Khulu’
Para pakar fiqih memberi definisi bahwa khulu’ adalah seorang suami menceraikan isterinya dengan
imbalan mengambil sesuatu darinya.
Dan khulu’ disebut juga fidyah atau if tidak (tebusan) (Fiqhus Sunnah II:253, Manarus Sabil II:226 dan
Fathul Bari IX:395).
Persyaratan Khulu’
Jika persengketaan antara suami isteri kian parah dan tidak mungkin lagi diambil langkah-langkah
kompromistis supaya mereka bersatu kembali atau pihak isteri sudah menggebu-gebu untuk bercerai
dengan suaminya, maka ia boleh menebus dirinya dari kekuasaan suaminya dengan menyerahkan
sejumlah harta kepadanya sebagai ganti dari buruknya keadaan yang menimpa suaminya karena
bercerai dengannya, Allah SWT berfirman, ”Dan tidak halal bagi kamu mengambil dari sesautu yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya (suami isteri) khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya.” (Al-Baqarah:229).
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi saw. lalu bertutur,
”Ya Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit karena, imannya dan bukan (pula) karena perangainya,
melainkan sesungguhnya aku khawatir kufur.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, ”Maka mau engkau
mengembalikan kebunnya kepadanya?” Jawabnya, ”Ya (mau)” kemudian ia mengembalikannya
kepadanya dan selanjutnya beliau menjawab suaminya (Tsabit) agar mencerainya.” (Shahih: Irwa-ul
Ghalil no:2036 dan Fathul Bari IX:395 no:5276).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul
Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 636 - 641.