Diktat
Oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmad dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Diktat
Matakuliah Evaluasi Program Pendidikan. Konteks program pembelajaran di
sekolah ialah keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar
yang dicapai siswa. Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar
mengajar. Secara sistemik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponenkomponen sistem pembelajaran.
Diktat ini terbagi menjadi lima bab, yakni Bab I Konsep Dasar Evaluasi
Program Pendidikan, membahas tentang pengertian pendidikan dan pembelajaran;
pengertian evaluasi pembelajaran; urgensi evaluasi program pembelajaran; sasaran
evaluasi pembelajaran; peranan evaluasi pembelajaran; peran guru dalam evaluasi
program pembelajaran; dan pengertian tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Bab
II Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik, membahas tentang pengertian evaluasi hasil
belajar peserta didik; pendekatan evaluasi hasil belajar peserta didik; dan teknik
evaluasi hasil belajar peserta didik. Bab III Model-Model Evaluasi Program
Pembelajaran, membahas tentang evaluasi model CIPP; evaluasi model Stake
(Couintenance Model); dan evaluasi model Kirkpatrick. Bab IV Cakupan Evaluasi
Program Pembelajaran,
membahas tentang
desain program
pembelajaran;
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
BAB I
i
ii
1
4
6
7
8
9
12
16
19
20
25
27
28
31
32
32
34
35
37
38
42
49
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
ii
BAB I
KONSEP DASAR EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hakikat pendidikan adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat, memiliki ilmu dan
bermanfaat.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menjaga keberlangsungan
pembangunan bangsa, baik pendidikan formal maupun nonformal. Peran pendidikan
tidak sebatas memberikan pengetahuan dan keahlian pada tiap individu untuk dapat
bekerja sebagai agen perubahan ekonomi yang baik bagi masyarakat. Pendidikan
juga menanamkan tata nilai yang serba luhur atau akhlak mulia, norma-norma, citacita, tingkah laku, dan aspirasi, selalu berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan kepentingan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan
SDM. Melihat urgensi dan kompleksnya masalah pendidikan, maka maju
mundurnya suatu pendidikan tidak bisa hanya diletakkan pada pundak pemerintah
semata.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjadi instrumen penting dalam paradigma baru sistem pendidikan nasional, baik
dari sisi penyelenggaraan maupun tenaga pendidik. Implementasi Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam
sejumlah peraturan, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arah tentang perlunya
disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dengan tegas telah mengamanatkan bahwa paradigma baru pendidikan nasional,
antara lain bahwa tujuan dasar pendidikan tidak lagi sebatas mencerdaskan
kehidupan bangsa, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan secara demokratis,
yang menempatkan peran serta masyarakat dalam proses pendidikan di Indonesia.
Pendidikan dengan demikian diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam
conditions of learning); dan (3) hasil belajar (outcomes of learning). Sama halnya
dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses
mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Hal ini dipertegas
oleh Sudjana (2002:29) yang menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses
mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan tinjauan proses, pembelajaran terdapat dua kegiatan yang terjadi
dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pelaku belajar adalah
siswa, sedangkan pelaku pengajar (pembelajar) adalah guru. Kegiatan siswa dan
kegiatan guru berlangsung dalam proses yang bersamaan untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu. Jadi dalam proses pembelajaran terjadi hubungan yang
interaktif antara guru dan siswa dalam ikatan tujuan instruksional. Karena pelaku
dalam proses pembelajaran adalah guru dengan siswa, maka keberhasilan proses
pembelajaran tidak terlepas dari faktor guru dan siswa.
program, proses, maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong guru untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk
meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu
mengajar dengan baik, tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik.
Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih
dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi
juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu
sendiri. Optimalisasi sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua
makna, yaitu (1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal; dan (2)
manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan
kualitas pendidikan. Bidang evaluasi pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi
ada yang bersifat makro dan mikro.
Evaluasi makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang
direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering
digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar siswa.
Pencapaian belajar ini bukan hanya bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup
semua potensi yang ada pada siswa. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program
pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru
(Mardapi, 2000:2).
Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi (2003:8) ialah
keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai
siswa. Di sisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang
pelaksanaan pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan
program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar saja, sementara
implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu
berlangsung jarang tersentuh kegiatan penilaian.
pembelajaran, yang mencakup: (1) komponen input, yakni perilaku awal siswa; (2)
komponen input instrumental, yakni kemampuan profesional guru; (3) komponen
kurikulum (program studi, metode, media); (4) komponen administratif (alat, waktu,
dana); (5) komponen proses ialah prosedur pelaksanaan pembelajaran; dan (6)
komponen output ialah hasil pembelajaran yang menandai ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Evaluasi di sini hanya ditujukan pada evaluasi terhadap komponen proses
dalam kaitannya dengan komponen input instrumental. Dalam hal ini yang
dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur tertentu.
Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-mengajar
adalah: (1) tampilan siswa dalam bidang kognitif; (2) afektif; dan (3) psikomotorik.
Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, maupun perbuatan. Dengan
demikian mengevaluasi di sini adalah menentukan apakah tampilan siswa telah
sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum. Apabila lebih
lanjut dikaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh
pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum.
Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai
pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui: (1) kegiatan pengukuran,
pengukuran yang dimaksud adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan
pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan
secara kuantitatif; dan (2) penilaian pembelajaran, penilaian yang dimaksud adalah
proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.
2.
2.
10
3.
4.
11
12
Penilaian memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task Group
on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan penilaian sebagai semua cara
yang digunakan untuk menilai unjuk kerja (performance) individu atau kelompok
(Griffin dan Nix, 1991:3). Sementara itu Popham (1995:3) mendefinisikan penilaian
dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan
status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Hal senada
dikemukakan oleh Boyer dan Ewel yang berpendapat assessment is processes that
provide information about individual students, about curricula or programs, about
institutions, or about entire systems of institutions (Stark dan Thomas, 1994:46).
Asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu
siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang
berkaitan dengan sistem institusi. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa
asesmen (penilaian) merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes.
Stufflebeam (2003) mengemukakan bahwa:
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive
and judgmental information about the worth and merit of some objects
goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making,
serve needs for accountability, and promote understanding of the involved
phenomena.
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat
dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and
merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu
membuat
keputusan,
membantu
pertanggungjawaban,
dan
meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah
penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan.
Sementara itu National Study Committee on Evaluation menyatakan bahwa
evaluation is the process of ascertaining the decision of concern, selecting
appropriate information, and collecting and analyzing information in order to
report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives
(Stark dan Thomas, 1994:12). Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan
pemilihan, pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat digunakan
13
sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Hal ini
dipertegas oleh Griffin dan Nix (1991:3) menyatakan:
Measurement, assessment, and evaluation are hierarchical. The comparison
of observation with the criteria is a measurement, the interpretation and
description of the evidence is an assessment and the judgments of the value
or implication of the behavior is an evaluation.
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat hierarkis. Evaluasi didahului
dengan penilaian, sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran
diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria,
penilaian merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran,
sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku. Sementara
itu Brikerhoff menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan
sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Mardapi, 2000).
Lebih lanjut Brikerhoff dalam Mardapi (2000) mengemukakan bahwa
pelaksanaan evaluasi terdapat tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu: (1) focusing
the evaluation (penentuan fokus yang akan dievaluasi); (2) designing the evaluation
(penyusunan desain evaluasi); (3) collecting information (pengumpulan informasi);
(4) analyzing and interpreting (analisis dan interpretasi informasi); (5) reporting
information (pembuatan laporan); (6) managing evaluation (pengelolaan evaluasi);
dan (7) evaluating evaluation (evaluasi untuk evaluasi). Berdasarkan pengertian
tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal
harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan.
Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara
implisit menekankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana
melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan
membuat interpretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain
itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi
apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Hal ini
dipertegas oleh Weiss yang menyatakan the purpose of evaluation research is to
measure the effect of program against the goals it set out accomplish as a means of
contributing to subsequent decision making about the program and improving future
programming (Oriondo dan Antonio, 1998).
14
Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: (1) menunjuk
pada penggunaan metode penelitian; (2) menekankan pada hasil suatu program; (3)
penggunaan kriteria untuk menilai; dan (4) kontribusi terhadap pengambilan
keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Berdasarkan pendapat di atas
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan
untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan
informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun
kebijakan, maupun menyusun program selanjutnya.
Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan
obyektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan
program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi, serta pemanfaatan hasil evaluasi yang
difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah
dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk
kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang
terkait dengan program.
15
BAB II
EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
16
pengajaran; (10) mengetahui peserta didik yang perlu mendapatkan prioritas dalam
bimbingan; dan (11) sebagai acuan dalam pengelompokkan peserta didik.
Evaluasi hasil belajar peserta didik mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar
oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Penilaian dalam
proses pendidikan merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari
komponen
lainnya
khususnya
pembelajaran.
Penilaian
merupakan
proses
17
18
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Anderson dan Krathwohl, 2001).
Guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar siswa harus mengetahui pendekatan
yang dapat digunakan dan juga teknik evaluasi yang digunakan. Hal yang perlu
diperhatikan oleh guru adalah jika akan melakukan evaluasi maka mengacu
indikator pembelajaran, sedangkan jika melaksanakan proses atau kegiatan apa yang
akan dilakukan dalam pembelajaran maka mengacu pada rumusan tujuan
pembelajaran.
bidang isi dan tugas belajar yang besar. Penilaian ini dimaksudkan untuk
mengetahui status peserta didik dalam berhubungan dengan skor kelompok peserta
didik yang lain. Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan
pendekatan acuan patokan adalah pada standar skor yang digunakan. Penilaian ini
dalam menggunakan standar skor, bersifat relatif.
19
Hal ini berarti tingkat skor peserta didik ditetapkan berdasarkan pada posisi
relatif dalam kelompoknya, tinggi rendahnya skor peserta didik sangat bergantung
pada kondisi skor kelompoknya. Guru dalam menggunakan standar relatif, skor
peserta didik dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Sehingga
dari penggunaan standar ini, dianggap tidak adil dan terjadinya persaingan yang
kurang sehat di antara peserta didik. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk
memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor
rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation).
2.
Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang skor peserta tes dengan
tanpa memperhatikan bagaimana skor tersebut dibandingkan dengan skor yang lain.
Dengan kata lain penilaian ini digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status
individu berkenaan dengan skor perilaku yang ditetapkan atau dirumuskan dengan
baik. Standar skor yang digunakan dalam penilaian ini adalah standar absolut.
Standar ini penentuan tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam bentuk persentase.
Untuk mendapatkan nilai A, B, C, D, atau E seorang siswa harus
mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh skor yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Dalam
menggunakan standar absolut, skor peserta didik bergantung pada tingkat kesulitan
tes yang mereka terima. Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan
menggunakan pendekatan ini, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan
dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam
bentuk rentang skor.
20
dua, yaitu teknik tes dan teknik nontes. Teknik tes merupakan teknik yang
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan
ujian, sedangkan teknik nontes untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik tidak
dengan menggunakan ujian, melainkan dengan produk yang dihasilkan oleh peserta
didik dalam proses pembelajaran.
1.
Teknik Tes
Tes berarti ujian dan kata kerja transitifnya berarti menguji dan mencoba.
Pengerjaan tugas tersebut haruslah sesuai dengan aturan yang sudah dikehendaki
oleh pemberi tes. Instrumen tes cenderung cocok digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa pada ranah kognitif. Sehingga instrumen tes disusun untuk
mengetahui kemampuan abstraksi siswa. Imron (2011:121-125) mengemukakan
jenis-jenis tes yang ditinjau dari beberapa sudut pandang, yaitu: (1) tes dari segi
waktu pelaksanaannya; (2) tes dari segi bentuknya; (3) tes dari segi materi yang akan
diukur pada diri testee; (4) tes dari segi kebakuan tes; (5) tes dari segi cara
penyampaiannya; dan (6) tes dari segi jenis kemampuan yang hendak diukur.
Tes ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya, dibedakan atas tes formatif dan
tes sumatif. Tes formatif adalah suatu tes yang dilaksanakan setelah selesai materi
tertentu. Berdasarkan tes ini, guru dapat membandingkan hasil belajar peserta didik
telah sesuai dengan standar yang telah ditentukannya ataukah belum, mengingat tes
ini dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan berkaitan dengan
pembelajarannya, setelah mengetahui hasil tes ini. Tes sumatif adalah tes yang
dilaksanakan pada akhir periode tertentu. Peserta didik dalam tes ini dapat diketahui
tingkat pemahaman keseluruhan materi yang dipaketkan dalam satu periode tertentu.
Pemahaman peserta didik terhadap materi dibandingkan dengan standar yang dibuat
telah ditentukan oleh guru, serta dibandingkan dengan keseluruhan peserta didik
yang mengikuti tes. Dengan demikian, akan diketahui prestasi peserta didik secara
individual dan prestasi peserta didik setelah dibandingkan dengan kelompoknya.
Tes ditinjau dari segi bentuknya, dibedakan atas tes subjektif dan tes objektif.
Tes subjektif adalah tes yang peserta didik harus mengerjakan dengan memberi
uraian atas soal-soal yang diteskan. Tes subjektif terdiri atas tes uraian bebas, tes
uraian terbatas, dan tes isian. Tes bebas adalah suatu tes yang peserta tesnya boleh
menjawab dengan memberikan uraian bebas. Tes uraian terbatas adalah suatu tes
21
yang peserta tesnya hanya boleh memberikan uraian sesuai dengan batasan yang
diberikan oleh tester. Tes isian adalah suatu tes yang pesertanya memberikan
jawaban dengan cara mengisi titik-titik pada soal tes. Sedangkan tes objektif adalah
suatu tes yang jawaban atas soal-soal tesnya telah tersedia dan testee tinggal
memilih.
Tes ditinjau dari materi yang akan diukur pada diri testee, dibedakan atas
pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan
prasyarat mengenai apa yang akan diajarkan telah ada pada testee. Posttest adalah
tes yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan suatu materi yang diajarkan
kepada peserta didik dibandingkan dengan hasil pretest. Selain itu, tes dapat juga
dibedakan atas tes proses, tes hasil, dan tes dampak. Tes proses digunakan untuk
mengetahui proses suatu kegiatan. Tes hasil digunakan untuk mengukur hasil dari
suatu kegiatan yang telah didapatkan. Tes dampak digunakan mengukur dampak
suatu kegiatan terhadap orang yang dites di kemudian hari.
Tes ditinjau dari segi kebakuan tes, dapat dibedakan atas tes buatan guru dan
tes standar. Tes buatan guru adalah tes yang terlalu penting dipersoalkan validitas
dan reliabilitasnya, dan lazimnya disusun oleh guru tanpa bantuan para ahli di
bidang tes dan ahli dibidang studi tertentu. Sementara tes terstandar adalah tes yang
memenuhi prasyarat-prasyarat, yakni validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya
pembeda, dan kepraktisan.
Tes ditinjau dari cara penyampaiannya, dapat dibedakan atas tes tertulis, tes
lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes yang peserta tesnya diberi soal-soal
secara tertulis dan ia dituntut untuk memberikan jawaban secara tertulis. Tes lisan
adalah tes yang peserta tesnya diberikan soal-soal secara lisan dan diharapkan
memberikan jawaban secara lisan. Tes perbuatan adalah tes yang peserta tesnya
diberikan soal-soal dan diharuskan menampilkan performasi tertentu sesuai dengan
yang dikehendaki oleh tester.
Tes ditinjau dari jenis kemampuan yang hendak diukur, dapat dibedakan atas
tes intelegensi, tes bakat, tes minat, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Tes
intelegensi adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan umum atau
kecerdasan yang dimiliki oleh testee. Tes bakat adalah tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan khusus atau bakat testee. Tes minat adalah tes yang
22
digunakan untuk mengetahui minat peserta tes akan suatu pekerjaan tanpa
mempertimbangkan apakah pekerjaan tersebut menguntungkan secara finansial
ataukah tidak. Tes prestasi belajar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
peserta tes dengan perolehan belajar testee, setelah yang bersangkutan melaksanakan
aktivitas belajar yang dirancang oleh guru. Tes kepribadian digunakan untuk
mengukur integritas dan konsistensi peserta tes.
2.
Teknik Nontes
Teknik nontes adalah teknik evaluasi selain bentuk ujian. Apa yang ada pada
peserta didik, dapat diteropong melaui alat tes dan alat nontes. Alat yang digunakan
dalam teknik nontes adalah observasi, wawancara, angket, sosiometri, catatan
berkala, dan skala penilaian. Observasi adalah suatu pengamatan dan memberikan
perhatian terhadap objek tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi tanpa
peran serta dan observasi dengan peran serta. Observasi tanpa peran serta adalah
observasi di mana observer menjaga jarak dengan yang diobservasi. Observasi
dengan peran serta adalah observasi yang dilakukan oleh observer melibatkan diri
pada kegiatan mereka yang diobservasikan.
Wawancara adalah pengajuan pertanyaan-pertanyaan oleh seseorang kepada
orang lain dengan digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai suatu hal.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara.
Sebaliknya wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang pewancaranya tidak
menyiapkan hal-hal yang akan dipertanyakan. Wawancara juga dapat dilakukan
secara tertulis dan lisan. Wawancara tertulis adalah wawancara yang pertanyaanpertanyaannya diajukan secara tertulis dan dijawab secara tertulis. Sebaliknya
wawancara secara lisan adalah pertanyaan yang diajukan secara lisan dan dijawab
secara lisan.
Angket adalah instumen yang berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada
responden. Angket dibedakan atas angket tertutup dan terbuka. Angket tertutup
adalah angket yang berisi daftar pertanyaan dan sudah disediakan jawabannya.
Sebaliknya angket terbuka adalah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
responden, agar responden memberikan jawaban secara bebas. Angket juga
23
dibedakan atas angket langsung dan tidak langsung. Angket langsung adalah angket
yang digunakan untuk menggali keterangan, informasi, dan pendapat dari responden
secara langsung. Sedangkan angket tidak langsung adalah angket yang digunakan
untuk menggali informasi dan keterangan mengenai diri responden tetapi melalui
orang lain.
Sosiometri adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kedudukan
responden di dalam kelompoknya. Pada teknik ini, ditanyakan kepada seseorang,
siapa saja secara berturut yang dipilih dalam banyak situasi. Urutan demikian,
berdasarkan yang disukai. Dengan demikian dapat diketahui kemungkinan baiknya
kerja sama yang baik di antara mereka.
Catatan berkala atau anecdotal record adalah instrumen pengumpul data
yang dapat melengkapi observasi. Pencatatan ini dilakukan oleh pengamat terhadap
masalah khusus yang diduga ada pada diri peserta didik. Hal ini digunakan untuk
mengambil keputusan-keputusan penting mengenai peserta didik. Dilihat dari
jenisnya, catatan berkala ini bisa berupa tiga bentuk. Pertama, catatan berkala
sifatnya deskriptif. Catatan demikian, sekedar memaparkan apa yang dilihat dan
diamati, tanpa memberi interprestasi atas kejadian yang dilihat. Kedua, catatan
anekdot interpretatif, berisi penjelasan dan penafsiran mengenai kejadian atau fakta
yang dilihat dijadikan sebagai pendukung belaka dari masalah yang sebenarnya.
Ketiga, catatan berkala evaluatif, ialah catatan mengenai penilaian pengamat
terhadap apa yang ia amati, dengan ukuran baik-buruk, layak-tidak layak, atau
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
Skala penilaian atau rating scale adalah daftar yang dipergunakan sebagai
pelengkap observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, dan menilai peserta didik
dalam suatu situasi. Apabila skala tersebut sekedar dipergunakan untuk menjelaskan
dan menggolongkan disebut sebagai inventory atau selt report form, akan tetapi jika
dipergunakan untuk menilai disebut dengan skala sikap.
24
BAB III
MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pembelajaran. Model yang populer dan sering
dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program
pembelajaran, yaitu: (1) Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, and
Product), (2) Evaluasi Model Stake (Model Couintenance), dan (3) Evaluasi Model
Kirkpatrick (Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model).
25
pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana, modal, dan bahan di dalam kegiatan
nyata
di
lapangan,
komponen
proses
meliputi
kegiatan
pembelajaran,
pembimbingan, dan pelatihan; dan (4) Product, merupakan hasil yang dicapai baik
selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan,
komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan
lulusan).
Aspek yang dievaluasi dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP
menurut Stufflebeam dalam Oliva (1992:491) seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Aspek dan Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Model CIPP
Context Evaluation
Input Evaluation
Obyek
(sasaran)
Mendefinisikan
operasional context,
mengidentifikasi dan
memperkirakan
kebutuhan dan
mendiagnosa
masalah,
memprediksi
kebutuhan dan
peluang
Mengidentifikasi dan
memperkirakan
kapabilitas sistem,
strategi input yang
sekarang tersedia,
dan mendesain untuk
implementasi strategi
Metode
Mendeskripsikan
context,
membandingkan
dengan yang
sebenarnya dan
mengawasi input dan
output,
membandingkan
kemungkinan dan
ketidakmungkinan
sistem kerja, dan
menganalisa
penyebab
ketidakmungkinan
dan ketidaksesuaian
kenyataan dengan
tujuan (harapan)
Mendeskripsikan dan
menganalisis SDM
dan sumber daya
material yang
tersedia, solusi
strategis, dan desain
prosedur untuk
relevansi,
kemungkinan
kegiatan yang dapat
dilaksanakan, dan
kebutuhan ekonomi
dalam rangkaian
kegiatan
26
Process
Evaluation
Mengidentifikasi
dan
memperkirakan
di dalam proses,
tentang
kerusakan di
dalam desain
prosedur atau
implementasi,
menyediakan
informasi
sebelum program
diputuskan dan
memperbaiki
dokumen even
prosedural dan
aktivitas
Memonitoring
setiap aktivitas
yang berpotensi
terdapat
tantangan secara
prosedural, dan
memberikan
tanda untuk
antisipasi, untuk
memperoleh
informasi yang
spesifik untuk
memutuskan
suatu program,
dan
mendeskripsikan
proses yang
aktual
Product
Evaluation
Menghubungkan
informasi outcomes
dengan obyek dan
informasi context,
input, dan process
Mendefinisikan
operasional dan
mengukur kriteria
asosiasi dengan
obyektif dan
membandingkan
hasil pengukuran
dengan standar
sebelum dilakukan
antisipasi, dan
menginterpretasi
outcomes
berdasarkan
dokumen informasi
context, input, dan
process
Hubungan
pengambilan
keputusan
dengan
proses
perubahan
Context Evaluation
Input Evaluation
Memutuskan dalam
hal menyajikan
perangkat, tujuan
asosiasi, dengan
mendiskusikan
kebutuhan dan
peluang, dan sasaran
asosiasi untuk
perubahan
perencanaan
kebutuhan
Process
Evaluation
Untuk
implementasi dan
memperbaiki
desain program
dan prosedur
untuk keefektifan
proses kontrol
Product
Evaluation
Untuk memutuskan
dalam kegiatan
secara kontinu,
menghentikan
(mengakhiri),
modifikasi, mengatur
kembali fokus
perubahan aktivitas
dengan tahapan
materi yang lain
dalam proses
perubahan untuk
mengatur kembali
aktivitas perubahan
tahap
dalam
program
pendidikan,
yaitu:
(1)
antecedent
(program
27
tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat
program.
C. EVALUASI MODEL KIRKPATRICK
Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan
oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model.
Evaluasi terhadap keefektifan program pembelajaran menurut Kirkpatrick (1998)
mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction; level 2 learning; level 3
behavior; dan level 4 result.
1. Evaluasi Reaksi (Evaluating Reaction)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta didik (siswa) berarti mengukur
kepuasan siswa (customer satisfaction). Program pembelajaran dianggap efektif
apabila proses pembelajaran dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta
didik sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan
kata lain peserta didik akan termotivasi apabila proses pembelajaran berjalan secara
memuaskan bagi peserta didik yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari
peserta didik yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta didik tidak merasa
puas terhadap proses pembelajaran yang diikutinya maka mereka tidak akan
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran lebih lanjut.
Hal ini dipertegas oleh Partner (2009) mengemukakan the interest, attention
and motivation of the participants are critical to the success of any training
program, people learn better when they react positively to the learning environment.
Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
minat, perhatian, dan motivasi peserta didik dalam mengikuti jalannya kegiatan
pembelajaran. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi
positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta didik dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
guru, media pembelajaran yang tersedia, dan jadwal kegiatan pembelajaran.
Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket
sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
28
yang
diperoleh
selama
29
kegiatan
pembelajaran
untuk
30
BAB IV
CAKUPAN EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
gambaran
yang
komprehensif
tentang
keefektifan
program
pembelajaran, terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi, yaitu:
(1) desain program pembelajaran; (2) implementasi program pembelajaran; dan (3)
hasil program pembelajaran yang dicapai.
adalah kompetensi yang akan dikembangkan, khususnya kompetensi dasar dari mata
pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menilai kompetensi dasar yang akan dikembangkan, yaitu: (1) menunjang
pencapaian kompetensi standar kompetensi maupun kompetensi lulusan; (2) jelas
rumusan yang digunakan (observable); (3) mampu menggambarkan dengan jelas
perubahan tingkah laku yang diharapkan diri siswa; dan (4) mempunyai kesesuaian
dengan tingkat perkembangan siswa.
2.
Strategi Pembelajaran
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai strategi
31
3.
akan disiapkan oleh guru maupun yang harus diikuti siswa. Ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan untuk menilai isi program pembelajaran, yaitu: (1) relevansi
dengan kompetensi yang akan dikembangkan; (2) relevansi dengan pengalaman
murid dan lingkungan; (3) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa, (4)
kesesuaian dengan alokasi waktu yang tersedia; dan (5) keautentikan pengalaman
dengan lingkungan hidup siswa.
32
pembelajaran tidak kalah pentingnya dengan output, karena dalam outcome ini akan
dinilai seberapa jauh siswa mampu mengimplementasikan kompetensi yang
dipelajari di kelas ke dalam dunia nyata (realworld) dalam memecahkan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan dalam masyarakat.
33
BAB V
STRATEGI PENILAIAN KELAS
34
memperoleh nilai ideal. Dengan nilai ketuntasan ideal adalah 100%. Nilai
ketuntasan minimum tiap matapelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan
dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik (setiap
matapelajaran dapat berbeda batas minimal nilai ketuntasannya). Akan tetapi,
idealnya penentuan ketuntasan diberikan untuk setiap indikator. Peserta didik yang
belum tuntas harus mengikuti program remedial.
bersifat
holistik
(kompetensi
utuh
merefleksikan
pengetahuan,
35
36
tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test),
sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum
IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktik (performance assessment).
Demikian juga, metode observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas
pembelajaran siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok
untuk menilai aspek afektif, minat, dan motivasi siswa.
Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran
tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan
melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan
tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di
samping itu, karena tujuan utama dari penilaian yang dilakukan oleh guru adalah
untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks
kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru diharapkan mengembangkan sistem
portofolio individu siswa, yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan
dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu.
Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan
psikososial siswa (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa
(showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir
(comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai siswa
secara kumulatif (exit). Portofolio ini sangat berguna bagi sekolah maupun bagi
orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang
perkembangan belajar siswa dan aspek psikososialnya, sehingga mereka dapat
memberikan bimbingan dan bantuan yang relevan bagi keberhasilan belajar siswa.
37
38
Portofolio adalah penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang
sistematis. Inti dari portofolio adalah: (1) pengumpulan data melalui karya siswa; (2)
pengumpulan dan penilaian yang terus menerus; (3) refleksi perkembangan berbagai
kompetensi; (4) memperlihatkan tingkat perkembangan kemajuan belajar siswa; (5)
portofolio bagian integral dari proses pembelajaran; (6) digunakan untuk satu
periode; dan (7) digunakan dengan tujuan diagnostik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru jika menggunakan penilaian
portofolio adalah: (1) siswa merasa memiliki portofolio sendiri; (2) tentukan
bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan; (3) kumpulkan dan simpan hasil
kerja siswa dalam satu map atau folder; (4) beri tanggal pembuatan; (5) tentukan
kriteria untuk menilai hasil kerja siswa; (6) minta siswa untuk menilai hasil kerja
mereka secara berkesinambungan; (7) bagi yang kurang, beri kesempatan perbaiki
karyanya, tentukan jangka waktunya; dan (8) bila perlu, jadwalkan pertemuan
dengan orang tua siswa. Karya-karya yang dapat dikumpulkan melalui penilaian
portofolio adalah puisi, karangan, gambar, lukisan, desain, paper, sinopsis, naskah
pidato atau khotbah, naskah drama, rumus, surat, komposisi musik, teks lagu, resep
makanan, dan laporan observasi, penyelidikan, atau eksperimen.
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa
terhadap objek sikap. Cara untuk melaksanakan penilaian sikap adalah: (1) observasi
perilaku siswa, seperti kerja sama, inisiatif, dan perhatian; (2) pertanyaan langsung,
misalnya tanggapan terhadap tata tertib baru; dan (3) laporan pribadi, misalnya
siswa menulis pandangan tentang kerusuhan antaretnis. Penilaian diri sendiri (self
assessment) adalah menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Siswa dengan menilai terhadap dirinya
sendiri diharapkan dapat mengetahui kelebihan dan kelemahannya sendiri, dan
berupaya untuk mengatasi kelemahannya. Tugas guru adalah menyiapkan instrumen
penilaian diri sendiri yang akan digunakan oleh siswa. Penilaian diri sendiri dapat
dijadikan wahan untuk mengembangkan karakter jujur pada diri siswa dan tanggung
jawab atas apa yang ditulisnya.
Sementara itu Gangel (2009:87-92) mengemukakan tiga jenis evaluasi yang
dapat dipertimbangkan oleh guru-guru, yaitu: (1) tes tertulis; (2) pengamatan
(observasi); dan (3) dokumen / riwayat.
39
1.
pengukuran melalui tes (ujian). Tes memberikan informasi kepada guru tentang
seberapa baiknya siswa-siswanya telah mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
melalui pengajaran yang diberikan. Tes adalah alat untuk mengevaluasi siswa yang
memiliki berbagai bentuk dasar. Jenis-jenis tes tertulis, adalah: (1) tes pilihan ganda;
(2) tes melengkapi; (3) tes benar-salah; (4) tes menjodohkan; dan (5) essay / uraian.
Tes pilihan ganda adalah tes di mana siswa-siswa membaca pertanyaan dan
kemudian memilih jawaban mereka dari daftar pilihan (biasanya empat) yang
disediakan oleh guru dalam pertanyaan tersebut. Tes melengkapi yakni tes yang
berbentuk pernyataan, namun tanpa menyertakan bagian yang penting, dan
mengganti bagian tersebut dengan titik-titik atau spasi kosong. Tugas siswa adalah
mengisi kalimat atau kata yang tidak ada. Tes benar-salah adalah tes di mana
terdapat sebuah pernyataan dan siswa-siswa menunjukkan dengan memberi tanda
bahwa pernyataan tersebut benar atau salah.
Tes menjodohkan seperti tes pilihan ganda, tes menjodohkan memberikan
materi tes secara lengkap. Tugas siswa adalah menjodohkan / mencocokkan /
memasangkan kata-kata atau pernyataan-pernyataan yang ada dengan kata-kata atau
pernyataan-pernyataan
yang
berhubungan.
Guru
dalam
menggunakan
tes
40
2.
dalam bentuk tes tertulis. Jika belajar adalah untuk menghasilkan perubahan, maka
perubahan yang terlihat dalam kehidupan siswa tersebut adalah salah satu indikasi
komunikasi yang efektif dari guru kepada siswa. Sebagian besar evaluasi melalui
observasi berhubungan dengan pengaruh subjektif yang diterima oleh guru, ketika
guru ada bersama-sama dengan seorang siswa. Pengaruh ini menyangkut sikap dan
perilaku, demikian pula pengaruh yang disamaratakan menyangkut pengetahuan dan
pemahaman. Ada juga suatu pendekatan yang lebih formal terhadap observasi.
Dalam pendekatan ini, guru membuat perkembangan atau perubahan. Guru akan
melihat dan kemudian mencari, untuk mengamati siswa-siswa dalam situasi di mana
perubahan, seperti itu mungkin dipakai untuk menunjukkan dirinya sendiri (dalam
hal ini siswa).
3.
yang
mudah
dipahami
dan
memudahkan
siapa
saja
yang
41
dokumen pribadi guru, disarankan berupa sebuah buku catatan atau kartu indeks.
Beberapa penerbit buku-buku sekolah minggu menyediakan buku catatan atau kartu
indeks ini; (2) dokumen harus selalu memberikan informasi terbaru. Jika suatu
dokumen itu banyak yang kosong, akan sangat sulit untuk memasukkan data-data
yang terlewatkan. Cara yang terbaik adalah memasukkan data secara teratur, segera
setelah kelas selesai; dan (3) dokumen harus mudah didapatkan. Dokumen akan
memiliki nilai guna yang kecil bila hanya disimpan dan tidak digunakan. Buatlah
agar dokumen mudah didapatkan sehingga dapat mendukung penggunaanya. Hal ini
berkenaan dengan dokumen sekolah minggu secara umum maupun dokumen guru.
pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa
dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam
menentukan derajat prestasi seorang siswa selalu dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh tiga kategori prestasi siswa, yakni prestai
siswa di atas rata-rata kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi siswa yang
berada di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang
posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.
42
Keuntungan standar ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas
sekaligus
dapat diketahui
keberhasilan
pembelajaran
bagi
semua
siswa.
Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata
kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang
memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus,
sebab berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100
termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung
dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini
kurang menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat
dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan.
Demikian juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung
pada rata-rata kelas, makanya standar penilaian ini disebut standar relatif. Dalam
konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak dapat digunakan
untuk menarik generalisasi prestasi siswa sebab rata-rata kelompok untuk kelas yang
satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah
yang lain. Standar penilaian acuan norma tepat jika digunakan untuk penilaian
formatif.
2.
pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai siswa. Derajat
keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan atau kompetensi yang seharusnya
dicapai atau dikuasai siswa bukan dibandingkan dengan prestasi kelompoknya.
Dalam penilaian ini ditetapkan kriteria minimal harus dicapai atau dikuasai siswa.
Kriteria minimal yang biasa digunakan adalah 80% dari tujuan atau kompetensi
yang seharusnya dikuasai siswa. Makin tinggi kriterianya makin baik mutu
pendidikan yang dihasilkan. Standar penilaian acuan patokan berbasis pada konsep
belajar tuntas atau mastery learning.
Artinya setiap siswa harus mencapai ketuntasan belajar yang diindikasikan
oleh penguasaan materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Jika
siswa belum mencapai kriteria tersebut siswa belum dinyatakan berhasil dan harus
menempuh ujian kembali. Karena itu penilaian acuan patokan sering disebut standar
43
mutlak. Guru dalam sistem ini tidak perlu menghitung nilai rata-rata kelas, sebab
prestasi siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompoknya.
Melalui sistem penilaian acuan patokan sudah dapat dipastikan prestasi
belajar siswa secara bertahap akan lebih baik sebab setiap siswa harus mencapai
kriteria minimal yang telah ditentukan. Namun sistem ini menuntut guru bekerja
lebih keras sebab setiap guru harus menyediakan remedial bagi siswa yang belum
memenuhi standar yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini tepat digunakan baik
untuk penilaian formatif maupun penilaian sumatif.
44
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S., dan Jabar, C. S. A. 2008. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman
Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Ebel, R. L., dan Frisbie, D. A. 1986. Essential of Educational Measurement. New
Jersey: Prentice Hall, Inc.
Gangel, K. O. 2009. Understanding Teaching. Illionis: Evangelical Training
Association.
Gredeer, B., dan Margaret, E. 1986. Learning and Instruction: Theory into Practice.
New York: Macmillan Publising.
Griffin, P., dan Nix, P. 1991. Educational Assessment and Reporting. Sydney:
Harcout Brace Javanovich Publisher.
Hayat, B. 2004. Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standar
Kompetensi. Jurnal Pendidikan Penabur, 1(3): 108-112.
Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San
Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatricks Training Evaluation Model (online).
(http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluationmodel.htm,
diakses 23 Oktober 2009).
Madaus, G. F., Scriven, M. S., dan Stuffebeam, D. L. 1993. Evaluation Models,
Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation. Boston:
Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mardapi, D. 1999. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi. Makalah disajikan dalam
Penataran Evaluasi Pembelajaran Matematika SLTP untuk Guru Inti
Matematika di MGMP SLTP, PPPG Matematika Yogyakarta, Yogyakarta,
8-23 November.
Mardapi, D. 2000. Evaluasi Pendidikan. Makalah disajikan dalam Konvensi
Pendidikan Nasional, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 19-23 September.
Mardapi, D. 2003. Kurikulum 2004 dan Optimalisasi Sistem Evaluasi Pendidikan di
Sekolah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kurikulum 2004
Berbasis Kompetensi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 10 Januari.
45
46
47