Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORAGIC FEVER)

OLEH :
LUH PUTU NITA MELIANDARI
NIM. P07120213021

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis
dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan
angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994)
Demam dengue/ DF dan demam berdarah dengue/ DBD (dengue
haemorrhagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ shock.
(Suhendro, et al. 2006)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan
ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Puncak kasus DBD terjadi
pada musim hujan yaitu bulan desember sampai dengan maret. (Mansjoer
Arif, 2000)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak anak
tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di
bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok
yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk
Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Berdasarkan definisi di atas dapat di simpulkan DHF atau dengue
haemorrhagic fever atau Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
yg disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan

diatesis hemoragik menyerang baik orang dewasa maupun anak anak


tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di
bawah 15 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue tersebar di wilayah Asia tenggra, Pasifik barat,
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15
per 100.000 penduduk (1989-1995); pernah meningkat tajam saat kejadian
luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 %pada tahun
1999. (Suhendro, et al. 2006)
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
( terutama A. aegepty dan A. albociptus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berhubungan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(Bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya. Beberapa
faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu vektor, penjamu, dan lingkungan. (Suhendro, et al. 2006)
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
1. Virus dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 X 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
enchehphalitis, dan West Nile Virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei
epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus
dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian Artropoda

menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes


(Stegomyia) dan Toxorhynchites. (Suhendro, et al. 2006)
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak
pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat
di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah
di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi
virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi
virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas
terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
4. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan

membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,


Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan
reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat
disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus
juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi
Asidosis
Host

Virus dengue

Vektor

metabolik.
Asidosis metabolik
juga disebabkan
karenayang
kebocoran
plasma
mungkin
terinfeksi
sama
tipenya maupun vi
genus
Flavivirus
melalui vektor
yaitu
nyamuk
aedes untuk
aegypti,
nyamuk virus
aedesdengue
albopictus,
aedes
polynesiensis

yang akhirnya
sirkulasi sistemik sehingga perfusi
dapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN-2, tejadi
DEN-3,perlemahan
DEN-4
jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat

hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia

terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung


imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna
pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1)
aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan

peningkatan

permiabilitas

kapiler

sehingga

terjadi

perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)


Virus dengue
masukapabila
dalam tubuh
agregasi trombosit
menurun,
kelainan ini berlanjut akan

menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi


mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel
Virutemia

endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor


pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas

Tubuh berespon membentuk antibody netralisasi virus

kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;


trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
Meningkatkan produksi magrofag

419).
PATHWAY

Virus bereplikasi lebih cepat

Pembentukan kompleks antibody virus

Dengue Haemoragic Fever (DHF)

kerusakan sel endotel pembuluh dar

Hipoksia j

Gangguan Proses pembekuan dara


Asidosis metabolik

n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Terjadi Perdarahan di saluran cern

Risiko pendarahan

Penurunan berat badan 20% atau lebih dari berat badan ideal
Tidak nafsu ma

5. KLISIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I : Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet
hasilnya positif
2. Derajat II : Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala
pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis,
haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III : Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran
darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit
(< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai
tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV : Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut
jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan
kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,
perdarahan gusi.
3. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg
), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70
80/70 80/0 0/0 )

4. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut


jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.

Derajat (WHO 1997):


1. Derajat I

: Demam dengan test rumple leed positif.

2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau


perdarahan lain.
3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin
lembab dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur.
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue :
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan,
nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 jdari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan
dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan

kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ;


39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
Asites
Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare
maupun obstipasi dan kejang kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).
Gambaran proses demam berdarah lebih mudah digambarkan dalam siklus
pelana kuda seperti di bawah ini:

7. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Adanya penurunan kesadaran,
kejang dan kelemahan; suhu tinggi; nadi cepat,lemah,kecil sampai
tidak teraba;tekanan darah menurun (sistolok menurunb sampai 80
mmHg atau kurang).
2. Body system :
Pernapasan (B1 : Breathing)
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan
pada sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering
disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan
O2.

Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan


pharingitis karena demam yang tinggi,suara napas tambahan
(ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat

disertai penurunan kesadaran.


Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
Anamnesa:

Pada derajat 1 dan 2 keluhan memdadak demam tinggi 2 7 hari


badan lemah, pusing, mual muntah, derajat 3 dan 4 orang
tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran
gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satu-satunya manifestasi
perdarahan.
Derajat 2 Petekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva.
Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit
kepala , menurunnya volome plasma, meningginya permeabilitas

dinding pembuluh darah, trombositopenia dan diatesis hemoragic.


Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Persarafan (B3: Brain)
Anamnesa :Pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi
derajat 1dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3
dan 4.
Pemeriksaan fisik :
Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang
penurun-anTingkat

kesadaran

(composmentis,

ke-apatis,

ke-

somnolent,kesopor kekoma) atau gelisah, GCS menurun, pupil


miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis sering terjadi
pada derajat 3 dan 4.

Perkemihan Eliminasi Uri (B4: Bladder)


Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada
kencing.
Pemeriksaan fisik :
Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah

pakat dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.


Pencernaan Eliminasi Alvi (B5: Bowel)

Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/ tidak ada nafsu
makan, haus, sakit menelan, derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu
hati.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2 Mukosa mulut kering,hiperemia tenggorokan,
derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan Nyeri tekan, sakit
menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrik, hematemisis
dan melena.
Tulang otot integumen (B6: Bone)
Anamnesa : pasien mengeluh otot, persendian dan

punggung,

kepanas-an, wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2, derajat 3


dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat
kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik :
Nyeri pada sendi, otot,punggung dan kepala;kulit terasa panas,
wajah

tampak merah dapat disertai tanda kesakitan,pegal

seluruh tubuh derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien


mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadatr
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue
(cell culture) atau pun deteksi antigen virus RNA dengue dengan
teknik RT PCR (Reverse Transkriptase Polimerase Chain Reaction),
namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi
total, IgM dan IgG.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat


ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlab total
leukosit yang pada fase shock akan meningkat.

Trombosit: Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3


sampai 8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal umumnya
dimulai pada hari ke 3 demam.

Hemostatis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D


Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.

Protein / Albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat


kebocoran plasma.

SGOT / SGPT: (serum alanin amino transferase) dapat meningkat.

Ureum, kreatinin: Bila di dapat gangguan ginjal

Elektrolit: Sebagai parameter pemamtauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): Bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap


dengue
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3 sampai 5, meningkat sampai
minggu ke 3, menghilang setelah 60 sampai 90 hari.
IgG: Pada infeksi primer IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14,
pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2.

Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta


saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilances.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgent
dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
dalam posisi tidur sebelah kanan). Ansietas dan efusi pleura dapat pula
di deteksi dengan pemeriksaan USG.
9. KRITERIA DIAGNOSIS

Masa inkubasi pada tubuh manusi sekitar 4 sampai 6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri
tulang belakang dan perasaan lelah. Demam Dengue (DD) merupakan
penyakit demam akut selama 2 sampai 7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retroorbital.
- Mialgia/artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (Petekie atau uji bendung positif)
- Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
DBD (Demam Berdarah Dengue) berdasarkan kriteria WHO, 1997
didiagnosa DBD ditegakkan bila semua hal hal di bawah ini terpenuhi:
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2 sampai 7 hari biasanya
-

bifasik
Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan Mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemisis melena atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.00/L)
Terdapat minimal 1 tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit lebih dari 20% dibandingkan standar

sesuai dengan umur dan jenis kelamin


Penurunan hematokrit lebih dari 20% setelah mendapatkan
terapi

cairan,

dibandingkan

dengan

nilai

hematokrit

sebelumnya.
Tanda kebocoran Plasma seperti: efusi pleura, asites, atau

hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara
DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran
plasma.

Diagnosa banding perlu dipertimbangkan bilamana terdpat


kesesuaian klinis dengan demam typoid, campak, influenza,

cikungunya, dan leptospirosis.


Sindroma Shock Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk
DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan nadi turun (<20 mmHg), Hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab

serta gelisah.
10. DIAGNOSA BANDING
Belum / tanpa renjatan : Campak, Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo
faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem, hepatitis,

chikungunya)
Dengan renjatan: Demam tipoid, Renjatan septik oleh kuman gram

negatif lain
Dengan perdarahan: Leukimia, Anemia aplastik
Dengan kejang: Ensefalitis, Meningitis
11. TINDAKAN PENANGANAN
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF)
bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue
Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang kadang tidak memerlukan
perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan
penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan
gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ;
203) yaitu:
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan

kurang) atau kejangkejang.


Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan

Ht/PCV meningkat.
Panas disertai perdarahan- perdarahan.
Panas disertai renjatan.
Pada kasus DHF derajat I dan II (Hendarwanto, 1996)
1.

Tirah baring

2.

Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi

Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien


dianjurkan untuk banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam.
Pemberian cairan oral bertujuan untuk mencegah dehidrasi. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu,
serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat diberikan karena
penderita muntah , tidak mau minum, atau nyeri perut yang
berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena.
3.

Medikamentosa yang bersifat simtomatis


Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan
dipiron. Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu
dibawah 39o C dengan dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari
pemberian salisilat (aspirin, asetosal) karena dapat menimbulkan
pendarahan saluran cerna dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan
juga dilakukan pemberian kompres dingin.

4.

Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan).


Jika kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa
hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari, terutama saat
dimana periode febris berubah menjadi afebril. Monitor tanda-tanda
rejatan dini meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. Bila penderita
terus muntah atau keadaan semakin memburuk perlu diberkan cairan
per intravena dengan Ringer laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL
0,9 %
Pada kasus DHF derajat III dan IV
1. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan
pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang
berat, sering tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih kurang
cepat karena kolapnya pembuluh darah perifer. Untuk itu perlu
diberikan

cairan

secara

intravena

dengan

tekanan

yaitu

menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari semprit dan setelah agak


lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus. Tetesan dapat diberikan

dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Secara


praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik,
maka cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam.
Dosis dapat dinaikkansampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa
kasus mungkin perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena sentral.
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT
tiap 4 jam. Observasi hepatomegali, pendarahan, efusi pleura, gejala
edema paru, produksi urin dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan
nyata seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial

Belum atau tanpa renjatan:


Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II
D5 RL atau D5 Ringer Asetat
7 ml/kg BB/1 jam
Baik

Tidak baik

PCV

PCV

Nadi stabil
Produksi urine

Tanda vital
berubah

Nadi cepat & lemah


Produksi urine

Hb

Baik

5 ml/Kg BB/1 jam

10 ml/Kg BB/1 jam

3 ml/Kg BB/1 jam

15 ml/Kg BB/1 jam

24 48 jam

Tidak baik

Stabil

PCV > 5
Disertai
Hb

PCV tetap
tinggi dari
harga
normal

Darah

Plasma

Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr Soetomo


Surabaya.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF
IKA, 1994 ;203 206 adalah Hiperpireksia (suhu 40 0C atau lebih) diatasi
dengan antipiretika dan surface cooling. Antipiretik yang dapat diberikan
ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

Umur 6 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari


Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a.
Oral ad libitum atau
infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10
10 kg bersama sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya
Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

b.

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg


Obat-obatan lain :
antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
antipiretik untuk anti panas
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Dengan Renjatan :
Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
D5 RL atau D5 Ringer Asetat

O2

10 - 20 ml/kg BB/1 jam


Baik

Tidak baik

PCV
Nadi stabil
Produksi urine

PCV

Hb

Nadi cepat &


lemah

Produksi urine

7 ml/Kg BB/1
jam
PCV > 5

5 ml/Kg BB/1

Disertai Hb

jam

3 ml/Kg BB/1

Darah

jam

+
Atasi Asidosis
Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr Soetomo

Surabaya.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut


UPF IKA, 1994 ; 203 206 adalah.
a.

Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam


Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika
nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24
jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai
berikut :
a) 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
b) 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
c) 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
d) 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b.

Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam


keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10
mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang

c.

tertera pada 2.a.


Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg
BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang
80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita
tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan

umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan


sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi
renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada
2.a.

Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV


D5 RL atau D5 Ringer Asetat

O2

10 - 20 ml/kg BB/1 jam Bolus 30 menit


Baik

Tidak baik

PCV

Nadi stabil
Produksi urine

PCV

Hb

Nadi cepat &

lemah
Produksi urine

7 ml/Kg BB/1
jam

5 ml/Kg BB/1

PCV > 5
Disertai Hb

jam

3 ml/Kg BB/1

Darah

jam

Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr Soetomo


Surabaya.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut


UPF IKA, 1994 ; 203 206 adalah.
Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T >
80 mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL
sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL
dilanjutkan sampai perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan
cairan seperti yang tertera pada 2.a.
Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang
infus 2 tempat dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam
dan tempat lain untuk pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan
umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai
berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan
cairan seperti yang tertera pada 2.a.
Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan
umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai
berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan
cairan seperti yang tertera pada 2.a.

Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum


membaik tetapi tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit
akral hangat atau akral dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1
jam dan dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika
keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan
sebagai berikut : Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL
10 ml/Kg BB/1 jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien
ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran
cairan yang dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam
hal ini perlu monitor dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin,
Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL
30 ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80,
N > 120 x/menit), maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika
reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi.
Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL
30 ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80,
N < 120 x/menit), akral dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1
jam dan dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi
perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian
anestesi.

Untuk kasus kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam
pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam
hal ini klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Identitas
Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan
kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita
DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada anak laki-laki.
Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota
besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia,
bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan
dalam waktu relatif singkat.
Riwayat Keperawatan
P (Provocative)
: Virus dengue.
Q (Quality)
: Keluhan dari ringan sampai berat.
R (Region)
: Semua sistem tubuh akan terganggu.
S (Severity)
: Dari Grade I, II, III sampai IV.
T (Time)
: Demam 5 8 hari, ruam 5 12 jam.
Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit
kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Panas tinggi (Demam) 2 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan,
ruam, malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit pada saat menelan, lemah,
nyeri ulu hati dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan
spontan.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita dahulu
dengan penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah
menderita DHF, penyakit itu bisa terulang.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal
didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan)
sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk aides
aigepty.

Riwayat Kesehatan Lingkungan


DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
-

Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis


terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada
tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat
air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.

Aedes albapictus
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak

a.

Faktor Keturunan

; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang

Faktor Hormonal

; banyak hormon yang berpengaruh terhadap

tuanya.
b.

pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang paling berperan adalah


Growth Hormon (GH).
c.

Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik.

Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.
d.

Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi dan

lingkungan psikososial.
Teori kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud
meliputi tahap
a.

Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b.

Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c.

Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun

d.

Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun

e.

Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun


Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik
Erikson :

a.

Bayi (oral) usia 0 - 1 Tahun

b.

Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun

c.

Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun

d.

Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun

e.

Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih

f.

Remaja akhir dan dewasa muda

g.

Dewasa

h.

Dewasa akhir
Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan anak
a. Faktor keturunan (genetik)
Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-lain
tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak kromosom, yang dimiliki
oleh setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma maupun ovum
masing masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan
sperma bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang
kemudian akan terus smembelah untuk memperbanyak diri sampai
akhirnya terbentuk janin, bayi. Setiap kromosom mengandung gen
yang mempunyai sifat diturunkan pada anak dari keluarga yang
memiliki abnormalitas tersebut.
b. Faktor Hormonal
Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormon pertumbuhan
(Growth Hormone, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise dari
pusat tulang panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan
kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme
terjadi gejala-gejala anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan
hipoglikemi. Hal sebaliknya terjadi pada hiperfungsi petuitari,
kelainan yang ditimbulkan adalah akromegali yang diakibatkan oleh
hipersekresi GH dan pertumbuhan linear serta gigantisme bila terjadi
sebelum

pubertas.

Hormon

lain

yang

juga

mempengaruhi

pertumbuhan adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.


c. Faktor Gizi.
Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan
sel, organ dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan

sel, dan pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian
tubuh lainnya mengikuti pola tumbuh kembang masing-masing.
Dengan adanya tingkatan tumbuh kembang tadi akan terdapat rawan
gizi. Dengan kata lain untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal
dibutuhkan gizi yang baik.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara segar, sanitas,
polusi, iklim dan teknologi
Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan dan tumbuhan.
Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan.
Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang keluarga,
hubungan keluarga.
e. Faktor sosial budaya
Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan sosial keluarga.
Faktor politik serta keamanan dan pertahanan; keadaan politik dan
keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh
kembang seorang anak.
1.

