Fadhil Hayat
FASE EKSPOSISI
Jika suatu objek biologis berkontak dengan sesuatu zat, maka kecuali zat radioaktif, hanya
dapat terjadi efek biologi atau toksik setelah absorpsi zat tersebut. Pada umumnya hanya bagian zat
yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi secara molekul, yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat
dalam hal ini sangat tergantung pada konsentrasi dan jangka waktu kontak antara zat yang terdapat
dalam bentuk yang dapat diabsorpsi dengan permukaan organisme yang berkemampuan untuk
mengabsorpsi zat. Pada obat disebut farmaseutik yaitu bagian dari dosis zat aktif yang tersedia untuk
diabsorpsi. Pada pencemaran lingkungan disebut dosis efektif, yaitu bagian dosis yang dapat
diabsorpsi yang akan menentukan derajat eksposisi yang efektif.
Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui reaksi kimia menjadi senyawa yang
lebih toksik atau lebih kurang toksik dari senyawa awal. Ketersediaan farmaseutik yaitu bagian dari
dosis aktif yang tersedia untuk absorpsi.
FASE TOKSOKINETIK
Hanya sebagian dari jumlah zat yang diabsorpsi mencapai tempat kerjanya yang sebenarnya,
yaitu jaringan yang sesuai dan reseptor, lokasi kerjanya ditingkat molekul. Fase toksokinetik, bersama
bagian prosesnya, yaitu invasi (absorpsi dan distribusi) dan evasi (biotransformasi dan ekskresi)
sangat turut menentukan daya kerja zat, karena konsentrasi zat dalam berbagai kompartemen
organisasi dan dalam jaringan sasaran tergantung pada parameter toksokinetik.
Ada dua jenis proses yang memainkan peranan penting pada fase toksokinetik:
1. Proses transpor, yang meliputi absorpsi, distribusi (termasuk transpor dan fiksasi pada
komponen jaringan dalam organ) dan ekskresi.
2. Perubahan metabolik –disebut juga biotransformasi- yang sering menyebabkan ketidakaktifan
zat yang diserap (bioaktivasi). Namun perubahan biokimia dalam organisme dapat
mengakibatkan juga pembentukan senyawa aktif dan mengakibatkan bioaktivasi.
Ketersediaan biologi adalah bagian dari jumlah zat yang masuk, yang terdapat dalam bentuk aktif di
dalam peredaran darah atau yang mencapai tempat kerjanya.
Ekotoksikologi 1
Kuliah III A.M.Fadhil Hayat
zat yang dimetabolisme atau dieliminasi dalam plasma per satuan waktu seimbang dan bagian zat
yang dieliminasi per satuan waktu tetap.
Jika farmakokinetik suatu zat berdasarkan atas sistem satu kompartemen dan invasi terjadi
sangat cepat seperti pada injeksi intravena atau inhalasi singkat, maka kurva konsentrasi plasma-
waktu (kurva kadar dalam darah) hanya tergantung pada kecepatan eliminasi.
Secara umum senyawa hidrofil atau metabolit yang cepat larut dalam air mempunyai waktu
paruh biologi yang singkat. Sebaliknya, senyawa lipofil yang lambat dibiotransformasi atau tidak
dimetabolisme mempunyai waktu paruh biologi yang panjang bahkan sangat panjang. Senyawa ini
ditimbun dalam jaringan lemak dan dari jaringan ini hanya dibebaskan dengan lambat. Maka senyawa
ini ditemukan elama waktu yang panjang dalam plasma.
Pada penggunaan zat secara kronik, adanya kumulasi suatu zat dalam organisme ditentukan
oleh dosis, interva dosis dan waktu paruh biologi. Jika waktu paruh biologi kurang dari interval dosis,
maka zat dalam interval tersebut praktis dieliminasi seluruhnya. Maka secara praktis konsentrasi
dalam plasma yang tercapai oleh dosis berikutnya sama dengan kosentrasi yang dicapai oleh dosis
sebelumnya. Bila waktu paruh biologi sama dengan interval dosis pemberian atau lebih tinggi, maka
pada akhir setiap interval dosis masioh tersedia suatu jumlah zat. Pemberian dosis selanjutnya
mengakibatkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada dosis sebelumnya. Pada dosis ulang
konsentrasi dalam plasma naik dan pada waktu yang bersamaan terjadi kenaikan jumlah zat yang
dieliminasi per satuan waktu sampai jumlah yang keluar sesuai dengan jumlah yang diperoleh dari
dosis sebelumnya selama interval dosis. Maka tercapai suatu kesetimbangan dalam plasma.
Kumulasi
Bila suatu zat yang mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada
organisme dalam jangka waktu yang lama, dengan sendirinya dapat terjadi kumulasi dalam organisme
pada konsentrasi zat yang rendah. Ini terjadi terutama untuk zat yang lipofil yang sulit
dibiotransformasi seperti DDT, Aldrin, Dieldrin atau turunan difenil terklorinasi (campuran cat kapal).
Bentuk kumulasi yang lain adalah zat lipofil tersebut di atas hanya dalam konsentrasi yang
sangat kecil larut dalam air, karena sifat lipofilnya yang kuat, maka mikroorganisme yang hidup dalam
air mengabsorbsi zat tersebut. Mikroorganisme ini akan dimakan kembali oleh plankton, yang
selanjutnya udang, kerang, dan beberapa jenis ikan kecil memakan plankton. Sehingga tercapai suatu
penimbunan baru zat pencemar dalam ikan kecil, kerang dan udang. Selanjutnya hewan ini
merupakan mangsa untuk ikan yang lebih besar, yang memerlukan 10 kali untuk pembentukan
jaringan, dan akhirnya zat tersebut akan tertimbun lagi pada berbagai jenis burung dan mamalia
pemakan ikan yang lebih besar.
Bahwa suatu kumulasi seperti itu terjadi sepanjang rantai makanan, yang berjalan dengan
suatu kenaikan konsentrasi yang demikian, dalam keadaan yang dapat mematikan untuk spesies yang
terletak pada akhir siklus. Dengan demikian konsentrasi zat pencemar yang relatif rendah yang dapat
masuk ke dalam lingkungan, mempunyai akibat yang membinasakan. Disamping pestisida, jenis
kumulasi ini untuk zat lain seperti senyawa organik timah putih dan merkuri. Kerja toksik pada jenis
burung adalah memungkinkan melalui pemasukan ke dalam stadium embrio. Kuning telur yang
diperlukan oleh embrio selama pengembangan, mengandung lipid dalam jumlah yang relatif besar
dan karena itu mengandung zat pencemar dalam konsentrasi yang besar.
FASE TOKSODINAMIK
Fase toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat racun dan tempat kerja spesifik yaitu
reseptor. Harus dibedakan antara proses untuk pelepasan suatu rangsang pada organ sasaran tempat
tokson menyerang dan proses pelepasan rangsang sampai terjadinya suatu efek di tempat kerja,
tempat efek terjadi atau diamati. Efek tersebut adalah hasil sederetan proses yaitu proses kimia biasa
yang tercapai melalui rangsang dan tidak lagi tergantung pada sifat khas rangsang yang diimbas obat.
Jadi pada kondisi tetap, stimulus yang sama, tidak tergantung pada senyawa mana penyebab
stimulus, akan menyebabkan efek yang tetap. Organ sasaran dan tempat kerja tidak perlu sama.
Konsentrasi zat aktif pada tempat sasaran menentukan kekuatan efek biologi yang dihasilkan.
Jika konsentrasi zat aktif pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti dengan sendirinya berlaku
sebagai tempat sasaran yang sebenarnya, tempat zat bekerja. Pada umumnya ditemukan konsentrasi
zat aktif yang tinggi dalam hati dan ginjal, karena di sini zat itu dimetabolisme dan diekskresi.
Inhibisi enzim tak bolak balik, contohnya inhibisi (hambatan) asetilkolinesterase oleh
organofosfat
Inhibisi enzim bolak balik, contohnya senyawa antimetabolit yang secara mirip dengan
substrat normal untuk enzim, sehingga dapat berikatan dengan enzim meskipun nukan
tempat yang sebenarnya
Pemutusan reaksi biokimia, contohnya ATP yang pada proses biokimia, energi yang
dibebaskan pada umumnya disimpan dalam bentuk fosfat berenergi tinggi, selanjutnya dapat
digunakan untuk semua proses biokimia yang memerlukan energi.
Inhibisi fotosintensis pada tanaman, contohnya herbisida yang menghambat fotosintesis
Sintesis zat mematikan, suatu proses dimana zat toksik, mirip dengan substrat yang penting
untuk reaksi metabolisme tertentu.
Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja enzim, contohnya ditiokarbamat yang
digunakan pada vulkanisasi ban dan antioksidan pada industri karet, apabila pekerja yang
kontak dengan zat ini meminum alkohol, walaupun dalam jumlah kecil, akan terjadi
intoksikasi.
Inhibisi penghantaran elektron dalam rantai pernapasan, contohnya keracunan HCN yang
menghambat pernapasan aerob, karena terjadi asfiksia secara biokimia.
Inhibisi pada transpor oksigen karena gangguan pada hemoglobin, contohnya keracunan CO,
pembentukan methemoglobin dan sulfhemoglobin, serta proses hemolitik
Ekotoksikologi 3
Kuliah III A.M.Fadhil Hayat
REFERENSI
Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia
E.J. Ariens, E. Mutschler & A.M. Simonis. 1987. Toksikologi Umum, Pengantar. Terjemahan
oleh Yoke R.Wattimena dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
H.J. Mukono. 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
J. H. Koeman. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H. Yudono
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ekotoksikologi 4