Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pekerjaan kadang-kadang diperlukan suatu larutan dengan pH
tertentu yang dapat disimpan tanpa mengalami perubahan pH. Dalam
penyimpanan zat dapat mengalami perubahan pH karena berbagai hal. Larutan
dapat menyerap CO2 dari udara sehingga pH larutan akan turun.
Buffer merupakan larutan yang terdiri dari asam lemah dan garam yang
dapat mempertahankan dan menjaga pH. Salah satu sifat yang khas dari larutan
penyangga ini adalah pH-nya. pH larutan ini akan hanya berubah sedikit
dengan memberikan sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan penyangga
tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah
dengan asam konjugatnya. Larutan buffer terdiri dari campuran asam/basa
lemah dan basa/asam konjugasinya yang dapat mempertahankan pH di sekitar
daerah kapasitas buffer. Larutan buffer dibuat dari senyawa sitrat dan fosfat.
Larutan buffer ini tentu tentu saja bukan hanya sekedar suatu pencampuran
larutan akan tetapi mempunyai fungsi tersendiri yang mungkin saja dapat
bermanfaat.
Contohnya saja pada bidang-bidang medis banyak menggunakan larutan
penyangga ini akan tetapi dikombinasikan dalam bentuk obat-obatan atau
sejenisnya, akan tetapi bagaimana proses kerja larutan penyangga dalam
bidang medis ataupun dalam tubuh belum dapat dipahami sepenuhnya sebelum
melakukan percobaan. Konsentrasi yang cocok untuk pembuatan larutan
penyangga harus sesuai dengan ketentuan dalam prinsip pembuatan larutan
buffer. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini agar kita mengetahui

pembuatan buffer dan penetapan pH larutan, serta penentuan kapasitasnya,


sehingga kita mampu mengaplikasikannya kembali.
B. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperkenalkan cara pembuatan
buffer dan penetapan pH larutan, serta penentuan kapasitas buffer.
C. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat mengetahui cara
pembuatan buffer dan penetapan pH larutan, serta penentuan kapasitas buffer.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
Analisis yang digunakan dalam menganalisa kelarutan yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berhubungan dengan
identifikasi zat zat yang ada dalam suatu sampel sehingga kandungannya
akan mudah untuk dikenali. Analisis kuantitatif berkaitan dengan
penetapan berapa banyak suatu zat terkandung di dalam suatu sampel.
Beberapa teknik analisis kuantitatif yang umum digunakan di dalam
laboratorium antara lain : analisis gravimetri, titrasi, dan kolorimetri
(Rusmawan, dkk., 2011).
Derajat keasaman (pH) menunjukan sifat asam atau basa dan
merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen (H +) yang
dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion hidrogen : pH = log (H+). Alkalinitas sebagai besaran kemampuan kapasitas buffer
merupakan suatu konsentrasi basa atau komponen yang mampu
menetralisisasi keasaman dalam air. Pada reaktor yang bekerja secara
optimal kesetimbangan antara pembentukan asam, penetralan larutan
penyangga dan pembentukan kembali larutan penyangga akan selalu
terjaga.

Reaksi antara penyangga dengan asam adalah reaksi

kesetimbangan sehingga ketika terjadi kelebihan asam akan langsung


dinetralkan oleh penyangga (Padmono, 2007).
Kapasitas penyangga yang efektif dalam mengontrol sifat keasaman
maka pH-nya tidak akan terpengaruh oleh penambahan sedikit asam kuat
atau

basa

kuat.

Kapasitas

penyangga

yang

tinggi

berpotensi

untukmengontrol reaksi asam basa, walaupun terjadi perubahan pH maka


perubahannya sedikit sekali (Iswanto, 2011).
Asam asetat dengan konsentrasi yang relatif tinggi memiliki kapasitas
buffer yang lebih besar, yang artinya bahwa dengan semakin banyak
tersedianya ion asetat, akan mendorong ion H + untuk berikatan dengan ion
asetat sehingga penurunan pH akibat ion H+ tidak terjadi (Santoso, 2011).
Derajat keasaman (pH) merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
proses adsorpsi ion logam dalam larutan, karena keberadaan ion H+ dalam
larutan akan berkompetisi dengan kation untuk berikatan dengan situs
aktif. Selain itu pH juga akan mempengaruhi spesies ion yang ada dalam
larutan sehingga akan mempengaruhi terjadinya interaksi ion dengan situs
aktif adsorben (Pratiwi, 2009).
Buffer atau penyangga terdiri dua macam yaitu time buffer dan stock
buffer. Time buffer yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan
untuk melindungi laju produksi (troughput) system dari gangguan yang
selalu terjadi dalam system produksi. Sedangkan stock buffer yaitu produk
akhir maupun produk antara yang dijadikan penyangga dengan tujuan
untuk memperbaiki kemampuan untuk menanggapi system produksi
terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk menyelesaikan
produk dibawah waktu penyelesaian normalnya (Suci, dkk., 2010).
Berdasarkan suatu penelitian, pengaruh jenis buffer dipelajari untuk
mengetahui buffer yang bisa menghasilkan respon asam amino yang
paling baik. Jenis buffer yang digunakan untuk melakukan optimasi adalah
buffer asetat, buffer fosfat dan buffer tris-HCl. Ketiga jenis buffer
memberikan respon terhadap pengukuran ketiga asam amino, namun

respon terbaik untuk ketiga jenis asam amino didapatkan pada bufer fosfat.
Pemilihan bufer fosfat sebagai buffer optimum pada pengukuran asam
amino selain didasarkan pada nilai respon yang paling tinggi, juga
didasarkan pada tidak adanya perbedaan yang signifikan untuk ketiga
pengulangan pada pengukuran (Muflihah, dkk., 2014).

B. Uraian Bahan
1. Akuades ( Dirjen Pom Edisi III, 1979 : 96)
Nama resmi

: Aqua Destilatta

Nama lain

: Air suling / aquadest

RM/BM

: H2O/18,02 gr/mol

Pemerian

: Carian jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak


mempunyai rasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan

: Sebagai pelarut.

Kegunaan

: Sebagai antipiretik

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di


tempat sejuk, jauh dari nyala api.

2. Natrium Hidroksida (Ditjen POM edisi III 1979)


Nama Resmi
Nama Lain
RM/BM
Pemerian

: Natrii Hydroxydum
: Natrium Hidroksida
: NaOH / 40,00 gr/mol
: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering,
keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah
meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
: Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) P.
: Dalam wadah tertutup baik

Kelarutan
Penyimpanan

3. Indikator PP (Ditjen POM edisi III 1979)


Nama Resmi : Fenolftalein
Nama Lain
: Fenolftalein, Indikator PP
RM / BM
: C20H14O4/318,33 gr/mol
Pemerian
: Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah, tidak
berbau, stabil di udara.
Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol

Penyimpana

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Zat tambahan,indikator

4. Natrium salisilat (Dirjen POM Edisi III, 1979 : 424 )


Nama resmi
Nama lain
RM/BM

: Natrii Salicylas
: natrium salisilat
: C7 H 5 NaO 3 / 160,1 gr/mol.

Pemerian

: Hablur kecil atau bentuk sisik tidak berwarna atau


serbuk putih; tidak berbau atau berbau khas lemah; rasa

Kelarutan

manis, asin, tidak enak.


: Larut dalam 1 bagian airdan larut dalam 11 bagian

Penyimpanan

etanol (95 %) p.
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Kegunaan

: Antipiretikum, analgetikum.

5. Acidum salycilicum (Ditjen POM edisi III, 1979)


Nama Resmi

: Asam 2 hidroksi benzoat

Nama Lain

: Asam salisilat / asetosal

RM/BM

: C7H6O3 / 138,12 gr/mol

Unsur penyusun

:Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

101,0 %

C7H6O3 dihitung terdiri zat yang telah dikeringkan


Kelarutan

: Sukar larut dalam air dan benzen mudah larut dalam air

Penyimpanan

mendidih,agak sukar larut dalam kloroform


: Dalam wadah tertutup rapat

6. Alkohol (Ditjen POM, 1979 : Halaman 65)


Nama resmi

: Aethanolum

Nama lain

: Etanol, alkohol

RM/BM

: C2H6O / 46,07

Pemerian

: Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut, menghasilkan


bau yang khas dan rasa terbakar pada lidah.

Kelarutan
Penyimpanan

: Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom p dan dalam


eter p.
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk jauh dari nyala api.

Kegunaan

: Sebagai zat tambahan.

BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, buret,
filler, gelas kimia, kleim dan statip, labu takar, pipet tetes, pipet ukur, dan
timbangan analitik.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades (H2O), alkohol
(C2H5OH), asam salisilat (C7H6O2), fenolftalein (C20H14O4), larutan natrium
hidroksida (NaOH), natrium salisilat (C7H5NaO3).
B. Prosedur Kerja
1. Pengenceran Bahan

Asam salisilat
-

Ditimbang 1,38 gram


Diencerkan dengan alkohol hingga 100

mL kedalam labu takar


Dikocok hingga homogen

Larutan asam salisilat 0,1 M

Natrium salisilat
-

Ditimbang 1,6 gram


Diencerkan dengan akuades hingga 100

mL kedalam labu takar


Dikocok hingga homogen

Larutan natrium salisilat 0,1 M


Fenolftalein
-

Ditimbang 0,5 gram


Diencerkan dengan alkohol hingga 50

mL kedalam labu takar


Dikocok hingga homogen

Fenolftalein 1 %
2. Penentuan Larutan Buffer
Larutan buffer pH 3
-

Dimasukkan natrium salisilat 25 mL

kedalam erlenmeyer
Ditambahkan 25 mL asam salisilat
Ditambahkan
5
tetes
indicator

fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M

Hasil Pengamatan

Larutan buffer pH 4
-

Dimasukkan 25 mL natrium salisilat

kedalam erlenmeyer
Ditambahkan 2,5 mL asam salisilat

Ditambahkan

tetes

fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M

indicator

Hasil pengamatan

Larutan buffer pH 5
-

Dimasukkan 25 mL natrium salisilat

kedalam erlenmeyer
Ditambahkan 0,25 mL asam salisilat
Ditambahkan
5
tetes
indikator

fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M

Hasil pengamatan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel gambar
No

pH

Hasil Titrasi
Sebelum

Larutan

Sesudah

pH 3

pH 4

pH 5

2. Tabel Hasil Pengamatan


NO
.
1.
2.
3.

pH larutan
pH 3
pH 4
pH 5

Volume (ml)
Asam salisilat

Volume (ml) Natrium


Hidroksida
8,3 ml
1,5 ml
1 ml

3. Perhitungan Kapasitas buffer


a. Buffer pH 3
volume total
=
pH akhir pH awal
=

8,3
103

=1,18
b. Buffer pH 4
=

volume total
pH akhir pH awal

1,5
104

=0,25

c. Buffer pH 5
=

volume total
pH akhir pH awal
=

1
105

=0,2

B. Pembahasan
Larutan buffer atau juga disebut sebagai larutan penyangga/dapar/penahan
adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadikan
perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan pH
tersebut dikenal sebagai aksi dapar. Bila ke dalam air atau larutan Natrium
Klorida ditambahkan sedikit asam atau basa kuat, Ph larutan akan berubah.
Sistem semacam ini dikatakan tidak bereaksi dapar. Kombinasi asam lemah
dengan basa konjugasinya yaitu garamnya, atau basa lemah dengan asam
konjugasinya bertindak sebagai dapar
Larutan penyangga yang bersifat asam mempertahankan pH pada daerah
asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah
dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara
lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana

asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan


menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang
bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium,
kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
Larutan penyangga yang bersifat basa mempertahankan pH pada daerah
basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan
garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu
dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa
lemahnya dicampurkan berlebih.
Percobaan yang telah dilakukan yaitu dengan membuat larutan buffer
dengan mencampuran natium salisilat, asam salisilat, dan fenolftalein sebagai
indikator. Setelah itu, larutan dititrasikan dengan NaOH. Berdasarkan hasil
penngamatan setelah penitrasian larutan berubah warna menjadi merah muda
yang menandakan bahwa larutan telah mencapai titik akhir.
C7H6O3 + NaOH
C7H5NaO3 + H2O
Indikator titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai
penanda terjadinya titik titrasi pada analisis volumetri khususnya metode titrasi
asam basa. Suatu zat dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa jika
dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan terjadinya perubahan
konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH. Biasanya indikator titrasi asam
basa merupakan suatu senyawa organik yang bersifat sebagai asam lemah dan
dapat mendonorkan ion hidrogen untuk molekul air membentuk basa konjugat.
Kondisi inilah yang dapat memberikan warna karakteristik

pada setiap

penggunaan indikator titrasi asam basa. Pada percobaan yang telah dilakukan
fenolftalein digunakan sebagai indikator untuk memberikan perubahan warna

setelah penitrasian selain itu juga berfungsi sebagai alat untuk membedakan
suatu larutan bersifat asam atau basa.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan asam salisilat
merupakan larutan polar karena dapat larut dengan pelarut polar yaitu alkohol
dan jika kandungan alkohol pada pelarut campur lebih banyak maka asam
salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin kuat,
sehingga pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan
sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih banyak. Hasil kapasitas buffer
yang didapatkan setelah penitrasian larutan buffer yaitu pada larutan buffer pH
3 adalah 41,67 g.Eq/L, pada larutan buffer pH 4 adalah 5,4 g.Eq/L, dan pada
larutan buffer pH 5 adalah 1,75 g.Eq/L.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan yaitu penambahan garamgaram netral ke dalam larutan dapat mengubah pH larutan dengan berubahnya
kekuatan ion. Perubahan kekuatan ion dan pH dapat pula disebabkan oleh
pengenceran. Penambahan air dalam jumlah cukup, jika tidak mengubah pH
dapat mengakibatkan penyimpangan positif atau negative sekalipun kecil
sekali, karena air selain dapat mengubah nilai koefisien kereaktifan ia juga
dapat bertindak sebagai asam lemah atau basa lemah.
Manfaat percobaan buffer dan kapasitas buffer bagi farmasis yaitu pada
pembuatan obat-obatan. Dimana, sistem penyangga (buffer) sangat penting
untuk obat-obatan khususnya dalam bentuk larutan untuk mempertahankan
kadar larutannya agar tetap berada pada trayek pH tertentu karena perubahan
pH pada larutan obat dapat merusak komposisi, fungsi dan efektivitas obat
tersebut.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan buffer dan kapasitas buffer dapat disimpulkan
bahwa pembuatan larutan buffer dilakukan dengan mencampurkan sejumlah
larutan basa lemah dengan larutan asam konjugasinya dan mencampurkan
sejumlah larutan asam lemah dengan basa konjugasinya. Perubahan pH pada
larutan penyangga terjadi dengan perubahan kecil yang signifikan karena
sifatnya yang mempertahankan nilai pH saat ditambahkan sedikit asam atau
basa. Pada larutan buffer pH 3 diperoleh kapasitas buffer 41,67 g.Eq/L, pada
larutan buffer pH 4 diperoleh kapasitas buffer 5,4 g.Eq/L, dan pada larutan
buffer pH 5 diperoleh kapasitas buffer 1,75 g.Eq/L.
B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu dalam melakukan praktikum
diharapkan kepada praktikan agar lebih memahami prinsip percobaan dan
prosedur kerja pada percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Iswanto, et al., 2011, Keasaman dan Kapasitas Penyangga beberapa Jenis Kayu
Tropis, Jurnal lmu Teknologi Hasil Hutan , Vol, 4 No 1.
Muflihah, Y. M., Heny M., dan Zulfikar. 2014. Batch Injection Potentiometry
Asam Aspartat, Asam Glutamat Dan Arginin Menggunakan Elektroda
Tungsten Oksida. Alchemy jurnal penelitian kimia. Vol. 1 (1).
Padmono, D. 2007. Kemampuan Alkalinitas Kapasitas Penyanggan (Buffer
Capacity) Dalam Sistem Anaerobik Fixed Bed. Kemampuan Alkalinitas.
Vol. 8 (2).
Pratiwi, N., Megayulia, N., Arini, P., dan Noer, K., 2009, Kajian Biosorpsi Al
(III) Dalam Larutan Oleh Biomassa Batang Pisang (Musa Paradisiaca)
Yang Terimmobilkan Pada Abu Layang Batubara, Sains dan Terapan Kimia,
Volume 2 Nomor 1, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Rusmawan, C. A., Djulia O., dan Irma M. 2011. Analisis Kolometri Kadar Besi
(III) dalam Sampel Air Sumur dengan Metoda Pencitraan Digital. Prosiding
Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains.
Santoso, R, W., dan Budi A, K., 2011, Pengaruh Konsentrasi CH3COOH
Terhadap Karakterisasi Korosi Baja BS 970 Di Lingkungan CO 2, Jurnal
Teknik Material dan Metalurgi, Volume 1 Nomor 1, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Surabaya.
Suci, S. N. I., Nora A., dan Sumiharni B. 2010. Peningkatan Kapasitas Produksi
Melalui Penerapan Theory Of Constraint, Penjadwalan Mesin Paralel Dan
Bottleneck Scheduling Pada Perusahaan Sheet Metal Work. Jurnal Teknik
Industri.

Anda mungkin juga menyukai