Teori kpribadian yang dikemukakan oleh ahli


psikoanlisa Sigmund freud (1856 - 1939). Meliputi tahap-tahap

a.

Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b.

Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c.

Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun

d.

Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun

e.

Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

Pola Fungsi Kesehatan ( Pola Gordon )


a

Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

Nutrisi/ metabolic

:Nafsu makan, mual, muntah, perut terasa kembung,

klien mengatakan BB terus mengalami penurunan.

Pola eliminasi : nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih meningkat saat


malam hari (untuk mengetahui fungsi dari sistem perkemihan yang mungkin
disebabkan akibat penekanan daerah retroperitoneum.

Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi ROM
e

Pola tidur dan istirahat

Pola kognitif-perseptual

Pola persepsi diri/konsep diri

Pola seksual dan reproduksi

Pola peran-hubungan

Pola manajemen koping stress

Pola keyakinan-nilai

Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem


1.

Sistem Pernapasan / Respirasi

: Sesak, perdarahan melalui hidung

(epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris,


2.

perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).


Sistem Cardiovaskuler : Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni. Pada grade III dapat terjadi kegagalan
sirkulasi, nadi cepat (tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi),
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari. Pada grade IV nadi tidak teraba

3.

dan tekanan darah tak dapat diukur.


Sistem Persyarafan / neurologi : Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan
persendian. Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran

4.

serta pada grade IV dapat terjadi DSS


Sistem perkemihan : Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.

5.

Sistem Pencernaan / Gastrointestinal : Perdarahan pada gusi, Selaput


mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn
limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan
tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak

6.

darah (melena).
Sistem integument : Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering,
ruam makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

7.
2.
-

ANALISIS DATA
Data subyektif adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan
pasien atau keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering
ditemukan yaitu : lemah, panas atau demam, sakit kepala, anoreksia,
mual, haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri pada otot dan sendi,

pegal-pegal pada seluruh tubuh, konstipasi (sembelit).


Data obyektif adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan
perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada
penderita DHF antara lain : suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak
kemerahan, mukosa mulut kering, tampak bintik merah pada kulit
(petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis,
melena, hiperemia pada tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik, pada
palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa, pada renjatan (derajat
IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis

perifer, nafas dangkal.


3. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi virus
dengue) yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran
normal.
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan penurunan
tekanan darah, dan membran mukosa kering
c) Keletihan berhubungan dengan malnutrisi (penurunan intake nutrisi)
yang ditandai dengan lesu, lelah, dan peningkatan keluhan fisik
d) Resiko syok berhubungan dengan sindrom respon inflamasi sistemik

e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan penurunan intake nutrisi yang ditandai dengan Berat badan
20% atau lebih dibawah berat badan ideal
f) Resiko Perdarahan berhubungan dengan

koagulopati

inheren

(trobositopenia)
g) PK: Trombositopenia
4. RENCANA KEPERAWATAN (INTERVENSI)
N
o
1

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Keperawatan
Hipertermi

Hasil
Setelah diberikan

NIC Label : Fever

berhubungan

asuhan keperawatan

Treatment

dengan proses

selama ..... x 24 jam

penyakit (respon

diharapkan suhu

antigen antibodi

tubuh klien kembali

infeksi virus

normal dengan

dengue) yang

criteria hasil :

ditandai dengan

NOC Label :

obat antipiretik sesuai

peningkatan suhu

Thermoregulation

kebutuhan

tubuh diatas kisaran

normal

perubahan suhu tubuh

klien secara rutin


Perubahan suha tubuh
mempengaruhi

warna kulit klien

perubahan warna kulit


Antipiretik dapat

Kolaborasi pemberian

menurun

Monitoring

Mengetahui adanya

Pantau perubahan

NIC Label : Vital Sign

menurunkan suhu
tubuh klien

Mengetahui
perkembangan

Pantau TTV (Tekanan

kondisi pasien
Mengetahui

kulit dalam

darah , denyut nadi,

kisaran normal

respirasi rate)

perkembangan klien

Catat perubahan tanda-

secara akurat
Warna kulit,

Perubahan warna

klien

Pantau suhu tubuh

Hipertermia
Penurunan suhu

Rasional

kulit menjadi
normal

tanda vital yang terjadi

temperatur dan

sign

kelembapan

dalam rentang
normal

NIC Label : Temperatur

temperatur dan
kelembapan adalah
tanda hipertermi

regulation

Respirasi Rate dalam


rentang normal

Monitor warna kulit,

NOC Label : Vital


Temperatur tubuh

Hipertermi secara

Pantau tanda dan gejala


dari hipertermi
Ajarkan klien atau

Mengetahui adanya

cepat
Membantu terapi
farmakologi dari

keluarga klien dalam


menangani hipertermi

semua terapi yang

seperti memberikan
kompres hangat pada
lipatan paha dan aksila

Diskusikan tentang
pentingnya

penaikan suhu tubuh


Agar klien mematuhi

diberikan
Cairan membantu
proses thermoregulasi
dalam tubuh manusia

mempertahankan suhu
tubuh tetap normal dan
efek negative yang
memungkinkan dari
hipertermi

Anjurkan klien dan


keluarga untuk
meningkatkan intake

Keletihan

Setelah diberikan

cairan dan nutrisi


NIC Label: Energy

berhubungan

asuhan keperawatan

management

sesak akibat aktivitas

dengan malnutrisi

selama ..... x 24 jam

1. Tentukan pembatasan

fisik yang terlalu

(penurunan intake

diharapkan keletihan

nutrisi) yang

tubuh klien teratasi

aktivitas fisik pada klien


2. Tentukan persepsi klien

ditandai dengan

dengan criteria hasil :

lesu, lelah, dan

NOC Label: Activity

peningkatan

Tolerance

keluhan fisik

Nadi saat aktivitas


dbn (60-100x/mnt)
RR saat aktivitas dbn
(12-20x/mnt)
Tekanan darah systole

dan perawat mengenai


kelelahan.
3. Tentukan penyebab
kelelahan (perawatan,
nyeri, pengobatan)
4. Monitor efek dari
pengobatan klien.
5. Monitor intake nutrisi
yang adekuat sebagai

saat aktivitas dbn

sumber energy.
6. Anjurkan klien dan

(100-120mmHg)

keluarga untuk

Tekanan darah

mengenali tanda dan

1. Mencegah timbulnya

berat.
2. Menyamakan
persepsi perawatklien mengenai
tanda-tanda
kelelahan dan
menentukan kapan
aktivitas klien
dihentikan.
3. Mengidentifikasi
pencetus klelahan
4. Mengetahui etiologi
kelelahan, apakah
mungkin efek

diastole saat
aktivitas dbn (6080mmHg)
Hasil EKG dbn
NOC Label: Fatigue
Level
Tidak nampak
kelelahan
Tidak nampak lesu
Tidak ada penurunan
nafsu makan
Kualitas tidur dan
istirahat

gejala kelelahan saat


aktivitas.
7. Anjurkan klien untuk
membatasi aktivitas yang
cukup berat seperti
berjalan jauh, berlari,
mengangkat beban berat,
dll.
8. Monitor respon terapi
oksigen klien.
9. Batasi stimuli
lingkungan untuk
relaksasi klien.
10. Batasi jumlah
pengunjung.
11. Bantu klien menyusun
jadwal istirahat.

samping obat atau


tidak.
5. Mengetahui sumber
asupan energy klien.
6. Memudahkan klien
untuk mengenali
kelelahan dan waktu
untuk istirahat.
7. Mencegah
penggunaan energy
yang berlebihan
karena dapat
menimbulkan
kelelahan.
8. Mengetahui
efektifitas terapi O2
terhadap keluhan
sesak selama
aktivitas.
9. Menciptakan
lingkungan yang
kondusif untuk klien
beristirahat.
10. Menciptakan
lingkungan yang
kondusif untuk klien
beristirahat.
11. Memfasilitasi waktu
istirahat klien untuk
memperbaiki kondisi

Kekurangan volume

Setelah diberikan

NIC Label: Fluid

cairan berhubungan

asuhan keperawatan

Management

dengan kehilangan

selama ..... x 24 jam

1. Monitor dan timbang

cairan aktif akibat

diharapkan volume

berat badan pasien setiap

klien.
1. Untuk mengetahui
berat badan px
setiap hari
2. Untuk dokumentasi

kebocoran plasma

cairan klien kembali

yang ditandai

normal dengan

dengan penurunan

criteria hasil :

turgor kulit,

NOC Label: Fluid

penurunan tekanan

Balance

darah, dan membran

Tekanan darah px 4. Monitor vital sign


5. Periksa lokasi dan luas

normal
Kecepatan nadi
px normal 60-

6. Monitor status nutrisi

mukosa kering

100x/menit
Turgor kulit px

normal
Intake dan output
dalam 24 jam

seimbang.
NOC Label:

hari selama dirawat

dan ebagai

2. Pertahankan keakuratan

perbandingan
3. Untuk

catatan intake dan output

mempermudah

3. Pasang urinary kateter

eleminaspx
4. Untuk mengetahui

jika diperlukan

TTV px
5. Untuk mengetahui

edema, jika ada

lokasi dan luas


edema
6. Untuk mengetahui

pasien

status nutrisi px
7. Untuk mengetahu

7. Monitor respon pasien


terhadap terapi elektrolit

respon px terhadap

yang diberikan

terapi elektrolit yang


diberikan

NIC Label : Fluid

Monitoring
Hydration
Turgor kulit klien 1. Kaji riwayat jumlah dan
elastis
tipe cairan yang masuk
Membran
dan kebiasaan eleminasi
mukosa klien
2. Kaji factor resiko yang
lembab
menyebabkan
Intake cairan
ketidakseimbangan
klien adekuat

1. Untuk mengetahui
riwayat jumlah dan
tipe cairan yang
masuk dan kebiasaan
eleminasi
2. Untuk mengetahui
factor resiko yang

cairan
3. Monitor cairan yang
masuk dan keluar

menyebabkan ketidak
seimbangan cairan
3. Untukmengetahui
cairan yang masuk

4. Monitor membrane
mukosa dan turgor kulit

dan keluar
4. Untuk mengetahui
keadaan membrane
mukosa dan turgor
kulit px

Resiko syok

Setelah dilakukan

NOC : Shock Prevention

berhubungan

asuhan

1. Monitor respon awal

Kehilanga

dengan sindrom

keperawatan 3x 24

kehilangan cairan

n cairan dapat

respon inflamasi

jam diharapka

2. monitor awal dari shock

menyebabkan reaksi

sistemik

syok tidak terjadi

cardiogenik

syok

dengan criteria

3. monitor tanda awal alergi

hasil :
NOC : Infection

4. monitor tanda awal syok

kehilangan kesdaran
Menecega
h alergi

Syok septi
menandakan adanya

peningktatan

peningkatan infeksi

nilai leukosit
5

menyebabkan
-

hipertermia
Tidak ada nyeri
Tidak ada

Shock
cardiogenik

septic

severity
- Tida ada
-

tubuh
Menghindari pemberian

Ketidakseimbanga

Setelah diberikan

NIC Label: Nutrition

n nutrisi kurang

askep selama 2x24

Management

dari kebutuhan

jam,

Kaji adanya alergi makanan.

tubuh berhubungan

diharapkan status

Kolaborasi dengan ahli gizi Memenuhi nutrisi sesuai

dengan penurunan

nutrisi klien

untuk menentukan jumlah

dengan kebutuhan

intake nutrisi yang

adekuat dengan

kalori dan nutrisi yang

klien.

ditandai dengan

kriteria hasil:

dibutuhkan pasien.

Berat badan 20%

Berikan makanan yang

atau lebih dibawah

NOC Label :

berat badan ideal

Nutritional Status:
Food and Fluid
intake
Intake makanan dan
minuman terpenuhi
Label NOC:
Nutritional
Status:Nutrition
intake
Intake kalori yang
terpenuhi

makanan yang dapat


menyebabkan alergi.

Makanan yang diberikan


sesuai dengan jumlah

terpilih (sudah

kalori yang dibutuhkan

dikonsultasikan dengan

klien.

ahli gizi).
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Berikan diet tinggi kalori,
rendah lemak.

Mengetahui
perkembangan nutrisi
klien
Memberikan keleluasaan
keluarga untuk
memberikan makan
yang sesuai dengan
hasil konsultasi dengan

NIC Label: Nutrition


Monitoring

ahli gizi.
Glukosa dalam

Intake protein,
karbohidrat ,lemak
yang terpenuhi
Intake mineral yang
terpenuhi

BB pasien dalam batas

karbohidrat cukup
efektif untuk

normal.

pemenuhan energi,

Monitor adanya penurunan

sedangkan lemak sulit

berat badan.

untuk

Monitor kadar albumin

diserap/dimetabolisme
sehingga akan
membebani hepar.
Mengkaji adanya
penurunan berat badan
klien.
Mengetahui status
perkembangan nutrisi
klien.
Kadar albumin
menunjukkan status
nutrisi klien.
6

Resiko Perdarahan
berhubungan

Setelah dilakukan

NIC: Bleeding

asuhan keperawatn

Precauntions

an tidakan untuk

dengan koagulopati pada pasien selama 1x 1. Kaji adanya pendarahan


inheren

24 jam di harapkan

2. Monitor tanda-tanda vital

(trobositopenia)

pendarahan tidak

3. antisipasi adanya

terjadi dengan criteria

pendarahan

hasil:

4. monitor hasil darah dan

NOC: Infection

trombosit

control

5. Kolaborasi dengan dokter

pemberian therapy dan

Tanda-tanda
infeksi tidak ada
Tidak ada lecet
atau kemerahan

pada kulit
Jumlah trombosit
normal

pemberian cairan intra vena.

Menentuk

pencegahan pendarahan
Menentuk
an tanda-tanda
pendarahan dari

keadaan umum
Trombosit
menentukan

homeostatis tubuh
Mengatsi
pendarahan
berkelanjutan

5. EVALUASI
DIAGNOSA
Hipertermi berhubungan dengan proses

EVALUASI
S: orang tua mengatakan badan anaknya tidak

penyakit (respon antigen antibodi

terasa panas

infeksi virus dengue) yang ditandai

O:

dengan peningkatan suhu tubuh diatas

Suhu 36,50C

kisaran normal

Warna kulit klien normal (tidak terjadi


kemerahan)

A: Tujuan Tercapai penuh


Keletihan berhubungan dengan

P: Pertahankan kondisi klien


S: orang tua mengatakan anaknya lebih terasa

malnutrisi (penurunan intake nutrisi)

bertenaga

yang ditandai dengan lesu, lelah, dan

O:

peningkatan keluhan fisik

Nadi klien 88 kali/menit

TD klien 120/80mmHg

Klien terlihat agak lesu

A: Tujuan tercapai sebagian


Kekurangan volume cairan

P: Lanjutkan intervensi
S: Klien mengatakan haus

berhubungan dengan kehilangan cairan

O:

aktif akibat kebocoran plasma yang

Turgor kulit klien elastis

ditandai dengan penurunan turgor kulit,

Intake dan output klien seimbang

penurunan tekanan darah, dan membran

Membran mukosa klien kering

mukosa kering

A: Tujuan tercapai sebagian

Resiko syok berhubungan dengan

P: Lanjutkan intervensi
S:

sindrom respon inflamasi sistemik

Orang tua mengatakan anaknya tidak ada rewl


O:
TTV dalam rentang normal
A: Masalah teratasi

P:lanjutkan intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari S:

kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan intake nutrisi yang ditandai

Orang tua mengatakan mual anaknya


berkurang

dengan Berat badan 20% atau lebih

O:

dibawah berat badan ideal

Porsi makanan yang disajikam di habiskan,


albumin : 2,5 g/dl
A: Masalah sebagian teratasi
P:
-

Kaji pola makan klien


Monitoring nilai laboratorium yang

terkait status nutrisi


Berikan dukungan positif saat mampu
melksanaan mampu melaksanakan
program nutrisi dengan baik.

Resiko Perdarahan berhubungan

S:

dengan koagulopati inheren

(trobositopenia)

Orang tua mengatakan anaknya tidak


ada pendarahan

O:
Trombosit dalam rentang normal
A: Masalah sebagian teratasi
P:
Lanjutkan intervensi

DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne., and Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Intervention
Clasification (NIC). edisi 4. Missouri:Mosby
Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International Diagnosa Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta:EGC
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). edisi 4 .
Missouri:Mosby
Suhendro, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai