Anda di halaman 1dari 19

Perfomance Measurement

1. Pengertian Performance Measurement

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah sistem pengendalian manajemen yang baik dapat membantu dalam
proses pembuatan keputusan dam memotivasi setiap individu dalam sebuah organisasi agar
melakukan keseluruhan konsep yang telah ditentukan. Sistem pengendalian manajemen
adalah suatu proses yang menjamin bahwa sumber-sumber diperoleh dan digunakan dengan
efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, dengan kata lain pengendalian
manajemen dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa sumber manusia, fisik dan
teknologi dialokasikan agar mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh.

Pengendalian manajemen berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai


dengan garis besar pedoman yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi.
Sistem pengendalian manajemen meramalkan besarnya penjualan dan biaya untuk tiap level
aktifitas, anggaran, evaluasi kinerja dan motivasi karyawan.
Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri dan perekonomian harus
diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuantujuan yang ingin dicapai. Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya

manusia (pegawai) dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja
dikatakan penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat
pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan
sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu,
hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses
pengembangan pegawai.
Menurut Junaedi ( 2002 : 380-381) Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat
dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasilhasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses. Artinya, setiap kegiatan
perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah
perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Namun,
sering
terjadi
pengukuran
dilakukan
secara
tidak
tepat.
Ketidaktepatan inidapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan
ketidaktepatan pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang
diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan,
ketidakakuratan instrumen pengukuran kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi
dalam pengelolaan kinerja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan di kaji
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.

Apakah yang dimaksud dengan Pengukuran Kinerja ?

2.

Apa tujuan dan manfaat dari Pengukuran Kinerja ?

3.

Bagaimanakah Kriteria Sistem Pengukuran Kinerja ?

1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah diatas maka tujuan dari makalah ini adalah:
1.

Mengetahui penjelasan dari Pengukuran Kinerja.

2.

Mengetahui tujuan dan manfaat dari Pengukuran Kinerja.

3.

Mengetahui tentang Kriteria Sistem Pengukuran Kinerja.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kinerja


Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat
dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses
penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang dalam
perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses
yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan
Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): Performance is what the person
or system does. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai
berikut: A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to
achieve results. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses
bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas
tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : Hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurutNawawi H.
Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik
yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses,
atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks
penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja
yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang
dipimpinnya.
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut
Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi,
komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas
dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok
kerja.

3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan
kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada
dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan
perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius
dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
optimal.
Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam
penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan
kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu
tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang
dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja
yang dihasilkan.
2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja
seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan
suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran
adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar
untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) Pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi
melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses. Artinya, setiap
kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian
arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian

digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaianpenyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi &
Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon,
1993 : 36) :
1.
2.

Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.


Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.

3.

Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk


menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan karyawan.

4.

Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi, transfer
dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang
dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan tahap
pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai
dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi
perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif
adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses
pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya.

1.

Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil terlibat
dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.

2.

Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan
dan pemasok internal.

3.

Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan


terhadap pemborosan tersebut.

4.

Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit sehingga
mempercepat proses pembelajaran perusahaan.

2.2.2 Prinsip Pengukuran Kinerja


Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:

1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.


2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar
mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah cara
manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang
efektif.
2.2.3 Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara
kuantitatif yaitu :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja
manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya, orang akan
cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai akibat diabaikannya
kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam menentukan sukses atau
tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target kuantitas
produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan mengabaikan
pertimbangan penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan equipment dan sumber
daya manusia.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai kinerja
manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria tunggal dalam
pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga
seorang manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini
adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria
antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas, pengembangan karyawan, tanggung
jawab masyarakat, keseimbangan antara sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang.

Karena dalam ukuran kriteria beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja untuk
menentukan kinerja keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan
cenderung mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya perusahaannya kepada
kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang terbesar kinerjanya secara
keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek kinerja yang dinilai didalam
menilai kinerja menyeluruh manajer, akan mendorong manajer yang diukur kinerjanya
menggunakan pertimbangan dan persepsinya masing-masing didalam memberikan bobot
terhadap beragan kriteria yang digunakan untuk menilai kinerjanya.
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran memperhitungkan
bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh
kinerja manajernya. Karena disadari bahwa beberapa tujuan lebih panting bagi perusahaan
secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan yang lain, beberapa perusahaan memberikan
bobot angka tertentu kepada beragan kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal
kinerja manajer, setelah memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing.

2.3 Sistem Pegukuran Kinerja


Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran
kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan,
kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan
daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk
mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua,
kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar
untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas
antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan
dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja
dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan
kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai
seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja
dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya
menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika
organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka
pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan
pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur dan
menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang
digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan
membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua
penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu
perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi
cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman
menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang
diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang
diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas
berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus
didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan Noe et
al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan
fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen
yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.
2.4 Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan Robert Kaplan
tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance
measurement) yang mengukur perusahaan. Robert Kaplan mempertajam konsep pengukuran
kinerja dengan menentukan suatu pendekatan efektif yang seimbang (balanced) dalam
mengukur kinerja strategi perusahaan. Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif
yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat
perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka
panjang, hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu kinerja (performance drivers) dari hasil
tersebut, dantolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini dikemukakan
pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di antaranya:Amin Widjaja Tunggal,
(2002:1) Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan
prestasi keuangannya.

Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard
bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan yang ada,
melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan
strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan
pengukuran yang lebih nyata.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat
dinamakan Strategic based responsibility accounting system yang menjabarkan misi dan
strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan
tersebut. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan denganperkembangan
implementasinya. Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard.
Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk
merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang. Sedangkan balanced artinya
berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur secara
berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).

Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran


kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek
keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk
mewujudkan kinerja keuangan dan kecendrungan mengabaikan kinerja non keuangan. Pada
tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori
studi tentang Mengukur Kinerja Organisasi Masa Depan. Studi ini didorong oleh kesadaran
bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk
mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif
ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka
panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa
depan, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini
disebut dengan balanced scorecard.
Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain sebagai
berikut :
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing masing perspektif
(outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause
and effect relationship).
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan
kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan
pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa
jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain :

1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.


Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa
mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu
merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke
dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced
scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham
dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis.
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan rencana
keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan
mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakan kearah tujuan
jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan
balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring
terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
2.4.1 Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari empat
perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis internal,
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep balanced scorecard ini pada dasarnya
merupakan penerjemahaan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan
dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitoring secara berkelanjutan .
Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat perspektif,
antara lain :
1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih dan
ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam
organisasi yang mencari keuntungan atau provit. Tolok ukur keuangan memberikan bahasa
umum untuk menganalisis perusahaan. Orang-orang yang menyediakan dana untuk
perusahaan, seperti lembaga keuangan dan pemegang saham, sangat mengandalkan tolok
ukur kinerja keuangan dalam memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.
Tolok ukur keuangan yang di design dengan baik dapat memberikan gambaran yang
akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan adalah penting, akan tetapi
tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam menciptakan nilai (value). Tolok ukur non
keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah (bottom line). Balanced
scorecard mencari suatu keseimbangan dan tolok ukur kinerja yang multiple-baik keuangan
maupun non keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.

2. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)


Perspektif Pelanggan berfokus pada bagaimana organsasi memperhatikan bagaimana
pelanggannya agar berhasil. Mengetahui palanggan dan harapan mereka tidaklah cukup,
suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan karyawan yang dapat
memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan Take care of you employee and they
take care of your customer. Perhatikan karyawan anda dan mereka akan memperhatikan
pelanggan anda. Perusahaan antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu
mempertimbangkan perspektif pelanggan yaitu :
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
Retensi pelanggan (customer retention)
Pangsa pasar (market share)
Pelanggan yang profitable
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
dengan perspektif bisnis internal dan proses produksi. Karyawan yang melakukan pekerjaan
merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan
pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan
manufacturing.
Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya,
dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi. Perusahaan dapat berhenti
berproduksi apabila terjadi problema dengan pemasok. Pelanggan menilai barang dan jasa
yang diterima dapat diandalkan dan tepat pada waktunya. Pemasok dapat memuaskan
pelanggan apabila mereka memegang jumlah persediaan yang banyak untuk meyakinkan
pelanggan bahwa barang barang yang diminati tersedia ditangan.
Akan tetapi biaya penanganan dan penyimpanan persediaan menjadi tinggi, dan
kemungkinan mengalami keusangan persediaan. Untuk menghindari persediaan yang
berlebihan, alternatif yang mungkin adalah membuat pemasok mengurangi throughput time.
Throughput time adalah total waktu dari waktu pesanan diterima oleh perusahaan sampai
dengan pelanggan menerima produk. Memperpendek throughput time dapat berguna apabila
pelanggan menginginkan barang dan jasa segera mungkin.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learn and Growth / Infrastucture Perspective)


Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada
kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan
karyawan. Tolok ukur konci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan,
retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral
karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan
ketanggapan terhadap situasi. Manajer dapat mengukur kepuasan dengan mengirim survei,
mewawancara karyawan, mengamati karyawan pada saat bekerja.

Kepuasan karyawan mengakui bahwa karyawan yang mengembangkan modal


intelektual khusus organisasi adalah merupakan aktiva non keuangan yang bernilai bagi
perusahaan. Lagi pula adalah sangat mahal menemukan dan menerima orang yang berbakat
untuk menggantikan orang yang meninggalkan perusahaan. Perputaran karyawan diukur
dengan persentase orang yang keluar setiap tahun, hal ini merupakan tolok ukur umum untuk
retensi.
Produktivitas karyawan mengakui pentingnya pengeluaran setiap karyawan,
pengeluaran dapat diukur dalam arti tolok ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau
dalam tolok ukur keuangan seperti pendapatan setiap karyawan, laba setiap karyawan. Suatu
sitem insentif yang baik akan mendorong manajer meningkatkan kepuasan karyawan yang
tinggi, perputaran karyawan yang rendah dan produktivitas karyawan yang tinggi.
2.4.2 Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai satu
set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur
semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas
dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced scorecard sekarang banyak digunakan sebagai
pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan
operasional.
Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam
seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami,
dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu,
indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan dan
Norton, 1996). Balanced scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik
dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat
perspektif Balanced scorecard.
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard
lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang
bertujuan mencari laba (Profit-seeking Organisations). Jarang sekali ada
pembahasan mengenai penerapan balanced scorecard pada organisasi nirlaba (not-for profit
organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi yang ditandai
relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta dimana
mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasiorganisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian
misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas
yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti :
Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
Database dan teknologi informasi
Proses operasi yang efisien dan responsif
Inovasi dalam produk dan jasa
Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta
Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat (Kaplan dan
Norton, 2000).

Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur


bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard
memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber
daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja di masa depan. Melalui metode
yang sama dapat di nilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan
loyalitas pelanggan.

BAB III
STUDI KASUS
3.1 Analisis dan Pembahasan Aplikasi Balanced Scorecard
Dalam penelitian Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Manajemen
( Studi Kasus Pada PT Sari Husada ). Irwan Susanto, Abdullah Taman dan Sukirno
mengemukakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja manajemen PT Sari
Husada dengan metode balanced scorecard, yaitu pada empat perspektif kinerja balanced
scorecard, dan hubungan antar perspektif dalam membentuk kinerja manajemen secara
komprehensif.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan metode survei dengan
teknik ex post facto, yakni hanya mencari data yang ada tanpa memberi perlakuan atau
manipulasi variabel maupun subjek yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif dan sasaran dari penelitian ini adalah mencari atau menggambarkan fakta secara
faktual tentang pengendalian manajemen dan efektivitas kinerja dengan menggunakan
metode balanced scorecard.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari strategi PT Sari Husada dengan dua
strategi yaitu strategi produksi dan strategi pemasaran cukup berhasil dalam meningkatkan
kinerja perusahaan dalam empat perspektif balanced scorecard. Ukuran kinerja balanced
scorecard tahun 2000 dan 2001 dari perspektif keuangan cukup baik dengan meningkatnya
nilai ROI sebesar 2,41 % (tumbuh 7,7 %) dan ROE sebesar 4,3 % (tumbuh 15 %).
Peningkatan tersebut dipicu pertumbuhan pendapatan yang lebih besar daripada
pertumbuhan biaya. Demikian pula pertumbuhan nilai kas perusahaan meningkat pada tahun
2001 daripada tahun 2000 sebagai wujud peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam
pengelolaan kas. Dari perspektif konsumen, kinerja PT Sari Husada cukup baik dengan
sedikitnya keluhan yang masuk dan banyak umpan balik serta hubungan baik dengan
konsumen terbukti adanya konsultasi dari konsumen kepada perusahaan. Loyalitas konsumen
cukup baik dengan dipertahankannya pangsa pasar 50 60 % dari total produsen makanan
bayi di Indonesia. Perspektif proses bisnis internal cukup baik dengan adanya inovasi produk
baru walaupun intensitas untuk tahun 2001 lebih kecil daripada tahun 2000.
Peralatan baru juga mengalami pertumbuhan dengan meningkatnya jumlah anggaran
yang dihabiskan lebih besar di banding tahun 2000. Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan mengemukakan kinerja yang cukup baik tercermin dari berkurangnya jumlah

karyawan pada tahun 2001 yang diindikasikan bahwa terjadi pengoptimalan terhadap sumber
daya yang ada. Jumlah pelatihan yang diselenggarakan bertambah dari 91 buah pelatihan
menjadi 98 pelatihan walaupun jumlah peserta menurun dari tahun 2000.
Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur
bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard
memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber
daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja di masa depan.
2.2.1. Konsep Balanced Scorecard.
Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi
konsep tersebut. Kapalan dan Norton, 1996 menyatakan bahwa Balanced scorecard terdiri dari kartu
skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat
skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di
masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan
untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan
non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus
mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara
kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan yang bersifat
ekstern jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di
masa depan.
Balanced scorecard memperkenalkan empat proses manajemen yang baru, yang terbagi dan
terkombinasi antara tujuan strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek.
Keempat proses tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang.
Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan
strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya.
Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik
dengan ukuran pencapaiannya.
Komunikasi dan Hubungan.
Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan
untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh
tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan
strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:
1. Comunicating and educating
2. Setting Goals
3. Linking Reward to Performance Measures
Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam
program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang
lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide
yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced

scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting
untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara
menyeluruh.
Umpan Balik dan Pembelajaran.
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan
balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring
terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada
yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai
umpan balik dalam mengevaluasi strategi.
2.2.2.Tolok Ukur dalam Balanced Scorecard.
Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran
keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan
ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuantujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada
masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada
tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki
potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus
terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin
secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang
rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai
biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi
yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan
untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen
baru dan atau dari produk dan jasa baru.
Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap
ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan,
mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap
ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini
lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan
melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi
lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi
atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan
arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum
yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
Perspektif Pelanggan.

Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal
dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser
fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang
superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa
yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya
semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen
(Heppy Julianto, 2000). Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto,
1997):

1. Kelompok Inti
Pangsa pasar: mengukur seberapa besar pororsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh

perusahaan.
Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik

pelanggan-pelanggan baru.
Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan

berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama.


Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan

perusahaan.
Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh

perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.


2. Kelompok Penunjang.
Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu)

Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat
pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu
peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat
efisiensi produksi.
Hubungan dengan pelanggan

Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh
pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.
Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan

masyarakat konsumen.
Perspektif Proses Bisnis Internal.
Menurut Kaplan dan Norton 1996, dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa
mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik
karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses
bisnis internal meliputi:
1. Inovasi.
Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan
pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk
baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika
dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil
dikembangkan.
2. Proses Operasi.
Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada
para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan

antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan,
banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat
terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi,
penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per
kegiatan produksi.
3. Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan.
Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan
dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya
memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan
pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan
perbaikan pembayaran.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan
untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif
sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat
mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan
apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan
tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktorfaktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):

Karyawan.

Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk
mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler.
Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif
serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan
keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai
produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.
Kemampuan Sistem Informasi.
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan.
Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat
dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.
Keunggulan Balanced Scorecard.
Dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengukur kinerja
berdasarkan perspektif keuangan, maka balanced scorecard memiliki beberapa keunggulan (Barbara
Gunawan, 2000):
Komprehensif.
Balanced scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja,
tetapi juga aspek kealitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi dan market
development merupakan fokus pengukuran integral. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan
antara pengukuran eksternal seperti laba pada ukuran internal seperti pengembangan produk baru.
Keseimbangan ini menunjukkan trade off yang dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran
tersebut untuk mendorong manajer untuk mencapai tujuan tanpa membuat trade off di antara kuncikunci sukses tersebut melalui empat perspektif. Balanced scorecard mampu memandang berbagai
faktor lingkungan secara menyeluruh.
Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan Lingkungan Bisnis.

Pengukuran aspek keuangan tradisional melaporkan kejadian masa lalu tanpa menunjukkan
cara meningkatkan kinerja di masa depan. Aspek customer, inovasi dan pengembangan, learning
memberikan pedoman terhadap customer yang selalu berubah preferensinya.
Fokus terhadap tujuan perusahaan.
Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif adalah (Barbara
Gunawan, 2000):
Perspektif Keuangan.

Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan manajemen dalam


pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas yang dikuasai personil.
Perspektif Customer.

Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai
perusahaan yang akrab dengan lingkungan.
Perspektif Proses Bisnis Internal.

Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.


Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Terwujudnya keunggulan jangka penjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui
pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN APLIKASI BALANCED SCORECARD


Dalam penelitian Nomura Research Institute (NRI) Papers No. 45, 1 April 2002 dikemukakan
bahwa Jepang sudah beberapa tahun lalu mengintroduksikan pola kerjabalance scorecard
(BSC) terhadap lebih dari 20 perusahaan (Morisawa, 2002:3). Dari hasil penelitiannya, NRI dapat
memberi kesimpulan bahwa berdasarkan pengalaman-pengalaman perusahaan yang menerapkan
pengukuran
kinerja
dengan balanced
scorecard tersebut
merasakan
bahwa balanced
scorecard memang memiliki keunggulan yang dirangkum menjadi lima point sebagai berikut:
1. Balanced scorecard dapat digunakan untuk melakukan perbaikan keseimbangan di antara sasaransasaran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
2. Dapat menciptakan pemahaman strategi perubahan dengan menyusun atau menetapkan indikatorindikator non-finansial kuantitatif disamping indikator-indikator finansial.
3. Mengurangi keragu-raguan atau kekaburan dengan tetap menjaga indikator-indikator non finansial
kuantitatif.
4. Mempromosikan proses pembelajaran organisasi melalui suatu pengulangan siklus hipotesis
verifikasi.
5. Memperbaiki platform strategi komunikasi secara umum dalam organisasi yang mencerminkan
keterkaitan antara pimpinan dan bawahan. NRI mengemukakan salah satu contoh kasus yang
spektakuler tentang keberhasilan penerapanBalanced scorecard yang berimplikasi pada perbaikan
kinerja perusahaan seperti yang dialami oleh perusahaan KANSAI ELECTRIC POWER CO. LTD,
perusahaan terbesar kedua di Jepang yang memproduksi dan mensuplai kebutuhan listrik di Jepang.
Perusahaan ini memperkenalkan cara kerja baru yang disebut "Linked Contract" yang kinerjanya
diukur dengan Balanced Scorecard.
Murphy and Russel (2002:2) menemukan bahwa penggunaan Balanced Scorecarddapat
menggantikan Costumer Relationship Management (CRM) Strategi, yakni suatu strategi dimana
perusahaan mencoba mengelola hubungan yang baik dengan para pelanggan untuk menciptakan
nilai tambah untuk para pelanggan dan untuk perusahaan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan bahwa lebih
dari setengah proyek-proyek CRM tidak menghasilkan nilai tambah apapun bagi perusahaan, dan
50% dari CRMStrategy tetap saja mengalami kegagalan dalam penerapannya di dunia bisnis,
namunBalanced Scorecard dapat menggantikannya.

R. Abdul Haris dalam penelitiannya terhadap 64 BUMD di Jawa Timur menemukan bahwa kinerja
BUMD tergolong baik, terutama perspektif keuangan yang seluruh indikatornya (pertumbuhan
pendapatan, efisiensi biaya, peningkatan laba dan pemanfaatan aktiva/ strategi investasi). Namun
ditemukan pula adanya beberapa perspektif yang perlu dibenahi yaitu: perspektif pelanggan yakni
pencapaian kuantitas produksi serta pangsa pasar yang dimiliki, perspektif proses bisnis internal
yakni jaringan hubungan dengan pemasok dan pengendalian kualitas, serta perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan yakni peningkatan kinerja dan pemenuhan kebutuhan karyawan.
IV. KESIMPULAN
Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja dinilai kurang
mewakili. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu
(Mulyadi, 1997): Pendekatan finansial bersifat historis sehingga hanya mampu memberikan indikator
dari kinerja manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih baik.
Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah kepada
manajemen strategis. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan
bagian struktur aser perusahaan.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang
lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja.
Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang
menerapkannya.
Diposkan oleh indri ramadhani di 04.44
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter

Anda mungkin juga menyukai