Anda di halaman 1dari 4

Prestasi Presiden SBY: Penjaga Demokrasi

Indonesia
Kilas Balik 2 Periode Pemerintahan: Prestasi
Presiden SBY
Web nasionalis.me amat menyadari kelemahan maupun kelebihan niscaya
melingkupi sosok presiden SBY baik sebagai pribadi maupun kepala negara.
Seperti Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Megawati, Presiden SBY
memiliki torehannya sendiri dalam berpartisipasi membangun masa depan
Indonesia. Sama seperti Megawati (baca juga: Memahami Secuil Megawati dari
Sudut Berbeda), SBY punya prestasi.
Pasti sering mendengar orang berkeluh kesah karena kecenderungan Presiden
SBY berlama-lama asik berpikir panjang hingga terkesan lelet dalam menyikapi
sesuatu. Atau bahkan juga nyinyir karena banyak sekali, justru, orang-orang
dekat SBY yang nyemplung dalam berbagai skandal korupsi. Lagi, sebagian
orang juga merasa bahwa Presiden SBY terlalu larut dalam pencitraan saja
sehingga negara seakan tanpa pemimpin dan malahan kerasa dijalankan pakai
mode autopilot.
prestasi presiden sby
SBY sang Militer Penjaga Demokrasi dan Kebebasan Berbicara
Ya, prestasi presiden SBY utamanya adalah dalam komitmen dalam menjaga
demokrasi dan kebebasan berbicara. Mungkin sebagian generasi muda tidak
begitu paham apa yang signifikan dari hal ini karena mereka tidak pernah
mengalami kondisi represif dan penuh kontrol dalam hak berdemokrasi.
Dulu, jangankan mengkritik pemerintah, bahkan salah bicara yang dianggap
berpotensi memicu keresahan di tengah masyarakat saja bisa kena bredel dan
blacklist. Intimidasi paling soft sampai represif bisa digunakan: mulai dari sulit
mengurus surat-surat legal sampai pidana penjara atau pun menghilang dari
muka bumi.
membuat prestasi presiden SBY harus diapresiasi mendalam. Semenjak 2004,
bukan tidak sedikit pihak yang menghajar SBY (terlepas benar tidaknya) baik
secara personal maupun politik. Tapi toh SBY tetap melakukan kontrol diri yang
baik, tidak marah dan melakukan represi, bahkan tuntutan hukum pun hampir
tidak pernah! Padahal, secara natural SBY adalah manusia yang dibesarkan
dalam watak militer yang logikanya sesuai alur komando yang jauh dari kata
demokrasi dan kritis-isme.
Menjelang 2014, SBY lagi jadi bulan-bulanan di berbagai media (sekali lagi:
terlepas benar tidaknya) menyangkut berbagai aspek. Mulai dari efektifitas
kinerja kabinetnya hingga isu skandal korupsi. Seluruh lawan politiknya
bermanuver, sejumlah media pun melakukan kritiknya (termasuk web

nasionalis.me yang seringkali mengkritik habis-habisan). Tapi apa? SBY tetap


menerima kritikan tersebut! Sesekali memang curhat, tapi overall SBY komit
menjaga demokrasi tanpa harus disertai tindakan represif.

OK, Prestasi Presiden SBY adalah Menjaga Demokrasi: So What?


Ada filosofi bijak yang tersirat dari perilaku SBY. Dia secara tidak langsung
mengajarkan para politikus untuk tidak anti-kritik (plus kalau dikritik jangan
balas dendam). SBY mengajarkan sesuatu yang mendalam: bahwa merupakan
konsekuensi logis seorang politikus dan pejabat publik untuk disorot dan
dicemooh publik. Sesuatu yang tidak pernah dipelajari dengan baik oleh
Misbakhun dalam kasusnya yang mempidanakan Benny Handoko.
SBY harus diakui adalah fondasi penting bangsa ini untuk memahami benar arti
demokrasi. Dan harus diakui juga, partai yang dipimpinnya memang sesuai
namanya: Demokrat.

Klaim politisi atas sukses Timnas U-19


MERDEKA.COM. Ya, inilah watak politisi kita: segera mengklaim
atas keberhasilan, segera ingkar atas kegagalan. Boro-boro
memberikan apresiasi kepada pelatih dan pemain yang merebut
Piala AFF U-19, Ketua DPR Marzuki Alie, malah mengklaim, bahwa
pihaknya punya andil besar dalam kemenangan ini. Juga Presiden
SBY. Kok bisa?

"Rata-rata mereka yang masuk dalam U-19 tahun pernah main


dalam LPI. LPI saya gagas tahun 2009 yang dibuka oleh SBY saat
Pilpres 2009," kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat
itu. LPI yang dimaksud Marzuki adalah Liga Pelajar Indonesia.
Inilah kompetisi sepak bola antarpelajar SMP, SMA dan
universitas, yang digelar sejak empat tahun lalu. "LPI ini
organisasi nonprofit," tegas Marzuki.
Sampai di sini, kita memberi acungan jempol buat Marzuki.
Gagasan nonprofitnya membuahkan hasil. Padahal, kalau mau
jujur, pertandingan antarpelajar sesungguhnya, bukan soal baru.

Sudah dipraktikkan bertahun-tahun. Tapi LPI memang


menawarkan kompetisi teratur sehingga prestasi bisa diukur.
Tetapi ketika Marzuki mengatakan, kompetisi antarpelajar itu
diselenggarakan atas kerja sama PSSI, Kemendiknas, dan
Kemenpora, kita mulai mengerti situasi dan latar belakanya. "LPI
satu-satunya lembaga pembibitan sepak bola yang diakui
pemerintah," tegasnya. Coba bayangkan, kalau SBY bukan
presiden, kalau Marzuki bukan ketua DPR, apa mungkin gagasan
itu bisa terwujud?
Karena itu, bisa dipahami kalau LPI jadi wadah tunggal yang
diakui pemerintah. Tentu saja ada implikasinya. "LPI hanya
mengkoordinasikan ke tiga lembaga tersebut. Sifatnya hanya
melaksanakan. Sedangkan biaya yang dikeluarkan dari APBN,
dikeluarkan langsung oleh masing-masing kementerian," tutur
Marzuki.

Pertanyaannya, sudah berapa banyak dana APBN yang


dikeluarkan untuk LPI selama empat tahun? Lalu siapa saja yang
terlibat dalam LPI? Mungkin benar LPI nonprofit, tetapi
percayakah Anda, ada orang (politisi, birokrat, atau orang bola)
yang tulus ikhlas begitu saja mau bercapek-capek mengurus
sepak bola pelajar?
Jika Timnas U-19 diklaim sebagai keberhasilan LPI, bagaimana
dengan Timnas U-16, yang gagal meraih sukses dalam AFF U-16,
beberapa waktu lalu? Mengapa Marzuki diam saja, seakan tak ada
hubungannya dengan dengan LPI?
Kita harus bangga dengan apa yang diraih oleh Timnas U-19.
Karena tim inilah yang mempersembahkan gelar setelah 22 tahun
bangsa besar ini kalah melulu di lapangan bola. Tapi kita juga
tidak bisa menutup mata, tim ini menang juga faktor kebetulan.
Vietnam tampil lebih baik; tak hanya tampak dalam permainan
malam itu, tetapi juga pertandingan sebelumnya, yang berhasil
menekuk timnas.
Tetapi di sini kita tidak sedang bicara soal permainan sepak bola,
tetapi permainan politik yang memanfaatkan sepakbola sebagai
olah raga paling populer di jagad Indonesia. Marzuki, bahkan SBY
sekalipun boleh saja mengklaim, bahwa keberhasilan Timnas U-19
adalah atas gagasan dan jasanya. Namun percayalah, klaim itu
tidak begitu saja mudah dipercaya banyak orang.

Bukti sederhananya adalah, berita tentang klaim Marzuki itu


justru diragukan orang di dunia maya. Semua orang berkomentar
negatif, bahkan cenderung melecehkan. Malah di antara mereka
justru melihat, gagasan LPI tidak lain adalah upaya untuk
memanfaatkan dana APBN untuk kepentingan lain.
Mungkin Marzuki tidak punya niat korupsi. Tetapi dana berlimpah
di Kemendiknas dan Kemenpora, adalah lahan besar bagi para
politisi untuk menangguk duit haram. Kasus Hambalang dan
tender soal UN adalah petunjuk nyata soal itu.
Lagi pula, waktu 20 tahun terakhir ini sudah menunjukkan: jika
sepak bola diurus oleh para politisi, hasilnya tidak akan pernah
baik. Bukan hanya soal sepak bola bukan bidangnya, tetapi
mengurus sepak bola perlu dedikasi, fokus. Jika diurus sambil
lalu, timnas hanya jadi bulan-bulanan tim negara lain, seperti
selama ini. Apalagi jika motifnya hanya mencari keuntungan:
pencitraan atau pendapatan.
Politisi memang pekerjaan yang menuntut banyak bicara, banyak
berdebat, dan banyak berdiskusi. Tetapi bicara asal-asalan, justru
bisa jadi sasaran. Banyak politisi yang tidak percaya dengan
kemampuan sosial media dalam merespons bicarannya. Mereka
percaya duit bisa membeli suara rakyat. Silakan saja, pemilu
nanti akan membuktikan.

Anda mungkin juga menyukai