adalah lahan irigasi teknis. Saya mendapatkan laporan
bahwa di beberapa Perda, mereka justru meminta lahan lain untuk
dijadikan lahan pertanian dan meminta membuka lahan pertanian
untuk digunakan sebagai lahan bukan pertanian. Investor pasti
lebih tertarik ke lahan pertanian, dan daerah justru membuka lahan
karena dalam UU 41/2009 ada kata bisa ditukar. Ini tidak bisa.
Penentuan LP2B jangan dilepas ke daerah karena bisa melakukan
tukar lahan produktif dengan lahan tidak produktif.
Seharusnya daerah tetap memertahankan lahan sawah yang
beririgasi teknis. Misal luasan lahan sawah eksisting ditetapkan
saja. Fakta mengatakan tidak mudah mencari lahan subur seperti
sawah, dan orang yang terbiasa bertani. Lahan sawah itu hanya
di daerah transmigrasi dan sedikit di sekitarnya, tidak banyak,
seperti di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan bisa bertanam
dua kali, panen sepanjang tahun. Dan sekarang, semua daerah
transmigrasi sudah mulai menjadi kota. Untuk itu, saya bukan
mengenyampingkan UU 41/2009, justru melihat LP2B ini tidak
ada efeknya, minimal mengamankan sawah karena yang paling
perlu dilindungi adalah padi. Selain secara politik kita dituntut
swasembada beras, konsumsi pun tidak menurun banyak,
sementara lahan sawah terus berkurang.
Sudah ditetapkan empat Peraturan Pemerintah (PP) sebagai
turunan dari UU 41/2009, tapi belum berhasil dalam
pelaksanaanya. Saya menyampaikan dua pilihan sebagai solusi,
yaitu 1) sistem top - down; atau 2) bottom up, daerah sendiri
yang mendefinisikan LP2B. Kalau saya lebih memilih top - down
karena sawah beririgasi teknis adalah bagian dari infrastruktur
nasional.

Budidaya, kita tidak bisa mencegah petani tanam jagung atau


komoditas lainnya. Selain itu, dengan PP No. 30/2012 tentang
Pembiayaan LP2B, petani bisa saja meminta subsidi untuk cabe
atau komoditas lain, yang merupakan komoditas campur tangan.
Ini juga menjadi fokus Menteri PPN/Bappenas karena sawah
berkurang terus dan produksi padi gagal terus. Saya tidak membuat
aturan baru, justru mengamankan UU 41/2009 dan memperkuat
instrumennya karena berbagai aturan ini belum bersatu. Saya hanya
memastikan bahwa lahan produktif yang dilindungi karena biaya
per unitnya akan relatif rendah jika produktivitasnya tinggi dan
mampu memenuhi daya jangkau. Luasan lahan sawah irigasi teknis
eksisting, ada yang menyebut 4,9 juta Ha, secepatnya ditetapkan
sebagai LP2B, bahwa sepakat alatnya Perda, tapi definisinya kita
yang harus menentukan.
Dikatakan subsidi banyak yang tidak sampai pada sasarannya,
karena tidak tahu siapa sasarannya. Dulu, ada kelompok tani, tapi
sekarang tidak ada kelompok tani secara gotong royong seperti
dulu. Kalau sensus penduduk saja per kepala, maka lahan irigasi
teknis seluas 4,9 juta Ha harusnya tahu dimana lokasinya, siapa
pemiliknya, siapa petaninya, bagaimana produksinya, sehingga kita
mudah membinanya dan tahu sasaran subsidinya. Kalau seperti ini
akan mudah memeriksa subsidi, apakah subsidi itu sampai atau
tidak, dipakai atau dijual. Selain itu, memudahkan dalam memantau
hasil produksi. Ini akan memotivasi penyuluh karena jelas objek
yang akan dicerdaskan, bukan lagi berdasarkan hamparan.
Di dalam rumusan RPJMN 2015 2019, jika ini menjadi proyek
strategis nasional, maka pemerintah pusat dapat memberikan dana
sehingga lokasi lahan sawah dan irigasinya bisa ditetapkan dengan
jelas hingga institusi penanggungjawabnya. Jadi pemetaan antara
sawah dengan irigasinya tidak membingungkan seperti sekarang,
jumlahnya sama, tapi lokasinya berbeda - beda. Dengan teknologi
saat ini, memungkinkan untuk melakukan pemetaan tersebut.
Dalam RPJMN 2015 2019, Bappenas mencoba secara
komprehensif menangani permasalahan tersebut. Jika hal itu dapat
ditangani, selanjutnya sistem perbenihannya diperbaiki. Kalau padi
bisa diperbanyak sendiri. Sekarang, petani yang kaya adalah petani
yang kembali pada varietas varietas hulu yang memiliki daya jual
tinggi, seperti Cianjur. Benih ini jangan sampai dikendalikan oleh
pihak multinasional. Untuk itu, sistem perbenihan harus dikelola.
Irigasi dan penyuluhan adalah fungsi publik. Di dalam rumusan
RPJMN 2015 2019, ingin kembali menghidupkan fungsi publik.
Dukungan Data

Hal ini berarti minimal dilakukan pendataan terlebih dahulu?


Ya, jika sudah jelas objeknya, per kepala, kita bisa memahami
kebutuhan mereka karena selama ini hanya menduga duga.

Kami sempat bertemu dengan rekan dari Kementerian Pertanian,


yang mendefisikan bahwa LP2B itu termasuk lahan kering?
Bagaimana pendapat Ibu?
Kalau saya tetap lahan sawah (padi) beririgasi teknis. Fakta di
lapangan, jika lahan sawah mendapatkan air, pasti menanam
padi. Jika lahan kering, dengan UU No. 12/1992 tentang Sistem

buletin tata ruang & pertanahan

Sumber: http://www.panoramio.com

Selain itu, pertanggungjawabannya pun akan jelas sehingga kita


bisa menghitung jumlah kebutuhan karena datanya jelas dan valid.
Jika melalui kelompok, akan sulit mempertanggunjawabkannya.
Kementerian Keuangan selalu mempertanyakan pelaksanaan
subsidi, karena petani masih menjerit jerit.
Jangan sampai karena kita di sektor pertanian tidak mau
mendefinisikan LP2B, orang lain yang akan mendapat keuntungan.
Masalah juga di dalam PP 30/2012 tentang pembiayaan
perlindungan LP2B dan PP 25/2012 tentang sistem informasi
LP2B, data yang dikeluarkan adalah tabel per kabupaten, yang tidak
menunjuk secara keruangan hamparannya, sehingga tidak cocok
antara demand dengan supply.
Di dalam Perda, LP2B banyak di daerah daerah yang tidak
produktif karena sawahnya bisa untuk membangun pabrik.
Sementara lahan bekas pabrik yang lokasinya terpencil dengan
produktivitas rendah, siapa yang mau tukar guling. Meskipun
luasannya sama, tapi kita tidak bisa mencapai produksi tinggi.
Ironi. Sekarang banyak sawah dan di sampingnya perumahan. Di
Ubud Bali, sawah sawah menjadi guest house. Ini semakin
menyakinkan bahwa padi yang harus dilindungi. Lahan boleh
dialihnamakan, tapi jangan dialihfungsikan. Untuk itu, BPN
menyarankan untuk memasukan LP2B ke dalam RTRW, tapi harus
ditetapkan dulu lahannya dalam peta, tidak hanya tabel.
Alternatif lain, jika produksi dari sawah rumah tangga tidak
mencukupi kebutuhan nasional, maka dalam RPJMN 2015 2019
dimasukkan korporasi yang perannya harus ditetapkan dulu. Bentuk
korporasi ini adalah BUMN pangan, karena kemungkinan swasta
mau bergabung sangat kecil. Bulog, PT. Pertani, SHS, ini bisa
difungsikan. Korporasi ini akan menstabilkan dan mengamankan
pemenuhan kebutuhan nasional, jika rumah tangga petani
mengalami gejolak.

Jika akan dilakukan semacam pendataan lahan, siapa yang


melakukan nantinya?
Saya akan memfungsikan Kementerian Pertanian (Kementan)
dan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya sudah mengkonfirmasi,
katanya kalau dari sisi data penduduk mungkin saja dilakukan.
Lahan ini akan diaudit dan masuk ke dalam RTRW. Saat ini
sedang diupayakan dalam penyesuaian skala. Kalau LP2B sudah
ditetapkan, akan bisa digarap irigasinya. Dengan kejelasan
lahan dan irigasi, dana dari Kementerian Pertanian, Kementerian
Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/
Kota bisa sinergi.
Dari sisi penyuluh, informasi yang diperoleh dari balai penyuluhan
sudah jelas. Sekarang setiap penyuluh sudah jelas kelompok
binaannya, tinggal 1 tahap lagi untuk menuju siapa saja anggota

Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

kelompoknya. Permasalahan lain di internal Kementerian Pertanian


adalah kesesuaian data penyuluh Ditjen PSP (prasarana dan sarana
pertanian) dengan Ditjen Tanaman Pangan. Ini memang tidak
mudah, tapi kalau tidak dilakukan akan menjadi macan ompong
saja. Nanti padi gogo yang akan mengisi seluruh lahan pertanian
pangan abadi.
Kesimpulan
Ini sangat komprehensif dan lintas sektor, banyak hal yang di luar
kontrol Kementerian Pertanian, bagaimana mewujudkan upaya
ketahanan pangan?
Iya, tapi saya sangat menekankan Kementan untuk menemukan
dan menentukan lahan sawah irigasi teknis. Memang untuk urusan
petani adalah urusan kementerian pertanian. Jadi, jangan sampai
mengerjakan pekerjaan orang lain, sementara pekerjaan rumah
sendiri tidak dilaksanakan.
Ini tidak bisa ditunda lagi, termasuk pemetaan petani. Di dalam
UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,
disinggung asuransi petani. Asuransi sifatnya individu, dan setiap
petani harus diketahui. Untuk asuransi risiko, saat ini petani belum
mencatat hasil produksinya sehingga tidak diketahui fluktuasi
produksinya dan tidak akan tahu seperti apa risikonya. Kondisi ini
menjadikan petani tidak dikenal oleh Bank dan mitra, karena dalam
bermitra, harus diketahui dulu minimal rata rata omset. Untuk
itu, data identitas petani sangat fundamental, bukan hanya untuk
serving the land, tapi serving better.

Bagaimana kita bisa terus mengembangkan industri tanpa


mengalihkan fungsi pertanian? Apakah konsep agroindustri
yang ada di RPJMN bisa menjadi salah satu pendekatan untuk
memertemukan antara sektor industri dan sektor pertanian?
Jika dalam konteks lahan, sekarang banyak lahan pertanian
yang digunakan untuk industri. Memang solusinya, kita perlu
menghitung jumlah kebutuhan dan lokasinya. Kalau kita tahu
batasannya, maka kita bisa melakukan optimalisasi di lokasi itu,
tidak selalu ekstensifikasi. Jangan sampai banyak industri, tapi
lahan untuk produksi tidak ada sehingga banyak melakukan
impor. Ini karena pabrik pengolahan tidak menghitung lahan untuk
produksi. Jadi, perlu keseimbangan supply demand. Tidak bagus
jika industri bertambah tapi lahan pertanian berkurang karena
industri akan bergantung pada supply dari luar negeri. Jika supply
dari luar juga mati, tidak ada ketahanan industri. Kembali lagi
pada kapasitas industri yang harus juga memperhatikan kapasitas
supply. Keberlanjutan industri harus memperhatikan skala produksi
primernya. Untuk itu, pembagian ruang harus sudah maksimal. Ini
akan sangat strategis.

buletin tata ruang & pertanahan

kajian

Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN 2015-2019


Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

ndang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), menyebutkan bahwa Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sehubungan dengan amanat UU tersebut dan akan berakhirnya dokumen RPJMN 2010-2014,
maka disusun Dokumen Rancangan Teknokratik (RT) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019
sebagai rancangan arahan pembangunan jangka menengah nasional, sebelum disahkan menjadi RPJMN Tahun 2015-2019. Kajian ini
berisi RT RPJMN Tahun 2015-2019 untuk bidang tata ruang dan pertanahan.
Proses penyusunan dokumen RT RPJMN 2015-2019 bidang tata
ruang dan pertanahan, mengikuti alur berikut, yaitu: (i) tinjauan
amanat RPJPN 2005 2025; (ii) mengevaluasi sekaligus mengukur
capaian RPJMN 2010 2014 bidang tata ruang dan pertanahan;
(iii) menganalisis permasalahan serta tantangan ke depan; (iv)
merumuskan isu strategis; dan (v) merumuskan usulan kebijakan
RPJMN 2015-2019 bidang tata ruang dan pertanahan.
Proses Penyusunan RT RPJMN 2015 - 2019
Sesuai amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional. Dalam rentang waktu lima tahun, yang
merupakan periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), RPJPN memberikan kata kunci dalam
mengarahkan pembangunan Bidang Tata Ruang untuk setiap
periode perencanaan jangka menengah.
Kata kunci untuk periode RPJMN 2015-2019 adalah kapasitas
kelembagaan penataan ruang yang mantap dan ketersediaan
infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang. Kelembagaan dapat
diartikan secara luas sebagai kaidah formal maupun informal yang
mengatur perilaku seseorang. Dengan demikian, kelembagaan
tidak terbatas pada organisasi dan sumberdaya manusia saja,
namun mencakup pula pedoman, sistem informasi dan manajemen.
Adapun penyediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang
adalah konsekuensi logis dari diacunya rencana tata ruang dalam
pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai sektor.
Untuk Bidang Pertanahan, UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dan
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA) mengamanatkan pemanfaatan bumi, air, dan
ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini secara lebih
teknis dijabarkan dalam perencanaan pembangunan nasional
sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Untuk bidang pertanahan, secara khusus dijabarkan dalam Misi

5 Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan.


Selanjutnya Arah Kebijakan RPJPN 2005-2025, dijabarkan ke
dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
Beberapa program dan kegiatan bidang pertanahan yang ada
dalam RPJMN 2010-2014 dan terkait dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kepastian hukum hak
atas tanah adalah: (i) Penyusunan Peta Pertanahan; (ii) Legalisasi
Aset; (iii) Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan
Penggunaan Tanah (IP4T); dan Redistribusi Tanah.
Isu Strategis
Berdasarkan arahan RPJPN, hasil evaluasi terhadap capaian
pembangunan RPJMN 2010-2014, dan tantangan pembangunan di
masa mendatang, diidentifikasi isu strategis pembangunan Bidang
Tata Ruang dan Pertanahan RPJMN 2015-2019.
Isu strategis Bidang Tata Ruang
1. Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Mempertimbangkan masih ada RTR dan RZWP-3-K yang
belum selesai, maka tahapan pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang belum dapat dilaksanakan secara efektif.
Salah satu penyebabnya adalah belum tersedianya peta berskala
besar. Untuk mendukung pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang, dibutuhkan juga skema insentif
sebagaimana tercantum dalam PP No. 15 Tahun 2010.
2. Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang. Permasalahan
kelembagaan mencakup masih belum memadainya kualitas,
kuantitas dan kompetensi SDM bidang tata ruang. Secara
lebih rinci permasalahannya mencakup kualitas, kuantitas
serta wadah dan tata kerja PPNS (Penyidik Pegawai Negeri
Sipil), belum aktifnya peran masyarakat pengguna ruang dalam
penyelenggaraan penataan ruang, serta minimnya pedoman
yang dapat menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
3. RTRW sebagai acuan pembangunan berbagai sektor. Sebagai
peraturan perundangan yang mewadahi bidang tata ruang,
seluruh amanat UUPR harus dilengkapi dan selaras dengan

Proses Penyusunan RT RPJMN 2015 - 2019

buletin tata ruang & pertanahan

aturan sektoral lain. Namun saat ini RTR belum menjadi


Pertanahan Nasional hanya mencapai 15 persen atau 3.013
pedoman bagi pembangunan sektoral. Selain itu, RTR juga
orang untuk melayani pelayanan pertanahan di seluruh
belum selaras dengan rencana pembangunan yang menjadi
Indonesia.
acuan pembiayaan pembangunan.
4. Ketersediaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Dalam rangka mendukung visi misi dan program aksi Jalan
Umum. Saat ini pembebasan tanah masih berlarut-larut dan
Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Dengan diterbitkannya
Berkepribadian, isu strategis utama Bidang Tata Ruang terkait erat
UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi
dengan Agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama
Pembangunan untuk Kepentingan Umum,serta perangkat hukum
Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan. Namun
turunannya, permasalahan kepastian dari sisi waktu pengadaan
selain itu, bidang tata ruang juga berkaitan erat dengan berbagai
sebenarnya telah teratasi karena peraturan tersebut telah
agenda pembangunan lainnya, termasuk di dalamnya Agenda: (1)
mengatur kerangka waktu pengadaan tanah maksimal. Namun
Memperkuat sistem pertahanan melalui penyusunan peraturan
demikian, peraturan tersebut belum dapat mengantisipasi
perundangan tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN);
permasalahan kepastian dari sisi perencanaan pengadaan tanah
(2) Memperkuat jati diri sebagai negara maritim, salah satunya
secara umum karena dalam peraturan tersebut diserahkan
dengan penetapan RTR Laut Nasional; (3) Membangun transparansi
sepenuhnya kepada masing-masing instansi pemerintah yang
dan tata kelola pemerintahan
membutuhkan tanah.
dengan pembangunan sistem
Isu strategis bidang pertanahan
informasi tata ruang yang handal;
terkait erat dengan agenda
(4) Menjalankan reformasi
Reformasi Sistem dan Penegakan
birokrasi yang dapat mendukung
Hukum yang Bebas Korupsi,
kelembagaan PPNS Bidang Tata
Bermartabat dan Terpercaya
Ruang yang Handal; (5) Membuka
dengan menjamin kepastian
partisipasi publik dengan
hukum hak kepemilikan tanah
melibatkan masyarakat dan
dan melindungi dan memajukan
dunia usaha secara aktif dalam
hak-hak masyarakat adat. Agenda
penyelenggaraan penataan ruang;
lain yang terkait dengan bidang
serta (6) Mewujudkan kedaulatan
pertanahan adalah meningkatkan
pangan dengan integrasi
kualitas hidup manusia Indonesia
perencanaan Kawasan Pertanian
melalui komitmen untuk
Pangan Berkelanjutan (KP2B)
implementasi reforma agraria
dengan RTR Wilayah Provinsi yang
Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
melalui: a). pendistribusian aset
diamanatkan oleh UU No. 41
terhadap petani melalui distribusi
Tahun 2009.
hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan
lahan bagi petani dan buruh tani; menyerahkan lahan sebesar 9
Isu strategis Bidang Pertanahan
1. Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah. Jaminan juta Ha; meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan
lahan pertanian dari rata-rata 0,3 Ha menjadi 2,0 Ha per KK tani,
kepastian hukum hak masyarakat atas tanah masih menjadi
dan pembukaan 1 juta Ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan
isu utama, karena faktor utama yang mempengaruhi kondisi
Bali.
kepastian hukum hak atas tanah belum dapat diperbaiki secara
signifikan. Faktor yang dimaksud, antara lain cakupan peta
Selain itu, bidang pertanahan juga berkaitan erat dengan berbagai
dasar pertanahan, jumlah bidang tanah yang telah bersertipikat,
agenda pembangunan lainnya, termasuk di dalamnya agenda:
kepastian batas kawasan hutan dan non hutan, tingkat
(1) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif,
penyelesaian kasus pertanahan, dan penetapan batas tanah
Demokratis, dan Terpercaya melalui pengelolaan pelayanan
Teknologi Informasi dan Komputerisasi (TIK) dalam pelayanan
adat/ulayat.
pertanahan untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas;
2. Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan
(2) Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik melalui perbaikan
Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Kesejahteraan Masyarakat.
proporsi penerimaan SDM Juru Ukur Pertanahan untuk perbaikan
Ketimpangan P4T masih menjadi masalah, terlihat dari luas
kualitas pelayanan publik; (3) Membangun Indonesia dari pinggiran
wilayah darat nasional di luar kawasan hutan seluas 65 juta Ha,
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
hanya sekitar 39,6 juta Ha yang dikuasai oleh petani. Sensus
Negara Kesatuan.
pertanian Tahun 2013 menunjukkan, 26,14 juta rumah tangga
Sasaran Bidang
tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,89 Ha dan 14,25 juta
rumah tangga tani hanya mengusai lahan kurang dari 0,5 Ha
Berdasarkan isu strategis yang telah dijelaskan sebelumnya,
per keluarga. Meskipun secara menerus telah diupayakan
terdapat 4 (empat) sasaran bidang untuk Bidang Tata Ruang dan
redistribusi tanah dari berbagai sumber tanah, namun disadari
Bidang Pertanahan Tahun 2015 2019, sebagai berikut:
bahwa ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah masih
Bidang Tata Ruang
terjadi.
1. Tersedianya Peraturan Perundang-undangan Bidang Tata Ruang
3. Kinerja Pelayanan Pertanahan. Sampai saat ini dirasakan
yang Lengkap, Harmonis, dan Berkualitas. Pengaturan yang
bahwa pelayanan pertanahan belum optimal karena masyarakat
lengkap dan harmonis berarti pengaturan menyeluruh dan
harus menunggu cukup lama untuk dapat menyelesaikan
terpadu pada ruang darat, udara dan laut. Keterpaduan di ruang
pelayanan pertanahan sebagai akibat kurangnya jumlah juru
darat dilakukan di kawasan perkotaan yang cepat tumbuh,
ukur pertanahan. Data tahun 2014 menunjukkan komposisi
kawasan perdesaan yang menyediakan sumberdaya penting,
perbandingan juru ukur pada keseluruhan pegawai Badan

buletin tata ruang & pertanahan

dan kawasan perbatasan negara. Sementara itu, harmonis dan


berkualitas berarti bahwa peraturan perundangan bidang tata
ruang serasi dengan peraturan sektor lain.
2. Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan Bidang Tata Ruang.
Peningkatan kapasitas kelembagaan bidang tata ruang berupa
penyediaan pelaksana kebijakan dan lembaga yang berkualitas
di seluruh daerah otonom dan mencakup penyediaan sistem
informasi terpadu yang dapat menjadi acuan bagi pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas RTR serta Terwujudnya
Tertib Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Peningkatan kualitas RTR berupa pemanfaatan data dan
informasi yang meliputi peta dasar dan peta tematik yang
lengkap. Peningkatan kuantitas RTR berupa penyelesaian
seluruh RTR meliputi RTRWN, RTR Pulau, RTR KSN, RTRW
(provinsi, kabupaten, kota), RZWP-3-K (provinsi, kabupaten, kota)
dan rencana rinci tata ruang. Terwujudnya tertib pemanfaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang berupa meningkatnya
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTR yang telah
ditetapkan.
4. Meningkatnya Kualitas Pengawasan Penyelenggaraan Penataan
Ruang. Peningkatan kualitas pengawasan penataan ruang
berupa pemanfaatan sistem informasi yang memadai dalam
rangka pemantauan dan evaluasi keberhasilan penyelenggaraan
penataan ruang yang didukung indikator outcome dan baseline,
dan sistem evaluasi tingkat pencapaian implementasi RTR.
Bidang Pertanahan
1. Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah. Dalam upaya
meningkatkan kepastian hukum, telah teridentifikasi bahwa
permasalahan mendasar adalah sistem pendaftaran tanah
yang dianut saat ini adalah sistem publikasi negatif yang
berarti negara tidak menjamin kebenaran informasi yang ada
dalam sertipikat. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mulai
membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif, yang
berarti negara menjamin kebenaran informasi yang tercantum
dalam sertipikat tanah yang diterbitkan. Upaya membangun
sistem pendaftaran tanah publikasi positif perlu dimulai dengan
memperbaiki cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan
bidang tanah bersertipikat hingga masing-masing meliputi 80
persen wilayah nasional. Namun, memperhatikan kemampuan
penyelenggaraan pembangunan dan sumber daya yang ada
kemudian ditetapkan target pencapaian yaitu:(i) Tercapainya
Cakupan Peta Dasar Pertanahan hingga meliputi 60 persen
dari wilayah darat nasional bukan hutan (wilayah nasional); (ii)

Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

buletin tata ruang & pertanahan

Tercapainya Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat hingga meliputi


70 persen dari wilayah wasional; (iii) Tercapainya penetapan
batas wilayah hutan pada skala 1:5.000 dan terintegrasi
dengan sistem pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Nasional
sepanjang 189.056,6 km; (iv) Terlaksananya sosialisasi
peraturan perundangan tanah adat/ulayat pada 34 provinsi dan
539 kab/kota.
2. Semakin baiknya proporsi kepemilikan, penguasaan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan meningkatnya


Kesejahteraan Masyarakat. Upaya perbaikan ketimpangan

pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah


dilakukan melalui reforma agraria, yaitu redistribusi tanah,
legalisasi aset, dengan sekaligus dilengkapi dengan bantuan
pemberdayaan masyarakat kepada masyarakat berpenghasilan
rendah yang membutuhkan terutama petani, nelayan, usaha
kecil menengah (UKM), dan masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR). Sasaran semakin baiknya proporsi P4T dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat diasumsikan tercapai
melalui (i) Inventarisasi Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan,
dan Pemanfaatan Tanah (P4T) sebanyak 5.034.975 bidang; (ii)
Identifikasi Sumber Tanah Obyek Landreform (TOL), setidaknya
meliputi Tanah Terlantar seluas 1.138.500 Ha; (iii) Jumlah
bidang tanah yang diredistribusi mencapai 3.150.000 bidang.
3. Meningkatnya Kepastian Ketersediaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Tujuan lain diterbitkannya UU No.
2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum serta perangkat hukum turunannya
adalah untuk mencegah spekulasi tanah dan mengendalikan
harga tanah yang sebenarnya berdampak langsung kepada
kesejahteraan masyarakat secara umum. Namun, untuk
melaksanakan tujuan tersebut Pemerintah belum memiliki
instrumen kelembagaan khusus untuk penyediaan tanah
sebagai lembaga yang mewakili negara yang diamanatkan untuk
melakukan pembelian bidang-bidang tanah dan menjual kembali
dengan harga tertentu bagi keperluan pembangunan yang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
4. Meningkatnya Pelayanan Pertanahan. Upaya meningkatkan
pelayanan pertanahan yang dilakukan Pemerintah belum
memberikan hasil yang cukup memuaskan, terutama kepastian
waktu pelayanan mengingat proporsi pegawai BPN belum
mencapai komposisi ideal bagi jumlah juru ukur. Dari keadaan
saat ini dengan proporsi 15 persen perlu ditingkatkan hingga
mencapai 30 persen dari jumlah pegawai BPN secara nasional.
Arah Kebijakan dan Strategi

Untuk mengatasi isu dan permasalahan, serta menghadapi


tantangan yang ada, rancangan arah kebijakan dan strategi bidang
tata ruang dan pertanahan tahun 2015 2019 adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif
dan harmonis dengan strategi: (a) penyusunan peraturan
perundangan amanat UU No. 26 Tahun 2007 berupa peraturan
perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dalam
rangka mendukung agenda penguatan sistem pertahanan; (b)

penyusunan regulasi turunan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014


terkait RZWP-3-K; (c) harmonisasi peraturan perundangan yang
berkaitan dengan bidang tata ruang termasuk di dalamnya
peraturan insentif untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) dalam rangka mendukung agenda kedaulatan pangan;
(d) penginternalisasian kebijakan sektoral dalam NSPK Bidang
Tata Ruang; dan (e) pengintegrasian RTR dengan rencana
pembangunan.
2. Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang,
dengan strategi: (a) optimasi kinerja lembaga penyelenggara
tata ruang (instansi, SDM Bidang Tata Ruang, dan koordinasi
kelembagaan); (b) pembentukan perangkat PPNS yang handal
dalam rangka mendukung agenda Menjalankan Reformasi
Birokrasi, salah satunya melalui penyusunan pedoman
perlindungan PPNS Bidang Tata Ruang; (c) peningkatan
partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam rangka
mendukung agenda Membuka Partisipasi Publik; dan (d)
penyusunan sistem informasi penataan ruang (termasuk sistem
informasi untuk sosialisasi, perizinan, serta pemantauan dan
evaluasi) dalam rangka mendukung agenda Membangun
Transparansi dan Tata Kelola Pemerintahan.
3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, dengan
strategi: (a) peningkatan kualitas produk dan penyelesaian serta
peninjauan kembali RTR, baik RTRWN, peraturan perundangan
ruang laut di atas 12 mil dalam bentuk RTR Laut Nasional
(dalam rangka mendukung Agenda Memperkuat Jati Diri sebagai
Negara Maritim), RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN (termasuk
penetapan revisi Perpres RTR KSN Jabodetabekjur) dan
RTRW yang telah mengintegrasikan LP2B dan prinsip-prinsip
RZWP-3-K; (b) penyusunan peraturan zonasi yang lengkap
untuk menjamin implementasi RTR; (c) percepatan penyediaan

data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir

termasuk penggunaan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN)


dan penyediaan foto udara resolusi tinggi sebagai dasar peta
skala 1:5000 untuk RDTR; dan (d) peningkatan efektifvtas
pengendalian pemanfaatan ruang; dalam rangka mendukung
agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama Desa,
Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan.
4. Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang,
melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur.
Dalam hal pendanaan, selain APBN dan APBD, perlu disediakan
alternatif pendanaan lain. Mengingat bahwa banyak pihak
dimudahkan dari ketersediaan RTR, khususnya swasta/investor,
maka opsi pendanaan melalui dana perusahaan (Corporate Social
Responsibility CSR) layak dipertimbangkan. Hal ini khususnya
dalam penyusunan perangkat kelembagaan yang tidak terkait
langsung dengan peraturan perundangan, misalnya sistem
informasi. Sementara itu, dari sisi kelembagaan, prioritas penguatan
kerangka kelembagaan 2015-2019 pada bidang tata ruang adalah
penguatan lembaga koordinasi lintas sektor perumus kebijakan dan
pengguna ruang di tingkat nasional dan daerah yang mempunyai
fungsi untuk menentukan arah kebijakan penyelenggaraan

penataan ruang.
Sementara, untuk Bidang Pertanahan tahun 2015-2019, arah
kebijakan dan strategi untuk memenuhi keenam sasaran bidang,
sebagai berikut:
1. Membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif dalam
rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Kebijakan
tersebut dicapai dengan strategi meliputi sebagai berikut: (i)
Percepatan Cakupan Peta Dasar Pertanahan dan Cakupan
Bidang Tanah Bersertipikat; (ii) Publikasi Tata Batas Kawasan
Hutan Pada Skala Pendaftaran Tanah (Kadastral, 1:5.000); dan
(iii) Sosialisasi peraturan perundangan penetapan tanah adat/
ulayat
2. Reforma agraria melalui redistribusi tanah, pemberian tanah
dan bantuan pemberdayaan masyarakat. Redistribusi tanah
dilakukan dengan memberikan hak atas tanah kepada
masyarakat yang tidak memiliki tanah. Kebijakan redistribusi
tanah tersebut perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan
pemberdayaan masyarakat (access reform) melalui upaya
mengoordinasikan dan menghubungkan kepada sumber-sumber
ekonomi produktif sehingga dapat lebih berkontribusi secara
nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kebijakan
tersebut dicapai dengan strategi sebagai berikut: (i) Inventarisasi
Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(P4T), (ii) Penetapan tanah terlantar; (iii) Identifikasi bidang tanah
yang diredistribusi; dan (iv) Identifikasi kegiatan pemberdayaan
masyarakat
3. Pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum. Negara memiliki kewenangan untuk melakukan
pencadangan tanah yang akan digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaannya pencadangan
tanah oleh negara tidak terikat waktu untuk melakukan
pemanfaatan pada bidang-bidang tanah yang dikuasai.
Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi penyiapan regulasi
pembentukan lembaga bank tanah.
4. Pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan.
Pelayanan pertanahan memerlukan kompetensi sumber
daya manusia yang ideal baik kuantitas maupun kualitas
dengan komposisi yang ideal terutama ketersediaan juru ukur
sebagai ujung tombak di lapangan. Dengan memperhatikan
kemampuan keuangan negara yang terbatas dan kebijakan
organisasi birokrasi yang efektif dan efisien perlu disusun
kebijakan penerimaan PNS baru. Kebijakan tersebut dicapai
dengan strategi perbaikan proporsi penerimaan SDM juru ukur
pertanahan melalui penerimaan PNS BPN yang terencana.

Sumber: http://www.jasamengurustanah.com

buletin tata ruang & pertanahan

Koordinasi

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas Bersama


BPN Menyusun Buku Profil Pertanahan
Penyusunan buku profil pertanahan merupakan kegiatan yang
diinisiasi oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (TRP),
Bappenas bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
dalam rangka memetakan isu-isu dan menangkap pembelajaran
program pembangunan bidang pertanahan di 34 provinsi di
Indonesia. Tujuannya adalah menyediakan data dan informasi,
termasuk permasalahan bidang pertanahan, dengan harapan dapat
memudahkan proses perumusan kebijakan pengelolaan pertanahan
di masa mendatang. Penyusunan profil pertanahan ini juga menjadi
salah satu upaya untuk memperkuat pemantauan dan evaluasi
RPJMN 2015 2019.
Dalam proses penyusunan profil pertanahan, pada bulan Agustus,
Direktorat TRP telah menyelenggarakan rapat koordinasi bersama
BPN. Rapat ini bertujuan untuk menyepakati outline dan format
penulisan buku profil pertanahan. Masukan untuk perbaikan
penyusunan profil ini banyak diperoleh dari peserta rapat, salah
satunya adalah perlunya pengklasifikasian data sertipikasi tanah
berdasarkan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha.
Ini diperlukan mengingat ketersediaan data yang dimiliki Kantor
Pertanahan Daerah disusun berdasarkan hak, bukan program
pelaksanaan sertipikasinya.
Setelah melalui 2 (dua) rapat koordinasi, perbaikan minor atas
outline dan format buku profil pertanahan telah dilakukan dan
disepakati bersama. Pada September 2014, pengumpulan data dari

Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

seluruh Kanwil BPN sudah mulai diproses dan diinventarisasi oleh


Direktorat TRP. Koordinasi dan kelengkapan data menjadi kendala
yang cukup menghambat proses penyusunan buku profil ini. Namun
begitu, penyelesaian buku profil pertama ini tetap ditargetkan
selesai pada akhir tahun 2014, untuk kemudian diperbaharui setiap
tahunnya.
Harapan ke depan, penyusunan profil pertanahan akan
menjadi basis data dan informasi yang mudah diakses, mampu
mendokumentasikan isu pertanahan secara terstruktur, dan menjadi
dokumen terpercaya yang digunakan oleh seluruh pemangku
kepentingan di bidang pertanahan [gn/gp].

Penyusunan Laporan Kegiatan BKPRN Semester I Tahun 2014


Bersamaan dengan pelaksanaan sosialisasi e-BKPRN (Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional) pada Juli 2014, Direktur
Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas selaku Sekretaris BKPRN
menyelenggarakan rapat penyusunan Laporan Kegiatan BKPRN
Semester I Tahun 2014. Rapat ini bertujuan mengonfirmasi dan
menyepakati outline, serta substansi laporan bersama 3 K/L
anggota BKPRN, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Dalam Negeri, dan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Pelaporan pelaksanaan tugas BKPRN secara tertulis ini sesuai
dengan amanat Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang
BKPRN dan Permenko No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang

Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

10

buletin tata ruang & pertanahan

Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, yang secara berkala setiap 6


(enam) bulan dilaporkan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden. Untuk
Semester I Tahun 2014, laporan pelaksanaan kegiatan BKRPN
dibagi ke dalam tiga isu utama, yaitu: (i) penyelesaian peraturan
perundang-undangan bidang penataan ruang; (ii) penguatan
kapasitas kelembagaan; serta (iii) penyelesaian konflik pemanfaatan
ruang.
Dalam rapat pembahasan ini, peserta juga memberikan usulan
materi lain yang perlu masuk ke dalam laporan, antara lain:
penyusunan RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Laut Lepas,
serta akselerasi penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR),
termasuk pemberian Dekon persetujuan substansi Menteri Pekerjaan
Umum kepada Gubernur. Selain itu, pada rapat ini disinggung
pula mengenai: (i) 5 (lima) rancangan Perpres KSN Perbatasan
yang tengah dalam proses finalisasi oleh Sekretariat Kabinet,
dengan tiga di antaranya akan segera ditetapkan; (ii) beberapa
KSN dengan karakteristik serupa yang diusulkan untuk ditetapkan
dalam 1 Perpres, seperti: 13 KAPET, 12 Taman Nasional, KSN
Teknologi Tinggi, serta KSN Pariwisata; (iii) kemajuan penyusunan
RTR KSN Kedung Sepur, Gerbangkertosusila, dan Cekungan
Bandung yang tengah dalam proses penandatanganan oleh Kepala
Daerah dan ditargetkan untuk pembahasan dalam Forum BKPRN;
serta (iv) penyusunan Materi Teknis revisi Perpres RTR Kawasan
Jabodetabekpunjur [ay/oc/cw].

artikel

Tata Ruang Laut Menyokong Kedaulatan Pangan


Dr. Subandono Diposaptono, M.Eng
Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan

ndonesia merupakan negara maritim yang kaya akan potensi sumber daya hayati yang dapat dijadikan sebagai alternatif pangan bagi
masyarakat. Pengelolaan sumber daya laut menjadi sangat penting dan sepatutnya dikelola secara berkelanjutan. Salah satu instrumen
pengelolaan ruang wilayah laut adalah melalui RZWP-3-K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil) yang diharapkan
menjadi acuan pengelolaan sumber daya laut guna mencapai Ketahanan Pangan. Artikel ini akan membahas lebih dalam bagaimana
implementasi RZWP3K dalam mempertahankan keberlanjutan sumber daya pangan perikanan di laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
Pidato Presiden Joko Widodo saat MPR melantiknya menjadi
Presiden ke-7 RI pada 20 Okober 2014 di Jakarta, sangat
menggugah kesadaran kita sebagai bangsa maritim. Pidato itu
menekankan pembangunan kemaritiman akan menjadi salah satu
prioritas kabinetnya selama 5 tahun ke depan. Kalau selama ini
kita memunggungi laut, sudah saatnya perhatian dialihkan ke sana.
Samudra, laut, selat, dan teluk akan kita kelola demi kemakmuran
rakyat. Kita bertekad akan menjadi poros maritim dunia.
Tekad Presiden tersebut tidaklah berlebihan, bahkan dapat menjadi
sebuah keniscayaan. Apalagi Indonesia memiliki keunggulan
komparatif berupa sumber daya laut berlimpah yang tidak dimiliki
bangsa lain. Mari kita lihat sekilas kekayaan tersebut. Wilayah
laut kita sangat luas, sekitar 5,8 juta km2 (termasuk ZEE) yang
merupakan dari total wilayah Indonesia. Indonesia juga punya
17.504 pulau dengan garis pantainya sepanjang 95.181 km. Fakta
ini menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim dan
kepulauan terbesar di dunia.
Tak hanya itu saja. Di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil
Indonesia terkandung kekayaan alam yang sangat besar. Kita
mempunyai sumber daya alam hayati (ikan, terumbu karang,
padang lamun, bakau, serta biota laut) dan non hayati (pasir, air
laut, mineral dasar laut, serta energi) yang tiada tara. Sebagian
dari sumber daya tersebut memiliki potensi dalam menyediakan
kebutuhan pangan bukan hanya untuk Indonesia. Lebih dari itu, jika
potensi ini dikelola secara serius dan sungguh-sunguh, kita mampu
memberi pangan kepada penduduk dunia. Ini penting mengingat
saat ini dan di masa depan, kebutuhan pangan dunia semakin
besar.
Saat ini saja ada sekitar 9 miliar penduduk dunia. Seiring dengan
pertambahan penduduk maka pada tahun 2050 kebutuhan pangan
dunia meningkat 70 persen. Tak terkecuali Indonesia, dengan
jumlah penduduk sekitar 350 juta orang tentu akan memerlukan
pangan yang tidak sedikit. Hal ini akan menjadi bencana pangan
jika tidak diantisipasi dari sekarang. Mengandalkan pangan dari
daratan, tampaknya sangat sulit dicapai. Apalagi laju konversi
lahan pertanian ke non pertanian (seperti perumahan, industri,
perkantoran, jalan tol, dan lain-lain) kian tinggi. Efek domino pun
terjadi. Pangan semakin sulit didapat. Hukum pasar pun berlaku,
tatkala suplai tak sebanding dengan permintaan maka yang terjadi
harga komoditas tersebut mengalami kenaikan.
Berdasarkan penelitian LIPI, laut Indonesia memiliki setidaknya 529
biota yang berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan. Negara
mana yang bisa menandingi kekayaan laut semacam ini? Secara
kualitatif, produk perikanan dapat diandalkan. Menurut laporan Food
and Agriculture Organization (FAO), produk perikanan merupakan
sumber protein hewani yang universal, tidak menimbulkan penyakit,

mencerdaskan, dan menyehatkan. Itulah mengapa, berdasarkan


catatan FAO, sejak tahun 2011 untuk pertama kalinya produksi
perikanan budidaya dunia melampaui produksi daging sapi. Tahun
2012, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai 66
juta ton. Angka ini melebihi produksi daging sapi yang hanya 63
juta ton. Fakta ini membuktikan, sektor perikanan semakin dapat
diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan.
Permasalahan dan Alternatif Kebijakan Mengelola Laut
Salah satu upaya memanfaatkan sektor perikanan sebagai
penyokong utama dalam mendukung kedaulatan pangan adalah
melalui pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Dalam
perspektif pembangunan berkelanjutan, pengelolaan wilayah
pesisir dan kelautan nasional hingga saat ini belum dilaksanakan
secara komprehensif dan terpadu. Lihat saja faktanya. Beberapa
wilayah telah dimanfaatkan secara intensif dan berlebihan
sehingga melampaui daya dukung lingkungan seperti pencemaran,
penangkapan ikan yang berlebih (overfishing), serta kerusakan fisik
kawasan pesisir dan kelautan.
Perlu juga dicatat, sumber daya alam kelautan adalah milik umum
(common property), setiap orang boleh memanfaatkan potensi yang
terkandung di dalamnya. Konsekuensinya, pengguna cenderung
memanfaatkan sumber dalam alam laut secara maksimal tanpa
menghiraukan dampak negatifnya. Tragedy of the common pun
tak dapat dihindari. Kondisi ini diperparah dengan euforia otonomi
daerah yang kebablasan. Daerah berusaha memenuhi pundi-pundi
pendapatan asli daerah (PAD) dengan berbagai cara. Mereka abai
menjaga kelestarian alam tanpa memperhatikan daya dukung
lingkungan laut dan kesesuaian lahan di perairan laut. Baginya
yang penting ada pendapatan sesaat dulu, selebihnya urusan
belakangan.
Di sisi lain, sebagian sumber daya pesisir dan laut tidak
dimanfaatkan secara optimal sehingga belum memberikan manfaat
bagi kesejahteraan masyarakat, daerah setempat, serta nasional.
Beberapa fakta berikut ini bisa menjadi cerminan dan tantangan
bagi kita untuk mengelola sumberdaya pesisir dan laut kita lebih
serius: a) Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan begitu besar,
tapi PDB kelautan dan perikanan hanya 3,2 persen; b) Potensi
perikanan tangkap 6,5 juta ton/tahun, tapi sebagian besar nelayan
masih miskin; c) Potensi perikanan budidaya tambak lebih dari
1,2 juta Ha, tapi baru dimanfaatkan kurang dari 50 persen. Lahan
budidaya laut lebih dari 12 juta Ha, namun yang dimanfaatkan
baru sekitar 117 ribu Ha; d) Unit pengolahan ikan lebih dari 65 ribu
pengolah, tapi sebagian besar skala kecil; e) Lebih dari 40 persen
industri pengalengan tidak beroperasi dan industri yang beroperasi
di bawah kapasitas karena kekurangan bahan baku; f) Kinerja
produksi dan daya saing negara-negara kompetitor utama makin

buletin tata ruang & pertanahan

11

pesat. Sayangnya, produksi dan daya saing nasional hampir tidak


bergerak.
Untuk mengatasi kondisi tersebut tentu tidak bisa disandarkan pada
salah satu kementerian atau dinas saja, perlu strategi komprehensif
yang tidak hanya melihat dari sudut pandang sektoral saja. Sebab,
hal-hal tersebut menyangkut pengelolaan sumber daya, sarana
produksi, penerapan teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia,
permodalan, perubahan iklim, regulasi, dan kelembagaan.
Terkait dengan pengelolaan sumber dayanya maka perlu dilakukan
upaya pengaturan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di
Indonesia yang terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, berkelanjutan, terbuka, serta berkeadilan. Hal
itu bisa tercapai di antaranya melalui penyusunan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K).
Sementara, terkait dengan regulasi, Indonesia telah memiliki
tiga Undang-Undang (UU) yang menjadi payung hukum untuk
memanfaatkan laut secara komprehensif dan terintegrasi. Pertama,
UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah
diubah dengan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU
No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Kedua, UU No 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan UU No 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ketiga UU tentang Kelautan
yang baru disahkan pada Senin, 29 September 2014.
Peran Serta Masyarakat
Berhasil tidaknya pengelolaan wilayah pesisir dan laut sangat
tergantung pada sampai sejauh mana kita mampu melibatkan
masyarakat di dalamnya, baik dalam proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, maupun pengendalian. Pada tahap
perencanaan, mekanisme penyusunan rencana di setiap tingkatan
harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Perencanaan
tanpa melibatkan masyarakat hanya akan menghasilkan kebijakan
yang kurang dapat diimplementasikan di lapangan. Dalam
penyusunan RZWP-3-K, masyarakat yang direpresentasikan oleh
tokoh, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat
dapat menyampaikan aspirasi mereka pada proses pengumpulan
data, pembahasan laporan, dan konsultasi publik.
Pada proses pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, masyarakat
memiliki hak yang sama dengan pemangku kepentingan lainnya.
Bahkan untuk pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan
pesisir dan laut pada wilayah masyarakat hukum adat menjadi
kewenangan mereka. Pemerintah dan Pemerintah Daerah pun
wajib memasilitasi pemberian Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan

kepada masyarakat lokal dan masyarakat tradisional. Izin tersebut


diberikan kepada mereka yang melakukan pemanfaatan ruang
dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil,
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Hak dan kewajiban
masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil (WP-3-K) telah diatur dalam UU No. 27/2007 Jo. UU No.
1/2014, Pasal 60 Ayat 1 dan 2.
RZWP-3-K Menyokong Kebijakan Kedaulatan Pangan
Sifat laut sebagai ruang, yang pada setiap segmennya, baik
secara vertikal maupun horizontal, memiliki potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk suatu peruntukan tertentu merupakan
perbedaan mendasar antara penataan ruang darat dan laut. Secara
horizontal, wilayah permukaan laut dimanfaatkan sebagai jalur
pelayaran baik penumpang maupun barang.
Demikian pula pada area sekitar pantai dimanfaatkan sebagai lahan
budidaya rumput laut ataupun area pertambakan. Pada area kolom
air merupakan wilayah penangkapan ikan atau spot olahraga selam.
Di dasar laut sering digunakan sebagai pemasangan jalur kabel
komunikasi dan jalur pipa. Di area perairan tertentu mengandung
mineral dan ditemukan kapal tenggelam yang bermuatan benda
berharga. Sedangkan tanah di dasar laut dapat merupakan area
cadangan minyak dan gas.
Penataan wilayah laut pada dasarnya diperlukan terkait
dengan pengaturan pemanfaatan laut secara optimal dengan
mengakomodasi semua kepentingan untuk menghindari adanya
konflik pemanfaatan ruang laut. Pengertian ini mengarah pada
suatu pemahaman bahwa pemanfaatan suatu sumber daya laut
diberikan batas yang jelas antara zona pemanfaatan yang satu dan
zona lainnya. Kondisi ini jelas tidak mudah mengingat Indonesia
memiliki perairan luas dan karakter perairan yang kompleks. Karena
itulah penataan wilayah laut memerlukan suatu konsepsi melalui
pendekatan secara makro dan mikro.
Pendekatan secara makro dimaksudkan sebagai langkah
pengenalan karakter dan perkiraan prioritas pemanfaatan
yang dapat ditetapkan pada suatu kawasan perairan, melalui
pengelompokan kawasan perairan. Sedangkan pendekatan secara
mikro lebih ditekankan pada peninjauan terhadap ketersediaan
sumber daya, sifat dinamika laut, kerentanan bencana, kerentanan
konflik pemanfaatan ruang, dan daya dukung laut.
Penetapan alokasi ruang di dalam RZWP-3-K dilakukan
berdasarkan tiga fungsi pemanfaatan, yakni ekonomi, konservasi,
serta pertahanan dan keamanan. Fungsi ekonomi dimaksudkan
sebagai kebijakan secara makro bahwa suatu kawasan perairan
ditetapkan sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan

Setidaknya ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam zonasi.


Pertama, sifat dinamis laut. Alam tersusun oleh sistem-sistem keseimbangan yang bersifat dinamis. Artinya, adanya perubahan
salah satu atau lebih faktor dalam suatu sistem, maka alam akan mencari keseimbangan baru. Sebut saja berubahnya tingkat
kecerahan akibat arus turbulensi yang mengangkut material endapan. Kondisi ini dapat membuat terumbu karang sakit atau bahkan
mati. Perubahan keseimbangan ini akan berdampak pada kehidupan beragam jenis ikan yang selama ini bersimbiosis dengan
terumbu karang.
Kedua, penafsiran nilai ekonomi dan nilai beban lingkungan. Apabila biaya perbaikan lingkungan lebih besar daripada nilai ekonomi
yang didapatkan, maka tujuan pemanfaatan sumber daya tidak tercapai.
Ketiga, aspek sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau. Adat istiadat suku yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau sangatlah
beragam. Di beberapa tempat sering dijumpai adanya budaya pengaturan lahan laut atau sering disebut hak ulayat laut.
Keempat, aspek kepastian hukum pemanfaatan perairan laut. Menurut UU No. 26 Tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi
ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Dalam kaitan ini, ruang diterjemahkan sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan dan memelihara kelangsungan hidup mereka. Berdasarkan pemahaman ini, dapat
dikembangkan konsep bahwa laut merupakan suatu kesatuan wilayah negara yang perlu ditata dan diatur tanpa mengurangi prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

12

buletin tata ruang & pertanahan

tahukah anda

karakter yang dimiliki setiap kelompok perairan laut maka dapat


penggerak ekonomi masyarakat perikanan melalui dukungan sistem
diperkirakan seperti arahan komoditi unggulan, kebutuhan
infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antarkawasan
infrastruktur, kelembagaan, format jaringan pemasaran produk, atau minapolitan dan pasar. Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya
perkiraan tingkat kerawanan bencana.
Kawasan Minapolitan diperlukan suatu strategi yang menjadi
acuan bagi semua pemangku
Sementara itu, fungsi konservasi
RZWP-3-K dapat menyokong kedaulatan pangan dalam
kepentingan baik di tingkat
dimaksudkan sebagai langkah
empat hal.
pusat maupun daerah.
memertahankan kelangsungan
Pertama, mengarahkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
suatu kondisi alam, sosial,
Dalam paradigma
laut dalam rangka pemenuhan kedaulatan pangan seperti kegiatan
budaya, atau kearifan lokal di
pengembangan wilayah,
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Berdasarkan data dan
kawasan perairan laut atau
program minapolitan dapat
analisis maka, perencana dapat menentukan daerah-daerah mana
pulau. Penetapan fungsi ini
dilihat sebagai proses
saja yang sesuai untuk kegiatan tersebut.
nantinya dapat dijadikan kawasan
pembangunan kelautan dan
Kedua, memberi kepastian hukum untuk zona-zona yang
konservasi atau lindung.
perikanan yang dimulai dengan
berhubungan dengan pemenuhan kedaulatan pangan. Elit daerah
melihat isu-isu pembangunan
Fungsi pertahanan dan
tidak bisa serta merta mengubah alokasi ruang. Alokasi ruang yang dari kondisi eksisting pada
keamanan dimaksudkan untuk
ada tidak bisa digeser begitu saja karena zona tersebut dilindungi
skala kawasan. Pada tahap
mengupayakan penempatan fungsi
oleh peraturan perundangan (Peraturan Daerah).
tertentu, pertumbuhan
pulau-pulau kecil di suatu kawasan
kawasan minapolitan akan
perairan laut sebagai titik pangkal Ketiga, menyediakan kawasan/zona/fasilitas pendukung bagi zona
tersebut seperti kawasan konservasi, zona industri perikanan, zona masuk ke dalam proses
teritorial dan basis pangkalan
pengembangan wilayah makro
pertahanan negara guna menjaga pelabuhan, dan jaringan infrastruktur lainnya. Kawasan konservasi
sebagai penyokong kegiatan perikanan juga terjamin kelestariannya. yang berorientasi kepada
kedaulatan wilayah. Di samping
itu, di kawasan perairan yang
Keempat, mengurangi risiko gangguan terhadap zona tersebut dari sistem pusat-pusat kegiatan
wilayah pada hirarki yang lebih
memiliki indikasi rawan kejahatan kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam penentuan alokasi ruang telah
tinggi.
(penyelundupan, penangkapan ikan melalui proses harmonisasi dan melihat kompatibilitas antara zona
ilegal, dan lain-lain), penetapan
Menilik potensi dan
yang satu dan zona lainnya.
fungsi pertahanan dan keamanan
permasalahan kelautan dan
menjadi prioritas.
perikanan, maka pembangunan kelautan dan perikanan ke depan
membutuhkan inovasi besar, suatu konsep spasial yang memiliki
Penyusunan RZWP-3-K harus dilakukan secara terpadu
basis analisis pengembangan wilayah kelautan. Pendekatan
antarperencanaan ruang darat (RTRW). Unit analisa yang digunakan
minapolitan seharusnya dapat diintegrasikan bersama dengan
dalam menyusun rencana alokasi ruang di laut sebaiknya
pendekatan pembangunan wilayah lainnya serta terakomodir dalam
mempertimbangkan dan memperhitungkan keterkaitan unit
RZWP-3-K dan RTRW Kabupaten/Kota/Provinsi/Nasional.
analisa tersebut dengan RTRW. Sebaliknya, kegiatan yang akan
dikembangkan di laut pun memberikan implikasi pada pola dan
Kita berharap, tim kabinet yang baru saja dilantik ini mampu
struktur ruang yang ada di darat.
mewujudkan kedaulatan pangan dari laut Indonesia. Dengan
bekerja, bekerja, dan bekerja, tampaknya kita bisa mencapai
Contoh menarik adalah implementasi RZWP-3-K atau Marine
cita-cita mulia sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat dalam
Fungsional Zoning (MFZ) di China. Mereka secara efektif dapat
memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia,
mengurangi pencemaran laut, mampu menata kawasan industri,
bahkan dunia.
lokasi wisata dan lokasi pelabuhan secara efisien, memberi
kepastian lokasi usaha budidaya perikanan, serta meraup
Penyediaan data pertanian pangan berkelanjutan
pendapatan negara atas lisensi perairan karena ijin yang diberikan.
dilakukan melalui kegiatan:
Mengingat besarnya potensi kelautan perikanan Indonesia dan
a. Invetarisasi Data Dasar pertanian pangan
menyadari bahwa potensi tersebut belum dimanfaatkan secara
berkelanjutan; dan
optimal, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang mampu
b. Pengolahan Data Dasar.
mengatasi permasalahan yang telah begitu lama membelit sektor
Penyediaan Data Dasar Lahan Pertanian Pangan
kelautan dan perikanan. Salah satu upaya Kementerian Kelautan
Berkelanjutan bersumber dari:
dan Perikanan dalam rangka mengelola kondisi tersebut adalah
a. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang telah
mencanangkan program unggulan Gerakan Nasional Minapolitan.
dimuat dalam RTRW Provinsi dan/atau kabupaten/
Minapolitan merupakan konsepsi pembangunan ekonomi kelautan
kota;
dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip
b.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Sementara
telah
ditetapkan dalam RDTR
itu, Kawasan Minapolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu
kabupaten/kota;
atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem
c. Lahan Cadangan Pertanian
kegiatan perikanan yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
Pangan Berkelanjutan yang telah
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan
ditetapkan di tingkat kabupaten/
sistem minabisnis.
kota; dan/atau
Pengembangan Kawasan Minapolitan merupakan upaya
d. Tanah terlantar dan subyek
memberdayakan WP3K dengan komoditas unggulan daerah
haknya.
dengan usaha yang bankable. Secara lebih luas, pengembangan
Sumber: PP No. 25/2012 tentang Sistem
Kawasan Minapolitan diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan
Informasi Lahan Pertanian Pangan
ekonomi di daerah dan sentra-sentra kegiatan perikanan sebagai

buletin tata ruang & pertanahan

13

Lebih Dekat

Implementasi RZWP-3-K di Kota Ternate

Kota Ternate telah menetapkan Perda No. 36 Tahun 2011 tentang


RZWP-3-K Kota Ternate. Proses penyusunan RZWP3K telah dimulai
sejak tahun 2009 melalui fasilitasi Ditjen Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, KKP dan PT. Sucofindo. Proses didahului dengan
pembahasan terhadap kajian yang telah disusun oleh PT. Sucofindo.
Pembahasan hasil kajian dilakukan oleh Tim Pokja penyusun
RZWP-3-K Kota Ternate yang dibentuk melalui Keputusan Walikota
Ternate No. 46/III.2/KT/2011 tentang Pembentukan Kelompok
Kerja Penyusunan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) Kota Ternate Tahun 2011.
Selanjutnya dilakukan proses penyusunan Rancangan Perda RZWP3-K.
Dalam proses penyusunan RZWP-3-K, Pemda Kota Ternate telah
melaksanakan konsultasi publik sebanyak 3 (tiga) kali, sebelum
akhirnya pada bulan Juni 2009 rancangan Perda RZWP-3-K
tersebut disampaikan kepada DPRD Kota Ternate untuk kemudian
ditetapkan. Setelah pembahasan oleh DPRD, dilakukan kajian
kembali untuk mengoreksi hal-hal tertentu guna memperkaya kajian
penyusunan RZWP-3-K, hingga kemudian pada bulan September
tahun 2011 RZWP-3-K Kota Ternate ditetapkan melalui Perda No.
36 Tahun 2011.
Pada awal proses penyusunan, RZWP-3-K tersusun dalam satu
dokumen dengan RTRW yang direncanakan ditetapkan dalam 1
Peraturan Daerah yang terintegrasi. Namun pada proses lebih lanjut,
rencana tersebut belum dapat terwujud karena penetapan RTRW
Kota Ternate masih terkendala permasalahan kehutanan.
Berkenaan dengan implementasi Perda RZWP-3-K, terdapat
sejumlah permasalahan yang dihadapi seperti masih maraknya
pembangunan infrastruktur pada wilayah pesisir yang kurang tertib
serta kegiatan reklamasi yang tidak merujuk pada Perda RZWP-3-K.
Kondisi tersebut ditengarai akibat minimnya sosialisasi RZWP-3-K
yang dilakukan oleh Pemda Kota Ternate.
Tiga lokasi yang diatur dalam RZWP-3-K diantaranya Kawasan

14

buletin tata ruang & pertanahan

Sumber: dokumen Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

Minapolitan Dufa-dufa, Kawasan Sulamada, dan Kawasan Pesisir


Falajawa. Kawasan Minapolitan Dufa-dufa terletak di kecamatan
Ternate Utara, pada kawasan ini terdapat pelabuhan perikanan
dan merupakan sentra penjualan ikan. Pemda Kota Ternate juga
menyampaikan bahwa akan disusun Rencana Zonasi Rinci untuk
Kawasan Minapolitan Dufa-dufa. Sementara, Kawasan Sulamadaha
di kecamatan Pulau Ternate yang berdasarkan Perda RZWP-3-K
merupakan kawasan konservasi. Sulamadaha terkenal sebagai
lokasi wisata karena memiliki pantai dengan air laut yang jernih dan
lokasinya dikelilingi oleh hutan. Terakhir, Kawasan Pesisir Falajawa
yaitu wilayah pesisir yang berlokasi di kecamatan Ternate Tengah.
Kegiatan reklamasi yang dilakukan pada kawasan Falajawa hanya
mengacu pada RTRW dan tidak memperhatikan RZWP-3-K yang
telah ditetapkan sehingga pengaturan matra laut Kota Ternate
belum optimal diimplementasikan [ias/oc].

landspatial bappenas on

Pada bulan Mei 2014, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas melakukan penjaringan data dan informasi mengenai
pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Ternate.
Penjaringan data dan informasi dilaksanakan melalui kunjungan
lapangan dan Focus Group Discussion (FGD) bersama perwakilan
Kelompok Kerja (Pokja) penyusun RZWP-3-K, BKPRD, serta instansi
lain terkait. Kegiatan ini merupakan salah satu agenda BKPRN
yaitu fasilitasi akselerasi penyelesaian penetapan Peraturan Daerah
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Perda
RZWP-3-K).

Sosialisasi Peraturan

Perpres RTR KSN Warisan Budaya

Kawasan Borobudur dan Sekitarnya, Perpres No. 58 Tahun 2014


Borobudur merupakan bangunan unik yang menyimpan berjuta
unsur eksotis dan misterius, terbentang luas dan megah di
kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil

Convention Corcerning the Protection of World and Natural Heritage,


Borobudur ditetapkan sebagai situs warisan dunia karena memiliki
nilai-nilai universal yang luar biasa (outstanding universal value).
Untuk itu, kawasan Borobudur dan sekitarnya dijadikan salah satu
Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan sudut kepentingan sosial
budaya.
Penataan ruang kawasan Borobudur dan sekitarnya bertujuan
untuk mewujudkan tata ruang kawasan Borobudur yang berkualitas
dalam rangka menjamin terciptanya pelestarian kawasan Borobudur
sebagai kawasan cagar budaya nasional dan warisan budaya
dunia. Untuk mencapainya, kebijakan yang dikembangkan antara
lain: (i) perlindungan karakter dalam perwujudan 2 (dua) kebijakan
tersebut, masing-masing kebijakan memiliki strategi rencana
tata ruang. Strategi perwujudan kebijakan (i), dilakukan dengan:
(a) mempertahankan kawasan cagar budaya dari kerusakan
.... menjamin
permanen akibat pemanfaatan ruang
tanpa memperhatikan kepentingannya bagi terciptanya
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
pelestarian
agama, dan/atau kebudayaan; (b)
kawasan
mencegah terjadinya alih fungsi lahan
Borobudur
kawasan pertanian dan kawasan hutan;
sebagai
(c) membatasi perkembangan kawasan
kawasan cagar
terbangun perkotaan; dan (d) membatasi
budaya nasional
kegiatan pemanfaatan ruang yang
mengancam kerusakan situs cagar budaya dan warisan
budaya dunia
yang belum tergali, struktur geologi, dan
bentang pandang. Sementara, strategi perwujudan kebijakan (ii)
adalah melalui pengembangan kelembagaan lintas wilayah dan
lintas sektoral dalam rangka pelestarian dan pengembangan

kawasan Borobudur.
Arahan peraturan zonasi pada kawasan Borobudur dibagi 2 (dua),
yaitu: (1) arahan peraturan zonasi untuk pengembangan cagar
budaya pada Sub Kawasan Pelestarian 1 (SP-1); dan (2) arahan
peraturan zonasi untuk pengembangan cagar budaya pada Sub
Kawasan Pelestarian 2 (SP-2). Dasar dari arahan peraturan zonasi
ini adalah hirarki tingkatan pelestarian kawasan dan pengendalian
bentang pandang. Lebih rinci mengenai arahan peraturan zonasi
pada dua Sub Kawasan ini dijelaskan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Arah Peraturan Zonasi Pada SP - 1

Tabel 2 Arah Peraturan Zonasi Pada SP - 2

Pengelolaan Kawasan Borobudur

SP-2
Fungsi: situs sejarah,
pertanian, sempadan,
permukiman

SP - 2

SP - 1

SP - 2

SP-1
Fungsi: situs cagar
budaya, pertanian,
permukiman

Rencana Pola Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya


Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

Pengelolaan kawasan Borobudur sebagai kepentingan nasional


harus memasilitasi berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena
itu, pengelolaan kawasan Borobudur dilaksanakan oleh Menteri
Badan Pengelola Urusan Kebudayaan, Gubernur, Bupati,
Kawasan bertugas dan Badan Pengelolaan Kawasan sesuai
menjamin kewenangannya. Sedangkan operasional
pengelolaannya dilakukan oleh Badan
pemanfaatan Pengelola Kawasan, dengan tugas
ruang sesuai pokok: (i) menjamin pemanfaatan ruang
dengan rencana sesuai dengan rencana tata ruang; dan
tata ruang dan (ii) menjamin pemanfaatan ruang sesuai
arahan peraturan dengan arahan peraturan zonasi.
zonasi Seluruh pemangku kepentingan
bertanggungjawab dalam: (i) pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi program pemanfaatan ruang; (ii) pelaksanaan
pemantauan kinerja pemanfaatan ruang yang dilaksanakan
oleh pemerintah dan masyarakat; (iii) pemantauan pelaksanaan
pelestarian dan pengelolaan situs cagar budaya dan taman cagar

buletin tata ruang & pertanahan

15

budaya yang secara teknis berada di bawah tanggung jawab


menteri yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan; dan (iv)
pelaporan kinerja perwujudan rencana tata ruang kepada Presiden
secara berkala [gp].

Perpres RTR KSN Rawan Bencana

Kawasan TN Gunung Merapi,


Perpres No. 70 Tahun 2014

Pada Juni 2014, RTR Kawasan TN gunung Merapi telah ditetapkan


melalui Perpes No. 70 Tahun 2014. Taman Nasional (TN) gunung
Merapi seluas 6410 hektar ini ditetapkan sebagai salah satu
Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang diprioritaskan penataan
ruangnya dalam rangka rehabilitasi kawasan dengan sudut
kepentingan lingkungan hidup, melalui Peraturan Pemerintah No.
26 Tahun 2008 tentang RTRWN. Perpes ini mendesak untuk segera
disusun dan ditetapkan sebagai upaya mitigasi bencana
yang diwujudkan melalui pemetaan kawasan rawan
bencana (KRB); serta untuk mengatur pemanfaatan
ruang, termasuk mempersiapkan jalur dan ruang
evakuasi bencana.
Penataan Ruang Kawasan TN gunung Merapi
bertujuan untuk mewujudkan tata ruang kawasan
yang berkualitas dalam rangka menjaga kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan Masyarakat Kawasan
TN gunung Merapi yang berbasis mitigasi bencana.
Kebijakan pelestarian lingkungan diwujudkan dengan 6
strategi, yaitu: (1) meningkatkan fungsi konservasi TN
gunung Merapi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem
dan keanekaragaman hayati beserta habitatnya,
serta menjaga keseimbangan tata air, iklim mikro,
dan lingkungan alami; (2) meningkatkan konservasi
sumber daya air di Kawasan Sekitar TN gunung Merapi;
(3) merehabilitasi dan merevitalisasi TN gunung Merapi yang
mengalami kerusakan, melalui kegiatan pemulihan hayati dan
ekosistemnya; (4) mencegah dan membatasi kegiatan pemanfaatan
ruang yang berpotensi mengurangi fungsi lindung di Kawasan TN;
(5) mengendalikan dan membatasi intensitas kawasan terbangun;
dan (6) mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang yang
mendukung fungsi lindung Kawasan TN gunung Merapi melalui
pemanfaatan dan pengembangan potensi alam, keanekaragaman
hayati, keunikan vulkanik, serta kearifan lokal dan nilai-nilai warisan
sosial budaya.

Sementara, kebijakan pengembangan kawasan berbasis


mitigasi bencana diwujudkan melalui 7 strategi, antara lain:
(1) meningkatkan fungsi TN gunung Merapi yang berbasis
mitigasi bencana; (2) meningkatkan fungsi kawasan lindung dan
mengembangkan kawasan budidaya di kawasan TN gunung Merapi
berbasis mitigasi bencana; (3) mengembangkan sistem evakuasi
bencana yang terintegrasi dengan sistem pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana; (4) menyesuaikan pemanfaatan ruang
pada KRB Alam Geologi yang terdampak langsung; (5) melakukan
pengendalian yang tinggi pada KRB Alam Geologi yang terdapat
kantung (enclave) permukiman; (6) meningkatkan peran dan
kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan
sistem evakuasi bencana; dan (7) mengembangkan kelembagaan
antarsektor dan antardaerah untuk meningkatkan kerjasama
pengelolaan kawasan dan penanggulangan bencana di Kawasan TN
gunung Merapi.
Rencana pola ruang kawasan TN gunung Merapi ditetapkan
Kawasan Rawan Bencana Alam
Geologi yang terdapat kantung
(enclave) permukiman

Rencana Pola Ruang KSN Kawasan Tn Gunung Merapi


Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

untuk meningkatkan perlindungan lingkungan, mengendalikan


pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan
meningkatkan konservasi sumber daya, serta melindungi
masyarakat dari risiko bencana alam geologi. Rencana pola ruang ini
terdiri atas 4 (empat) zona lindung dan 5 (lima) zona budidaya. Zona
lindung, meliputi: (1) Zona L1, Taman Nasional yang berada pada
KRB Alam Geologi; (2) Zona L2, KRB yang berdampak langsung; (3)
Zona L3, KRB yang berada pada sempadan Sungai; dan (4) Zona
L4, KRB yang terdapat kantung (enclave) permukiman. Sedangkan
zona budidaya, terdiri atas: (1) Zona B1, kawasan permukiman

Delineasi Wilayah Perencanaan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi


Delineasi wilayah perencanaan kawasan TN gunung Merapi mencakup 4
kabupaten dan 18 kecamatan, yang terdiri atas kecamatan-kecamatan yang
terkena dampak erupsi merapi. Luas wilayah perencanaan tersebut sebesar
78.164 Ha, dengan rincian kecamatan sebagai berikut:

sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

16

buletin tata ruang & pertanahan

perkotaan; (2) Zona B2, kawasan permukiman perdesaan; (3) Zona


B3, kawasan budidaya holtikultura dan perkebunan; (4) kawasan
budidaya tanaman pangan; (5) Zona B5, kawasan hutan rakyat.

... mewujudkan tata


ruang kawasan yang
berkualitas dalam
rangka menjaga
kelestarian lingkungan
dan kesejahteraan
masyarakat yang
berbasis mitigasi
bencana

Rencana struktur ruang kawasan


TN gunung Merapi ditetapkan
salah satunya untuk pelayanan
evakuasi bencana, dengan
sistem jaringan prasarana
utama berupa sistem evakuasi
bencana dan sistem jaringan
prasarana lainnya berupa
sistem jaringan pemantauan
dan peringatan dini bencana

alam geologi. Sistem evakuasi bencana ditetapkan sebagai upaya


memindahkan pengungsi dari KRB Alam Geologi ke kawasan aman
bencana; memudahkan proses evakuasi pengungsi, dan menjamin
keselamatan serta kebutuhan dasar pengungsi selama terjadinya
bencana alam geologi. Sistem evakuasi ini terdiri dari TES (Tempat
Evakuasi Sementara), TEA (Tempat Evakuasi Akhir), dan jalur
evakuasi. Lokasi TES ditetapkan oleh pemerintah kabupaten sesuai
kewenangannya. Sedangkan TEA berada pada kec. Sawangan,

Konsep Evakuasi dalam RTR Kawasan TN Gunung Merapi


Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum
Keterangan:
TEA

Tempat Evakuasi Akhir

TES

Tempat Evakuasi Sementera

Jalur Evakuasi
Bangunan Sabo

kec. Dukun, kec. Srumbung, kec.


Muntilan, kec. Mungkid, kec. Salam,
dan kec. Ngluwar di kab. Magelang;
kec. Tempel, kec. Turi, kec. Pakem,
kec. Cangkringan, kec. Ngemplak di
kab. Sleman; kec. Karangnongko di
kab. Klaten [gp].

Perpres RTR KSN Kawasan Perkotaan

Sarbagita, Perpres No. 45 Tahun


2011 jo Perpres No. 51 Tahun 2014
Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan
(Sarbagita) adalah salah satu kawasan strategis nasional (KSN)
dengan sudut kepentingan ekonomi, dengan program utama
rehabilitasi/revitalisasi kawasan. Rencana Tata Ruang (RTR)
kawasan Sarbagita telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden
(Perpres) No. 45 Tahun 2011 sejak Juli 2011. Namun, pada Juni
2014, dilakukan beberapa perubahan melalui penetapan Perpres
No. 51 Tahun 2014.

Perubahan Perpres tersebut dilatarbelakangi oleh 2 (dua) hal, yaitu:


(1) kebijakan strategis nasional dan dinamika internal di kawasan
Perkotaan Sarbagita, khususnya terkait pemanfaatan ruang di
kawasan Teluk Benoa mendorong perlunya dilakukan revitalisasi;
dan (2) potensi kawasan Teluk Benoa dapat dikembangkan sebagai
kawasan yang potensial guna pengembangan kegiatan ekonomi
serta sosial budaya dan agama, dengan tetap mempertimbangkan
kelestarian fungsi Taman Hutan Raya Ngurah Rai dan pelestarian
ekosistem kawasan sekitarnya, serta keberadaan prasarana dan
sarana infrastruktur di kawasan Teluk Benoa.
Jika membandingkan kedua Perpres tersebut dapat terlihat bahwa
terdapat perubahan deliniasi kawasan serta fungsi dari kawasan
lindung dan kawasan budidaya, dengan penambahan zona baru,
yaitu zona penyangga (zona P). Untuk kawasan lindung, kecamatan
Denpasar digantikan dengan kecamatan Denpasar Selatan sebagai
delineasi kawasan konservasi perairan kawasan Sanur, dan
kawasan Teluk Benoa berubah fungsi dari kawasan konservasi
perairan (kawasan lindung) menjadi zona penyangga (kawasan
budidaya). Sebagai contoh, pada pasal 55 ayat 5b berikut, isi pasal
diubah menjadi:

kawasan konservasi perairan di perairan kawasan Sanur di


kecamatan Denpasar Selatan, kota Denpasar, sebagian perairan
kawasan Serangan di kecamatan Denpasar Selatan, kota
Denpasar, (sebelumnya tercantum: ... perairan kawasan Teluk
Benoa sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, kota Denpasar
dan sebagian di kecamatan Kuta Selatan, kabupaten Badung
...), perairan kawasan Nusa Dua di kecamatan Kuta Selatan,
kabupaten Badung, dan perairan kawasan Kuta di kecamatan
Kuta, kabupaten Badung
Pemanfaatan ruang pada
Kawasan Perkotaan
zona penyangga harus
Denpasar, Badung,
memperhatikan 3 (tiga)
Gianyar, dan Tabanan
ketentuan dasar berikut,
(Sarbagita) adalah
yaitu: (1) kegiatan yang
salah satu kawasan
diperbolehkan, berupa
strategis nasional
kegiatan perlindungan
(KSN)
dan pelestarian fungsi
Taman Hutan Raya dan ekosistem bakau, kelautan, perikanan,
kepelabuhanan, transportasi, pariwisata, pengembangan ekonomi,
permukiman, sosial budaya, dan agama; dan (2) kegiatan yang
diperbolehkan bersyarat berupa kegiatan selain kegiatan yang
diperbolehkan yang tidak mengganggu fungsi Zona P; sedangkan
(3) kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan untuk tempat
pembuangan limbah dan kegiatan yang mengganggu fungsi Zona
kawasan Teluk P. Pada gambar dapat dilihat lokasi
Benoa berubah zona penyangga.
fungsi dari Kegiatan yang diperbolehkan dan
kawasan konservasi diperbolehkan bersyarat pada zona
perairan (kawasan peyangga dapat dilakukan melalui
kegiatan revitalisasi termasuk
lindung) menjadi
penyelenggaraan reklamasi paling
zona penyangga luas 700 (tujuh ratus) hektar dari
(kawasan budidaya) kawasan Teluk Benoa. Ketentuan
yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan reklamasi, meliputi:
1) penyediaan ruang terbuka hijau paling kurang 40 persen dari
total luasan pulau hasil reklamasi; 2) penerapan ketentuan tata
bangunan dan lingkungan yang meliputi ketentuan KDB (Koefisien
Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan), KDH (Koefisien
Daerah Hijau), KTB (Koefisien Tinggi Bangunan), ketinggian
bangunan, dan GSB (Garis Sempadan Bangunan) terhadap jalan

buletin tata ruang & pertanahan

17

sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; 3) pengembangan sentra


I
ekonomi berbasis lingkungan dan budaya
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya
Bali; 4) pengaturan tata letak, bentuk,
Ds
Ds 1: Mangupura
Ds 2: Jimbaran
dan luasan, ditentukan berdasarkan
Ds 3: Gianyar
Ds 4: Ubud
hasil kajian kelayakan lingkungan; 5)
Ds 5: Sukawati
Ds 6: Tabanan
aksesibilitas di dalam kawasan teluk,
Rencana Jalan Bebas Hambatan
termasuk ketersediaan alur pelayaran dan
Jalan Arteri Primer
alur aliran air antar pulau hasil reklamasi
Bandar Udara
dengan memperhatikan karakteristik
Pelabuhan
lingkungan, kedalaman paling kurang
2 (dua) meter dari titik surut terendah;
6) perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan
ruang untuk kegiatan reklamasi dalam Zona P dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Guna
mendukung pengembangan dan fungsi, dalam Zona P juga dapat
dikembangkan sistem pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana meliputi: jaringan transportasi, energi, telekomunikasi,
sumber daya air, dan prasarana perkotaan di kawasan Perkotaan
Sarbagita [gp].

Keterangan:
UBUD
Fungsi: Pariwisata, Pertanian
GIANYAR
Fungsi: perumahan,
perdagangan jasa nasional,
pertanian, pariwisata

TABANAN
Fungsi: perumahan,
perdagangan jasa nasional,
pertanian, pariwisata

MANGAPURA
Fungsi: pariwisata,
pertanian,
perdagangan jasa
nasional,
pertanian,
pariwisata

JIMBARAN
Fungsi: perumahan, pertanian,
pariwisata, perlindungan setempat,
suaka dan pelestarian alam, dan
cagar budaya

Kawasan Perkotaan Inti


Perkotaan Denpasar dan Kuta

SUKAWATI
Fungsi: pertanian,
pariwisata, sosial budaya

DENPASAR, KUTA
Fungsi: perumahan,
perdagangan jasa
internasional, transportasi,
industri pariwisata

Zona P

Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita


Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

Program Operasi Daerah Agraria (PRODA): Target Sertipikasi Provinsi


Kalimantan Timur Tahun 2015 sebanyak 921 Bidang Tanah
Sesuai dengan Surat Gubernur Kalimantan Timur No. 591/7746/B.
PA-BAPP/2013 tanggal 27 Agustus 2013 perihal Pengalokasian
Dana Pra Sertipikasi Lahan Pertanian Tahun 2014, maka perlu
adanya penetapan besaran target kegiatan sertipikasi tanah untuk
Tahun 2015.
Hasil dari penetapan besaran target kegiatan sertipikasi tanah
untuk PRODA Kalimantan Timur, akan disampaikan kepada BPN
Pusat agar disiapkan di Tahun 2015, ungkap Uke Muhammad
Husein, Kepala Sub Direktorat Pertanahan, Kementerian PPN/
Bappenas, pada kegiatan koordinasi dan pemantauan PRODA
Provinsi Kalimantan Timur di Balikpapan, Kamis, (23/10).
PRODA merupakan program bantuan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur untuk masyarakat di wilayahnya yang memiliki
lahan pertanian tetapi belum memiliki sertifikat tanah. Koordinasi
pemantauan PRODA di Provinsi Kalimantan Timur bertujuan untuk
menetapkan besaran target kegiatan sertipikasi tanah melalui
mekanisme PRODA di Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran
2015.
Target sertipikasi tanah yang akan dilakukan melalui mekanisme
PRODA di provinsi Kalimantan Timur pada Tahun 2015 sebesar
921 bidang dengan rincian: kabupaten Kutai Timur (48 bidang);
kabupaten Kutai Barat (149 bidang); kabupaten Kutai Kartanegara
(213 bidang); kabupaten Paser (100 bidang); kabupaten Berau
(200 bidang); dan kabupaten Penajam Paser Utara (211 bidang).

Rapat koordinasi dan pemantauan PRODA Prov. Kalimantan Timur

18

buletin tata ruang & pertanahan

Pada rapat koordinasi tersebut, perwakilan bappeda di kabupaten/


kota mengusulkan agar disusunnya Petunjuk Teknis (Juknis) yang
menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan sertipikasi adalah untuk
kawasan lahan pertanian dan tidak berdasarkan subyek (penerima).
Hal ini dimaksudkan agar sertipikasi yang dilakukan lebih objektif
dan tidak terjadi tumpang tindih antara kawasan lainnya.
Peninjauan Lapangan
Kabupaten Penajam Paser Utara, tepatnya di kecamatan Babulu
merupakan lokasi yang dikunjungi oleh tim Direktorat Tata Ruang
dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas. Berdasarkan
hasil inventarisasi, target lahan yang siap untuk disertipikasi
pada kecamatan Babulu sebanyak 1200 bidang dan yang sudah
disertipikatkan sebanyak 350 bidang tanah (melalui program
PRONA sebanyak 250 bidang dan melalui APBD sebanyak 100
bidang).
Pada Tahun 2014, akan dilakukan sertipikasi sebanyak 450
bidang dengan pembiayaan 150 bidang melalui APBD, 150 bidang
melalui dan APBN, dan 200 bidang melalui bantuan keuangan
pemerintah provinsi Kalimantan Timur. Salah satu hal yang menjadi
permasalahan adalah biaya BPHTB karena untuk 100 persil di
tahun 2012 maupun 200 persil di tahun 2013 yang telah selesai
menjadi sertipikat belum dapat diambil karena sebagian besar
masyarakat tidak dapat membayar biaya BPHTB [rz/ay].

kliping berita
Juli - Desember 2014

i awal Juli 2014, kota menjadi perbincangan yang serius sehingga KOMPAS menerbitkan edisi khusus yang membahas mengenai
berbagai kota di Indonesia, dari kota wisata, kota kuliner, kota perbatasan, kota animasi hingga kota-kota yang kehilangan pamornya
sebagai kota wisata. Lebih lanjut, sesuai dengan visi misi Presiden terpilih, Jokowi-JK, masalah agraria masuk dalam salah satu agenda
strategis. Janji Jokowi-JK membagikan tanah seluas 9 juta hektar dan meningkatkan kepemilikan lahan petani gurem hendaknya diletakkan
dalam kerangka program reforma agraria. Jokowi-JK juga hendaknya mengoordinasikan kementerian terkait, menyelesaikan konflik agraria,
serta melaksanakan penataan pemilikan dan penguasaan tanah, termasuk 9 juta hektar yang dijanjikan. Berikut beberapa ringkasan berita
seputar tata ruang dan pertanahan.
JULI
Menurut data Kemenpera, berdasarkan sensus tahun 2010,
kekurangan rumah rakyat (backlog) di Indonesia mencapai 13,6 juta
unit. Perlu sedikitnya 20 tahun untuk memenuhi backlog tersebut.
Itu pun di luar peningkatan kebutuhan rumah setiap tahun setelah
tahun 2010. Ketidakhadiran negara mengakibatkan maraknya
komunitas berpagar yang menempatkan pengembang sebagai
pemegang kekuasaan yang nyaris absolut. Proses dinamika sosial
di komunitas berpagar sehingga mereka kembali ke komunitas yang
inklusif memakan waktu lama. Di sisi lain, dampak sosial akibat
keberadaan komunitas-komunitas berpagar ini telah berdampak
luas. Kota menjadi terkotak-kotak. Pertumbuhan ekonomi terpusat
pada kelas menengah ke atas, sementara kelas bawah tetap sulit
mengakses semua fasilitas yang ada. (Kompas, 30 Juni 2014)
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekalongan, Jawa Tengah,
menargetkan pembuatan sertifikat 500 bidang tanah melalui
proyek operasi nasional agraria 2015. Kepala Seksi Pengendalian
dan Pemberdayaan BPN Kota Pekalongan, Sanyoto di Pekalongan,
Selasa, mengatakan bahwa ratusan bidang tanah program
prona tersebut tersebar pada 47 kelurahan di empat kecamatan.
Menurutnya, BPN menargetkan program legalisasi aset lintas
sektor yang mencapai 200 bidang sertifikasi tanah selesai pada
2015. Pada kesempatan itu, ia mengatakan pada 2014 BPN siap
membagikan sebanyak 275 sertifikat program nasional atau prona
pada 11 kelurahan. (Antara Jateng, 01 Juli 2014)
AGUSTUS
Penyediaan bank tanah oleh pemerintah untuk perumahan rakyat
tidak bermanfaat dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan
rumah rakyat. Pengembang berperan menyediakan rumah rakyat
sepanjang pemerintah memberi kemudahan izin dan dukungan
regulasi. Kekurangan rumah di seluruh Indonesia saat ini
menembus 15 juta unit. Setiap tahun kebutuhan rumah bertambah
800.000 unit, sedangkan pasokan rumah baru dari pengembang
rata-rata 200.000 unit per tahun. Harga rumah yang terus
meningkat kian sulit dijangkau masyarakat, khususnya di perkotaan.
(Kompas, 18 Agustus 2014)
Berbagai peraturan tentang tata ruang di kawasan Danau
Toba, Sumatera Utara, perlu disinkronkan untuk memperlancar
pembentukan Taman Bumi Kaldera Toba. Ini penting agar tata ruang
di kawasan itu tidak tumpang tindih, apalagi baru keluar Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2014 tentang Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional Danau Toba. (Kompas, 21 Agustus 2014)
Pulau Kiluan di kabupaten Tanggamus, Lampung, ditawarkan
dijual secara daring di situs www.privateislandsonline.com. Obyek

wisata alam yang terkenal dengan habitat lumba-lumba tersebut


ditawarkan dengan harga 300.000 dollar AS atau sekitar Rp 3,51
miliar. Pulau seluas 50 hektar itu, akan dijual atau disewakan
selama 25 tahun dan dapat diperpanjang hingga 70 tahun.
Dalam iklan itu, terdapat juga peringatan aturan hukum mengenai
kepemilikan pulau di Indonesia. Pulau Kumbang di Sumatera Barat
juga dijual dengan harga yang lebih mahal, yaitu 1.880.000 dollar
AS (sekitar Rp 22 miliar). (Kompas, 26 Agustus 2014)
SEPTEMBER
Warga di sekitar kawasan pegunungan Kendeng Utara, kabupaten
Rembang, Jawa Tengah, terus berjuang menolak pendirian pabrik
semen di kawasan tersebut. Senin (1/9), perwakilan warga bersama
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara atas surat keputusan Gubernur
Jateng Nomor 668.1/17 tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012
tentang Izin Lingkungan Pendirian Pabrik Semen. Peraturan yang
dilanggar antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU
No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, Keputusan Presiden
No 26/2001 tentang Penetapan Kawasan Cekungan Air Tanah,
Peraturan Daerah Provinsi Jateng No 6/2010 tentang Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW), juga Perda Kabupaten Rembang No
14/2011 tentang RTRW. (Kompas, 02 September 2014)
Melalui serangkaian perundingan Delimitasi Batas Maritim sejak
2005, Indonesia dan Singapura akhirnya menyepakati batas wilayah
laut pada segmen sepanjang 5,1 mil laut atau 9,4 kilometer.
Wilayah perairan itu di perbatasan Batam, Kepulauan Riau, dan
Bandar Udara Changi. Sejauh ini Indonesia telah menetapkan
enam titik pangkal di barat hingga timur Pulau Batam. Dari sisi
Singapura, titik pangkal itu di Sultan Shoul hingga timur Singapura
atau barat Changi. Titik-titik ini jelas tak terpengaruh perluasan
Singapura karena reklamasi. Selain perjanjian perbatasan dengan
Singapura, menurut Kepala BIG Asep Karsidi, tercapai kesepakatan
batas wilayah laut dengan Filipina, Mei 2014. Kesepakatan batas
wilayah maritim dengan Filipina di utara Indonesia lebih dari 6.000
kilometer. (Kompas, 09 September 2014)
Pembahasan RUU Kelautan memasuki tahap lanjutan berupa
pembicaraan tingkat I oleh Panitia Kerja DPR. Namun, penyelesaian
RUU Kelautan itu dikhawatirkan tidak menjawab fungsi koordinasi
lintas kementerian. Penyusunan RUU Kelautan ini dinilai mencetak
sejarah karena untuk pertama kalinya diusulkan DPD dengan
melibatkan pembahasan tripartit antara pemerintah, DPR, dan DPD.
UU Kelautan memayungi 21 undang-undang terkait kelautan, serta
mengoordinasi 17 kementerian dan lembaga yang menangani
sektor kelautan. (Kompas, 15 September 2014)

buletin tata ruang & pertanahan

19

OKTOBER
Koalisi Peduli Hutan Aceh dan sejumlah organisasi lingkungan di
Aceh menyiapkan materi keberatan atas Peraturan Daerah atau
Qanun Nomor 19 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Aceh. Perda itu dinilai mengesampingkan keberadaan Kawasan
Ekosistem Leuser yang diakui berbagai perundangan. Perda
RTRW Aceh tak menyebut Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang
diamanatkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Penyebutan KEL tercantum pada Lampiran X PP
No 26/2008. (Kompas, 02 Oktober 2014)
Tanggul laut raksasa akan mulai dibangun Kamis (9/10) besok.
Pengerjaan ini diawali dengan membangun tanggul tipe A
sepanjang 32 kilometer dari barat hingga timur pesisir utara
Jakarta. Proyek tanggul ini ditargetkan rampung dalam waktu tiga
tahun. Tanggul tipe A bagian dari megaproyek tanggul laut raksasa
yang disebut juga sebagai proyek Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu
Kota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD). NCICD tipe A merupakan bagian dari proyek NCICD yang
mencakup peninggian dan penguatan tanggul laut di pantai utara
sepanjang 32 kilometer dan pemasangan stasiun pompa. Pemprov
DKI Jakarta mendapat bagian membangun 8 kilometer. Alokasi
dana yang disiapkan sebanyak Rp 1,6 triliun dari dana APBD 2015.
(Kompas, 08 Oktober 2014).
Sejumlah pihak mempertanyakan keberadaan dokumen lingkungan
proyek pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta. Penanggung
jawab proyek diminta membuka kepada publik untuk diuji
dampaknya oleh masyarakat. Pembangunan tanggul bagian dari
Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara (NCICD) masih
menyisakan banyak pertanyaan. Contohnya, kondisi subduksi atau
penurunan muka tanah di utara Jakarta serta pengaruh perubahan
iklim atas kenaikan muka air laut. Ahli kelautan Institut Teknologi
Bandung, Muslim Muin, menilai megaproyek tersebut lebih pada
keputusan politis, bukan teknis. Secara teknis proyek ini tidak
masuk akal. Padahal, biayanya sangat besar, termasuk operasional
yang harus ditanggung negara setiap tahunnya. Belum lagi bicara
dampak, katanya. (Kompas, 11 Oktober 2014).
NOVEMBER
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan,
mengatakan mulai awal November layanan pertanahan akan tetap
buka pada akhir pekan. Ferry menjelaskan, petugas BPN yang
mendapat tugas melayani masyarakat pada akhir pekan, dapat
mengganti liburnya pada Senin-Jumat. Ini salah satu langkah
untuk meningkatkan pelayanan pertanahan. Pelayanan ini akan
terus ditingkatkan, jelas dia. Ferry mengharapkan melalui layanan
itu, bisa memudahkan masyarakat di perkotaan mengurus surat-

Gambar 1. Ilustrasi tanggul laut jakarta (www.print.kompas.com)

20

buletin tata ruang & pertanahan

surat pertanahan. Masyarakat di perkotaan biasanya tidak sempat


mengurus surat-surat pada hari kerja. (Merdeka.com, 02 November
2014)
Setelah 69 tahun pembangunan di negeri ini lebih berorientasi ke
daratan, Presiden Joko Widodo mengajak rakyat kembali melihat
lautan yang mendominasi 73 persen wilayah Indonesia. Pada
pidato perdana seusai dilantik, Presiden menyebutkan bahwa
salah satu cita-cita negara yang hendak diwujudkannya adalah
menjadikannya sebagai poros maritim dunia, lokus dari peradaban
besar politik masa depan. Pulau-pulau terdepan Nusantara yang
pernah menjadi pintu gerbang pelayaran pada masa lalu kini identik
dengan pulau-pulau terpencil. Ditinggalkan. Bandar-bandar besar
yang lampau populer, perlahan kehilangan cahayanya. Berabadabad silam, nama Barus, Singkil, Banda Neira, Ternate, Tidore,
Banten, Jepara, Tuban, dan Gresik dikenal sebagai bandar utama,
yang kini menghilang dari peta pelayaran samudra. (Kompas, 08
November 2014)

Gambar 2. Poros Maritim (sumber: www.sinarharapan.co.id.)

DESEMBER
Ekspedisi Lengguru 2014 menemukan 1.400 spesimen yang
menunjukkan alam Papua Barat menyimpan kekayaan hayati
sangat tinggi. Di tengah potensi itu, ekosistem Lengguru terancam
alih fungsi lahan untuk tambang dan perkebunan monokultur.
Lengguru di Kaimana, Papua Barat, merupakan formasi masif karst
terbesar dan kompleks di Pulau Niugini. Daerah yang terbentuk dari
tumbukan lempeng tektonik Australia dan Pasifik itu membentuk
kehidupan khas. (Kompas, 02 Desember 2014)
Sebanyak 65 masyarakat suku Anak Dalam asal Jambi
mendatangi Jakarta dengan berjalan kaki. Aksi itu untuk menuntut
pengembalian lahan hutan seluas 3.550 hektar milik mereka di
Kabupaten Batanghari, Jambi. Sejak 1986, lahan hutan tersebut
telah menjadi rebutan antara masyarakat adat dan perusahaan
kelapa sawit asing, PT Asiatic Persada. Perusahaan tersebut
dianggap telah merampas hak lahan masyarakat adat dengan
menjadikan lahan masyarakat bagian dari perkebunan sawit.
Padahal, di lahan itu masyarakat tidak hanya tinggal, tetapi juga
bercocok tanam. (Kompas, 03 Desember 2014) [ay]
Untuk membaca lebih lengkap seluruh berita-berita tersebut,
silakan mengunjungi website kami di www.tataruangpertanahan.
com dan bergabung di milis Tata Ruang dan Pertanahan
http://groups.google.com/group/tata-ruang-dan-pertanahan.

Hari Tata Ruang Nasional Tahun 2014


Penataan Ruang yang Partisipatif dan Berkeadilan

eringatan Hari Tata Ruang Nasional yang jatuh pada 8 November secara rutin diperingati sejak tahun 2008. Presiden menetapkan 8
November sebagai Hari Tata Ruang Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 2013 tentang Hari Tata Ruang
Nasional. Aspek penataan ruang di Indonesia telah memiliki piranti regulasi yang memadai dengan adanya UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Melalui undang - undang tersebut, pemerintah berupaya mendorong pemanfaatan ruang di Indonesia sesuai
dengan kapasitas dan daya dukungnya. Peringatan hari tata ruang ini menunjukan wujud komitmen negara untuk secara terus menerus
meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat di bidang penataan ruang.
Hingga 2014, peringatan Hari Tata Ruang Nasional telah
diselenggarakan sebanyak 7 (tujuh) kali. Tema yang diusung setiap
tahunnya berbeda beda yang pada intinya ingin menunjukkan
isu - isu penataan ruang yang sedang hangat pada masa itu.
Peringatan Hari Tata Ruang kembali digelar pada tanggal 9
November 2014 di Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah,
Jakarta. Tema yang diusung adalah Penataan Ruang yang
Partisipatif dan Berkeadilan. Yang dimaksudkan agar masyarakat
lebih terlibat dalam penyelenggaraan penataan ruang, baik
perencanaan, pemanfaatan, hingga pengendalian pemanfaatan
ruang.
Deklarasi Pelopor Penataan Ruang pada kegiatan Puncak Peringatan Hari Tata Ruang
Nasional Tahun 2014 di TMII, Jakarta (9/11).
Sumber: Dokumentasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan.

Daftar Tema Hari Tata Ruang 2008 - 2013

Talkshow Penataan Ruang di RRI Pro 3 FM bersama Ir. Oswar Mungkasa (kiri) dan Dedy Permadi (kanan).
Sumber: Dokumentasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan.

tahukah anda

Peringatan Puncak Hari Tata Ruang kembali digelar pada tanggal


9 November 2014 di Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah,
Jakarta. Pada kesempatan tersebut, dilaksanakan Deklarasi Pelopor
Penataan Ruang yang dibacakan oleh Pelopor Tata Ruang dari
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Muatan Deklarasi Pelopor yang
dibacakan meliputi (i) Pelopor bersama-sama Pemerintah ikut
serta menyelenggarakan penataan ruang untuk mewujudkan tata
ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan; (ii) Pelopor
turut berperan aktif melakukan kegiatan yang cerdas, inovatif dan
kreatif untuk meningkatkan kualitas tata ruang pada lingkungannya;
(iii) Pelopor turut menyebarluaskan penataan ruang kepada
generasi muda lainnya agar bersama sama menata ruang untuk
semuanya; dan (iv) Pelopor mendukung program penataan ruang

yang partisipatif dan berkeadilan untuk harmonisasi ruang wilayah


nusantara untuk kehidupan yang lebih baik.
Rangkaian peringatan hari Tata Ruang berupa public lecture Urban
Heritage Conservation, temu kader Pelopor Tata Ruang Indonesia,
malam apresiasi Kota Hijau, festival Kota Hijau di beberapa daerah
dan talkshow mengenai Penataan Ruang yang Partisipatif dan
Berkeadilan di RRI Pro3 FM. [oc/ay]

Pemberian Penghargaan kepada Juara Lomba Komik yang diserahkan oleh Direktur Tata
Ruang dan Pertanahan, ir. Oswar Mungkasa, MURP, pada kegiatan Puncak Peringatan
Hari Tata Ruang Nasional Tahun 2014 di TMII, Jakarta (9/11).
Sumber: Dokumentasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)


adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk
dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan,
dan kedaulatan pangan nasional.
Penetapan LP2B pada wilayah kota
ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Perda), dan menjadi dasar peraturan zonasi
untuk pengendalian ruang wilayah kota.
Sumber: : UU 41/2009 tentang Perlidungan LP2B,

buletin tata ruang & pertanahan

21

RAPAT KERJA REGIONAL BKPRN:


Penyelarasan Kebijakan Penataan Ruang Nasional
dan Daerah

enyelarasan kebijakan penataan ruang nasional dan daerah


menjadi isu penting dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang. Dalam pelaksanaannya, banyak hal yang menjadi perhatian
diantaranya kapasitas kelembagaan dan penyelesaian konflik di
daerah. Hal ini disampaikan pada Rapat Kerja (Raker) Regional I dan
II Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional pada 23 Juni 2014 di
Bandung, dan 4 September 2014 di Surabaya.
Rapat kerja yang diselenggarakan bertujuan untuk memantau
kemajuan pelaksanaan agenda kerja BKPRN dan menghimpun
masukan untuk perumusan isu-isu strategis penyelenggaraan
penataan ruang yang perlu ditindaklanjuti dalam Rakernas
BKPRN tahun 2015. Pembahasan isu strategis didasarkan pada
kesepakatan forum BKPRN pada Rakernas BKPRN 2013 dan
Rakornas BKPRD 2014, serta usulan lainnya sehingga BKPRN
dapat mendetailkan langkah tindak lanjut yang dibutuhkan terkait
beberapa isu tersebut.
Rapat Kerja Regional I BKPRN diikuti oleh perwakilan pemerintah
daerah untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali. Rapat dibuka
oleh Dirjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, DR.
Muh. Marwan, M.Si, dan dalam pelaksanaannya menghadirkan
tiga narasumber, yaitu Deputi Bidang Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah, Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Imron Bulkin,
MRP; Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup,
Kementerian Dalam Negeri, Edi Sugiharto, SH, M.Si; dan Direktur
Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum,
Dr. Dadang Rukmana.
Sementara, Rapat Kerja Regional II BPKRN yang diselenggarakan
di Surabaya diikuti oleh perwakilan pemerintah daerah untuk
wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada rapat kerja tersebut, Menteri Dalam Negeri, Dr. Gamawan
Fauzi, berkesempatan membuka acara. Dalam pembukaannya,
beliau menyampaikan bahwa 4 hal utama dalam bidang tata ruang
yang harus segera dilakukan oleh pemerintah daerah adalah

Menteri Dalam Negeri KIB II, Gamawan Fauzi, memberikan sambutan pada Rapat
Kerja Regional BKPRN di Surabaya. Sumber: Dokumentasi Dit. TRP

22

buletin tata ruang & pertanahan

Ir. Budi Situmorang (kiri) memandu sidang pleno pada Rapat Kerja Regional BKPRN
didampingi Imron Bulkin, Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
sebagai narasumber (tengah). Sumber: dokumentasi Dit. TRP

penyelesaian Perda (peraturan daerah) tentang penataan ruang


daerah, integrasi dokumen RTR ke dalam RPJPD dan RPJMD,
optimalisasi peran BKPRD, dan penegakan aturan zonasi.
Dalam pertemuan tersebut, isu yang mengemuka adalah: (i)
pengintegrasian dokumen rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan; (ii) penyelesaian konflik penataan ruang; dan (iii)
optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam pembahasan
pengintegrasian dokumen RTR dengan rencana pembangunan,
terdapat usulan untuk menyusun Permen (peraturan menteri)
tentang pedoman integrasi RPJPD dan RPJMD dengan RTRW.
Namun demikian, dalam perintegrasiannya perlu kajian mendalam
karena RPJPD dan RPJMD bersifat tidak keruangan (non-spatial),
sementara RTRW bersifat keruangan (spasial). Integrasi RPJPD dan
RPJMD dengan RTRW ini juga terkendala periode masa berlaku
keduanya yang berbeda.
Pada kesempatan itu pula, untuk penyelenggaraan penataan
ruang 2015 2019, BIG menyampaikan rencana menyiapkan
kerangka prioritas penyediaan peta 5 (lima) tahun ke depan.
Untuk itu, diperlukan data dari Kementerian Pekerjaan Umum
mengenai prioritas penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang yang
membutuhkan peta skala 1:5.000 pada kurun waktu 2015-2019.
Selain itu, disampaikan pula bahwa dalam keputusan pemekaran
wilayah, khususnya yang berlokasi pada kawasan perbatasan
negara, seharusnya mempersiapkan dan memiliki peta yang
akurat. Dengan adanya PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang, daerah dapat menyusun peta RTR dan
mengkonsultasikan hasilnya kepada BIG [ay/cr].

Suasana pada pembukaan Rapat Regional II BKPRN di Surabaya.


Sumber: Dokumentasi Dit. TRP

Status Penetapan Rencana Rinci Tata Ruang


(RRTR)

encana Rinci Tata Ruang (RRTR) merupakan perangkat


operasional dari rencana umum tata ruang. Sebagaimana
dijelaskan dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) terdiri atas: (i)
RTR pulau/kepulauan dan RTR kawasan strategis nasional (KSN);
(ii) RTR kawasan strategis provinsi (KSP); dan (iii) rencana detail
tata ruang (RDTR) kab/kota dan RTR kawasan strategis kabupaten/
kota (KSK). RRTR disusun apabila rencana umum tata ruang belum
dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala petanya memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan.

Status Proses Penetapan RTR KSN

RTR pulau/kepulauan dan RTR KSN ditetapkan dengan peraturan


presiden. Sementara RTR kawasan strategis provinsi (KSP) dan
RDTR kab/kota dan RTR kawasan strategi kabupaten/kota (KSK)
ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Hingga November
2014, seluruh RTR pulau/kepulauan, dan 8 dari 76 RTR KSN telah
ditetapkan. Untuk RDTR di tingkat provinsi, hanya RDTR Provinsi
DKI Jakarta yang telah ditetapkan melalui Perda No. 1 Tahun
2014 dari total 73 pengajuan RDTR, dan di tingkat kabupaten,
RDTR Kecamatan Kota Sumenep (Perda No. 3 Tahun 2014) dan
RDTR Perkotaan Waibakul (Perda No. 8 Tahun 2013) yang telah
ditetapkan dari total 1145 pengajuan RDTR.
RTR Pulau/Kepulauan

Daftar RTR Pulau/Kepulauan

RTR Kawasan Strategis Nasional

Keterangan:
A

Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional

Penetapan Materi Teknis

Proses Kesepakatan di Tingkat Eselon II BKPRN

Proses Kesepakatan di Tingkat Eselon I BKPRN

Proses Harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM

Disampaikan ke Sekretaris Kabinet

buletin tata ruang & pertanahan

23

Hari Habitat Dunia Tahun 2014:


Voice from Slums

enin pertama di bulan Oktober, ditetapkan PBB sebagai Hari


Habitat Dunia. Pada Tahun 2014, peringatan Hari Habitat
mengambil tema Suara dari Pemukiman Kumuh. Tema tersebut
diambil sebagai sebuah upaya untuk menyoroti kehidupan di daerah
kumuh melalui suara masyarakat miskin perkotaan, serta untuk
mengangkat pengalaman dan ide-ide mereka mengenai cara untuk
meningkatkan kondisi hidup mereka.
Disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, dalam
pembukaan peringatan Hari Habitat, Hari Habitat Dunia merupakan
momentum untuk membahas kondisi terkini permukiman dunia
dan memberikan penghargaan atas hunian layak bagi warga, serta
mengingatkan para pemangku kepentingan akan tanggung jawab
bersama atas kehidupan hunian yang lebih baik. Pada kesempatan
itu pula, Djoko Kirmanto menyerahkan Buku Laporan Nasional
Untuk Agenda Habitat III yang disusun dalam rangka penyiapan

www.tataruangpertanahan.com

Djoko Kirmanto membuka Pertemuan Forum Habitat 2014.


Sumber: Dokumentasi Dit. TRP

24

buletin tata ruang & pertanahan

Konferensi Habitat III tahun 2016, kepada Presiden RI Susilo


Bambang Yudhoyono.
Sebagai rangkaian agenda Hari Habitat Dunia Tahun 2014, pada
2 Oktober 2014 diselenggarakan pertemuan Forum Habitat 2014
yang berlokasi di Hotel Borobudur Jakarta. Acara ini bertujuan
untuk mempertemukan seluruh pemangku kepentingan dengan
harapan dapat meningkatkan kesadaran mengenai kondisi
lingkungan perkotaan, terutama di kawasan kumuh, serta berbagi
pengalaman dalam penanganan kawasan kumuh perkotaan baik
nasional maupun internasional, seperti India, Filipina, dan Korea
Selatan.
Menuju 100-0-100
Pertemuan Forum Habitat 2014 mengambil tema Challenges and
Lessons in Indonesia, dengan mengusung konsep menuju 100-0100, yang artinya dengan target capaian berupa 100 persen akses
air minum yang layak, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen
akses sanitasi hingga Tahun 2019.
Untuk mendukung program menuju 100-0-100, telah dilaksanakan
beberapa kegiatan seperti: perbaikan bantaran sungai; peningkatan
layanan sanitasi, persampahan, layanan air bersih dan IPAL
komunal; pembangunan jalan, jembatan, gorong-gorong, dan
bank sampah. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara
gotong royong dengan didampingi fasilitator, salah satunya melalui
pembentukan komunitas warga peduli sungai. Di samping itu,
dilaksanakan pula program bedah warung; pengembangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) Kredit Mikro bagi masyarakat yang
mempunyai usaha; serta pengembangan wisata air dan transportasi
air sebagai salah satu aktivitas warga. Program ini diharapkan
mampu meningkatkan tingkat ekonomi warga miskin [ay].

Ringkas Buku

Mendengarkan Kota:

Studi Perbandingan Kota dan Komunitas Miskin antara Jakarta Bangkok


Penulis: Tim Peneliti Institute for Ecosoc Rights

uku ini disusun berdasarkan kajian dan penelitian tentang partisipasi publik dalam pengelolaan ruang kota dan hak masyarakat
miskin atas kota yang dilakukan Institute for Ecosos Rights sepanjang bulan Oktober 2006 sampai Mei 2007. Bangkok dipilih sebagai
pembanding dengan pertimbangan bahwa dalam banyak hal Bangkok menghadapi masalah serupa dengan Jakarta. Namun dalam banyak
hal pula Bangkok telah mengalami kemajuan, khususnya dalam mengatasi masalah komunitas miskinnya. Beberapa perbedaan signifikan,
kota Bangkok memiliki banyak ruang publik yang memungkinkan persinggungan antarkelompok sosial ekonomi masyarakat yang berbeda,
diperhitungkannya ruang bagi keberadaan masyarakat miskin kota, dan tersedianya ruang yang memungkinkan terjadinya negosiasi dalam
mengelola dan memanfaatkan ruang kota.
Banyak hal menarik dalam buku ini yang dapat disadur khususnya
berupa pembelajaran dari kota Bangkok. Pemerintah kota Bangkok
merumuskan rencana pembangunan kota yang terbuka terhadap
terobosan pendekatan, tidak legalistik, dan mengedepankan
negosiasi dengan membangun jaringan, baik antarwarga miskin
kota, antarkomunitas, dan antara komunitas dengan organisasi
pembangunan lainnya. Adanya pengakuan hak komunitas miskin
sebagai aktor yang memiliki andil besar bagi pengembangan kota
didukung dengan penyediaan tunjangan sosial yang memadai
dan fasilitasi untuk berkembangnya kualitas hidup masyarakat
sesuai kebutuhan dasar, khususnya untuk masyarakat miskin.
Komunitas miskin yang telah mengorganisir diri dan mendaftarkan
komunitasnya pada pihak pemerintah kota Bangkok akan
memperoleh status sebagai komunitas formal. Dengan status
formal ini, komunitas akan mendapat fasilitas dalam bentuk
dana bantuan bagi pengembangan komunitas. Selain itu, di kota
Bangkok, komunitas miskin mendapat dukungan luas dari lembaga
swadaya masyarakat (LSM), akademisi dan kelompok profesi.
Dalam menangani persoalan komunitas miskin di Thailand,
dibentuk Community Organizations and Development Institute
(CODI) yang berada dibawah the Ministry of Social Development
and Human Security. CODI beranggotakan berbagai pemangku
kepentingan yaitu pemerintah, LSM dan pemimpin lokal komunitas
miskin. Statusnya sebagai organisasi publik adalah memberikan
keleluasaan yang lebih besar untuk kolaborasi antara berbagai
komunitas dalam mencari bentuk pembiayaan informal yang
cocok bagi warga miskin kota. Fokusnya bukan hanya mengatasi
masalah kemiskinan tetapi juga bagaimana membuat komunitas
miskin bisa menjadi subyek dalam pembangunan sesuai dengan
aspirasi mereka melalui berbagai pendekatan berbasis komunitas
yang disesuaikan dengan konteks masalahnya. CODI membantu
masyarakat dengan memasilitasi mereka untuk mengidentifikasi
sendiri permasalahan mereka dan meningkatkan batas kemampuan
komunitas dalam memperbaiki kondisi hidup mereka. Salah satu
contohnya adalah kegiatan simpan pinjam berbasis komunitas.
Melalui kegiatan simpan pinjam, komunitas secara bertahap bisa
belajar untuk meningkatkan kapasitas manajerial, kepercayaan
diri dan proses pengembangan diri secara menyeluruh yang akan
memperkuat komunitas dalam bekerja sama.
Contoh lainnya adalah program perbaikan permukiman kumuh
melalui Baan Mankong (Rumah Aman), dengan harapan bahwa
warga miskin kota dapat berpikir dan mengorganisir diri dalam
melakukan sesuatu untuk mereka sendiri. Sebagai subyek
pembangunan, komunitas miskin merancang sendiri rencana dan

melaksanakan pembangunan perumahan dan lingkungan secara


kolektif dan partisipatif, dan peran pemerintah adalah memasilitasi
dengan subsidi dan pinjaman lunak. Fasilitasi diberikan dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin
untuk mengelola secara kolektif kebutuhan mereka melalui
bantuan pinjaman lunak untuk perbaikan atau pembangunan
rumah, bantuan dalam bentuk hibah dana untuk pembangunan
infrastruktur (air, listrik, sanitasi, jalan, sarana kesehatan), dan dana
hibah bagi pengembangan organisasi termasuk pengembangan
koperasi simpan pinjam. Pemahaman masyarakat miskin tentang
kebutuhan akan permukiman dan lingkungan yang baik dan aman
tercermin dengan adanya ruang publik seperti balai pertemuan,
lahan kosong untuk acara bersama, tempat bermain anak dalam
pemukiman miskin yang padat, dan tersedianya alat pemadam
kebakaran hampir di setiap rumah.
Cara lain yang dilakukan oleh pemerintah kota Bangkok sebagai
salah satu solusi dalam mengatasi kaum miskin yang tinggal di
suatu lahan secara ilegal (daerah kumuh) adalah melalui sistem
land sharing agar kaum miskin dapat memperoleh akses atas ruang
kota. Dalam land sharing, pemilik lahan yang resmi membagi lahan
di daerah kumuh menjadi dua bagian. Sebagian dimanfaatkan
pemilik lahan untuk peruntukan komersial dan sebagian lainnya
disewakan pada kelompok miskin penghuni daerah kumuh tersebut.
Melalui sistem ini, kaum miskin kota akan menempati lahan secara
sah dan tidak terancam penggusuran, sementara pemilik lahan juga
tidak akan berkonfrontasi dengan para kaum miskin yang menghuni
sebelumnya. Sistem ini kemudian disertai dengan proyek perbaikan
permukiman yang difasilitasi oleh National Housing Authority untuk
mengformalkannya sehingga kaum miskin dapat tinggal di lahan
tersebut dalam jangka waktu relatif panjang.
Dari segi masyarakat, penduduk kota Bangkok memiliki budaya
yang berpengaruh terhadap cara mereka mempersepsikan
ruang kota. Adanya kecenderungan untuk mensucikan ruang
mengindikasikan tingginya perhargaan terhadap ruang. Gambaran
tentang suatu tempat berasal dari makna dan pentingnya
aktivitas yang ada di dalamnya dan bukan sekedar gambaran
fisik atau nama-nama jalan. Hampir semua persimpangan jalan
di kota Bangkok memiliki nama yang mengacu pada komunitas komunitas sekitarnya dan memberi makna pada tempat itu. Banyak
tempat di kota Bangkok yang memiliki dua nama, satu diberikan
pemerintah atau raja dan satunya lagi diberikan komunitas
setempat yang terkait dengan kehidupan keseharian komunitas dan
lokalitas dari tempat tersebut.

buletin tata ruang & pertanahan

25

26

buletin tata ruang & pertanahan

Anda mungkin juga menyukai