Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi saluran nafas kronis yaitu penyakit yang dikarakterisir oleh
adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat irreversibel, yang disebabkan
oleh bronkitis kronis, emphysema atau keduanya. Salah satu dari obstruksi
saluran nafas cronis adalah PPOK dimana Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini
berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut.
Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor
resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan
perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi
komponen (kelainan kogenita) yang memugkinkan adanya reversibilitas.
Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan
faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat
perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan
Obstruksi Saluran Napas perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga
pengobatan Obstruksi Saluran Napas menjadi lebih baik.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah yang berjudul Obstruksi Saluran Napas ini
adalah untuk membahas etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan
penatalaksanaan medis serta keperawatan bagi penderita obstruksi saluran
napas ini semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita
mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas Obstruksi Saluran Napas.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Saluran Nafas Atas


a. Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal
Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang

hidung dan kartilago


Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan
menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang

sempit, yang disebut septum


Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat

banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung


Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang
mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang

ke nasofaring oleh gerakan silia


Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari
paru-paru

Hidung

juga

berfungsi

sebagai

penyaring

kotoran

dan

melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam

paru-paru
Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu)
karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi

ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia


b. Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring


Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral

(orofaring), dan laring (laringofaring)


Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus

respiratorius
c. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah
laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun (Adams apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit
dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen
laring)
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi
Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk
d. Trakea
Disebut juga batang tenggorok
Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.

2. Saluran Nafas Bawah


a. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2

bronkus)
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan

bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental


Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki :

arteri, limfatik dan saraf


b. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan napas
c. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
(yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
d. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara
jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar
Dan kemudian menjadi alveoli
f. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar

akan seluas 70 m2
Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk
-

dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik
dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi

permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)


Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan selsel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

PARU

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut


Terletak dalam rongga dada atau toraks
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembuluh darah besar


Setiap paru mempunyai apeks dan basis
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura

interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya

PLEURA

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis


Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura
yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak
selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-

paru
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini
untuk mencegah kolap paru-paru

Fisiologi Pernapasan
Proses respirasi dapat dibagi menjadi 3 proses utama :
1. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli
paru-paru. Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarnakan
adanya selisih tekanan udara di atmosfer dan alveolus dan di dukung oleh
kerja mekanik otot-otot. Mekanisme ventilasi adalah dimulai dari proses
inspirasi. Selama inspirasi, udara bergerak dari luar ke dalam trakea,
bronkus, bronkeolus dan alveoli. Selama ekspirasi, gas yang terdapat
dalam alveolus prosesnya berjalan seperti inspirasi dengan alur terbalik.
2. Diffusi ad
3. alah proses pertukaran O2 dan CO2antara alveoli dan darah. Proses
respirasi ini mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran antara

alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini


adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Pada waktu O
diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami
penurunan sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi
anatomis pada saluran udara dan dengan uap air.
4. Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel-sel.
Transpor oksigen dalam darah
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terjadiri atas paru-paru dan sistem
kardiovaskuler.pengangkutan O2 ke jaringan tertentu tergantung pada:
1.Jumlah O2 yang masuk paru-paru
2.Pertukaran gas yang cukup pada paru-paru
3.Aliran darah ke jaringan
4.Kapasitas pengangkutan O2 oleh darah
Dinamika reaksi hemoglobin (HB) dengan O2 sangat memudahkan
pengangkutan O2.hemoglobin adalah protein yang tersusun dari empat
subunit,masing-masing subunit mengandung heme yang terikat pada
rantai polopeptida.
Oksigen dapat disalurkan dari paru-paru ke jaringan melalui dua
cara yaitu,secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan
dengan HB sebagai oksihemoglobin (HbO2).ikatan ini bersifat refersible.
Pada tingkat jaringan,O2 mengalami disosiasi (berpisa) dari hemoglobin
kemudian berdifusi kedalam plasma.selanjutnya O2 masuk ke sel-sel
jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang
bersangkutan.hemoglobin yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan
disebut hemoglobin teredukasi.hemoglobin ini berwarna ungu dan
menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena seperti yang kita lihat
pada vena superfisial.
B. Bronkhitis
1. Pengertian
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus.
Bronkhitis dapat bersifat akut maupun kronis. (Manurung, 2008)
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkus, dan trakea
oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh
6

virus seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), virus


influenza, virus parainfluenza,dan coxsackievirus. (Muttaqin, 2008)
Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran nafas
bawah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan
iritan yang terhirup. (Chang, 2010)
2. Etiologi
a. Merokok.
b. Predisposisi genetik.
c. Debu organik atau anorganik dan pajanan terhadap gas beracun.
d. Infeksi saluran pernapasan.
e. Polutan lingkungan.
3. Klasifikasi
a. Bronkhitis kronis
Bronkhitis kronis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus
dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel- sel radang dan
edema mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkatkan
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronis yang
disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkeolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkeolus tersebut
rusak dan dindingnya melebar.
b. Bronkhitis akut
Bronkhitis akut merupakan inflamasi bronkus pada saluran nafas
bawah disebabkan oleh bakteri dan virus. Bronkhitis akut dapat
sembuh sendiri dan berlangsung dalam waktu singkat. Penyakit ini
harus dibedakan dengan bronkhitis kronis yang biasanya berkaitan
dengan penyakit paru obstruktif kronik.
4. Manifestasi Klinis
a. Bronkitis Kronis:
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang
banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan
(purulen) pada serangan akut. Kadang dapat dijumpai batuk

darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat

beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik) atau wheezing.

Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar


suara ronkhi (krok-krok) terutama saat inspirasi (menarik

napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.


b. Bronkitis Akut:
Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak)
Demam (biasanya ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada
Sesak napas, rasa berat bernapas
Kadang batuk darah
5. Patofisiologi
Dua perubahan patologis yang membuat bronkhitis menjadi khas
adalah hipertrofi kelenjar pensekresi mukus dan adanya perubahan
inflamasi kronis pada jalan napas kecil. Pertama, terdapat hipertrofi dan
hiperplasia

kelenjar

mukosa akibat

iritasi

kronis

menyebabkan

pembentukan lendir. Lendir yang berlebihan dan kerusakan gerakan


siliaris yang berkaitan dengan bronkhitis meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi. Bakteri berkembang biak dalam sekresi pada lumen
bronkhi. Penyebab infeksi yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilusinfluenzae. Dengan berkembangbiaknya
bakteri, mereka mengeluarkan netrofilik kemotaksis, dan sel-sel pus
bermigrasi diantara sel-sel epitel bronkhial untuk menghasilkan eksudat
muko purulen d;//alam lumen, atau berkembang menjadi ulserasi dan
destruksi dinding bronkhial. Adanya jaringan granulasi dan fibrosis
peribronkhial mengakibatkan stenosis obstruktif jalan napas.
Kedua, individu bronkhitis mengalami peningkatan resistensi jalan
napas sebagai akibat perubahan jaringan dinding bronkhial, edema
mukosa, dan pembentukan lendir yang berlebihan. Mukus yang
berlebihan dalam jalan napas tidak saja menyumbat aliran udara, tetapi
sering menyebabkan spasme bronkus.
Ketiga, terjadi perubahan pertukaran O2 atau CO2. Obstruksi jalan
napas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang
meningkatkan resisten jalan napas dapat merusak kemampuan paru-paru
untuk melakukan pertukaran O2 atau CO2. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan ketidaksesuaian V/Q pada membran alveolokapiler dengan

menurunkan jumlah udara teroksigenasi yang mencapai alveoli. Selain


itu, jalan napas yang tersumbat dapat mengarah pada atelektasis, yang
lebih jauh mengurangi daerah permukaan yang tersedia untuk
pernapasan. Akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnea,
hipoksemia, dan aidosis respiratori.
Keempat, dapat terjadi dekompensasi ventrikel kanan. Hiperkapnea
dan hipoksemia yang berkaitan dengan bronkhitis menyebabkan
vasokonstriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular
pulmonari

mengakibatkan

hipertensi

pembuluh

pulmonari

yang

meningkatkan tekanan vaskular ventrikel kanan.


Tanda dan gejala bronkhitis adalah manifestasi dari abnormalitas
fisiologis mendasar yang telah terjadi, dengan gejala awal batuk
produktif, terutama ketika bangun tidur pagi, gejala ini sering diabaikan
oleh individu perokok, yang menganggap batuk biasa. Individu dengan
bronkhitis sering secara tidak sadar mengurangi tingkat aktivitas mereka
untuk mengakomodasi gejala-gejala pernapasan yang mereka alami. Hal
ini mengakibatkan individu tidak mencari bantuan medis sampai mereka
mengalami pemburukan gejala yang biasanya dicetuskan oleh infeksi
pernapasan.
6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter - 4,8 liter)
VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter - 1,2 liter)
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter - 6,0 liter)
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik/normal (normal
1,8ltr - 2,2 ltr)
b. Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun
Eritropoesis bertambah.
c. Pemeriksaan radiologi

Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronchus yang menebal.Corak paru bertambah
d. Pemeriksaan Laboratorium : peningkatan eosinofil.
7. Therapi Medis dan Keperawatan
a. Antibiotika golonganciprofloxacin, dan co amoxyclav
Infeksi bakteri diobati dengan terapi antibiotika berdasarkan
hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas. Disamping itu tujuan
pengobatan adalah untuk menjaga bronkiolus terbuka dan berfungsi,
sehingga memudahkan pembuangan sekresi bronkhial, mencegah
infeksi.
b. Terapi Bronkodilator
Bertujuan untuk menghilangkan bronkospasme dan mengurangi
obstruksi jalan nafas sehingga oksigen lebih banyak didistribusikan
keseluruh bagian paru dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural
Drainage dan perkusi dada sangat membantu jika terdapat
bronkietaksis.
c. Pemberian cairan peroral maupun parenteral
Pemberian terapi cairan sangat membantu dalam mengencerkan
sekresi sehingga mudah dikeluarkan dengan cara batuk. Pemberian
kortikosteroid diberikan jika ada tanda- tanda yang menunjukan
keberhasilan terhadap pengobatan konserfatif.
d. Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis
kronis.
e. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesuai usia dan
kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan
bergizi.
C. Asma
1. Pengertian
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh
periode episodik spasme otot- otot polos dalam dinding saluran udara
bronkial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan

10

nafas, sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan


bunyi mengi. (Asih dan Efendi, 2002)
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).
2. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor
non infeksi. Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri
sedangkan faktor non infeksi seperti alergi, iritan, cuaca, kegiatan
jasmani dan psikis
3. Manifestasi Klinis
mengi/wheezing
sesak nafas
dada terasa tertekan atau sesak
batuk
pilek
nyeri dada
nadi meningkat
retraksi otot dada
nafas cuping hidung
takipnea
kelelahan
lemah
anoreksia
sianosis dan
gelisah.
4. Klasifikasi
a. Asma Ekstrinsik
- Juga disebut asma alergik atau atipik
- Aktivasi sel mast, penginfiltrasi eosinofil
- Dicetuskan oleh antigen dari lingkungan
- Terjadi reaksi antigen- antibodi IgE spesifik
- Mediator inflamatori termasuk histamin, bradikinin, leukotrienes,
faktor pengaktif trombosis, prostaglandin tromboksan A2, dan
-

faktor kimia untuk eosinofik, trombosit, netrofil, dan limfosit T.


Spasme bronkus terjadi dalam hitungan menit kemudian memulih,

reaksi lambat terjadi 4- 8 jam kemudian.


b. Asma Intrinsik
- Penyebab alergi tidak diketahui.
- Serangan terjadi pada masa dewasa dan dapat sangat parah.

11

Faktor- faktor pencetus termasuk infeksi traktus resporatorius,


obat- obatan, iritan dari lingkungan, udara dingin, udara kering,

olah raga dan stres emosional.


Penyebab spasme bronkus terjadi akibat ketidakseimbangan antara

sistem saraf otonom divisi simpatis dan parasimpatis.


- Mediator kimia menyebabkan inflamasi dan konstriksi bronkus.
5. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi,
iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel
mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator
seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus
menyebabkan

dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan

proliferasi

akibatnya

terjadi

sumbatan

dan

daya

konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2


terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O 2
ke

paru-paru

terutama

pada

alveolus

menyebabkan

terjadinya

peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan


hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan
penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan
terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak
dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang
karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus
menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi
gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai
sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan
berbagai manifestasi klinis.

12

6. Test Diagnostik
a.
- Foto thorak

Pemeriksaan Radiologi

Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat,


hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik,
atelektasis juga ditemukan pada anak-anak 6 tahun.
-

Foto sinus paranasalis


Diperlukan jika asma

sulit terkontrol untuk melihat adanya

sinusitis.
b. Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung, bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma .
c. Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan apakah abnormalitas fungsi
bersifat obstruktif atau restriktif. Untuk memperkirakan tingkat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin dilakukan
untuk mengevaluasi toleransi terhadap aktivitas pada mereka yang
diketahui mempunyai penyakit pulmonari progresif.
d.
e.
f.
g.
h.

Kapasitas inspirasi: Meningkat


Volume residual meningkat
AGD: PaO2menurun, PaCO2 menurun, PH sedang.
HSD dan hitung banding: Eosinofil meningkat
FEV/ FVC: Rasio volume ekspiratori kuat terhadap

kapasitas vital kuat menurun


7. Therapi Medis dan Keperawatan
a. Oksigen 4 - 6 liter / menit
b. Anti

inflamasi

(Kortikosteroid)

diberikan

untuk

menghambat

inflamasi jalan nafas.


c. Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
d. Pemberian obat ekspektoran untuk pengenceran dahak yang kental
e. Bronkodilator

untuk

menurunkan

spasme

bronkus/melebarkan

bronkus

13

f. Pemeriksaan foto torak


g. Pantau tanda-tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan
pernafasan dapat segera tertolong.
D. Tuberkulosis Paru-Paru
1.
Pengertian
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim

paru-paru

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain


seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Muttaqin, 2008).
2.

Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk
batang berkuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian
besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asma serta sangat tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh
karena itu, M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru
yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat

yang konduksif untuk penyakit tuberkulosis.


Patofisiologi
Infeksi di awali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas melalui alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.
Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paruparu (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan
aliran darah kebagian tubuh lain ( ginjal, tulang, dan korteks serebri)
dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem
kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi
imflamasi. Neutropil dan makrofag melakukan aksi fagositosi
(menelan

bakteri),

sementara

limposit

spesifik

tuberkolosis

menghancurkan (melisikan) basil dan jaringan normal. Reaksi


jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli
14

yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul


dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas kumpulan basil hidup dan
mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian
tengah dari masa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri
atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju ( necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menajdi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat

sembuh

dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit ( membentuk 10-20
hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon
berbeda,kemudian pada akhirnya akan membentuk seatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkel.
4. Manifestasi Klinis
Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Malaise
Gejala flu
15

Demam ringan
Nyeri dada
Sesak napas
Batuk darah

4. Test Diagnostik
1.Sputum cultur:untuk menghasilkan apakah keberadaan
m.tubelkulosis pada stadium aktif.
2.Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body
fluid):positif untuk BTA.
3.Skin test (PPD,mantoux,tine,and vollmer patch):reaksi
positif(area indurasi 10 mm atau lebih,timbul 48-72 jam setelah
injecsi antigen intradermal) mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4.chsat X-ray:dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
di bagian atas paru-paru,deposit kalsium pada lesi primer yang
membaik atau cairan pleura.Perubahan yang mengindikasikan TB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubangdan fibrosa.
5.Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung,urine
dan CSF,serta boipsi kulit) :positif untuk M.tuberculosis.
6.Needle biopsi of lung tissue:positif untuk granuloma TB,
adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
7.Elektrolit:mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan
beratnya infeksi:misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air,
dapat di temukan pada TB paru-paru kronis lanjut.
8.ABGs:mungkin abnormal,tergantung lokasi,berat,dan sisa
kerusakan paru-paru.
9.Bronkografi:merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
10.Darah:lekositosis,LED meningkat.
11.Test fungsi paru-paru:VC menurun,dead space menigkat,TLC
meningkat,dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi perenkim paru-paru dan penyakit
pleura.
5. Terapi Medis

16

Obat Anti-Tuberkulosiss
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Ripamfisin (R)
Streptomisin (S)
Isoniazid (INH)
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Asam para-amino salislik (PAS)
Sikloserin
Terapi Keperawatan

Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan
OAT (obat anti tuberculosis)
Bronchodilator
Ekspectoran
OBH (obat batuk hitam)
Vitamin
Fisioterapi dan rehabilitasi
Konsultasi secara teratur

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

17

Obstruksi saluran nafas merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang


diakibatkan oleh sumbatan di saluaran nafas. Sumbatan jalan nafas karena
benda asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan karena apabila
tidak dapat bernafas, maka kita tidak dapat memberikan pernafasan buatan.

DAFTAR PUSTAKA
Asih, N.G.Y. dan Effendy, C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

18

Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth.1997.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai