Anda di halaman 1dari 37

BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH

Oleh : Lindrawaty. SKM

I. PENDAHULUAN
Budaya kerja sudah lama dikenal oleh umat manusia, namun belum disadari
bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku
yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut
dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu/kualitas maka
dinamakan BUDAYA KERJA
Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai tingkat kemajuan
yang fanatik dalam melakukan manajemen kualitas yang berakar dan bersumber
dari budaya yang dimiliki bangsa Jepang yang dikombinasikan dengan tehniktehnik manajemen modern pada tahun 1970-an. Semanghat membangun kembali
perekonomian Jepang setelah kalah perang mendorong bangsa Jepang mencari
cara-cara baru untuk kerja yang menghasilkan produk yang lebih baik. Budaya
organisasi Kaizen memadukan budaya oragnisasi modern dan budaya Jepang,
tanpa mengurangi nilai-nilai budaya yang telah berakar di Jepang, diantaranya
adalah kerjasama dengan Prof. Dr., Edward Deming dan Prof. Juran dari amerika
dengan Dr. Kauro Ishikawa yang melakukan manajemen kualitas berdasar pada
kerja kelompok dan partisipatif. Dengan menerapkan manajemen kualitas budaya
kerja tersebut di benua Asia bermunculan negara-negara industri baru seperti :
Korea, taiwan, Hongkong, Singapore, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Di
Indonesia

pernah

terjadi

peningkatan

perekonomian

pemerintah

dengan

menjalankan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi serta sebagian kecil di


sektor swasta telah menjalankan program Pengendalian Mutu Terpadu ( PMT),
namun karena kurang mengakar, kurang menggali nilai-nilai budaya yang ada,

sehingga keberadaannya menjadi kurang mantap, yang akhirnya tidak berjalan


lagi.
Berubahnya tatanan dunia di bidang perdagangan membawa dampak yang
luar biasa keseluruh dunia. Tidak ada sebuah negarapun yang mampu menahan
dan membatasi diri dari pengaruh tersebut. Sebuah Negara menjadi borderless
terhadap Negara lainnya di segala bidang termasuk dalam hal kedaulatan yang
secara perlahan sudah jauh berkurang. Sebuah Negara harus mengikuti aturanaturan global di bidang tarif, pajak, mengurangi hambatan masuknya barang
antar Negara dan lain-lain.
Pada sisi lainnya, di Indonesia mengalami perubahan politik ketatanegaraan
yang sangat signifikan dimana demokrasi menjadi hal yang utama dengan
penerapan transparansi, akuntabel dan kemandirian di segala bidang. Perubahan
yang besar di kedua bidang tersebut sangat diharapkan oleh masyarakat menjadi
awal yang untuk mengubah juga tatanan birokrasi yang ada di pemerintahan.
Adalah hampir tidak mungkin melakukan perubahan dan pembaharuan
prosedur dan aliran kerja menjadi lebih lancar, melakukan pembaharuan
pelayanan kepada masyarakat agar lebih responsif, dan melakukan perubahan
struktur birokrasi agar mampu bersaing bila birokrasi pemerintahan yang ada
tertutup.

Perubahan

mengimplementasikan

tersebut
budaya

kerja

dilakukan
secara

dengan
lebih

baik

memahami
yang

dan

sebenarnya

merupakan tatanan kerja sehari-hari yang sudah kita kenal selama ini. Budaya
kerja yang sebenarnya sudah dilakukan tersebut harus dilakukan dengan cara
yang lebih optimal sesuai dengan nilai-nilai yang ada dengan berpatokan pada
pengertian-pengertian :

i.

bahwa budaya kerja adalah sebagai system aturan,

ii.

bahwa budaya kerja sebagai cara dan rasa kerja yang lebih
baik dan bermanfaat,

iii.

dan bahwa budaya kerja sebagai kesanggupan untuk mencari


dayasuai dengan keadaan-keadaan yang berbeda.
Sehingga budaya kerja aparatur pemerintah dapat diartikan sebagai : sikap

dan perilaku individu dan kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari.
Pelaksanaan budaya kerja dengan cara-cara yang seharusnya tersebut
diarahkan kepada terciptanya aparatur Negara yang professional, bermoral dan
bertanggung jawab dengan persepsi yang tepat terhadap pekerjaan sehingga
yang dilakukan selalu dengan keyakinan untuk berbuat yang terbaik, dengan

cara yang seharusnya dan menghasilkan pekerjaan yang terbaik pula. Dengan
demikian makna dan arti pelaksanaan budaya kerja bagi aparatur adalah sebagai
aparatur Negara akan bermanfaat, baik bagi dirinya, organisasi, dan dalam
menjalankan tugas, dengan penuh kesungguhan yang memiliki kemungkinan untuk
melakukan aktualisasi, berperan dan berprestasi, yang akan berdampak pada
peningkatan kerja kelompok atau organisasi.
Pelaksanaan budaya kerja aparatur Negara dengan nilai-nilai yang seharusnya
merupakan langkah awal yang sebaiknya dipilih dalam upaya melakukan Reformasi
birokrasi secara keseluruhan, sehingga dapat menjadi birokrasi yang efisien dan
efektif dengan aparatur yang bersih, transparan, dan professional dalam
menjalankan tugasnya. Hukum menjadi dasar dari tatanan birokrasi yang ada dan
dilaksanakan secara konsisten sehingga pelaksanaan Negara menjadi baik dan
bersih (good and clean government) dan masyarakat sebagai pihak yang harus
dilayani memperoleh imbas yang baik pula.
Langkah strategis yang harus dilakukan adalah melakukan upaya peningkatan
kinerja aparatur negara dengan menerapkan nilai budaya kerja. Pelaksanaan
penerapan pengembangan budaya kerja dilakukan dengan internalisasi kepada

aparatur apakah dengan metode percontohan pada instansi tertentu atau dengan
mengadakan internalisasi bertahap dari pimpinan terus ke bawah, dari Pusat ke
Daerah.
Pada tataran Calon Pegawai Negeri Sipil ini penerapan Budaya Kerja
disosialisasikan sedini mungkin dan agar dapat mengimplementasikannya sebagai
Aparatur Negara dalam peningkatan kinerja pada tugas instansi masing-masing,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (pasal 3,
ayat 1 ) bahwa : Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara

yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara


professional, jujur, adil, netral dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan, dan pembangunan
Pasal 3, ayat 2 : Pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan

partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada


masyarakat;

II. Pengertian
a.

Budaya : Berasal dari bahasa Sansekerta , budhayah; bentuk jamak budhi

yang berarti budi (akal). Dengan demikian budaya dapat diartikan :

hal-hal

yang bersangkutan dengan akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal
pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. Budidaya berarti memberdayakan budi atau
kita kenal dengan istilah culture yang pada awalnya memiliki arti mengolah atau
mengerjakan sesuatu (mengolah tanah pertanian), kemudian berkembang sebagai
cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil
karyanya (performance). (Kementerian PAN, 2002,13)

b.

Kebudayaan : Sedangkan kebudayaan merupakan kata majemuk dari budi

daya sama dengan daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa
(Koentjaraninggrat, Ilmu Budaya Dasar, 1980)
Kebudayaan (The American Haritage Dictionary, 1992) didefenisikan sebagai :

-Suatu keseluruhan system gagasan, tindak dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar
- Keseluruhan gagasan & karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar,
beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya itu

c. Budaya Kerja :
Budaya berasal dari kata Latin Colere, yang berarti mengerjakan tanah,
mengolah, memelihara ladang ( Soerjanto Poespowardojo,1993). Menurut
Ashley Montagu dan Christopher Dawson (1993) kebudayaan sebagai way of
life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu dari
suatu bangsa.
Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar .Kebudayaan memiliki tiga
wujud yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan,dsb
2. Wujud kebudayaan sebagai kompleksitas dari aktifitas kelakuan yang
berpola dari manusia dan masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai kompleksitas dari benda-benda hasil karya
manusia
d. Pengertian Kerja
Menurut literatur budaya organisasi kata kerja dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
1.

Kerja adalah hukuman, Manusia telah jatuh kedalam dosa maka ia harus
dihukum, salah satu bentuk hukuman adalah kerja paksa

2. Kerja adalah beban. Bagi orang malas kerja adalah beban, juga bagi kaum
budak atau pekerja yang berada dalam posisi lemah
3. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem bnirokrasi atau kontraktual kerja
adalah kewajiban guna memenuhi perintah membayar utang
4. Kerja adalah sumber penghasilan. Kerja adalah sumber nafkah merupakan
anggaran dasar masyarakat umumnya

5. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan hobi atau


sport, bahkan sampai menjadikan kerja yang workaholic
6. Kerja adalah gengsi atau prestise, ini berkaitan dengan status sosial dan
jabatan
7. Kerja adalah aktualisasi diri, Kerja dikaitkan dengan peran, cita-cita atau
ambisi. Bagi seseorang lebih baik menjadi raja kecil daripada menjadi ekor
gajah
8. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja dalam hal ini berkaitan dengan bakat,
disini tumbuh profesionalisme dan pengabdian pada kerja
9. Kerja adalah pengabdian pada sesama. Kerja dengan tulus tanpa pamrih
10. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk kerja
11. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan
di dunia ini, dilakukan bagi kemuliaan tuhan dan bukan kepada manusia
12. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati, dan jangan dicemarkan dengan
perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan
e. Pengertian Budaya Kerja
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi,
kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita,
pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja
Budaya kerja organisasi adalah manajemen yang meliputi pengembangan,
perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti
optimal, ekonomi dan memuaskan
Dalam Seminar KORPRI Daerah Istimewa Yogyakarta November 1992,
berkesimpulan bahwa :
1. Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat
melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam
pembangunan
2. Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi
penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa

3. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya,


terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggitingginya.
Wahana budaya kerja adalah produktifitas, yang berupa kerja yang tercermin
antara lain : kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi,
manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, dll
Menurut Budhi Paramita, dalam tulisannya Masalah Keserasian Budaya dan
Manajemen di Indonesia, budaya kerja dapat dibagi :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan
dari kesibukan pekerjaannya sendiri atau merasa terpaksa melakukan
sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya
2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung
jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari
tugas dan kewajibannya, suka membantui sesama karyawan, atau
sebaliknya.
Menurut Profesor Emil P. Bolongaita,JR dari Asian Institute of Management,
menyatakan bahwa pada masa globalisasi ini, sebaiknya pemerintah mampu
mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintahan dengan pengalaman
pengelolaaan bisnis, dan memperlakukan masyarakat sebagai pelanggan
( customer). Kombinasi tersebut mendorong ide munculnya Total Quality
Governance (TQG), dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Mempertemukan tuntutan masyarakat dan kemampuan pemerintahan
2. Mekanisme kerja yang berorientasi pasar
3. Mengaktualisasikan misi lebih penting dari pada mengatur
4. Fokus kerja pada hasil/keluaran (barang/jasa) dan bukan pada masukan
5. Upaya kualitas lebih banyak mencegah daripada memperbaiki/mengobati
6. Mengutamakan kerja partisipatif/gotong royong
7. Melakukan kerjasama, koordinasi dan kemitraan

- Kerja : suatu aktivitas yang dilakukan seseorang yang diharapkan dapat


memberikan suatu manfaat nilai tertentu yang lebih baik, lebih memuaskan
kehidupannya daripada keadaan sebelumnya.
Dengan demikian Budaya

Kerja : merupakan falsafah yang didasari oleh

pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong yang membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau
organisasi yang kemudian tercermin dalam perilaku, kepercayaan, cita-cita,
pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai suatu kerja atau bekerja
Budaya Kerja sebagai suatu falsafah yang didasari pandangan hidup sebagai nilainilai yang menjadi :
-

Sifat

Kebiasaan dan kekuatan pendorong

Membudaya dalam kehidupan suatu kelompok / organisasi yang


tercermin dari : sikap dan perilaku, kepercayaan dan cita-cita.

Terdapat beberapa pengertian tentang budaya kerja yaitu :


1. Ada pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya, termasuk segala
instrumen, sistem kerja, terknologi dan bahasa yang digunakannya;
2. Budaya

berkaitan

erat

dengan

persepsi

terhadap

nilai-nilai

dan

lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan


mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam bekerja;
3. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan serta
proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalam dalam cara
berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya ditengah-tengah lingkungan
kerja tertentu;
4. Dalam

proses

budaya

terdapat

saling

mempengaruhi

dan

saling

ketergantungan (interdependensi) baik sosial maupun non-sosial.


Pada konteks organisasi;

Pada suatu organisasi yang mempunyai sarana

untuk mencapai suatu tujuan, budaya pada umumnya diwujudkan dalam bentuk
kinerja kerja. Bentuk aktualisasinya dalam nilai-nilai, sehingga dalam suatu

kesatuan menjadi suatu nilai budaya kerja. Pengertian budaya kerja organisasi
adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang

penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi untuk senantiasa


bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kementerian
PAN, 2008, hal 18).
Pada konteks pemerintahan,atau aparaturnya budaya kerja diartikan
sebagai cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja,
maka dapat dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan
keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki
semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi
terbaik. (Kementerian PAN, 2008, 19)
Peran Budaya Kerja (Seminar Korpri DIY, 1992)
1. Salah satu komponen kualitas manusia yang terkait dengan identitas
bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan
2. Penentu integritas bangsa dan penyumbang utama dalam kesinambungan
kehidupan bangsa.
3. Berkaitan erta dengan nilai-nilai dan falsafah bangsa, pendorong prestasi
kerja yang optimal.
Selanjutnya Budhi Paramitha (1980), melihat Perwujudan warna Budaya Kerja
sehari-hari adalah : Produktifitas berupa perilaku yang tercermin antara lain
dalam bentuk : kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab,motivasi,
manfaat, kreatif, dinamik, konsekwen, konsisten, responsif, mandiri, makin baik,
yang dapat dibagi atas:
1. Sikap terhadap pekerjaan :

2.

senang bekerja, ibarat berkreasi

cari kepuasan dengan kesibukan sendiri

terpaksa bekerja demi kelangsungan hidup

Perilaku Waktu Bekerja :


-

Rajin

Dedikasi

f.

Bertanggung jawab

Berhati-hati

Teliti

Cermat

Kemauan keras

Mempelajari tugas dan kewajibannya

Suka membantu sesama, atau sebaliknya

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah

Apabila dihubungkan dengan organisasi pemerintah maka diperdapat pengertian


budaya kerja organisasi pemerintah ( Emil P Bolongita, 1990) sebagai berikut :
1. Adalah manajemen yang meliputi pengembangan, perencanaan, produksi
dan pelayanan suatu produk berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan
memuaskan
2. Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat
melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam
pembangunan
3. Budaya Kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi
penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa
4. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilkinya,
terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggitingginya.
5. sebaiknya pemerintah mampu mengakomodasikan pengalamannya
dengan pengalaman bisnis, dan memperlakukan masyarakat sebagai
pelanggan. Dalam hal muncul konsep Total Quality Governance dengan
prinsip-prinsip :
-

Pertemukan tuntutan masyarakat dan ketentuan Per-UndangUndangan.

Orientasi pasar

Aktualisasi misi lebih penting daripada mengatur

2.

Fokus pada keluaran / hasil bukan masukan/input

Lebih baik cegah ketimbang mengobati / memperbaiki

Utamakan partisipatif / gotong royong

Kegiatan, koordinasi dan kemitraan

Prinsip-prinsip Budaya Kerja


Budaya kerja pada prinsipnya dilaksanakan dalam rangkaian membangun dan

membudayakan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur secara optimal. Prinsip


merupakan pernyataan fundamental atau kebenaran yang menjadi pedoman kea
rah pemikiran dan tindakan, yang meliputi :
(1) praktis, sehingga prinsip dapat digunakan terlepas dari waktu atau saat
diterapkan;
(2) relevan dengan sebuah ketentuan yang bersifat dasar dan luas;
(3) konsisten dalam situasi yang serupa akan timbul hasil yang serupa juga;
(4) penerapan prinsip akan menghasilkan suatu yang lebih baik;
(5) membangun dan membudayakan nilai kebenaran bekerja secara optimal

Prinsip-prinsip budaya kerja sebenarnya merupakan hal-hal yang dasar yang


dilakukan dalam suatu pelaksanaan kerja. Kerja sebenarnya merupakan suatu
proses penciptaan nilai pada suatu unit sumber daya. Terdapat beberapa nilai
yang bisa menjadi prinsip budaya kerja, yaitu :
1. Etos kerja, merupakan watak atau semangat fundamental suatu budaya,
berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau
perilaku suatu kelompok masyarakat. Etos merupakan komponen budaya
yang merupakan kekuatan pendorong atau penggerak, sehingga manusia
siap kerja keras. Etos kerja dapat diukur dengan tinggi rendah, kuat
(keras) atau lemah, tidak dengan baik buruknya atau benar salahnya;
2. Workaholism ; sebagai bagian dari budaya kerja, hal tersebut karena
menunjukkan salah satu pola dan kualitas perilaku manusia dalam bekerja,
baik secara pribadi, pekerjaan dinas, kelompok, bebas atau kompetitif.

Workaholism bisa berdampak positif dan sebaliknya, baik kepada pelaku


atau hasil dari kerjaan yang dilakukan;
3. Etika kerja, merupakan peristiwa rohani yang berkaitan dengan kalbu
atau nurani manusia-manusia, ketika dihadapkan pada pilihan, memilih
dengan bebas, membuat keputusan batin dan bertanggung jawab atas
pilihannya;
4. Anggapan dasar tentang kerja, merupakan kesimpulan dalam bentuk
pendirian Kerja dapat diartikan sebagai hukuman, upeti, beban, kewajiban,
sumber penghasilan, kesenangan, status, prestise atau gengsi, harga diri,
aktualisasi diri, panggilan jiwa, pengabdian, hak atau sebaliknya, hidup atau
sebaliknya dan ibadah serta suci.
(Kementerian PAN, 2008, 19)
- Pengantar teori Hierarchy of Needs : Abraham Maslow,
Manfaat Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
Budaya kerja dapat bermanfaat sebagai upaya untuk mengakselerasi atau
memperbaiki suatu keadaan yang sudah berjalan dengan status dalam suatu
organisasi atau pemerintahan. Beberapa hal yang dapat dilakukan berdasarkan
budaya kerja untuk mengetahui manfaatnya adalah dengan melihat :
1. Arah, merupakan sikap lahir dari pelaku yang dapat dilakukan penilaian
sehingga bisa dilakukan perbaikan dan atau peningkatan kinerja;
2. Ukuran, berhubungan dengan kuat, sedang, lemahnya suatu budaya kerja
pada suatu organisasi yang berkaitan erat dengan kinerja yang timbul dari
pelakunya. Ukuran juga berkaitan dengan, bagaimana hukum mengatur
mengenai budaya kerja tersebut, apakah ajaran-ajaran dalam berbagai
keyakinan dapat menerima, sesuai atau tidak dengan pola yang ada dalam
masyarakat atau organisasi atau dalam pemerintahn, dan apakah skenario
mengatur hal tersebut;
3. Ruang, dapat untuk menilai seberapa jauh budaya kerja menjadi semacam
kepercayaan bagi pelakunya, atau hanya sebagai suatu cipta, suatu
kemauan dan suatu perasaan, yang berkaitan dengan kinerja pelakunya;

4. Proses, lebih berkaitan dengan penilaian atas penataan dari pelaku


terhadap

budaya

kerjanya,

atau

penganutannya,

peniruannya

dan

penurutannya.

3.

Fungsi budaya kerja organisasi pemerintah


Pengelolaan administrasi pemerintah yang mencakup pengembangan,

perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti,
ekonomis dan bermanfaat (Keputusan MENPAN nomor 04/1991 tentang
Pemasyarakatan Budaya Kerja). Budaya Kerja sebagai sikap dan perilaku individu
dalam kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas
dan pekerjaan sehari-hari yang merupakan pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil
karya, termasuk segala instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang
digunakannnya.
Fungsi budaya kerja organisasi pemerintah oleh aparatur Negara tercermin
dari cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang
penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi untuk senantiasa
bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kementerian
PAN, 2002). Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai culture in action, way of

thinking, way of life yang perwujudannya antara lain :


-

Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat;

Sebagai pengikat suatu masyarakat

Sebagai sumber kehidupan masyarakat

Sebagai kemampuan untuk nilai/pembanding

Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah;

Sebagai pola perilaku

Sebagai warisan

Sebagai proses yang mempersatukan

Sebagai program mental sebuah masyarakat

Dalam

perkembangannya

fungsi

budaya

menjadi

tolok

ukur

pelaksanaan nilai-nilai suatu kelompok --- organisasi pemerintah;


-

Sebagai citra, kekuatan penggerak dan dan pengubah, nilai tambah,


pola perilaku, dan mencapai tujuan bersama dan program mental
menjadi dominant.

4.

Unsur yang mempengaruhi budaya kerja organisasi


Terdapat banyak unsur-unsur yang mempengaruhi budaya kerja. Dalam

organisasi pemerintah dan aparatur negara dikemukakan lima unsur yang


berpengaruh

pada organisasi pada umumnya dan juga

berpengaruh langsung

dalam organisasi Negara yang pelaku-pelakunya disebut aparatur negara yaitu :

a. Kepemimpinan; Kepemimpinan memegang peran yang penting dalam suatu


organisasi. Pemimpin yang dapat memberikan suritauladan yang baik akan
dicontoh oleh aparaturnya diharapkan organisasi tersebut akan menjadi
baik pula. Demikian pula sebaliknya, bila pemimpin tidak bisa memberi
contoh yang baik, maka jalannya organisasi juga akan menjadi tidak baik;

b. Hukum;

merupakan

eksistensinya,

tidak

dasar
peduli

dari

suatu

apakah

organisasi

organisasi

untuk

melakukan

tersebut

merupakan

organisasi Negara atau organisasi masyarakat yang hanya memilki jumlah


anggota yang kecil. Dengan hukum maka bentuk organisasi tersebut
menjadi jelas, dan kemudian tatanan dan jalannya organisasi juga memiliki
dasar yang jelas.

c. Teknologi; merupakan unsure luar yang dipergunakan secara langsung oleh


organisasi dalam beraktivitas. Dengan teknologi maka kerja organisasi
akan menjadi semakin baik, dan pada akhirnya budaya organisasi juga akan
berubah karena teknologi yang digunakan menghendaki hal yang demikian.

d. Reward and punishment; merupakan hal yang berpengaruh secara


langsung pada aparatnya. Dengan reward yang memadai maka aparat akan
tenang dalam bekerja, bahkan dengan reward yang jelas maka budayabudaya baru dapat dibentuk. Demikian pula dengan punishment . Unsur ini

merupakan penjaga bagi organisasi secara umum danaparatur secara


khusus untuk bekerja berdasarkan aturan yang ada. Bila aturan tersebut
dilanggar

maka

punishment

segera

menanti.

Dengan

pengaturan

punishment yang jelas, maka budaya kerja dapat dirubah.


e. Politik merupakan unsur yang seharusnya tidak berpengaruh pada aparatur
Negara, tetapi ketika demokrasi mulai menjadi dasar dan dijalankan
dengan konsekuen, maka sebagian dari organisasi harus bisa diserahkan
kepada tokoh politik. Tokoh ini mungkin saja membawa perubahan pada
budaya kerja bagi aparatur, tetapi bisa saja tidak terjadi perubahan apaapa.
( Kementerian PAN, 2008, 23 24)
D. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan
merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai produktifitas kerja yang
lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang didapat
antara lain sebagai berikut : menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih
baik; membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan,
kegotongroyongan,
kekeluargaan,
menemukan
kesalahan
dan
cepat
memperbaiki, cepat menyesuaikan diri perkembangan dari luar ( faktor
eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi,dll) Manfaat lain adalah
kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat,
pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi
turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi.
E. Prinsip Budaya Kerja
Dalam suatu organisasi, bekerja melalui serangkaian proses yang saling
berkaitan, yang terjadi melalui dan melewati batas-batas birokrasi. Kesalahan
dalam suatu proses akan mempengaruhi pada kualitas produk akhir, oleh karena
itu jaminan mutu terletak pada kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar
sejak saat pertama pada setiap tahap pekerjaan. Tujuan fundamental Budaya
Kerja untuk membangun SDM seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka
berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dan
komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan.
Oleh karena itu budaya kerja berupaya merubah budaya komunikasi tradisional
menjadi perilaku mananjemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan
semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Falsafah negara, bangsa, dan masyarakat Indonesia telah jelas dimuat dalam
Pembukaan UUD 1945 yang disebut PANCASILA. Nilai-nilai luhur yang
terkandung didalamnya merupakan cermin nilai-nilai luhur yang hidup di
masyarakat. Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam organisasi menuntut
perubahan cara berkomunikasi, dan yang biasa dilakukan secara vertikal dari
atas ke bawah menjadi hubungan horisontal dan partisipatif. Demikian juga gaya
kepemimpinan menjadi lebih banyak mengajak dari pada memerintah,
memberikan keteladanan, mendorong dan memberikan kepercayaan lebih besar
kepada bawahan. Sebagai konsekuensinya gaya partisipatif tersebut maka
dalam pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah dan mufakat.

B. ARTI DAN MAKNA NILAI


1. Arti dan makna nilai budaya kerja
Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu, diambil dari buku
Hanbook of Administrative Ethic, diedit oleh Terry.L Cooper & Marcel
Dekker (1994) antara lain :
a. Arti umum, nilai merupakan inti dari pilihan moral yang berkaitan dengan
etika dalam administrasi/manajemen
b. Arti sempit , nilai-nilai merupakan seuatu yang dianggap baik,
menyenangkan, atau penting, manfaat.
c. Arti luas, nilai merupakan semua yang dianggap baik, kewajiban,
keindahan, kebenaran dan luhur
d. Dari sudut Antropologi, nilai adalah suatu konsepsi, eksplisit/implisit,
berbeda diantara kelompok, yang dijadikan dasar untuk memilih cara, alat,
tujuan yang tersedia dalam bertindak (William Frankena)
e. Dari sudut Psikologi, nilai adalah pandangan metafisik/kepercayaan
mikrokosmos tentang manusia, apa sebenarnya diri manusia itu dan
tindakannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga mampu
menilai untuk mengambil sikap dan menentukan perilakunya ( Clyde
Kluckhohn)
f. Dari sudut sosiologi, nilai merupakan ciri pada kelompok dan merupakan
tolok ukur nilai batin individu yang memerlukan tuntutan masyarakat
( Erikson)
C. NILAI BUDAYA KERJA YANG MELEKAT PADA KEBIJAKAN
1. Undang-undang Dasar 1945
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat rumusan mengenai
landasan falsafah Negara Republik Indonesia yang disebut Pancasila, terdiri
dari lima sila sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keseluruhan sila tersebut merupakan
nilai-nilai yang hakiki, termanifestasikan dalam simbol-simbol kehidupan
bangsa, menandai realitas sosial masyarakat bangsa di seluruh wilayah
negara, menjadi nilai permersatu kehidupannya sebagai bangsa, serta
sebagai pandangan hidup bangsa dan falsafah negara atau falsafah dalam
negara.

2. TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa


Memberi dasar bagi pengejawantahan etika dalam proses kehidupan
berbangsa dan bernegara. Etika dalam kehidupan berbangsa merupakan satu
wahana dalam rangka kelancaran penyelenggaraan Sistem Administrasi
Negara di mana dengan adanya etika yang dipahami dan menjadi dasar pola
perilaku dalam berbangsa dan bernegara akan mengarah pada satu tatanan
kenegaraan yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang diharapkan oeh
masing-masing individu sebagai warga negara dapat teramalkan dengan baik.
3. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
MPR RI berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar
Lembaga
Tinggi
Negara,
dan
Lembaga
Kepresidenan,
sehingga
penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan UUD 1945. Dalam kaitan
ini, penyelenggara negara pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif
harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab
kepda masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk menjalankan fungsi dan
tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan
terpercaya, serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan arah Undangundang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan
pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai negeri Sipil
harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk
menjamin netralitas, Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdayaguna dan berhasilguna, diperlukan adanya Manajemen Pegawai
Negeri Sipil yang didukung oleh Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan
pada sistem prestasi kerja.

5. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara


yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Dalam
rangka
meningkatkan
akuntabilitas
penyelenggaraan
Negara/pemerintahan, pasal 3 UU No. 28 tahun 1999 mengenai asas-asas
umum penyelenggaraan Negara disebutkan 7 (tujuh) asas umum
penyelenggaraan Negara, sebagai berikut:
a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan Penyelenggara negara.
b. Asas Tertib Penyelenggara Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan , keserasian, dan keseimbangan, dalam pengendalian
Penyelenggara Negara.
c. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodasi, dan sele3ktif.
d. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif,
tentang penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangasn antara
hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahliuan yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapata
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undangundang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sejak UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
diundangkan, terdapat berbagai interpretasi atau penafsiran yang
berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan Undang-undang
tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No. 31
Tahun 1999 diundangkan.

7. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi
Di samping telah dikeluarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya dikeluarkan UU No.
30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Undangundang tersebut mengatur antara lain tugas, wewenang dan kewajiban Komisi
Pemberantasan Korupsi, dalam rangka penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
8. Peraturan Pemerintah NO 53 Tahun 2010 Tentang Peraturan Disiplin PNS
Kewajiban bagi PNS meliputi hal2 sbb :
1. Mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Pemerintah;
4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan;
8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah
harus dirahasiakan;
9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara;
10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal
yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah
terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaikbaiknya;


14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Larangan PNS :
Adalah segala ketentuan yang tidak boleh dilanggar dan wajib dihindari oleh
setiap PNS adalah :
1. Menyalahgunakan wewenang;
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat
berharga milik negara secara tidak sah;
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara;
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam
jabatan;
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan


12.

Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan


Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan cara:
a. Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
PNS;
c. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:


a. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
b. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah
masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau
pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat;
14. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau
calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan;dan
15. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara:
a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah
masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau

pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota


keluarga, dan masyarakat.
9.Keputusan
Kementerian
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
No.
25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur
Negara
Sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 04/1991 Tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur
Negara, antara lain memuat (1) kebijakan pengembangan budaya kerja
aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja aparatur negara, (3) penerapan
nilai-nilai budaya kerja aparatur negara, dan (4) sosialisasi pengembangan
budaya kerja aparatur negara. Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai
budaya kerja dalam pedoman dimaksud, antara lain:
a. Komitmen dan Konsisten terhadap visi, misi dan tujuan organisasi, dalam
pelaksanaan kebijakan negara serta peraturan perundangan yang berlaku;
- komitmen; adalah keteguhan dan tekad yang mantap dan janji utnuk
melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakininya;
- konsistensi; adalah ketetapan, kesesuaian, ketaatan dan kemantapoan
dalam bertindak sesuai denmgan visi, misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan
atau aturan yang ditetapkan.
- visi; adalah pandangan ke depan danm arah tujuan yang ingin diwujudkan;
- misi; adalah tugas yang diemban untuk mencapaisasaran pokok/strategis
dan tujuan organisasi;
b. Wewewnang dan Tanggungjawab;
- wewenang; adalah hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu;
-

tanggungjawab; kesediaan menanggung sesuatu,


memperbaiki atau dapat dituntut dan diperkarakan;

bila

salah

wajib

c. Keikhlasan dan Kejujuran;


- ikhlas dalam norma etika dan agama dapat diartikan sepenuh hati, datang
dari lubuk hati, tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa atas suatu
perbuatan, khususnya yang berdampak positif pada orang lain, dan sematamata karena menjalankan tugas/amanah.
- kejujuran atau dikenal dengan kata siddiq adalah komponen rohani yang
memantulkan berbagai sikap yang berpihakl kepaa kebenaran dan sikap

moral yang terpuji. Kejujuran berarti juga kebenaran untuk mengatasi


dirinya sendiri, berani menolak dan bertindak melawan segala kebatilan
yang bertentangan dengan suatu hati kalbunya.
d. Integritas dan Profesionalisme;
- integritas; orang yang mempunyai integritas pribadi yang adalah orang
yang tidak diragukan lagi serta selalu konsisten dalam kata dan perbuatan;
- profesional; inti profesional adalah kepandaian, keahlian, dan keterampilan
tertentu. Profesional adalah orang yang terampil, andal dan sangat
bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak
mempunyai integritas biasanya juga tidak profesional. Profesional pada
intinya kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara
bertanggungjawab.
e. Kreativitas dan Kepekaan terhadap lingkungan tugas;
- kreativitas; ide-ide baru secara spontan muncul dari seseorang karena suatu
hal yang dianggap penting atau mendesak dalam kehidupan dan
pekerjaannya. Ide-ide tersebut diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
suatu inovasi yang dapat diterapkan pada kerja individu atau oragnisasi yang
lebih baik atau menguntungkan.
- kepekaan; respon seseorang dalam menghadapi suatu peristiwa yang mungkin
menguntungkan, merugikan atau membahayakan. Kepekaan dapat bersifat
reaktif, tetapi juga proaktif atau kejelian mengenal peluang.
f. Kepemimpinan dan Keteladanan;
- kepemimpinan berarti kesadaran diri sebagai seorang pemimpin yang
ditujukan melalui kemampuannya untuk mempengaruhi dan menjadikan
dirinya sebagai teladan, serta mampu memotivasi orang lain agar tergerak
mencapai sasaran yang lebih tinggi berdasarkan nilai-nilai moral seperti:
integritas, komitmen, konsistensi, profesional dan kemampuan komunikasi;
- keteladanan yang dimaksud adalah sikap perilaku yang dinyatakan secara
sadar maupun tidak disadari dari seorang pemimpin yang dipersepsi oleh
bawahannya sebagai sesuatu yang memicu atau mendorong bawahan utnuk
mencontohnya.
g. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja;
- kebersamaan; dimaksudkan sebagai suatu hatiyang merasakan dirinya
bagian dari satu kelompok kerja tertentu sehingga tumbuhlah perasaan
bersama dalam kelompok (group feeling) yang kuat yang melahirkan

kelompok kerja (team work) dan sinergi dalam melaksanakan tugas


bersama.
- Dinamika kelompok merupakan cara kerja kelompok yang bersifat dinamis
kreatif dan sinergi dalam melayani dan atau mencapai sasaran kerja secara
menyeluruh.
h. Ketetapan dan Kecepatan;
- Ketetapan
kesalahan.

: Mengena sasaran, mencapai tujuan, ketelitian, dan bebas

- Kecepatan

: Ketepatan waktu

Ketetapan dan kecepatan memberikan kepastian dalam arti waktu,


kuantitas, kualitas, dan finansial yang sangat dibutuhkan dalam
pelaksanaan pekerjaan/ memberikan pelayanan.
i. Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi;
- Berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik, banyak terkait dengan proses
ilmiah atau kemampuan intelektual.
- Kecerdasan memandang sesuatu dari aspek akal (ratio) yang menentukan
nilai benar atau salah. Fungsi ratio terletak pada otak kiri, kemampuan
logika, matematis, sistematik, sebab-akibat, eksak ( intellectual Quotient,
IQ);
- Perasaan, kepekaan, bagian dari karakter, ketangguhan;
- Kecerdasan emosi memandang sesuatu dari aspek perasaan (emosi),
matahati (Emotional Quotient, EQ), terletak paa otak sisi kanan,
bersifat spontan, kreatif, inovatif, holistik, integratif, rinestetik, ruang,
komunikasi kooperatif, silih asih-asah-asuh, dan lain-lain.
j. Keteguhan dan Ketegasan;
- Keteguhan : Kuat dalam berpegang pada aturan dan nilai moral, prinsipprinsip manajemen dan lain-lain.
- Ketegasan

: Sifat, watak dan tindakan yang jelas dan tidak ragu-ragu.

k. Disiplin dan Keteraturan Kerja;


- Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap yang selalu taat
kepada aturan norma dan prinsip-prinsip tertentu.

- Keteraturan lebih menunjukkan perilaku yang konsisten mengikuti


ketentuan dan prosedur tertentu.
l. Keberanian dan Kearifan dalam mengambil keputusan dan manangani
konflik;
- Kebranian diartikan sebagai berani menanggung resiko dalam pembuatan
keputusan dengan cepat dan tepat waktu. Di sini peran EQ sangat besar
dibandingkan IQ.
- Kearifan merupakan landasan membentuk nilai-nilai bersumber dari otak
sebelah kanan yang penuh nilai baik dan buruk (EQ/SQ/AQ) dan dengan
kearifan itu orang dapat memilih nilai-nilai yang paling cocok ( proper)
dalam manajemen untuk memecahkan berbagai masalah dan menghadapi
tantangan baru dengan mengambil tindakan yang diperlukan.

m. dedikasi dan loyalitas;


- Aparatur harus mempunyai sifat rela berkorban dan jiwa pengabdian
terhadap instansi, bangsa negara, dan taat serta setia dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya.
n. Semangat dan Motivasi;
- Semangat adalah drive, yaitu daya atau energi yang mendorong perilaku
sampai pada tingkatnya yang tertinggi.
- Motivasi lebih merujuk kepada tujuan dari perilaku yang dasarnya adalah
kebutuhan dari si pelaku yang bersangkutan.
- Orang harus mulai dengan pemenuhan kebutuhan yang paling dasar dulu
yaitu kebutuhan fisik-biologis termasuk rasa aman, sebelum bisa
meningkat ke jenjang yang lebih tinggi yaitu rasa memiliki dan harga diri,
dan yang tertinggi aktualisasi diri.
o. Ketekunan dan Kesabaran;
- Ketekunan: Teliti, rajin mendalami sesuatu pekerjaan/tugas seseorang
maupun kelompok yang bersifat konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan
komitmen yang disepakatinya (atau sikap kerja yang memuat nilai:
Commitment, Consistence, Continuous).
- Kesabaran : Tidak emosional, tidak perlu tergesa-gesa, asalkan tercapai
tujuannya tanpa mengorbankan kepentingan orang lain. Kesabaran

merupakan sikap mental seseorang yang bersifat tangguh, tekun dan


bersungguh-sungguh, amanah untuk mencapai sasaran kerja dan prestasi
kerja terbaiknya, tidak asal jadi.
p. Keadilan dan Keterbukaan;
Seseorang Aparatur Negara yang dapat memperlakukan orang lain sesuai
dengan fungsi, peran, tanggungjawabnya, agar dapat adil, perlu
memperhatikan hak damn kewajiban masyarakat, sehingga menjalankan
tugas tidak melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi (tertutup) agar
tidak menimbulkan prasangka tidak baik.
q. penguasaan IPTEK yang diperlukan untuk melaksanakan tugas/ pekerjaan,
terutama metode analisis dan pengambilan keputusan, keahlian/
keterampilan manajerial, teknis dsb.
10. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
No.63/KEP/M.PAN/7/ 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
Pelaksanaan budaya kerja berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik
karena pelayanan publik pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pedoman umum penyelenggaraan
pelayanan publik, antara lain memuat asas dan prinsip pelayanan publik.
Mengenai asasa pelayanan publik, sebagai berikut:
a. Transparansi: Bersifat terbuka, muah dan dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
b. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;
d. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat;
e. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku,
ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi;
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan penerima pelayanan publik
harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

IV.WAWASAN TUGAS ORGANISASI PEMERINTAH


A. Wawasan Tugas
Wawsan tugas organisasi pemerintah merupakan pemahaman terhadap
wawasan/ pandangan kondisi terhadap unsur/ aspek yang mempengaruhi
organisasi/ unit kerja baik internal maupun eksternal. Untuk memahami
wawasan tugas organisasi pemerintah, harus memahami paling tidak:
1. Visi; secara sederhana menurut Burt Nanus sebagai gambaran masa depan
suatu organisasi yang realistik, kredibel dan atraktif. Visi organisasi
merupakan visi bersama (shared vision) yang berasal dari perpaduan visivisi pribadi anggota organisasi, atau yang setidak-tidaknya merupakan visi
yang disepakati oleh seluruh jajaran organisasi.
2. Misi; suatu pengaturan komprehensif dan singkat mengenai tujuan suatu
organisasi, program ataupun sub program. Dalam Inpres No. 7/1999
tentang AKIP menyebutkan bahwa misi adalah suatu yang harus diemban
atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sesuai yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana, dan berhasil dengan baik.
Menurut Sandra Vandermerwe (1996), kalau visi mengartikulasikan
keinginan sesuatu institusi untuk menjadi apa, maka misi menyatakan apa
yang harus dilakukan organisasi tersebut. Selanjutnya ia menyebut
beberapa ciri yang baik:
a. Memiliki integritas suatu sense of purpose sejati yang mendorong
organisasi berbuat serta menyatakan hal yang terbaik;
b. Memiliki keinginan yang menonjol yang membuatnya unit serta
memberikan posisi khusus di pasar terpilih;
c. Harus bermakna dan relevan membuat perbedaan yang yang jelas bagi
person dan atau kehidupan pekerjaan;
d. Bertahan lama an dapat diperpanjang, serta mampu melanggengkan
hubungan-hubungan;
e. Mudah dikomunikasikan dan dapat diingat yang memadukan tujuan
organisasi tersebut dan janjinya pada pelanggan;
f. Sederhana;
g. Didasari oleh
mengacu;

nilai-nilai,

denganmana

naggota-anggotanya

dapat

h. Mudah diterjemahkan menjadi spesifik. Dari misi yang baik anggota


harus tahu apa yang harusdilakukannya berbeda dan lainnya, atau
aktivitas apa yang harus dilakukannya berbeda;
i. Berbeda dapat diingat, dan baru, tidak hanya mengarahkan anggotaanggotanya ke arah yang sama, melainkan juga menyegarkan,
menggetarkan, dan memberi;
j. Kredibel namun tidak mengukung/ menguasai kompetensi-kompetensi
yang diperlukan organisasi;
k. Menarik bersama-sama sumber daya dan berbagai bagian organisasi;
l. Misi yang menciptakan pasar harus mengaitkan kemanusiaan dan fungsi
analitas.
B. Organisasi Pemerintah
Pembatasan tugas dan tanggung jawab serta wewenang, hubungan kerja,
sehingga memungkinkan orang-orang/ anggota dapat berinteraksi dalam
pelaksanaan tugas secara efektif dan efesien utnuk mencapai tujuan
organisasi. Dengan demikian organisasi terdapat 2 aspek, yaitu :
1. Aspek struktur organisasi yang meliputi: pengelompokkan orang secara
formal dan bagan organisasi;
2. Aspek proses perilaku yang meliputi: komunikasi, pembuatan keputusan,
motivasi dan kepemimpinan.
C. Perubahan
Menurut Stephen Covey dalam bukunya First Thing First:
(1) Kesadaran diri, yang membuat kita mampu mengambil jarak terhadap diri
sendiri dan menelah pemikiran kita, motif-motif kita, sejarah kita, naskah
hidup kita, tindakan kita maupun kebiasaan dan kecenderungan kita;
(2) hati nurani mampu menghubungkan kita dengan perkembangan jaman dan
bisikan hati. Hal itu merupakan alat pemberi arah dalam hati kita, yang
memungkinkan untuk memahami ketika kita bertindak atau merenungkan
sesuatu yang tidak sejalan dengan prinsip;
(3) kehendak bebas memberikan kemampuan kepada kita untuk bertindak,
memberikan kekuatan untuk mangatasi paradigma-paradigma kiat, untuk
berenang melawan arus, untuk menulis kembali sejarah hidup kita, untuk
bertindak atas dasar prinsip dan bukannya rekasi atas dasar emosi dan

lingkungan sekitar kita. Kita memiliki kekuatan


berdasarkan kesadaran diri, hati nurani, visi;

untuk

bertindak

(4) Imajinasi kreatif memberikan kemampuan untuk meneropong keadaan di


masa yang akan datang, untuk menciptakan sesuatu di benak kita, dan
memecahkan persoalan kita secara sinergik. Anugerah empat kemampuan
umat manusia dari Tuhan YME tersebut kalau tidak dibina dan dilatih
tidak akan muncul, potensi tersebut tidur terus dan terbangun bila mana
kondisi lingkunagn telah memungkinkan. Perlu kondisi terntentu agar
potensi itu bisa menjadi kenyataan perilaku antara lain:
(a) pembentukan karakter yang memuat kekuatan integritas, sifat
kedewasaan dan kepedulian sosial;
(b) pemberian keterampilan yang mencakup komunikasi, perencanaan/
pengorganisasian dan perilaku sinergistik;
(c) penanaman tingkat kepercayaan yang baik untuk mencapai tujuan dan
sasaran kelompok atau organisasi;
(d) mawas diri kesadaran mengukur kemampuan diri, belajar dan sadar
untuk bisa memberikan yang lebih baik;
(e) tanggung jawab kelompok di mana masing-masing individu
menempatkan diri dalam fungsi atau peran dan tanggung jawab
kelompok, sehingga memungkinkan semua fungsi manajemen dapat
berjalan;
(f) penciptaan struktur dan sistem yang kondusif, agar faktor a s/d e
dapat berjalan dengan mulus perlu diformalkan pembagian tugas dan
wewenang serta tanggung jawab dengan pedoman pelaksanaan.
Selanjutnya upaya penenanaman nilai-nilai budaya dalam manajemen/ administrasi
dapat dilakukan melalui :
1. Struktur organisasi yang benar sesuai dengan tuntutan/ tujuan dan sebagai
strategi;
2. Melakukan manajemen secara horizontal, lebih banyak yang bersifat
kerjasama/ koordinasi;
3. Memberikan pelayanan atas dasar strategi yang baik;
4. Interaksi atau pergaulan atas dasar sislih asih, asah, dan asuh;
5. Membuang budaya yang negatif dan memasukkan nilai-nilai yang baru;

6. Orientasi kerja pada peningkatan kualitas;


7. Mengembangkan upaya kemitraan/ partnership;
8. Melakukan gaya kepemimpinan dengan keteladanan (ing-ing-tut);
9. Manajemen/ administrasi dengan melakukan penyempurnaan terus menerus.
D. Cara Kerja Birokrasi
1. Cara kerja Tradisional
Cara Kerja Tradisional ini mewarnai kehidupan manajemen baik di
pemerintahan maupun di masyarakat, cara seperti ini sudah tidak efesien lagi,
karena sangat lamban dan menghambat perubahan. Menurut J.C. Tukiman
Taruna pada suatu Seminar yang dimuat di Surat MEDIA tanggal 10 April
1994 menyebutkan antara lain bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat
feodalistik, ketat pada peraturan, lebih menyenangi tertutup, lebih suka
mempersulit pelayanan kepada orang lain, menghadapi orang lain dengan penuh
curiga, dalam keadaan tertentu suka main hakim sendiri, suka membuat
peraturan untuk memperkuat diri.
2. Cara Kerja Baru
Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru
yang lebih efektif dan efisen, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional
dan fleksibel dan lebih bersifat terdesentralisasi. Hal itu dikemukakan oleh
Bapak Presiden RI di depan para Gubernur pada 10 Juni 1993 dengan maksud
agar diadakan perubahan manajemen untuk mengantisipasi pengaruh
globalisasi yang akan menerpa semua negara di dunia termasuk Indonesia.
Untuk itu manajemen haruis berorientasi pada tujuan agar lebih efektif dan
efisien, dengan cara seperti:
a. Merumuskan tujuan dan sasaran organisasi secara jelas dan rinci;
b. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalam bentuk kebijaksanaan dan
strategi yang operasional;
c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik yang berupa
kerjasama maupun koordinasi;
d. Pelaksanaan tersebut terus dikendalikan, temuannya dianalisis, kemudian
ditindaklanjuti berupa perbaikan atau penyempurnaan secara terus
menerus.

V. PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH


A. Organisasi Budaya Kerja
1. Harus ada Pokja Organisasi : Pananggung Jawab, tim pengarah,
fasilitator, ketua kelompok, anggota kelompok
2. Harus ada program
3. Harus ada pelatihan
B. Komitman Pimpinan Puncak
1. Harus ada komitmen pimpinan puncak
2. Harus ada inisiatif anggota
3. Pimpinan harus melakukan langkah-langkah :
a. Satu persepsi dan langkah melalui visi dan misi
b. Lakukan penyempurnaan terus menerus
c. Lakukan perobahan budaya positif, terutama dari pimpinan
sendiri
d. Lakukan perubahan secara bertahap
C.Komunikasi
-Peran komunikasi dalam perubahan budaya merupakan faktor penting
-Keterampilan berkomunikasi sangat diperlukan.
D. Motivasi
-Motivasi merupakan komponen penting penerapan budaya kerja
-Lebih baik lagi apabila datang dari diri sendiri
-Dalam memberikan motivasi harus mempunyai kiat/ strategi
-Banyak ahli tentang motivasi tersebut seperti :

Mc.Gregor dengan teori X

Abraham Maslow dengan Teori Kebutuhan

W.G.QUCHI dengan cara kerja kelompok (memadukan mode


Jepang dengan AS)

E. Lingkungan Kerja
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif
2. Menurut Dorval & Trefinger, lingkungan kondusif meliputi beberapa
dimensi :
a. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan
b. Kebebasan mengambil keputusan
c. Waktu yang tersedia memikirkan ide
d. Memberi peluang menerapkan ide baru
e. Tinggi rendahnya tingkat konflik
f. Keterlibatan dalam tukar pendapat
g. Kesempatan humor bercanda dan bersantai
h. Saling kepercayaan dan saling keterbukaan
i. Keberanian menanggung resiko /gagal
F. Kerja sama melalui kelompok
- Merupakan nilai yang sangat menentukan dalam manajemen
- Pilar dari kerjasama adalah partisipasi anggota dalam mengambil
keputusan

- Partisipasi akan lebih berarti, apabila anggota berkualitas


G. Disiplin
Menurut Sun Tzu, segala macam kebijakn tidak mempunyai arti apabila tidak
didukung dengan disiplin. Keitz & J.W Newstro mengatakan disiplin
mempunyai 3 arti :
1. Preventif
2. Korektif
3. Progresif
Cara Menanamkan disiplin :
1. Mengenal dirinya sendiri
2. Mendisiplin diri sendiri
3. Memimpin dengan keteladanan

VI. MASALAH BUDAYA KERJA DALAM ORGANISASI PEMERINTAH


(KEMENTRIAN PAN- RI TH.2002) :
1. Komitmen dan konsistensi terhadap visi dan misi organisasi yang masih
rendah
2. Sering terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam kebijakan publik yang
berdampak kepada masyarakat
3. Pelaksanaan kebijakan jauh berbea dari yang diharapkan
4. Terjadi arogansi pejabat dan penyalahgunaan kekuasaan
5. Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab aparatur saat ini belum
berimbang
6. Dalam praktek dilapangan sulit dibedakan antara ikhlas dan tidak ikhlas
dan tidak jujur
7. Pejabat yang KKN akan menyebabkan meluas pada pegawai, dunia usaha

dan masyarakat
8. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan dengan harga barang/jasa

9. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalitasnya masih


rendah
10. Belum adanya sistem Merit yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan
tindak lanjut hasil penilaiannya
11. Kreativitas karyawan kurang mendapat perhatian atasan.
12. Kepekaan terhadap keluhan masyarakat dinilai masih rendah;
13. Sikap yang berorientasi vertikal menyebabkan hilangnya kreativitas, rasa
takut berimprovisasi;
14. Budaya suap bukan hal yang rahasia, sehingga dapat mempengaruhi sikap
dan tingkah laku pimpinan dalam bekerja;
15. Ada kecenderungan para pemimpin tidak mau mengakui kesalahan di depan
bawahan;
16. Masing-masing bekerja sesuai dgn uraian tugas yg ada dan belum optimal
untuk bekerjasa sama dengan unit lain;
17. Sifat individualisme lebih menonjol dibandingkan kebersamaan;
18. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar aturan;
19. Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat;
20. Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai;
21. Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol, sehingga aspek rasionalitas
sering dikesampingkan;
22. Sistem seleksi (rekruitmen) yang masih kurang transparan;
23. Tidak berani tegas, karena khawatir mendapat reaksi yang negatif;
24. Banyak aparatur belum memahami makna keadilan dan keterbukaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. Gering Supriyadi,MM & Drs.Tri Guno,LLM, Budaya Kerja Organisasi


Pemerintah, Modul Diklat Pra Jabatan Golonbgan III, edisi revisi III,
LAN RI Jakarta, 2009
2. MENPAN RI, Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara,
Jakarta 2002
3. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia,
Jakarta 1974
4. Heath,W.Stanley, Psikologi yang sebenarnya, Yayasan Andi, Yogyakarta,
1995

MAKALAH

BUDAYA KERJA
ORGANISASI PEMERINTAH

Oleh :

Lindrawaty, SKM

Disampaikan pada Pelatihan Prajabatan Gol II Kemenkes RI


Pada tanggal 12 April 2013

UPTD BKOM dan PELKES PROVINSI SUMBAR

Anda mungkin juga menyukai