Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KEPANITERAAN BAGIAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN LENGKAP

Disusun oleh :
DHININTYA HYTA NARISSI

10/298372KG/8650

Dosen Pembimbing :
drg. Heriyanti Amalia K, S.U., Sp. Pros(K).

BAGIAN ILMU PROSTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2016

I. PENDAHULUAN
Kehilangan gigi tidak hanya mempengaruhi estetika, tetapi juga membuat fungsi
pengunyahan menurun dan akhirnya akan mempengaruhi kondisi kesehatan umum dan
kualitas hidup seseorang. Walaupun disepakati bahwa geligi bukanlah bagian tubuh
terpenting untuk mempertahankan hidup, hilangnya gigi dapat menyebabkan banyak masalah
mulai dari resorbsi struktur tulang, hilangnya dukungan tulang wajah, menimbulkan keriput
pada wajah sehingga penampilan menjadi lebih tua, dan kerusakan geligi yang tersisa yang
masih harus menahan tekanan pengunyahan. Selanjutnya, bila seseorang telah menderita
kesukaran atau gangguan pencernaan, efisiensi mastikasi menjadi sangat penting dan
perbaikan atas kelainan ini menjadi sangat vital (Gunadi dan Setiabudi, 1995).
Prostodonsia secara garis besar dibagi dalam tiga cabang ilmu, yaitu Prostodonsia
Lepasan (Removable Prosthodontics), Prostodonsia Cekat (Fixed Prosthodontics), dan
Prostetik Maksilo Fasial (Maxillo Facial Prosthetics). Prostodonsia Lepasan atau Ilmu Geligi
Tiruan Lepasan dibagi lagi menjadi Prostodonsia Lepasan Lengkap (Ilmu Geligi Tiruan
Lengkap) dan Prostodonsia Lepasan Sebagian (Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan). Dalam
Ilmu Geligi Tiruan Lengkap, yang disebut Full Denture Prosthetics atau Complete Denture
Prosthetics, dibuat suatu restorasi bila satu atau kedua lengkung rahang sudah tak ada giginya
lagi (Gunadi dan Setiabudi., 1995).
Prosesus alveolaris pada seseorang yang telah kehilangan gigi-geliginya akan
mengalami penyusutan (residual ridge). Bentuk dan kompresibilitas ridge dan jaringan di
bawahnya bervariasi. Penyusutan alveolaris biasanya berjalan 2-3 minggu, tetapi ada yang
sampai berbulan-bulan. Pembuatan GTL akan mencegah pengerutan/ atropi prosesus
alveolaris (residual ridge), berkurangnya vertikal dimensi yang disebabkan turunnya otot-otot
pipi karena tidak ada penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik. Selama berfungsi rahang
bawah (RB) berusaha berkontak dengan rahang atas (RA) sehingga dengan tidak adanya gigigigi RA dan RB akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi
protusi dan hal ini menyebabkan malposisi temporo-mandibula joint.
Pembuatan gigi tiruan lengkap diharapkan dapat menggantikan fungsi dari gigi asli
yang telah hilang dan jaringan gigi. Keberhasilan pembuatan GTL tergantung dari retensi dan
dukungan dari jaringan sekitarnya sehingga dapat dipertahankan keadaan jaringan yang
normal. Hal ini mencakup:
1. Kondisi mulut edentulous berupa: prosesus alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak
dan tidak bergerak, kompresibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot
muka, serta bentuk dan gerakan lidah.
2

2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gingiva yang cocok


3. Penetapan/ pengaturan gigi yang benar, meliputi: posisi dan bentuk lengkung deretan
gigi, posisi individual gigi, dan relasi gigi yang terjadi dalam satu lengkung dan antara
gigi-gigi RA dan RB
4. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut.
Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi gigi tiruan
lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak disebut mucobuccal fold
atau fornik. Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk mengetahui batas yang tepat dari
gigi tiruan lengkap yang akan dibuat. Perawatan pada pengguna GTL dapat dikatakan
berhasil apabila GTL tersebut nyaman dalam pemakaian, dapat mengembalikan fungsi bicara
dan pengunyahan, tampak cukup estetis, dapat memelihara keadaan jaringan mulut , dan
cukup kuat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Gigi tiruan lengkap adalah gigi tiruan lepasan yang menggantikan semua gigi asli dan
struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang atas dan rahang bawah. Gigi tiruan ini
disebut juga gigi tiruan lengkap lepasan (The Academy of Prosthodontics, 2005).
Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam keberhasilan gigi
tiruan lengkap. Retensi dapat didefinisikan sebagai kekuatan menahan dari suatu gigi tiruan
terhadap daya lepas pada saat gigi tiruan tersebut dalam keadaan diam. Pemeriksaan retensi
dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-kuat dalam mulut dan mencoba
melepaskannya dengan gaya tegak lurus terhadap bidang oklusal. Bila gigi tiruan dapat
bertahan terhadap gaya-gaya tersebut, berarti gigi tiruan mempunyai retensi yang cukup
(Boucher, 1982).
Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah:
1. Individu yang seluruh gigi-giginya telah tanggal atau dicabut.
2. Individu yang masih mempunyai beberapa gigi tetapi harus dicabut karena:
a. Kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
b. Bila dibuatkan gigi tiruan sebagian, gigi yang masih ada akan mengganggu
keberhasilannya.
3. Kondisi umum dan kondisi mulut sehat.
4. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya, prognosa yang akan diperoleh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL, khususnya untuk GTL rahang atas,
yaitu:
1. Faktor fisis :
a. Peripherial seal (sepanjang tepi GTL).
Efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi efek retensi dari tekanan
atmosfer. Posisi terbaik peripherial seal adalah di sekeliling tepi gigi tiruan
yaitu pada permukaan bukal gigi tiruan atas, pada permukaan bukal gigi tiruan
bawah.
Peripherial seal bersambung dengan postdam pada rahang atas menjadi
sirkular seal. Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara dari luar
tidak dapat masuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting surface) dan mukosa
sehingga tekanan atmosfer di dalamnya tetap terjaga. Apabila pada sirkular
seal terdapat kebocoran (seal tidak utuh/ terputus) maka protesa akan mudah
terlepas. Hal inilah yang harus dihindari dan menjadi penyebab utama terjadi
kegagalan dalam pembuatan protesa gigi tiruan lengkap.

b. Postdam area atau posterior palatal seal, diletakkan tepat di sebelah anterior
garis getar dari palatum molle dekat fovea palatine. Postdam berbentuk bead
dengan kedalaman 11,5 mm dan lebar 2 mm.
2. Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut. Ketepatan kontak antara
basis gigi tiruan dengan mukosa mulut tergantung dari efektifitas gaya-gaya fisik dari
adhesi dan kohesi, yang bersama-sama dikenal sebagai adhesi selektif.
3. Luasnya permukaan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting surface).
Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi oleh basis
gigi tiruan.
4. Residual ridge oleh karena tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai pegangan
terutama pada rahang atas.
5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk menghindari rasa
sakit dan terlepasnya gigi tiruan pada saat berfungsi.
Menurut Soelarko dan Wahchijati (1980), gaya-gaya fisik yang berhubungan dengan
retensi GTL adalah :
1. Tekanan permukaan yaitu meliputi adhesi antara saliva dengan gigi tiruan serta saliva
dengan mukosa.
2. Gaya-gaya dalam cairan, seperti tegangan permukaan saliva, gaya-gaya kohesi dalam
cairan saliva (viskositas saliva) semua mempengaruhi retensi gigi tiruan dan
berhubungan erat dengan ketepatan kontak basis terhadap jaringan.
3. Tekanan atmosfer, hal ini dapat menahan gaya-gaya yang akan melepaskan gigi tiruan
apabila terdapat peripheral seal yang utuh.
Stabilisasi adalah kemampuan gigi tiruan untuk bertahan pada tempatnya sewaktu
GTL mendapat tekanan. Faktor stabilisasi GTL didapat dari pemasangan gigi-gigi pada
processus alveolaris, tekanan yang merata, balanced occlution, relief area, sliding, over jet
dan over bite (Soelarko dan Herman, 1980).
Tahap awal dari perawatan adalah anamnese dan indikasi, kemudian baru dilakukan
pencetakan. Pencetakan dilakukan untuk mendapatkan bentuk negatif dari jaringan mulut
yang nantinya akan digunakan sebagai basal seal gigi tiruan. Setelah hasil pencetakan diisi
dengan stone gips, maka akan didapatkan replikasi positif yang sama dengan bentuk jaringan
mulut (Swenson, 1964).
Cetakan jaringan mulut diperoleh dengan melakukan 2 macam cetakan, yaitu :
1. Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi)
Pencetakan tidak menghiraukan tertekan atau tidaknya mukosa mulut. Cetakan
dilakukan dengan sendok cetak biasa (stock tray), bahan yang digunakan adalah

compound, alginate (Soelarko dan Wachiyati,1980). Tujuan dari teknik pencetakan ini
adalah untuk mendapatkan cetakan jaringan mulut pada saat istirahat (resting state)
(Delvin, 2002).
2. Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi)
Pencetakan ini memperhatikan jaringan bergerak dan tidak bergerak, juga
memperhatikan tertekannya mukosa. Digunakan sendok cetak individual yang dibuat
dari shellac atau self curing acrylic resin. Bahan cetak yang digunakan adalah plaster
(xanthano), Zn-Oxyd pasta atau rubber base impression paste (Soelarko dan
Wachiyati, 1980). Jarak pinggir sendok cetak dengan fornik dibuat 1-2 mm, supaya
tepi cetakan nanti tidak meruncing tetapi membulat Pada teknik ini, mukosa mulut
tertekan pada saat pencetakan dan selanjutnya mengalami tekanan pada saat
pemakaian gigi tiruan. Apabila diproses, gigi tiruan tersebut akan mempunyai retensi
yang maksimal pada saat fungsi di mana fittng surface berkontak secara maksimal
dengan jaringan rongga mulut Hasil cetakannya digunakan sebagai work model.
(Delvin, 2002).
Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil cetakan seakurat
mungkin, dikenal sebagai double impression.
Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan dan
digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record, menempatkan gigi-gigi dan untuk
insersi ke dalam mulut, sedangkan bite rim yang disebut juga tanggul gigitan dibuat diatas
base plate yang telah dihaluskan dengan menggunakan modelling wax (Swenson, 1964). Bite
rim digunakan untuk meletakkan gigi sebelum diganti dengan acrylic dan mencatat maxillomandibular relation pada pasien. Bite rim atas harus sejajar dengan garis pupil dan bite rim
harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis bibir atas dan lehernya harus mengikuti
general out line processus alveolaris (Soelarko dan Wachijati, 1980).
Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, dapat dicari dengan pengukuran jarak
pupil dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung dengan dagu (PM=HD) dalam keadaan
oklusi sentrik (Soelarko dan Wachijati, 1980). Oklusi sentrik adalah hubungan kontak
maksimal dari gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah, terjadi ketika RA dan RB dalam relasi
sentrik, yaitu keadaan di mana maksila dan mandibula pada suatu relasi vertikal dan
processus condiloideus berada pada posisi paling belakang dari fossa glenoidea (Swenson,
1964).
Articulator mounting artinya memasang bite rim atas dan bawah dari mulut pasien ke
artikulator bersama modelnya setelah ditentukan vertikal dimensi maupun sentrik oklusinya

(Soelarko dan Wachiyati, 1980).


Pemasangan gigi geligi yang penting terutama untuk gigi anterior. Hal ini
berhubungan dengan estetis (ukuran, bentuk, warna), walaupun demikian tidak kalah
pentingnya pemasangan gigi posterior. Gigi posterior tidak harus sama ukurannya dengan
gigi asli, tetapi lebih kecil, tujuannya untuk mengurangi permukaan pengunyahan agar
tekanan saat pengunyahan tidak memberatkan jaringan pendukung Untuk pemasangan gigi
yang harus diperhatikan adalah personality expression, umur, jenis kelamin yang mana
nantinya akan berpengaruh dalam pemilihan ukuran, warna dan kontur gigi. Disamping itu
juga perlu diperhatikan keberadaan over bite, over jet, curve von spee, curve manson, agar
diperoleh suatu keadaan yang diharapkan pada pembuatan gigi tiruan lengkap.
Keluhan pemakaian gigi tiruan lengkap dapat diklasifikasi berikut: 1) Dukungan yang
kurang, 2) Retensi yang kurang, 3) Otot tidak seimbang, 4) Oklusi tidak seimbang, 5)
Keluhan mengenai penampilan, 6) Berbagai keluhan lain dan masalah psikologis. Empat
kelompok pertama merupakan yang paling penting karena menyangkut fungsi gigi tiruan
lengkap dan karena itu merupakan keluhan-keluhan umum yang paling banyak dijumpai.
Meskipun kelompok keluhan lain-lain mungkin terlihat agak besar, sebagian besar keluhan
ditemukan dalam kelompok lain. Pada banyak kasus terdapat tumpang tindih antara
kelompok yang satu dengan yang lain sehingga suatu keluhan mempunyai penyebab pokok
yang termasuk dalam lebih dari satu kelompok. Pada kasus-kasus seperti ini cara
mendiagnosis sangat penting karena akan membantu menganalisis keluhan-keluhan pasien
selangkah demi selangkah. Cara bertahap tersebut adalah: 1) Menanyakan riwayat secara
lengkap, 2) Memperhatikan gejala-gejala yang ada pada pasien, 3) Mencari tanda-tanda pada
saat

memeriksa

pasien,

4)

Mencari

kesalahan-kesalahan

pada

gigi

tiruan,

5)

Mengklasifikasikan keluhan-keluhan. Bila hal ini telah dilakukan, perawatan perbaikan yang
tepat menjadi lebih jelas (Watt dan MacGregor, 1992).

III. LAPORAN KASUS


III.1. Identifikasi Pasien
Nama pasien

: Kasirah

Umur

: 55 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Jalan Delima No. 60 Leles Condong Catur

No. Kartu

: 149164

Tgl pemeriksaan : 12 Februari 2016

III.2. Pemeriksaan Subyektif


Motivasi : Pasien datang atas kemauan sendiri untuk dibuatkan gigi tiruan rahang atas
dan rahang bawah.
CC

: Pasien datang ingin dibuatkan gigi palsu karena seluruh giginya telah copot,
sehingga sulit untuk makan dan mangganggu penampilan

PI

: Saat ini tidak merasakan adanya keluhan sakit

PDH

a. Giginya tanggal sendiri-sendiri sampai tersisa tinggal 5 gigi


b. Pernah mencabutkan sisa akar gigi atas dan bawah 1 tahun yang lalu di RSGM
Prof Soedomo
c. Pernah mencabutkan sisa akar gigi atas dan bawah 1 bulan yang lalu di RSGM
Prof Soedomo
PMH

a. Tidak dicurigai menderita penyakit sistemik


b. Belum pernah rawat inap di rumah sakit
c. Tidak dicurigai menderita alergi terhadap obat, makanan, maupun cuaca

d. Tidak sedang dalam pengobatan jangka panjang maupun perawatan dokter


FH

: Ayah : Sudah meninggal, tidak dicurigai mempunyai riwayat penyakit


sistemik
Ibu

: Sudah meninggal, tidak dicurigai mempunyai riwayat penyakit


sistemik

III.3. Pemeriksaan Objektif


a. Umum :
Jasmani : Sehat, tak ada kelainan
Rohani

: Baik, komunikatif dan kooperatif

a. Lokal :
Ekstra oral :
Wajah

: Lonjong, simetris, tak ada kelainan

Profil

: Cekung

Pipi

: Simetris

Bibir

: Sedang, tak ada kelainan

Limfonodi : Tak ada kelainan


Intra oral

: Mukosa

: Normal, tak ada kelainan

Palatum

: Normal, tak ada kelainan

Rugae palatina : Normal, tak ada kelainan


Lidah

: Normal, tak ada kelainan

Gingiva

: Normal, tak ada kelainan

Keadaan gigi geligi : full edentulous

Pemeriksaan Processus Alveolaris:


a. Rahang Atas

: Posterior kiri
Anterior

: Sedang
: Sedang

Posterior kanan : Sedang


b. Rahang Bawah

: Posterior kiri
Anterior

: Sedang
: Sedang

Posterior kanan : Sedang

Bentuk Lengkung
a. Maksila

: lonjong / ovoid

b. Mandibula : parabola

10

Gambar Batas-batas Anatomis


Rahang Atas
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Vibrating line
4. Hamular notch
5. Fornix
6. Sulkus bukal
7. Torus palatinus
8. Fovea palatina
9. Rugae palatina
10. Tuberositas maksilari

Rahang Bawah
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Frenulum lingualis
4. Retromolar pad
5. Fornix
6. Sulkus lingual
7. Sulkus bukal

11

IV. RENCANA PERAWATAN


1. KUNJUNGAN I
Tahap Klinis
a)

Membuat cetakan studi model


Sendok cetak

RA : edentulous stock tray no.3


RB : edentulous stock tray no.3

Bahan cetak

b)

: hydrocolloid irreversible (alginat)

Metode mencetak
Mukostatik

c)

Cara mencetak
Mula-mula dibuat adonan sesuai perbandingan P/W yaitu 3:1, setelah dicapai
konsistensi tertentu, alginat dimasukkan ke dalam sendok cetak dengan merata,
kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan ditekan pada prosesus alveolaris rahang
atas dan atau rahang bawah dengan otot-otot bibir dan pipi ditarik. Disamping itu
dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan mukosa. Posisi
dipertahankan sampai setting, kemudian sendok cetak diambil dan diamati bila ada
kekurangan. Posisi operator pada saat mencetak rahang atas adalah di kanan belakang
pasien dan pada saat mencetak rahang bawah adalah di kanan depan pasien.
Selanjutnya hasil cetakan diisi dengan stone gips.

Tahap Laboratoris
Membuat sendok cetak individual
Hasil cetakan diisi stone gips dan disebut model study. Kemudian dari model study
dibuat sendok cetak individual dari bahan sellac base plate, dengan batas 2 mm lebih pendek
dari batas GTL (sendok cetak posterior atas harus mencapai ahline atau >1mm), agar tersedia
ruang yang cukup untuk ketebalan bahan cetak pembentuk tepi (border material). Shellac
dilunakkan dengan cara dipanaskan di atas lampu spiritus lalu ditekan diatas study mode
(yang telah dibasahi air/ diberi baby powder) dan ditekan dengan menggunakan handuk
basah. Sellac dipotong sesuai batas-batas yang telah digambar pada study model. Shellac
dipotong dengan menggunakan gunting saat masih lunak atau dengan bur bila sudah
mengeras (Utari, 1994). Pada daerah molar dan kaninus kanan dan kiri dibuat stop vertikal
dari wax sebagai batas penekanan saat mencetak sedangkan untuk rahang atas ditambah
dengan pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk menahan bahan cetak agar tidak
12

mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat lubang-lubang pada sendok cetak untuk


mengalirkan kelebihan bahan cetak, karena apabila tertahan akan menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada gigi tiruan pada jaringan pendukungnya, sehingga lubang dibuat pada daerah
yang tidak menerima tekanan. Lubang dibuat dengan mengunakan bur bulat no. 8 dengan
jarak masing-masing lebih dari 5 mm. Pada individual tray juga dibuat pegangan yang
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan rahang saat pencetakan.
Pegangan dibuat dengan ukuran tertentu, yakni lebar pegangan sekitar 1cm dan panjang
cm.

2. KUNJUNGAN II
Tahap Klinis
Membuat cetakan model kerja/Final Impression
a) Mencoba sendok individual

Stabilisasi : dengan menghindari muscular attachment

Relief area : tercakup semua pada rahang atas

b) Membuat cetakan model kerja


Rahang Atas
1. Sendok cetak

: Sendok cetak individual shellac base plate

2. Bahan cetak

: Elastomer (Exaflec) tipe monophase 7cm

3. Metode mencetak : mukodinamik


4. Cara mencetak
Bahan cetak diaduk, setelah mencapai konsistensi tertentu kemudian dimasukkan
ke dalam sendok cetak individual. Masukkan sendok cetak ke dalam mulut dengan posisi
operator di samping kanan belakang, kemudian sendok cetak ditekan ke processus
alveolaris. Dilakukan muscle triming supaya bahan cetak mencapai lipatan mukobukal.
Caranya pada saat sendok cetak di dalam mulut, dilakukan gerakan rahang bawah ke kiri
dan ke kanan kemudian pipi dan bibir ditarik ke atas kemudian ke bawah untuk mencetak
lipatan mucobuccal, mengucapkan oh untuk mencetak frenulum buccalis. Sedangkan
untuk mendapatkan cetakan frenulum labialis superior, pasien diinstruksikan untuk
mengucapkan huruf U. Untuk mendapatkan post dam area, pasien diinstruksikan
mengucapkan ah sehingga tampak batas antara pallatum durum dan pallatum molle
yang disebut vibrating line. Posisi dipertahankan sampai bahan cetak setting kemudian

13

sendok cetak dilepas dan dicuci. Garis ah pada batas tersebut digambar dengan pensil
tinta kemudian dicetak/ dimasukkan kembali ke rahang atas sehingga garis tinta akan
luntur pada cetakan dan dapat digunakan untuk menandai ah line. Mukodinamik RA
adalah dengan menggerak-gerakan RB.
Rahang Bawah
1. Sendok cetak

: Sendok cetak individual shellac base plate

2. Bahan cetak

: Elastomer (Exaflec) tipe monophase (aquasyl) 4cm

3. Metode mencetak : mukodinamik


4. Cara mencetak
Caranya sama seperti pada rahang atas, disini pasien diminta menjulurkan lidah. Bibir
dan pipi digerakkan agar bahan cetak dapat mencapai bukal flange. Mukodinamiknya dengan
menjulurkan lidah dan mecucu serta bilang u. Posisi dipertahankan sampai setting.
Kemudian sendok cetak dilepaskan dari mulut.
Setelah diperoleh cetakan yang akurat. Kemudian diisi dengan gips biasa dan gips
stone dengan perbandingan 1:1. Pekerjaan kemudian dilanjutkan dengan menentukan batas
tepinya, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak dan tidak bergerak, kemudian
ditentukan relief area maupun non relief area. Ditentukan pula posterior palatal seal dan
membuat seal. Setelah model malam selesai, base plate diganti dengan resin akrilik.
Tahap Laboratoris
Membuat base plate
Setelah diperoleh cetakan yang akurat, kemudian diisi dengan stone gips. Setelah
diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak
dan tidak bergerak, kemudian ditentukan relief area. Pada relief area dibuat postdam,
ditentukan pula posterior palatal seal dan membuat seal. Batas tepi untuk rahang atas adalah
peripheral seal dibatasi fornik dan posterior seal dibatasi oleh hamular notch dan 2 mm di
belakang batas palatum keras dan palatum lunak. Sedangkan batas tepi untuk rahang bawah
adalah peripheral seal dibatasi fornik, posterior seal dibatasi oleh 2/3 bagian trigonum
retromolar dan media/lingua dibatasi oleh linea mylohyoidea. Menurut batas-batas tersebut
dibuat base plate dari wax. Base plate harus benar-benar menempel pada work model.

14

3. KUNJUNGAN III
Tahap Klinis
1. Try in base plate
Retensi dan stabilisasi diperhatikan. Insersi base plate, retensi dan stabilisasi
diperhatikan. Retensi adalah daya tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan
stabilisasi adalah daya tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika fungsi pengunyahan
berlangsung. Retensi yang baik diperoleh jika base plate tidak lepas dari tempatnya saat
pasien diam. Retensi dapat di amati dengan memberikan tekanan pada salah satu sisi gigi
tiruan (jika gigi tiruan terungkit, maka gigi tiruan tersebut tidak retentif) atau dengan
memberikan usaha pelepasan (gigi tiruan yang retentif adalah gigi tiruan yang sulit dilepas).
Stabilisasi dicek dengan menarik pipi dan bibir pasien agar dapat terlihat base plate terbebas
dari muscular attachment atau tidak. Stabilisasi dapat diamati dengan menggerakkan otototot pipi, lidah dan mengucapkan ah. Gigi tiruan yang stabil merupakan gigi tiruan yang
tidak berubah tempat ketika difungsikan.
Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva. Kesesuaian
letak seal dilakukan dengan menggerakkan otot pipi. Jika alat terjatuh ketika otot digerakkan,
berarti terdapat over extension plat. Solusi keadaan ini adalah dengan mengurangi plat.
Sebaliknya, jika seal pada plat under extension, maka kohesi dan adhesi saliva berkurang,
dan alat menjadi tidak retentif. Solusi keadaan ini adalah dengan membuat plat yang baru.

2. Membuat bite rim dan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)


Setelah diperoleh retensi dan stabilisasi base plate yang baik lalu base plate
dihaluskan dan diatasnya dibuat bite rim dari wax. Bite rim berbentuk tapal kuda dan
diletakkan diatas base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada keadaan oklusi sentrik
yang nantinya akan dipindahkan ke artikulator. Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite
rim yaitu:
a) Ukuran bite rim rahang atas : anterior lebar 4 mm dengan tinggi 2 mm di bawah bibir
atas, posterior lebar 6 mm. Bagian posterior pada oklusal dibagi dua oleh garis
alveolar ridge menjadi bagian bukal 4 mm dan palatinal 2 mm.
b) Ukuran bite rim rahang bawah sesuai dengan rahang atas tetapi bagian oklusal
posterior dibagi oleh garis alveolar ridge menjadi 3 mm untuk bagian bukal dan 3 mm
untuk bagian lingual.
Bite rim yang telah sesuai ukuran dicobakan ke mulut pasien untuk melihat profilnya
15

(seimbang, isotonus). Jika bibir pasien masih terlihat tertekan (masuk) maka bite rim anterior
dibuat lebih protrusif. Jika pipi pasien terlihat cekung maka bite rim di bagian bukal ditambah
dengan wax. Setelah itu dilakukan pencatatan MMR. Mula-mula pasien dipersilakan duduk
pada dental chair, dataran oklusal diusahakan sejajar dengan lantai. Tentukan garis chamfer
yang berjalan dari ala nasi ke tragus/ porion dari titik-titik berikut ini:
c) 13 mm dari meatus acusticus externus telinga kanan dan kiri ke arah chantus/ sudut
mata yang menjadi panduan letak kondilus
d) Spina nasalis anterior
Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Selanjutnya bite rim RA
dipasang dengan posisi:
e) Bite rim terlihat 2 mm di bawah garis bibir atas saat rest posisi
f) Bila dilihat dari depan, bite rim ra tampak sejajar dengan garis pupil (dilihat dengan
bantuan occlusal guide plane)
g) Bila dilihat dari samping, bite rim ra tampak sejajar dengan garis chamfer (dilihat
dengan bantuan occlusal guide plane)
Setelah diperoleh kesejajaran oklusal RA maka bite rim RB dipasang. Saat bite rim RB
dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara sempurna (tidak boleh ada celah dan
merupakan satu garis lurus).
Vertikal dimensi resposisi dicari dengan metode Willis, yaitu pengukuran jarak pupil
dan sudut mulut sama dengan jarak hidung dan dagu (PM = HD). Dimensi vertical oklusi :
physiologic rest position - freeway space = (PM=HD - 2 mm). Freeway space 2 mm
diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang bawah. Ketepatan freeway space ini dicek
secara mekanik (diukur). Selain itu, diperlukan cek fonetik dengan pengucapan huruf-huruf
tertentu yang pengucapannya memerlukan space, misalnya huruf s. Jika free way space
kurang, maka huruf S sulit terucap, demikian halnya jika free way space berlebihan (terasa
semburan saliva ketika pengucapan huruf S), dan pengecekan dimensi vertikal oklusi yaitu
dengan pengucapan huruf M. Kemudian dicek estetisnya, yang dikurangi bite rim RB.
3. Centric relation record
Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla pada suatu
relasi vertikal yang ditetapkan pada posisi paling posterior. Cara menentukan relasi sentrik
dengan metode Shanahan, yaitu dengan menginstruksikan pasien untuk menengadahkan
kepala kemudian membuka dan menutup mulut sampai lelah sampai pasien biasa dengan
oklusi tersebut sehingga mandibula akan menutup ke posisi normal. Pasien diminta nggeget,
16

buka tutup, dan menelan ludah. Setelah diperoleh relasi sentrik, bite rim diberi tanda pada 3
tempat, yaitu median line dan garis kaninus kanan-kiri. Median line diambil sebagai terusan
dari tengah lekuk bibir atas (philtrum) pasien untuk menentukan garis tengah yang
memisahkan insisivus kanan dan kiri. Garis kaninus, yaitu tepat pada sudut mulut dalam
keadaan rest posisi. Pasien diminta untuk membuka dan menutup mulut lalu dilihat apakah
garis tersebut sudah tepat dan tetap pada kedudukannya dalam keadaan relasi sentrik. Incisal
guide ditentukan untuk pemasangan gigi anterior atas dan bawah serta agar memenuhi nilai
estetis. Saat pemasangan gigi anterior harus diingat high lip line, median line, dan caninus
line.
4. Fiksasi
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi pada bite rim rahang atas dan
rahang bawah dengan metode double Vgroove shape. Caranya:
a. groove berbentuk V dibuat pada kanan dan kiri bite rim RA (kira-kira pada bagian
P1 dan M1)
b. V-groove diolesi vaselin, bite rim RB dikurangi sesuai dengan letak V-groove,
record block rahang atas dan rahang bawah dimasukkan ke dalam mulut dan
pasien diinstruksikan melakukan oklusi sentrik lalu bite rim rahang bawah diberi
tambahan wax. Mulut dikatupkan lalu dilihat apakah V-groove dan kontranya
sudah tepat. Lakukan buka tutup mulut berulang-ulang.
Tahap Laboratoris
Pemasangan pada artikulator ( free plane articulator )
Setelah oklusal bite rim RA dan RB selesai difiksir, letakkan oklusal bite rim RA pada
mounting table dengan pedoman :
Garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting

table.

Tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table.

Jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior
bite rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim.
Oklusal bite rim RA difixir dengan cara :

1. Upper member digerakkan ke atas dan adonan gips dituang perlahan pada bagian atas
model kerja RA, kemudian upper member digerakkan ke bawah atau menutup sampai
menekan gips yang ada pada model kerja RA. Upper member dan lower member
17

digerakkan ke bawah atau menutupi sampai menekan gips yang ada pada model kerja
RA.
2. Upper member dan lower member diikat dengan karet dan gips yang memfixir upper
member dengan model RA dirapikan.
3. Mounting table dilepas dari artikulator, kemudian artikulator dibalik.
4. Occlusal bite rim RB beserta model gips RB diletakkan kembali pada occlusal bite rim
RA sesuai dengan oklusinya.
5. Lower member diangkat ke atas dan adonan gips dituang pada model kerja RB, kemudian
lower member digerakkan ke bawah atau ditutup sampai menekan adonan gips.
6. Membuat garis median pada bite rim atas yang disesuaikan dengan garis median model
kerja dan incisal guide plane.
4.

KUNJUNGAN IV
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior. Urutan

pemasangan gigi adalah gigi anterior rahang atas kemudian gigi anterior rahang bawah.
Setelah itu, try in pada pasien.
1. Pemasangan gigi anterior atas seperti berikut:
1 1

: - Aksisnya bersudut 50 terhadap midline


- Tepi insisalnya menyentuh bite rim RB
- Bagian 1/3 permukaan labial agak depresi

2 2

: - Aksisnya bersudut lebih besar daripada I1


- Tepi insisalnya menggantung, + 1 mm dari bite rim RB
- Sisi mesioinsisal berkontak dengan sisi distal I1
- Permukaan labial agak ke palatal & sesuai lengkung bite rim RA

3 3

: - Aksisnya sedikit miring atau hampir sejajar midline


- Outline distal tegak lurus bite rim RB
- Permukaan distal melipat ke dalam (tuck in)
- Puncak tonjol menyentuh bite rim RB
- Sisi mesioinsisal berkontak dengan sisi distoinsisal I2
- Bagian 1/3 labioservikal lebih prominen
- Permukaan labial sesuai dengan lengkung bite rim RB

Pemasangan gigi anterior atas sisi kanan dan kiri harus simetris.
2. Selanjutnya, pemasangan gigi anterior bawah sebagai berikut:
1 1

: - Aksisnya tegak lurus dengan bidang insisal


18

- Bagian servikal permukaan labial sedikit depresi


- Tepi insisal harus berkontak dengan gigi I1 RA,
Perhatikan overjet dan overbite
2 2

: - Aksisnya sedikit miring ke mesial


- Permukaan labial tegak lurus bidang insisal
- Letaknya di antara 2 1 1 2

3 3

: - Aksisnya sedikit miring ke mesial


- Bagian servikal permukaan labial lebih prominent
- Letak tonjolnya di antara 3 2 2 3
- Sisi mesioinsisalnya berkontak dengan tepi insisal I2 RA
- Sisi distolabialnya berkontak dengan sisi mesiopalatal C RA

Tahap Klinis
Setelah pemasangan gigi anterior, dilakukan try in. Kemudian periksa overbite dan
overjet (2-4 mm), garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut) dan garis
ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada saat ketawa), fungsi fonetik (pasien
disuruh mengucapkan huruf s, f, t, r, m), retensi, stabiliasi, dan vertikal dimensi.
Selanjutnya dilakukan sliding ke kanan dan ke kiri. Setelah gigi anterior dipasang maka
dilanjutkan pemasangan gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah.
5.

KUNJUNGAN V
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan

pemasangan gigi adalah gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah.
Setelah itu dilakukan try in pada pasien. Selain itu dilakukan pengecekan yang sama dengan
gigi anterior dan ditambah dengan cek oklusi.
Pemasangan gigi posterior harus disesuaikan dengan :
1. Kurva anteroposterior yang terdiri dari :
a. Bidang horizontal tempat disusunnya gigi 5 4 4 5
b. Bidang oblik tempat disusunnya gigi 7 6 6 7
2. Kurva lateral yang terdiri dari :
a. Bidang tegak yang terbentuk dari garis singgung pada occlusal bite rim, dimana
permukaan bukal gigi premolar ditempatkan.
b. Bidang dengan sudut penyimpangan 6 dari bite rim ke arah palatal, dimana terletak
permukaan bukal gigi molar.
Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan pemasangan
19

adalah gigi posterior RA kemudian RB. Setelah itu try in pada pasien.
1. Pemasangan gigi posterior atas:
4 4 : - Aksis tegak lurus bite rim dan bidang oklusal
- Tonjol bukal menyentuh bite rim RB, tonjol palatinal
menggantung 1 mm
5 5 : - Aksis tegak lurus bite rim RB
- Kedua tonjol menyentuh bite rim RB
6 6 : - Aksis miring ke mesial
- Tonjol mesiopalatinal menyentuh bite rim
- Tonjol lainnya menggantung
7 7 : - Aksis lebih miring daripada M1 RA
- Semua tonjol menggantung
2. Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 6 karena
merupakan kunci oklusi.
Ketentuan:
Oklusi yang dimaksud adalah oklusi klas I Angle. Tanda-tanda oklusi klas I
Angle adalah:
a)

Tonjol mesiobukal M1 RA terletak pada


buccal groove M1 RB

b)

Gigi C RA terletak pada ruang antara tepi


distal C dan mesial P1 RB

2. Potong bite rim RB tepat di bawah M1 RA. Lalu dipasang sesuai urutan
berikut:
6 6 : - Tonjol mesiopalatal M1 RA berada di fossa central gigi ini
- Tonjol mesiobukal M1 RA berada di buccal groove gigi ini
5 5 : - Tonjol bukalnya di antara tonjol bukal P1 dan P2 RA dan berkontak
dengan marginal ridge gigi tersebut
-

Tonjol lingualnya terletak di antara tonjol palatal P1 dan P2 RA

4 4 : - Dalam kasus tertentu dapat dilakukan grinding pada gigi ini


- Tonjol bukalnya di antara tonjol C dan tonjol bukal P1 RA
dan berkontak dengan marginal ridge gigi tersebut
77

: - Garis inklinasi mesiobukalnya kontak dengan garis tepi tonjol


distobukal M1 RA
-

Tonjol palatinalnya berkontak dengan fossa central M2 RA


20

Setelah pemasangan gigi posterior dilakukan try in.


Urutan pemasangan gigi posterior rahang atas ini harus diperhatikan :
a. Dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Monson
b. Dataran orientasi jika dilihat dari anteroposterior membentuk kurva Von Spee, yaitu kurva
imajiner anteroposterior dimana terdapat bidang horizontal yang merupakan tempat
disusunnya gigi premolar superior pertama dan premolar superior kedua, sedangkan
tempat disusunnya gigi molar superior pertama dan molar superior kedua dalam bidang
oblik.
c. Dataran orientasi jika dilihat dari lateral kanan dan kiri harus membentuk kurva Wilson.
6.

KUNJUNGAN VI
Try in seluruh gigi tiruan di atas malam dan kontur gusi tiruannya, lalu dilakukan

pengamatan pada :
a) Oklusinya
b) Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi adalah

tepi GTL harus mengikuti batas forniks

jaringan

keras

harus

dihindari

utuk

memberi

kesempatan bergerak

protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut

c) Stabilisasinya dengan working side dan balancing side


d) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis ketawa
e) Pasien disuruh menyebut huruf-huruf p, b, t, th, d, f, v dan lain-lain sampai tidak ada
gangguan
f) Vertikal Dimensi
7.

KUNJUNGAN VII
Setelah diganti dengan resin akrilik, protesa diinsersikan dalam mulut kemudian

dilakukan remounting. Tujuan remounting adalah:


a. untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang
b. untuk mengetahui selective grinding
c. untuk mengetahui premature contact
Jadi, pada saat dilakukan insersi harus diperhatikan :

21

1. Retensi
Pengecekan dengan menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau tidak.
Perhatikan apakah tepi GTL mengikuti fornik, jaringan yang bergerak harus dihindari dari
plat GTL agar bebas bergerak dan tidak melepas GTL, protesa harus berelief sesuai
dengan keadaan mulut.
2. Oklusi
Pengecekan balancing side, working side, serta ada tidaknya kontak prematur.
Pengecekan oklusi dilakukan dalam kondisi sentrik dan eksentrik. Apabila oklusinya
terganggu, dilakukan grinding atau penambahan. Pengecekan dilakukan dengan
articulating paper yang diletakkan pada oklusi, kemudian pasien diminta menggerakkan
gigi seperti mengunyah. Apabila ada traumatic oklusi dilakukan selective grinding, yaitu
penggrindingan permukaan oklusal gigi tiruan untuk mendapatkan suatu sentrik oklusi
gigi tersebut. Pengurangan menggunakan hukum BULL dan MUDL (pengurangan pada
permukaan bukal dan mesial pada rahang atas dan pengurangan permukaan lingual dan
distal pada rahang bawah) hinga diperoleh warna dengan tebal yang sama.
3. Stabilisasi
Pengecekan saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan,
bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan, maka protesa
dapat dipolish.
Diberikan instruksi kepada pasien untuk:
1) Cara pemakaian protesa
2) Adaptasi, dengan menganjurkan pasien untuk memakai protesa secara terus menerus
selama 2x24 jam. Pasien diingatkan bahwa akan mengalami hipersalivasi selama satu
minggu.
3) Cara pemeliharaan protesa:
a.

malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-otot


dibawahnya dapat beristirahat

b.

protesa direndam dalam air sewaktu dilepas

c.

protesa dibersihkan dengan sikat berbulu halus setiap kali sehabis


makan

d.

Ketika hendak mencuci protesa harus dilakukan di atas wadah yang


diisi air untuk mengantisipasi jika gigi tiruan terjatuh, maka tidak akan terjatuh di
lantai.

4) Kontrol
22

a.

apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien
dianjurkan untuk segera kembali ke klinik

b.

kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna


pengecekan lebih lanjut dan bila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus
memakai protesa tersebut.

8.

KUNJUNGAN VIII
Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk kontrol. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat kontrol :
a) Pemeriksaan subyektif : Pasien ditanya apakah ada keluhan atau tidak, apakah ada
gangguan atau tidak, dan apakah ada rasa sakit.
b) Pemeriksaan obyektif : dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau perlukaan
dan diperiksa retensi dan stabilisasi

23

V. DISKUSI
Pasien perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik untuk membuatkan gigi tiruan
karena hilangnya seluruh gigi pada kedua rahangnya. Kondisi pasien dan juga jaringan
mulutnya baik, sehingga memungkinkan untuk dilakukan perawatan dengan menggunakan
GTL.
Pembuatan gigi tiruan lengkap perlu mempertimbangkan serta memperhatikan adanya
faktor retensi dan stabilisasi.
Untuk retensi yang baik, harus memperhatikan faktor-faktor :
1. Fitting surface
a. Model kerja harus berstruktur dan berelief sesuai dengan keadaan di dalam
mulut.
b. Jaringan keras harus dihindari untuk memberi kesempatan gerak.
c. Tepi GTL harus mengikuti batas fornik.
2. Ketebalan GTL
Ketebalan GTL rahang atas dan rahang bawah tidak sama, yaitu protesa
rahang bawah lebih tebal dibanding protesa rahang atas.
Untuk menjaga stabilisasi yang baik harus diperhatikan :
a. Polishing surface
b. Occlusal surface
c. Penyusunan gigi-geligi tiruan
d. Artikulasi

24

I. PROGNOSIS
Prognosa dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik, dengan
mempertimbangkan :
1) Oral hygiene pasien baik
2) Jaringan pendukung yang ada dalam kondisi sehat
3) Kesehatan sistemik pasien dalam kondisi baik
4) Pasien kooperatif dan komunikatif

25

DAFTAR PUSTAKA
Boucher, C.O., 1964, Swensons Complete Denture, ed. V., CV. Mosby Company: St. Louis.
Devlin, H., 2002, Complete Dentures : A Clinical Manual for The General Dental
Practitioner, Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany.
Gunadi, H.A dan Setiabudi., 1995, Ilmu Geligi Sebagian Lepasan, Penerbit Hipokrates,:
Jakarta.
Soelarko dan Herman W. 1980. Diktat Prostodonsia Full Denture. FKG Unpad: Bandung.
Soelarko, R.M. dan Wachijati, H., 1980, Diktat Prostodonsia Full Denture, FKG Unpad:
Bandung.
Swenson, M.G., 1960, Complete Denture, 5th ed., C.V. Mosby Co: Saint Louis.
Watt, D.M. dan MacGregor, A.R., 1992, Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap (terj.), Edisi
2, Hipokrates, : Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai