Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia
tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urin.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit
serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit
gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut
usia.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal
failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal
akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada
gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga
biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian
sebesar 85 %

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal?
2. Apa yang menyebabkan gagal ginjal dapat terjadi?
3. Bagaiamana tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal?
4. Bagaiamana patofisiologi terjadinya gagal ginjal?
5. Komplikasi apa yang dapat terjadi setelah terjadi gagal ginjal?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal?
7. Bagaiamana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal?
8. Bagaiamana rencana asuhan keperawat yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu :
1. Tujuan Umum

21

Agar mahasiswa dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal dan


mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit gagal ginjal.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat:
a) Mengetahui definisi gagal ginjal.
b) Mengetahui penyebab terjadinya gagal ginjal.
c) Mengetahui tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal.
d) Mengetahui patofisiologi terjadinya gagal ginjal.
e) Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya gagal ginjal.
f) Mengetahui berbagian pemeriksaan diagnostik pada pasien gagal ginjal.
g) Mengetahui bagaiamana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien gagal
ginjal.
h) Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal.

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal secara mendadak
akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan
manifestasi penurunan produksi urine dan terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen

21

darah, peningkatan kreatinin serum, dan retensi produksi metabolit yang harus
dieksresikan oleh ginjal).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah.
B. ETIOLOGI
Gagal Ginjal Akut :
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut dengan tiga
katagori meliputi : prarenal, renal, dan pascarenal.
1. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dan
gastrointestinal, pankreatitis, pemakaina diuretik berlebih).
b) Vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis).
c) Penurunan curah jantung (disritmia, infark miokardium, gagal jantung kongestif,
syok kardiogenik, emboli paru).
d) Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).
2. Renal
Kondisi renal ginjal akut adalah akibat kerusakan struktur glomerulus atau
tubulus ginjal. Kondisi klinis yang umum adalah sebagai berikut.
a) Trauma langsung pada ginjal dan cedera akibat terbakar.
b) Iskemia (pemakaian NSAID, kondisi syok pascabedah).
c) Reaksi tranfusi (DIC akibat tranfusi tidak cocok).
d) Nefritis interstitial akut : infeksi berat, induksi obat-obatan nefrotoksin.
2. Pascarenal
Etiologi pascarenal terutama obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal,
seperti pada kondisi berikut ini.
a) Obstruksi muara vesika urinaria : hipertrofi prostat, karsinoma.
b) Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
sumbatan tumor.
Gagal Ginjal Kronis :
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya GGK. Akan
tetapi, apa pun penyebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara
progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
1. Penyebab dari ginjal.
a) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis.

21

b) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.


c) Batu ginjal: nefrolitiasis.
d) Kista di ginjal: polcystis kidney.
e) Trauma langsung pada ginjal.
f) Keganasan pada ginjal.
g) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan.
2. Penyakit umum di luar ginjal.
a) Penyakit sistemik: DM, hipertensi, kolesterol tinggi.
b) Dyslipidemia.
c) SLE.
d) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
e) Preeklamsi.
f) Obat-obatan.
g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
C. MANIFESTASI KLINIS
Gagal Ginjal Akut :
1)

Perubahan

haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan

gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025).


2)

Peningkatan BUN, kreatinin.

3)

Kelebihan volume cairan.

4)

Hiperkalemia.

5)

Serum calsium menurun, phospat meningkat.

6)

Asidosis metabolik.

7)

Anemia.

8)

Letargi.

9)

Mual persisten, muntah dan diare.

10) Nafas berbau urin.


11) Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot
dan kejang.
Gagal Ginjal Kronis :
1) Kardiovaskuler
-

Hipertensi

Pitting edema

Edema periorbital

Pembesaran vena leher

21

2)

3)

4)

5)

6)

Friction rub perikardial

Pulmoner
-

Krekel

Nafas dangkal

Kusmaul

Sputum kental

Gastrointestinal
-

Anoreksia, mual dan muntah

Perdarahan saluran GI

Ulserasi dan perdarahan pada mulut

Konstipasi / diare

Nafas berbau amonia

Muskuloskeletal
-

Kram otot

Kehilangan kekuatan otot

Fraktur tulang

Foot drop

Integumen
-

Warna kulit abu-abu mengkilat

Kulit kering, bersisik

Pruritus

Ekimosis

Kuku tipis dan rapuh

Rambut tipis dan kasar

Reproduksi
-

Amenore

Atrofi testis

D. PATOFISIOLOGI
Gagal Ginjal Akut :
Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut
sebagai berikut :
1) Periode Awal

21

Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.


2) Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea,
kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk pertama kalinya
gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
3) Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun.
Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan
masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini.
Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4) Periode Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan. Nilai
laboratorium akan kembali normal. Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% 3%.
Respons penurunan GFR memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien
yang mengalami gagal ginjal akut.

21

Pathway.

Gagal Ginjal Kronis :

21

1) Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan
menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat.
2) Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3) Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4) Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR,
maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon,
akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
6) Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.

Pathway.

21

21

E. KOMPLIKASI
1) Hiperkalemia.
2) Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung.
3) Hipertensi.
4) Anemia.
5) Penyakit tulang
(Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1449)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

21

Gagal Ginjal Akut :


Pemeriksaan Laboratorium.
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin

: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.


4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
ratio urine/serum sering 1:1.
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

21

Gagal Ginjal Kronis :


a.

Urine
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria).
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin.
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat.
4) Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1.
5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
6) Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
7) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

b.

Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
2) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin.
4) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
a. Natrium serum : rendah.
b. Kalium: meningkat
c. Magnesium; Meningkat
d. Kalsium ; menurun
e. Protein (albumin) : menurun
5) Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg.
6) Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
7) Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
8) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

21

9) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,


masa.
10) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Pada Gagal Ginjal Akut :
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi,
yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi GGA yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di
saluran intestinal.
3) Terapi cairan.
4) Diet rendah protein, tinggi karbohidrat.
5) Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.
Penatalaksanaan Pada Gagal Ginjal Kronis :
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi GGA yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia
juga dapat didiagnosa dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatan adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian NA Bikarbonat, dan
pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya
dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.

21

4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
Na Bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transpantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
saluran faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Gagal Ginjal Akut :
1. Pengkajian Anamnesis
Pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh hipertrofi
prostat. Pada wanita, infeksi saluran kemih yang berulang dapat menyebabkan GGA,
serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca-melahirkan. Keluhan utama yang
sering adalah terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain yang mungkin
didapatkan adalah nyeri, demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada
sebelumnya (prerenal).

21

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pengkajian ditunjukkan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama
pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca-perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami
episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian
antibiotik, adanya riwayat pemasangan transfusi darah, serta adanya riwayat trauma
langsung pada ginjal.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca-renal. Penting untuk dikaji
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat dan dokumentasikan.

4. Psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang
berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia.
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik
sehingga didapatkan pernapasan kusmaul.
c) B2 (Blood)

21

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan aukultasi akan


menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia yang menyertai GGA merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi
jantung akan memperberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
d) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder
akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabut, kram otot/kejang
biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom
uremia.
e) B4 (Bledder)
Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi
peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna
urine menjadi lebih pekat/gelap.
f) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mulai dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
g) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1,020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7,00 menunjukkan ISK, NTA dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 :1.
b) Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalam
BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan

21

protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi
ginjal dan perkembangan penyakit.
c) Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d) Pemeriksaan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
Gagal Ginjal Kronis :
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, anoreksia,
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada
kulit.
2.

Riwayat Kesehatan Sekarang


Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

3.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat
penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit
diabetes melitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

4.

Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya

21

perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien


mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga.
5.

Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia didalam dapat memengaruhi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan ; RR meningkat. TD terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase
ini. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
c) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan aukultasi perawat akan menemukan
adanya fricition rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot, dan nyeri otot.
e) B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuria, terjadi penurunan
libido berat.

f) B5 (Bowel)

21

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
g) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakir kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam
(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat
kalium, pada kulit, jaringan lunak, dan keterbatasan gerak sendi.
6.

Pemeriksaan Laboratorium
a) Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumalah retikulosit yang
rendah.
b) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c) Hiponatremi : umunya karena kelebihan cairan. Hiperkalemi : biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzime fosfatase lindi tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g) Peningkatan gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (resistensi terhadap penggunaan insulin pada jaringan perifer).

7.

Pemeriksaan Diagnostik Lainnya


a) Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan nefropati asam urat.

21

c) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih,
dan prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari ganggaun
(vaskuler, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
e) EKG untuk meliahat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, ganggua elektrolit (hiperkalemia).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gagal Ginjal Akut :
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari gagal ginjal akut.
2) Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons
asidosis metabolik.
3) Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek
sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia.
4) Aktual/risiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolik.
5) Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal efek
sekunder dari hiperkalemi.
Gagal Ginjal Kronis :
1) Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons
asidosis metabolik.
2) Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungna dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, klasifikasi jaringan lunak.
3) Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan konduksi elektrikal sekunder dari
hiperkalemi.
4) Aktual/risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine,
retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
5) Aktual/risiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal sekunder dari asidosis metabolik.

21

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien,
menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi.
Gagal Ginjal Akut :
Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari gagal ginjal akut.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam defisit volume cairan dapat teratasi.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal, TTV
dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.

Laboratorium : nilai hematokrik dan protein serum meningkat, BUN/Kreatinin

menurun.
Intervensi
Monitoring status cairan (turgor kulit, -

Rasional
Jumlah dan tipe cairan pengganti

membran mukosa, urine output).

ditentukan dari keadaan status cairan.


-

Penurunan

volume

mengakibatkan

menurunnya

cairan
produk

urine, monitoring yang ketat pada


produksi urine <600 ml/hari karena
merupakan tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik.

Auskultasi TD dan timbang berat badan.

Perubahan berat badan sebagai parameter


dasar terjadinya defisit cairan.
Program dialisis akan mengganti fungsi

Programkan untuk dialisis.

ginjal yang tergantung dalam menjaga


keseimbangan cairan tubuh.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh peningkatan
perifer, dan diaforesis secara teratur.
Kolaborasi

tahanan perifer.

- Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena.

cairan secara cepat dan memudahkan


perawat dalam melakukan kontrol intake
dan output cairan.

21

Aktual/risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH


pada cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membran kapiler alveoli, serta retensi cairan interstisial dari edema
paru dan respons asidosis metabolik.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit.

Pemeriksaan gas arteri pH 7,4 0,005, HCO3 242 mEq/L, dan PaCO2 40
mmHg.

Intervensi
Kaji faktor penyebab asidosis metabolik.

Rasional
Mengidentifikasi
untuk

Monitor ketat TTV.

penyebab dasar dari asidosis metabolik.


Perubahan TTV akan memberikan dampak

mengatasi

pada risiko asidosis yang bertambah berat


dan berindikasi pada intervensi untuk
secepatnya melakukan koreksi asidosis.
Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi

Istirahatkan klien dengan posisi fowler.

paru optimal. Istirahat akan mengurangi


kerja

jantung,

cadangan

meingkatkan

jantung,

dan

tenang

menurunkan

tekanan darah.
Penurunan curah jantung, mengakibatkan

Ukur intake dan output.

gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air,


Manajemen

lingkungan

dan penurunan urine output.


lingkungan Lingkungan tenang akan

tenang dan batasi pengunjung.

menurunkan

stimulus nyeri eksternal dan pembatasan


pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan.

Kolaborasi
- Berikan cairan Ringer Laktat secara - Larutan IV Ringer Laktat biasanya
intravena.

merupakan

cairan

pilihan

untuk

memperbaiki keadaan asidosis metabolik

21

dengan selisih anion normal, serta


kekurangan volume ECF yang sering
menyertai keadaan ini.
- Berikan bikarbonat.

- Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika


penyebab

masalah

adalah

masukan

klorida, maka pengobatannya adalah


ditujukan pada menghilangkan sumber
klorida.
- Pantau data laboratorium analisis gas - Tujuan intervensi keperawatan pada
darah berkelanjutan.

asidosis metabolik adalah meningkatkan


pH sistemik sampai ke batas yang aman
dan menanggulangi sebab-sebab asidosis
yang mendasarinya. Dengan monitoring
perubahan

dari

analisis

gas

darah

berguna untuk menghindari komplikasi


yang tidak diharapkan.

Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal


sekunder dari hiperkalemia.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi aritmia.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual dan muntah.

GCS 4, 5, 6; tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.

Klien tidak mengalami defisit neurologis, kadar kalium serum dalam batas
normal.

Intervensi
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan Banyak
individu dan faktor-faktor hiperkalemi.

Rasional
faktor
yang

menyebabkan

hiperkalemia dan penanganan disesuaikan


dengan faktor penyebab.

Manajemen pencegahan hipokalemia.


- Beri diet rendah kalium

- Makanan yang mangandung kalium


tinggi yang harus dihindari termasuk
kopi, teh, bauh yang dikeringkan; kacang

21

yang dikeringkan, dan roti gandum utuh.


Susu dan telur juga mengandung kalium
yang cukup besar. Sebaliknya, makanan
dengan

kandungan

kalium

minimal

termasuk mentega, margarin, sari buah,


atau gula-gula (permen) dan madu.
- Memonitor TTV tiap 4 jam.

- Adanya perubahan TTV secara cepat


dapat menjadi pencetus aritmia pada
klien hipokalemi.

- Monitoring ketat kadar kalium darah


dan EKG.

- Upaya

deteksi

berencana

untuk

mencegah hiperkalemi.

- Monitoring klien yang berisiko terjadi


hipokalemi.

- Asidosis dan kerusakan jaringan, seperti


pada luka bakar atau cedera remuk, dapat
menyebabksn perpindahan kalium dari
ICF ke ECF, dan masih ada hal-hal lain
yang dapat menyebabkan hiperkalemia.
Akhirnya, larutan IV yang mengandung
kalium harus diberikan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya beban kalium
berlebihan iatrogenik.
- Aspek

- Monitor klien yang mendapat infus


cepat yang mengandung kalium.

yang

pencegahan

paling

penting

hiperkalemia

dari
adalah

mengenali keadaan klinis yang dapat


menimbulkan

hiperkalemia

karena

hiperkalemia adalah akibat yang bisa


diperkirakan pada banyak penyakit dan
pemberian obat-obatan. Selain itu, juga
harus diperhatikan agar tidak terjadi
pemberian

infus

larutan

IV

yang

mengandung kalium dengan kecepatan


Manajemen

kolaboratif

tinggi.
koreksi Dilakukan penghambatan terhadap efek

hiperkalemi.

jantung dengan kalium, disertai redistribusi

21

K+ dari ECF ke ICF. Tiga metode yang


digunakan dalam penanganan kegawatan
dari hiperkalemia berat (>8 mEq/L atau
perubahan EKG yang lanjut)
- Pemberian kalsium glukonat.

Kalium glukonat 10% sebanyak 10 ml


diinfus IV perlahan-lahan selama 2-3
menit dengan pantauan EKG; efeknya
terlihat dalam waktu 5 menit, tetapi
hanya bertahan sekitar 30 menit.

- Pemberian glukosa 10%.

Glukosa 10% dalam 500 ml dengan 10


U Insulin reguler akan memindahkan
K+ ke dalam sel; efeknya terlihat
dalam waktu 30 menit dan dapat
bertahan beberapa jam.

- Pemberian Natrium bikarbonat.

Natrium bikarbonat 44-88 mEq Iv akan


memperbaiki asidosis dan perpindahan
K+ ke dalam sel; efeknya terlihat
dalam waktu 30 menit dan dapat
bertahan beberapa jam.

Aktual/risiko tinggi perubahan perfusi otak berhubungan dengan perubahan pH


pada cairan serebrospinal sekunder dari asidosis metabolik.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS 4, 5, 6;
pupil isokor, refleks cahaya (+).

TTV normal (nadi 60-100 x/menit, suhu : 36-37C, pernapasan 16-20 x/menit),
serta klien tidak mengalami defisit neurologis seperti : lemah, agitasi, iritabel,

hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma, kejang.
Intervensi
Rasional
Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS.
lanjut.
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, Pada keadaan

21

normal,

autoregulasi

suhu, RR dan hati-hati pada hipertensi mempertahankan keadaan tekanan darah


sistolik.

sistemik

yang

fluktuasi.

dapat

Kegagalan

berubah

secara

autoreguler

akan

menyebabkan kerusakan vaskuler serebral


yang

dapat

peningkatan

dimanifestasikan
sistolik

dan

dengan

diikuti

oleh

penurunan tekanan diastolik, sedangkan


peningkatan suhu dapat menggambarkan
perjalanan infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah dan Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan intrakranial

dan

intraabdomen.

napas apabila bergerak atau berbalik di Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
tempat tidur.

mengubah posisi dapat melindungi diri dari

efek valsava.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
dan mengenjan berlebihan.

tekanan intrakranial dan potensial terjadi

perdarahan ulang.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
batasi pengunjung.

meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total


dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
Hiperkalemi terjadi dengan asidosis,

Monitor kalium serum.

hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan


asidosis dan perpindahan kalium kembali
ke sel.

Aktual/risiko tinggi kejang berhubungan dengan penurunan transmisi impuls saraf,


penurunan kontrol kontraksi, dan relaksasi otot efek sekunder dari penurunan pH.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi.
Kriteria evaluasi :
Kaji

Klien tidak mengalami kejang.


Intervensi
dan catat faktor-faktor yang Penting

21

Rasional
artinya
untuk

mengamati

menurunkan kalsium dari sirkulasi.

hipokalsemia pada klien berisiko. Perawat


harus bersiap untuk kewaspadaan kejang
bila hipokalsemia hebat.
Stimulus kejang pada

Kaji stimulus kejang.

tetanus

adalah

rangsang cahaya dan peningkatan suhu


tubuh.
Individu berisiko terhadap osteoporosis

Monitor klien yang berisiko hipokalsemi.

diinstruksikan tentang perlunya masukan


kalsium diet yang adekuat; jika dikonsumsi
dalam

diet,

suplemen

kalsium

harus

dipertimbangkan.
Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang Alkohol dan kafein dalam dosis yang tinggi
tinggi.

menghambat
perokok

penyerapan

kretek

kalsium

sedang

dan

meningkatkan

ekskresi kalsium urine.


Kolaborasi pemberian terapi
-

Garam kalsium parenteral.

- Garam

kalsium

parenteral

termasuk

kalsium glukonat, kalsium klorida, dan


kalsium gluseptat. Meskipun kalsium
klorida

menghasilkan

kalsium

berionisasi yang secara signifikan lebih


tinggi

dibanding

jumlah

akuimolar

kalsium glukonat, tetapi cairan ini tidak


sering digunakan karena cairan tersebut
lebih

mengiritasi

dan

dapat

menyebabkan peluruhan jaringan jika


dibiarkan menginfiltrasi.
-

Vitamin D.

- Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk


meningkatkan absorpsi ion kalsium dari
traktus GI.

Tingkatkan masukan diet kalsium.

- Tingkatkan masukan diet kalsium sampai


setidaknya 1.000 hingga 1.500 mg/hari
pada orang dewasa sangat dianjurkan

21

(produk dari susu; sayuran berdaun


hijau; salmon kaleng, sadin, dan oyster
segar).
-

Monitor

pemeriksaan

EKG

dan - Menilai keberhasilan intervensi.

laboratorium kalsium serum.

Gagal Ginjal Kronis :


Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal
efek sekunder dari penurunan kalium sel.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah, GCS : 4, 5, 6.

TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <3 detik, EKG dalam batas normal,

kadar kalium dalam batas normal.


Intervensi
Rasional
Monitor TD, nadi, catat bila ada perubahan Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan
TTV dan keluhan dispnea.

keluhan dispnea menunjukkan adanya gagal


ginjal.

Hipertensi

yang

signifikan

merupakan akibat dari gangguan renin


angiostensin dan aldosteron. Ortostatik
hipotensi juga dapat terjadi akibat dari
Beri oksigen 3 l/menit.

defisit cairan intravaskuler.


Memberikan asupan oksigen tambahan

Monitoring EKG.

yang diperlukan tubuh.


Melihat adanya kelainan konduksi listrik
jantung yang dapat menurunkan curah
jantung.

Kolaborasi :
- Pemberian

suplemen

kalsium

oral

seperti obat Aspar K.

- Kalium

oral

(Aspar

K)

dapat

menghasilkan lesi usus kecil; oleh


karena itu, klien harus dikaji dan diberi
peringatan tentang distensi abdomen,
nyeri, atau perdarahan IG.

21

- Manajemen

pemberian

kalium

intravena.

- Pada kasus
kalium

yang

harus

nondekstrosa,

berat,

pemberian

dalam
sebab

larutan
dekstrosa

merangsang pelepasan insulin sehingga


menyebabkan K+ berpindah masuk ke
dalam sel. Kecepatan infus tidak boleh
melebihi 20 mEq K+ per jam untuk
menghindari terjadinya hiperkalemia.
- Kehilangan kalium harus diperbaiki
setiap hari; pemberian kalium adalah
sebanyak 40-80 mEq/L per hari.
- Pada situasi kritis, larutan yang lebih
pendek

(seperti

20

mEq/dl)

dapat

diberikan melalui jalur sentral. Pada


situasi semacam ini klien harus dipantau
melalui EKG dan diobservasi perubahan
pada kekuatan otot.

Aktual/risiko tinggi terhadap kelebihan volume berhubungan dengan penurunan


volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria evaluasi :
-

Klien tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, piting edema (-), produksi

urine >600 ml/hari.


Intervensi
Kaji adanya edema ekstremitas.

Rasional
Curiga gagal kongestif/kelebihan volume

cairan.
Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah Menjaga klien dalam keadaan tirah baring
baring pada saat edema masih terjadi.

selama beberapa hari mungkin diperlukan


untuk

meningkatkan

diuresis

yang

bertujuan mengurangi edema.


Sebagai salah satu cara untuk mengetahui

Kaji tekanan darah.

peningkatan jumlah cairan yang dapat

21

diketahui dengan meningkatkan beban


kerja jantung yang dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan darah.
Penurunan curah jantung, mengakibatkan

Ukur intake dan output.

gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air,


dan penurunan urine output.
Perubahan tiba-tiba dari berat

Timbang berat badan.

menunjukkan

gangguan

badan

keseimbangan

cairan.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkkan sediaan oksigen untuk
nasal/masker sesuai dengan indikasi.

kebutuhan miokard untuk melawan efek


hipoksia/iskemia.

Kolaborasi
- Berikan diet tanpa garam.

- Natrium meningkatkan retensi cairan dan


meningkatkan volume plasma.

- Berikan diet rendah protein tinggi


kalori.

- Diet rendah protein untuk menurunkan


insufisiensi renal dan retensi nitrogen
yang akan meningkatkan BUN. Diet
tinggi kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.

- Berikan diuretik, contoh : furosemide,

- Diuretik bertujuan untuk menurunkan


volume plasma dan menurunkan retensi

spironolakton, hidronolakton.

cairan di jaringan sehingga menurunkan


risiko terjadinya edema paru.
- Adenokortikosteroid,

golongan

- Adenokortikosteroid,

golongan

prednison digunakan untuk menurunkan

prednison.

proteinuri.
- Dialisis akan menurunkan volume cairan

- Lakukan dialisis.

yang berlebih.
Aktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam
kulit.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

21

Kriteria evaluasi :
-

Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit berkurang.


Intervensi
Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, Perubahan mungkin disebabkan oleh
ekskoriasi, dan infeksi.

penurunan aktivitas kelenjar keringat atau


pengumpulan kalsium dan fosfat pada

Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.

lapiran kutaneus.
Perdarahan
yang

abnormal

sering

dihubungkan dengan penurunan jumlah


Monitor lipatan kulit dan area yang edema.
Gunting

kuku

dan pertahankan

dan fungsi platelet akibat uremia.


Area-area ini sangat mudah terjadinya

injuri.
kuku Penurunan curah jantung, mengakibatkan

terpotong pendek dan bersih.

gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air,


dan penurunan urine output.

Kolaborasi
- Berikan pengobatan antipruritis sesuai Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
pesanan.

Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan fungsi


tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptif.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi :
-

Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.

Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang


situasi dan perubahan yang sedang terjadi.

Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.

Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang

akurat tanpa harga diri yang negatif.


Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan Menentukan bantuan individual dalam
hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Identifikasi

arti

dari

kehilangan

menyusun

rencana

perawatan

atau

pemilihan intervensi.
atau Mekanisme koping pada beberapa pasien

disfungsi pada pasien.

dapat menerima dan mengatur perubahan

21

fungsi

secara

efektif

dengan

sedikit

penyesuaian diri, sedangkan yang lain


mengalami

koping

menyesuaikan

maladaptif

kesulitan

dan
dalam

membandingkan, mengenal, dan mengatur


kekurangan yang terdapat pada dirinya.
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan Menunjukkan penerimaan, membantu
perasaan.
Catat

pasien
ketika

seperti

mengingkari

dan

mengenal

dan

mulai

menyesuaikan dengan perasaan tersebut.


menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian

pasien

terpengaruh

untuk

sekarat

atau tubuh atau perasaan negatif terhadap

menyatakan

inilah gambaran tubuh dan kemampuan yang

kematian.

menunjukkan kebutuhan dan intervensi,

serta dukungan emosional.


Pernyataan pengakuan terhadap penolakan Membantu pasien untuk melihat bahwa
tubuh, mengingatkan kembali fakta terjadi perawat menerima kedua bagian sebagai
tentang

realitas

bahwa

masih

dapat bagian dari sebuah tubuh. Mengizinkan

menggunakan sisi yang sakit dan belajar pasien untuk merasakan adanya harapan
mengontrol sisi yang sehat.
dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik Membantu meningkatkan perasaan harga
dan memperbaiki kebiasaan.
Anjurkan

orang

yang

diri dan mengontrol lebih dari satu area

terdekat

kehidupan.
untuk Menghidupkan

kembali

perasaan

mengizinkan pasien melakukan sebanyak- kemandirian dan membantu perkembangan


banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Dukung

perilaku

atau

usaha

harga diri, serta memengaruhi proses


rehabilitasi.
seperti Pasien
dapat

beradaptasi

terhadap

peningkatan minat atau partisipasi dalam perubahan dan pengertian tentang peran
aktivitas rehabilitasi.
Monitor gangguan

tidur

individu masa mendatang.


peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.

kesulitan konsentrasi dan letargi.

Umumnya depresi terjadi sebagai pengaruh


dari stroke dimana memerlukan intervensi

Kolaborasi

Rujuk

pada

dan evaluasi lebih lanjut.


ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran yang

neuropsikologi dan konseling bila ada penting untuk perkembangan perasaan.

21

indikasi.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring
dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan
cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal
failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal
akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau

21

beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada
gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses
penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahuntahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease).
B. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1) Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan keperawatan.
2) Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan keperawatan sesuai
prosedur yang ada.
Sakit dan sehat memang sudah ada yang mengatur takdir kita sebagai manusia.
Tetapi kita bisa menjauhkan keadaan sakit itu dengan berusaha untuk tetap prima dan fit
agar tubuh kita tetap sehat dengan cara Pola Hidup Sehat (PHS), yaitu dengan pola
makan dan minum yang sehat, Olahraga yang cukup, Hygienis, dan istirahat yang
cukup.Jika mengalami keadaan tubuh yang kurang sehat segeralah berobat untuk
mendapatkan tindakan dan pengobatan secara dini sebelum terjadi sakit yang kronis.

DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarata : EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam dan Fransisca. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Rendi, M.Clevo, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika.

21

Smeltzer, Suzane C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8 vol. Jakarta : EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai