Anda di halaman 1dari 30

I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny.M
Umur
: 71 tahun
Suku
: Jawa
Alamat
: Dawe 2/3 mojoroto/Mojo Gedang
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Masuk RS
: 7 Juli 2015
Nomor CM
: 29.86.xx
Ruang
: Cempaka/16
Dikasuskan
: 9 Juli 2015
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pukul 21.00 diantar oleh keluarga
dengan penurunan kesadaran, lemas, gelisah, tidak mual, tidak muntah, kaki
kanan dan kiri terasa keju kemeng. Sebelumnya pada siang hari pasien sempat
mengkonsumsi obat glibenklamid dan metformin.
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa kurang lebih 1 bulan
yang lalu, dan pasien mengatakan mempunyai riwayat DM kurang lebih baru 5
bulan yang lalu. Pada saat itu pasien periksa di puskesmas dengan hasil GDS 140,
dan pasien diberikan resep sebanyak 6 macam obat seperti : Glibenklamid,
metformin, simvastatin, captopril, piroxicam, dan allopurinol.Pasien rutin
mengkonsumsi obat-obatan tersebut, tetapi tidak pernah memeriksakan kadar
gula nya kembali.
C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit hipertensi


Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit DM
Riwayat kolesterol
Riwayat alergi

D. Riwayat Penyakit Keluarga

:
: disangkal
: disangkal
: diakui
: diakui
: disangkal

Riwayat keluhan serupa


Riwayat penyakit hipertensi
Riwayat penyakit jantung

: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat penyakit DM

: diakui

E. Resume Anamnesis
:
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pukul 21.00 diantar oleh keluarga
dengan penurunan kesadaran, lemas, gelisah, tidak mual, tidak muntah, kaki
kanan dan kiri terasa keju kemeng. Sebelumnya pada siang hari pasien sempat
mengkonsumsi obat glibenklamid dan metformin. Pasien juga tidak mengeluhkan
sering haus maupun sering merasa lapar, tidak merasakan gatal-gatal pada
kemaluannya, tidak pernah merasakan sering pipis pada malam hari.
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa kurang lebih 1 bulan
yang lalu, dan pasien mengatakan mempunyai riwayat DM kurang lebih baru 5
bulan yang lalu. Pada saat itu pasien periksa di puskesmas dengan hasil GDS 140,
dan pasien diberikan resep sebanyak 6 macam obat seperti : Glibenklamid,
metformin, simvastatin, captopril, piroxicam, dan allopurinol. Pasien rutin
mengkonsumsi obat-obatan tersebut, tetapi tidak pernah memeriksakan kadar gula
nya kembali. Pasien juga mengatakan bahwa ketika memeriksakannya
dipuskesmas, dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan pada kolesterol dan
asam urat.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran

: Compos Mentis, GCS: E4V5M6

Vital Sign
TD

: 130/70 mmHg

Suhu : 36,2C

: 80 kali/menit

RR

: 20 kali/menit

b. Pemeriksaan Kepala
Kepala

: Normocephal, simetris

Mata

: Conjungtiva anemis tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor

c. Pemeriksaan Leher
Inspeksi

: bentuk normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

Palpasi

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

d. Pemeriksaan Thorax
Pulmo
Inspeksi

: Simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-).

Palpasi

: Fremitus kanan kiri sama

Perkusi

: Sonor (+/+)

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),wheezing (+/+)


Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra

Perkusi

: Redup

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising jantung (-), gallop (-)


e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Permukaan sama dengan dada, tidak terlihat massa

Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Palpasi

: distended (-), nyeri tekan (-) hepatomegali (-)

Perkusi

: Timpani

f. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior at inferior : Akral hangat, Udem (-/-), sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin

: 12,7 g/dL

Hematokrit

: 36,5%

Leukosit

: 13,53 10^3/uL

Trombosit

: 275 10^3/uL

Eritrosit

: 4,03 10^3/uL

MCH

: 90,6 fL

MCH

: 31,5 pg

MCHC

: 34,8 g/dL

Granulosit

: 69,7 %

Limfosit

: 21,9 %

Monosit

: 5,6 %

Eosinofil

: 2,5 %

Basofil

:0,3 %

GDS

: 28 mg/dL

V. DIAGNOSA
Diagnosis kerja : Hipoglikemia et causa konsumsi OAD
VII. TERAPI IGD
-

Inf D 40% 3 flash cek GDS 1 jam lagi

Infus D 10% 20 tpm

Inj. Cefoperazone vial 1 gr / 12 jam skin test

Inj. Ranitidine amp 50 mg / 12 jam

Inj. Sohobion amp / 24 jam


Lapor dr. YM. Agung Sp,PD pukul 23.00 dengan advice :
Cek GDS/4 jam
Maintenance Inf D10%

VII. FOLLOW UP

S
O
A
8 Pasien tadi malam KU : tampak lemas Hipoglikemi
Ks
:
Compos
Julidatang
dengan
et causa DM
mentis
2015 penurunan
K/L : conjungtiva
kesadaran
oleh
TD :
tidak anemis, tidak
karena
120/8
ikterik, tidak ada
sebelumnya pada
0
pembesaran
siang hari, pasien
kelenjar
getah
mengkonsumsi
bening
obat glibenklamid Tho : suara dasar
dan

metformin. vesikular (+), tidak

Mual (-) muntah ada


(-) pusing (-)

wheezing,

P
Lab
Inf D10 % 20 GDS
tpm/maintena
nce
Inj.

1 : 155
GDS
2 : 99

Cefoperazone
vial
1gr/12jam
Inj.
Ranitidine
amp/12 jam
Inj. Sohobion
amp/24 jam

tidak ada ronkhi


Cor : B J I/II murni
reguler
Abd : Peristaltik
16x/menit,

tidak

distended
Eks : Akral hangat,
tidak ada oedem
ekstremitas
9 juli Pasien
2015
TD :
130/7
0

tidak

mengeluhkan
sakit,mual,maupu
n muntah. Makan
dan minum dalam
batas

normal.

BAB dan BAK


dalam

batas

normal

Hipoglikemi Inf D10 % 20 GDS :


et causa DM tpm/maintena
nce
Inj.
Cefoperazone
vial

269
Plannin
g : cek
GDS/8

1gr/12jam
jam
Inj. Ranitidin
amp/ 12 jam
Inj. Shobion
amp.24 jam
Inj. D40 %

10

Pasien

juli

tidak ada keluhan

2015
TD
130/8
0

sudah

flash/8 jam
Hipoglikemi Inf. Asering GDS :
a et causa 20 tpm
106
Inj.
konsumsi
Cefoperazone
OAD
vial
1gr/
12jam
Inj.
Ranitidine
amp/12 jam
Inj. Sohbion

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah
di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal
jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal.
Biasanya pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah
yaitu kurang dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl
(2,2 mmol/L).

Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih

rendah 10% dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan


eritrosit memiliki kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada
pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT
2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali
glukosa darah normal atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah
yang baik dan lengkap didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia.
Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak

sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak
proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas
penurunan glukosa darah yang aman. (Soemadji, 2009).
B. EPIDEMIOLOGI
Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus.
Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode
hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada
umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata episode
hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4%
dari mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia
(Shafiee, 2012).
Hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2
dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam
beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam
perjalanan diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah
sekitar dua puluh kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan
banyak pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan
pengobatan insulin, sehingga sebagian besar episode hipoglikemia terjadi
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).
C. ETIOLOGI
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan
(reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
pencernaan, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas
leusin, dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah
kurangnya produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang
berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim
disebabkan oleh penggunaan obat (Longo, 2011).
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi,
piloroplasti atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan.
Hal ini disebabkan karena pengosongan lambung yang cepat dengan

penyerapan singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin.


Ketidakseimbangan

insulin-glukosa

yang

terjadi

menyebabkan

hipoglikemia. Intoleransi fruktosa herediter yang dipicu pemasukan


fruktosa dan galaktosa juga dapat menyebabkan hipoglikemia pada anakanak. Hipoglikemia pasca-makan karena sebab idiopatik dapat dibagi
menjadi hipoglikemia sejati dan pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia
sejati, gejala adrenergik muncul sesudah makan dan disertai dengan
glukosa plasma rendah pada saat gejala muncul spontan dalam kehidupan
sehari-hari. Gejala tersebut berkurang dengan pemasukan karbohidrat yang
meningkatkan glukosa plasma. Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang
mengarah ke hipoglikemia 2 sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak
memiliki konsentrasi glukosa plasma rendah ketika muncul gejala secara
spontan dalam kehidupan sehari-hari (Longo, 2011).
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau
penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati
kongenital,

ataupun

obat-obatan.

Defisiensi

hormon

penyebab

hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada


hipohipofisisme,

insufisiensi

adrenal,

defisiensi

defisiensi glukagon. Adapun defek enzim

katekolamin,

yang

dan

menyebabkan

hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa adalah defek enzim


Glucose-6-fosfatase,

fosforilase

hati,

piruvat

karboksilase,

fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan glikogen


sintetase. Defisiensi substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah
kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik
pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan lanjut.
Penyakit hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena
kurangnya produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat,
sirosis, uremia, dan hipotermia. Penggunaan obat seperti alkohol,
propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa
akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat
penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
atau pada kadar insulin memadai tetapi terdapat kelainan lain di luar
pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan karena adanya insulinoma, insulin

eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau antibodi reseptor


insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada malaria
falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok
endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia
adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat disebabkan oleh tumor
ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi enzim oksidasi
lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan kakeksia
dengan penipisan lemak (Longo, 2011).
Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim
disebabkan oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang
paling sering menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah
insulin, sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini
terlibat dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

D. Patogenesis
Pasca Makan

Hiperinsulinmia

Obat-obatan

Puasa

Turunnya
produksi glukosa dan penggunaan glukosa y
Contohnya insulin, alkohol,
dan sulfonylurea

Pengososngan lambung yang cepat

insulin yang berlebihan dan penyerapan glukosa yang kurang

Tidak seimbang insulin dan glukosa

Hipoglikemia

Produksi glukosa tidak seimbang dengan keb

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).


E. PATOFISIOLOGI
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh
berlebihan. Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang
terjadi setelah melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia
juga

dapat

disebabkan

antibodi

pengikat

insulin,

yang

dapat

mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu,


hipoglikemia dapat terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas ketika
terdapat tumor pankreas. Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling
banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf
simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl
dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi
mekanisme homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon
yang berfungsi untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan
peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon akan membuat
glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan
dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,


2011).
Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan
meningkatkan

epinefrin,

sehingga

prekursor

glukoneogenik

dapat

dimobilisasi dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan.
Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan
menaikkan

asupan

karbohidrat

secara

besar-besaran.

Mekanisme

pertahanan ini akan menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi,


termor, adrenergik, kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia
menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi kebingungan,
kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak


dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang
yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa
kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar,
tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini
disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin
yang berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami
hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan
glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga
medis terlatih (Nelms et al, 2007
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Penegakkan Diagnosis
Menurut Departement on Health and Human Service, secara
harfiah hipoglikemia berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari
kadar normal. Walaupun kadar glukosa plasma pada puasa jarang
melampaui 99mg/dl (5,5 mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6 mmol/L)
masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena
eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif rendah. Kadar glukosa
arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena sedangkan kadar glukosa
kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena (Soemandji,
2009).

Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa


<50mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L).
Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukan bahwa
gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55
mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah
55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali dapat merusak
mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat
(Soemandji, 2009).
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai
pada kadar glukosa darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu,
dalam konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila
kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5 mmol/L)
(Soemandji, 2009).
E. OBAT ANTI DIABETES (OAD)
1. INSULIN
Insulin adalah pengobatan penderita untuk pertama kali.
Sebagian besar pasien diabetes yang hamil mendapatkan
suntikan preparat human insulin. Karena insulin akan
dihancurkan bila diberikan per os, maka pemberiannya hanya
per injeksi. Ada tiga tipe preparat lama menurut lama kerjanya
yaitu: short acting, intermediate acting, dan long acting. Insulin
intermediate dipilih untuk penderita yang cenderung menderita
ketoasidodsis. Kemudian diperkenalkan preparat insulin yang
baru yaitu: insulin lispro dan insulin aspart, yang dapat bekerja
lebih cepat dibandingkan short acting preparat lama. Preparat
ini memungkinkan pasien untu menyuntik diri sendiri sesaat
sebelum makan dari pada menunggu 30 menit. Insulin yang
sering digunakan selama kehamilan biasanya hanya 2 tipe,
yaitu tipe short (actrapid) dan intermediatte (monotartd).

2. FARMAKODINAMIK INSULIN

Insulin mempunyai efek penting yang memudahkan


gerak glukosa menembus membran sel. Insulin membantu
meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa ke dalam sel-sel
sasaran,

mempengaruhi

pertumbuhan

sel

serta

fungsi

metabolisme berbagai macam jaringan. Insulin bekerja pada


hidrat arang, lemak, serta protein dan kerja insulin ini pada
dasarnya bertujuan untuk mengubah aliran lintasan metabolik
sehingga gula, lemak dan asam amino dapat tersimpan dan tidak
terbakar habis.

3. FARMAKOKINETIK INSULIN
Hati dan ginjal adalah organ yang membersihkan
insulin dari sirkulasi. Hati membersihkan darah kira-kira 60%
dari insulin dan ginjal membersihkan 35-40%. Namun, pada
pasien diabetes yang mendapatkan pengobatan insulin, rasio
tersebut menjadi terbalik sebanyak 60% insulin eksogen yang
dibersihkan oleh ginjal dan hati membersihkan tidak lebih dari
30-40%. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi adalah 3-5 menit.

4. CARA PEMBERIAN INSULIN


Sebagian ibu hamil dengan diabetes gestasional
mungkin hanya memerlukan 1 x suntikan preparat insulin
intermediate acting per hari, karena mereka masih memiliki
cukup horman dari tubuhnya sendiri untuk mempertahankan
keadaan

normoglikemia

sepanjang

malam.

Sebelum

memberikan terapi, kenali jenis insulin yang ada, kandungan/ml


(unit/ml). Kenali pula jenis spuit insulin yang tersedia: 40 u/ml,
100 u/ml, 50u/0,5 ml. Suntikan diberikan subkutan di deltoid,
paha bagian luar, perut, sekitar pusat. Suntikan diberikan secara
tegak lurus. Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti. Pasien
segera diberi makan setelah suntikan diberikan. Paling lama
setengah jam setelah suntikan diberikan. Kalau pasien suntik

sendiri, harus dapat melihat dengan jelas angka pada alat suntik.
Saat ini ada alat suntik bentuk pena dengan kontrol dosis yang
lebih mudah dan lebih tepat,dan mudah dibawa-bawa.

5. DOSIS INSULIN
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin
diberikan insulin dengan dosis yang sama seperti sebelum
kehamilan sampai didapatkan tandatanda perlu ditambah atau
dikurangi.

Terapi

insulin

direkomendasikan

oleh

The

American Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal


untuk mempertahankan kadar gula darah puasa < 95 mg/dl
atau 2 jam setelah makan 5 kadar gula darah < 120 mg/dl.
Takaran insulin untuk mencapai konsentrasi gula darah normal
berkisar dari 0,2 unit/kg BB/haribagi pasien diabetes yang
sehat hingga 2 unit/kg BB/hari pada pasien yang obesitas.
Dosis insulin dibakukan dalam unit dan terdapat sediaan 40,
80, atau 100 unit/ml. Dosis bagi bagi seorang penderita
ditentukan berdasarkan diagnosis kebutuhan insulin yang
dicari dengan pengaturan Insulin Reguler dan pengukuran
kadar gula darah serta reaksi reduksi air kemih. Sekedar
perkiraan dosis, bila tidak tersedia laboratorium maka dapat
digunakan reaksi reduksi: bila + maka tidak memerlukan
insulin, bila + + diberi 5 unit insulin, bila + + + diberi 10 unit
insulin dan dinaikkan 5 unit hingga reaksi reduksi positif
ringan.

6. INTERAKSI INSULIN
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin
misalnya hormon pertumbuhan, kortikotropin, glukokortikoid,
tiroid,

estrogen,

progestin

dan

glukagon.

Adrenalin

menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis.


Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu

disesuaikan bila obat ini ditambahkan/dihilangkan dalam


pengobatan. Beberapa antibiotik (kloramfenikol, tetrasiklin,
salisilat dan fenilbutason) meningatkan kadar insulin dalam
plasma.

Nikotin

mengurangi

absorpsi

insulin

dengan

menyebabkan vasokonstriksi.

F. ORAL ANTIDIABETIK
Antidiabetik oral mungkin berguna untuk yang alergi insulin
atau tidak mau pemakaian suntik. Kemudian akhirnya ditemukan
golongan obat OAD, yaitu Sulfonilurea dan Biguanid. Pemakaian
klinis OAD harus didahului dengan pemeriksaan laboratorium dan
penetapan diagnosis. Diabetes pada usia muda, kehamilan dan
diabetes berat disertai komplikasi mutlak memerlukan insulin dan
tidak dapat ditolong dengan OAD. Harus berhati-hati pula, bila
penderita mempunyai fungsi hati yang menurun, infark jantung dan
gangguan hormonal lainnya. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien
hamil.

1. FARMAKODINAMIKA DAN FARMAKOKINETIK OAD


Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sel
pankreas agar menghasilkan insulin, maka dari itu sangat
bermanfaat

pada

penderita

diabetes

dewasa

yang

pankreasnya masih mampu memproduksi insulin (penderita


NIDDM). Sulfonilurea diabsorpsi baik melalui usus,
kemudian tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama
albumin (70-90%), dalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid
Sediaannya

dan

adalah

diekskresi
Glibenklamid,

melalui

ginjal.

Klorpropamid,

Tolbutamid dan Glikuidon. Sulfonilurea dapat memberikan


gejala

trombositopeni

dan

agranulositosis.

Biguanid

meningkatkan pemanfaatan glukosa yang tersedia dalam

jaringan tapi tidak dapat menggantikan fungsi insulin


endogen. Derivat Biguanid mempunyai mekanisme yang
berlainan dengan derivat Sulfonilurea, kerjanya tidak
melalui perangsangan sekresi insulin tapi langsung terhadap
organ sasaran. Terdapat sediaan fenformin dan metformin.
Dapat

digunakan

bersama

insulin

dan

sulfonilurea.

Sebagian pasien yang gagal dengan Sulfonilurea dapat


ditolong dengan Biguanid. Biguanid sering menimbulkan
Hipoglikemia dan asidosis. Pemberian Biguanid pada
pasien nondiabetik tidak menurunkan kadar kadar glukosa
darah, tetapi ternyata menunjukkan efek potensiasi dengan
insulin.

NAMA
OBAT
Akarbose

INDIKASI

DOSIS

Terapi

gangg.

penderita 100mg200

DM

EFEK

INDIKASI
awal Hipersensitif,

Dosis

penambah untuk 50mg


diet

KONTRA

SAMPING
gangguan
pencernaan

intestinal

kembung,

mg setelah 4- kronis, gangg. diare


8

minggu, ginjal

kehamilan

3x1
Chlorpropami

DM

tanpa DM

komplikasi tipe gula


non ketotik

&

laktasi
dengan DM
dengan Erupsi
tinggi komplikasi

250mg/hari
DM

berat,

kulit

multiform,

ketoasidosis,

dermatitis

koma diabetik

eksfoliatif

ringan

dan lansia :
Glibenklamid

NIDDM

100mg/hari
Dosis awal 5 IDDM,

Hipoglikemia,

mg/hari

penderita

gangguan

bersama

diabetik

fungsi hati dan

makan pagi

ketoasidosis,

saluran cerna,

penderita
Dosis umum: nondiabetik dg
2,5

glikosuria
ginjal, gangg.
fungsi hati &
ginjal

parah,

diabetes
melitus

dg

komplikasi,
hamil

&

menyusui,
Gliclazid

hipersensitif
NIDDM dimana Dosis awal : IDDM,

Hipoglikemia,

modifikasi

diabetes

gangg.

ketoasidosis,

hati & saluran

gagal

iet 80mg/hari
untuk

mengendalikan

Dosis lazim :

koma,

hiperglikemia

320mg/hr

laktasi, bayi & kulit, diskrasia


anak,

Dosis

hamil, cerna,

fungsi
reaksi

pasca darah. Jarang:

> trauma

gagal

160mg harus berat/infeksi,

hepatitis

dierikan

hipersensitif,

ikterus

2x/hr

gagal

hati,
&

G, EFEK SAMPING ANTIDIABETIK


1. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat
dosis yang tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi
hati dan ginjal. Pemberian insulin yang berlebihan akan
menurunkan kadar gula darah dengan akibat syok. Periksa
konsentrasi gula darah sebelum melakukan aktifitas penting seperti
mengemudi dan setiap 2 jam sekali, dan selalu sediakan gula
dalam bentuk permen. Pasien yang tidak sadarkan diri harus
mendapat suntikan glukagon atau glukosa intravena. Serangan
Hipoglikemia merupakan keadaan yang berbahaya dan jika terjadi
berulang dapat menimbulkan kerusakan otak pada ibu atau
neonatus. Pasien harus mengenali gejalanya yaitu, gemetar,
berkeringat,

mengantuk,

ingatan

menurun

hingga

hilang.

Hipoglikemia neonatal, berikan ASI segera.


2. Hiperglikemia
Gejala Hipoglikemia hampir sama dengan Hiperglikemia,
karena keduanya berakhir dengan koma. Metabolisme yang
berlebihan karena insulin ini menghasilkan zat-zat keton yang
bersifat asam, sehingga pH darah menurun dan mengakibatkan
asidosis. Peningkatan keton yang berlanjut mengakibatkan
penderita jatuh dalam keadaan koma dan mengeluarkan bau keton.
3. Hipokalsemia

Lakukan pemantauan mengingat konsentrasi kedua nutrien ini


lebih rendah pada ibu hamil dengan diabetes dan bayinya, tersedia
preparat suntikan kalsium dan magnesium.
4. Polisitemia Neonatal
Lakukan pemantauan bilirubin, tersedia fasilitas untuk transfusi
pertukaran.
5. Infeksi
Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan
kulit kurang baik. Lakukan pemeriksaan urine, inspeksi kulit,
pemberian antibiotik profilaktik, teknik pemberian ASI yang baik
penting untuk mencegah abses payudara. Iritasi ditempat suntikan
dapat diatasi dengan krim antihistamin. Insulin babi digunakan
untuk desentisasi atau pengobatan sementara penderita insulin
dependen dengan alergi sistemik atau alergi lokal persisten.
6. Lipodistrofi ( Artrofi atau Hiprtrofi)
Merupakan

penimbunan

lemak

akibat

pajanan

insulin

berlebihan. Jarang terjadi dan merupakan respon imun. Pada


lipoatropi terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat
atropi jaringan lemak. Lipohipertropi ialah pengumpulan jaringan
lemak subkutan di tempat suntikan akibat efek lipogenik insulin.
7. Gejala Saluran Pencernaan
Gejala saluran pencernaan antara lain berupa mual, diare, sakit
perut, hipersekresi asam lambung yang kadang terasa seperti
pirosis substernal di daerah jantung. Gejala ini dapat diatasi
dengan mengurangi dosis, memberikannya bersama makanan atau
membagi obat dalam beberapa dosis.

G. INTERAKSI OBAT
Pemberian

preparat

Antagonis

(seperti

ritodrin)

mengaburkan takikardi dan membuat kesadaran akan hipoglikemia

hilang sehingga akan berbahaya terutama untuk ibu hamil dan


janinnya.
Warfarin dan Aspirin juga meningkatkan resiko Hipoglikemia.
Obat yang dapat meningkatkan resiko Hipoglikemia sewaktu
pemberian Sulfonilurea adalah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid,
salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid,
dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolik
steroid, fenfluramin, dan klofibrat. Terutama pemberian Klorpopamid
dapat menurunkan toleransi terhadap alkohol. Propanolol dan obat
penghambat adrenoseptor lainnya menghambat reaksi takikardi,
berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab
termasuk oleh OAD, sehingga keadaan Hipoglikemia memberat tanpa
diketahui.
Kortikosteroid dan Barbiturat mempunyai efek berlawanan
dengan Glicazid. Efek Hipoglikemik Glicazid dapat dipotensiasi
dengan fenilbutazon, salisilat, sulfonamid, derivat kumarin, MAOI,
penghambat beta adrenergik, tetrasiklin, kloramfenikol, klofibrat,
disopiramid, mikonazol, simetidin oral. Khasiat Glicazid berkurang
oleh kortikosteroid, kontrasepsi oral, tiazide, derivate fenotiazin,
hormon tiroid dan laksatif.
Nateglinide berpotensiasi efek hipoglikemik oleh AINS,
salisilat, penghambat MAO, dan penghambat adrenergik non selektif,
terutama penurunan efek hipoglikemik jika diberikan bersama tiazid,
kortikosteroid, produk dari tiroid dan simpatomimetik, alkohol dan
OAD

H. Terapi
1.

Non Medika Mentosa


Penatalaksanaan untuk penyandang diabetes, terapi gizi
medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
dianjurkan. Terapi gizi ini dengan prinsip melakukan pengaturan

pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan


melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan per individual.
Beberapa manfaat yang telah dibuktikan dari pelaksanaan
terapi gizi medis adalah :

Menurunkan berat badan

Menurunkan tekanan darah sistole dan diastole

Menurunkan kadar glukosa dalam darah

Memperbaiki profil lipid

Meningkatkan sensivitas reseptor insulin

Memperbaiki sistem koagulasi darah

Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan :
Kadar glukosa darah mendekati normal
GDP berkisar antar 90-130 mg/dL
GD2PP <180 mg/dL
Kadar A1c < 7%
Tekanan darah < 130/80 mmHg
Profil lipid
Kolesterol LDL <100 mg/dL
Kolesterol HDL >40 mg/dL
Trigliserida <150 mg/dL
Berat badan normal senormal mungkin
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006)
pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:
a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa


diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa)
untuk meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.
Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung
pada derajat hipoglikemia, yaitu :
a. Hipoglikemia ringan
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 610 butir permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi
kalori seperti coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b. Hipoglikemia berat

Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan member


makanan atau minuman karena bisa berpotensi terjadi
aspirasi.
2. Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat
diberikan adalah:

a. Glukosa Oral.
b. Glukosa Intravena.
c. Glukagon (SC/IM).
d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e. Monitoring
Kadar Glukosa (mg/dL)
< 30 mg/dl

Terapi Hipoglikemia
Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon

30-60 mg/dl

Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


2 flakon

60-100 mg/dl

Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


1 flakon

Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2.

Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat


diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

F. PENCEGAHAN
Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan
dosis dan waktu pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan
seseorang yang seperti biasa. Inkompatibilitas dapat menyebabkan
hipoglikemia. Misalnya, meningkatkan dosis insulin atau obat lain
yang,

tapi

kemudian

melewatkan

penggunaan

insulin

dapat

menyebabkan hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk membantu


mencegah hipoglikemia, oporang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Obat-obatan untuk diabetes
Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang
digunakan
hipoglikemia

untuk
dan

terapi

diabetes

menjelaskan

yang

bagaimana

dapat
dan

menyebabkan
kapan

harus

mengkonsumsi obat tersebut (Fonseca, 2008).


Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus
bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan
mengenai
1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.
2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.
3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.
4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.

5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas.Fisik


6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan
(Fonseca, 2008).
a. Pola makan
Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu
makan yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan
ini penting bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi
harus makan secara teratur, cukup makanan setiap kali makan, dan
mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau makanan ringan.
Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain
dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat
membuat rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca, 2008).
b. Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan
oleh aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya
dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram
perdesiliter (mg/dL).
Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik
Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu
beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.
Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas
fisik(Fonseca, 2008).
c. Konsumsi alkohol
Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut
kosong, dapat menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari
kemudian. Alkohol dapat sangat berbahaya bagi orang yang memakai
insulin atau obat yang meningkatkan produksi insulin (Fonseca, 2008).
d. Rencana pengelolaan diabetes

Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah


agar mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka
panjang yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang
berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia
layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya
(Fonseca, 2008).
G. PROGNOSIS
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa
darah, dan waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati
memiliki prognosis baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan
asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia et malam)
(Hamdy, 2013).
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki
prognosis yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka
panjang

(Manucci

et

al.,

2006). Apabila

pasien

dianjurkan

pengambilan pankreas maka memiliki prognosis tergantung skill medis


dan kondisi indivual (Anonymous, 2013).

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile
Packard

Childrens

Hospital.

available

at

{http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/diabetes/
hypo.html} diakses 7 Oktober 2013 pukul 19:00
Carrol, Robert G. 2007. Elseviers Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Cryer, Philip E. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di
<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglycemia
%20During%20Therapy%20of%20Diabetes%20>

diakses

pada

Kamis

Oktober 2013 21.22.


Hamdy,

O.

2013.

Hypoglycemia.

US:

Harvard

Medical

Schoolavailable

at

{http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview#aw2aab6b2b6}
Longo, Dan L, et al. 2011. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition. New
York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.
Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of hypoglycemia in hospitalized
non-diabetic

elderly

patients.

USA:

NCBI

available

at

{http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17167310} diakses 12 Juli 2015.


Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed. New
York: Thieme.Soemadji, DjokoWahono. 2009. BukuAjarIlmuPenyakitDalam.
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai