Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Evelyn Patricia
406148144
Pembimbing :
dr. Abdul Hakam, Msi. Med., Sp. A
1.1
1.2
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Dirawat di
Tanggal masuk
Tanggal kasus diberikan
Tanggal anamnesis dan pemeriksaan
Tanggal pulang
: An. MFA
: 1 Tahun
: Laki-Laki
: Undaan Tengah 03/02, Undaan - Kudus
: Islam
: Jawa
: Bougenville 2
: 13 Februari 2016
: 13 Februari 2016
: 14 Februari 2016 17 Februari 2016
: 17 Februari 2016
Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan kepada orangtua pasien pada tanggal 14 Februari 2016
pukul 13.00.
1.2.1
Keluhan Utama
Kejang.
1.2.2
Keluhan Tambahan
Demam, batuk, dan muntah.
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
Riwayat Pengobatan
3
Pasien baru diberikan obat penurun panas yang dijual bebas, namun tidak mengalami
perbaikan.
1.2.7
Riwayat Prenatal
Ibu pasien memeriksakan diri setiap bulan ke Posyandu dan tidak pernah mengalami
sakit serius selama masa kehamilan.
1.2.8
Riwayat Kelahiran
Lahir secara spontan per vaginam dengan :
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : tidak diketahui
Lingkar dada : tidak diketahui
Tanpa cacat bawaan
1.2.9
Interpretasi :
BB/U : di atas 2
PB/U : di atas 1
BB/TB : di atas 2
IMT/U : di atas 2
KESAN : Normal
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 14 Februari 2016 pukul 13.00, didampingi oleh ibu pasien.
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital
:
Nadi
: 124 x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan
: 27 x /menit
SpO2
: 98%
Suhu
: 39,5 C (aksila)
Antopometri
Berat Badan
: 12,5 kg
Tinggi Badan
: 78 cm
Indeks Massa Tubuh
: 12,5/(0,78)2 = 20,5
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran
Rambut
Leher
Mata
Hasil Pemeriksaan
Normosefali, fontanel anterior menonjol (-)
Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Kaku kuduk (-)
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik,
mata tidak cekung, pupil isokor dengan
diameter 2 mm/2 mm, reflex cahaya langsung
Telinga
Hidung
dan tidak langsung +/+, papiledema -/Serumen +/+, Sekret -/Sekret mukoserosa dari kedua liang hidung,
napas cuping hidung (-), mukosa hidung
berwarna merah muda
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Thorax
Inspeksi
Tidak kotor
T1/T1, tidak hiperemis
Tidak hiperemis
Tidak teraba pembesaran KGB
Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi suprasternal (-), retraksi
interkostal (-), retraksi epigastrium (-) ictus
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Bunyi napas
o Bunyi jantung
Bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Anggota gerak
Tampak datar
Supel, hepar dan lien tidak teraba
Timpani pada semua kuadran
Bising usus (+) Frekuensi 6x/ menit
Akral hangat, capillary refill time < 2 detik,
Kulit
edema(-), sianosis(-)
Turgor baik, kulit tidak kering, sianosis (-),
warna kulit kuning langsat
1.4
Pemeriksaan Penunjang
1.4.1
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2016
Tanggal
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCH
MCHC
MCV
Hasil
10,7 g/dL
4,23 jt/ul
30,9%
281 103/ul
22,4 103 /ul
71,7
18,5
8,7
0,0
0,1
25,3pg
34,6 g/dL
73 fL
Nilai Rujukan
11,5-13,5 g/dL
3,9-5,9 jt/ul
34-40 %
150-400 103/ul
6,0-17,03/ul
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
27,0-31,0pg
33,0-37,0 g/dL
79,0-99,0fL
1.5
Diagnosis
1.5.1
Diagnosis Kerja
Kejang demam sederhana
1.5.2
Diagnosis Banding
Kejang demam kompleks, Gangguan keseimbangan elektrolit, Meningitis.
1.6
Penatalaksanaan
1.6.1
Penatalaksanaan Farmakologis
Infus cairan RL 16 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x250 mg
Inj. Noralges 2x120mg
Pamol syr 3x1 cth
1.6.2
1.7
Prognosis
ad Vitam
ad Fungtionam
ad Sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
10
1.8
Follow Up
Tanggal
S:
14/2/2016
Demam(+),
16/2/2016
Demam(-),
kejang (-), batuk
(-), pilek (-),
muntah (-), diare
(-)
17/2/2016
Demam(-), kejang
(-), batuk (-), pilek
(-), muntah (-),
diare (-)
15/2/2016
Demam(+),
kejang (-), batuk
(+), pilek (-),
muntah (-), diare
(-)
KU
(-)
Tampak sakit
Baik
Baik
Baik
Kesadaran
GCS
Nadi
Suhu
RR
Mata
Cor
sedang
Compos mentis
15
122
38
27
CA -/- , SI -/Bunyi jantung
Compos mentis
15
120
36,5
23
CA -/- , SI -/Bunyi jantung
Compos mentis
15
120
37
27
CA -/- , SI -/Bunyi jantung
Compos mentis
15
120
36,6
22
CA -/- , SI -/Bunyi jantung S1-
S1-S2 tunggal,
S1-S2 tunggal,
S1-S2 tunggal,
S2 tunggal,
reguler, murmur
reguler, murmur
reguler, murmur
reguler, murmur
di seluruh lapang
di seluruh lapang
di seluruh lapang
seluruh lapang
Abdomen
Kulit
Ekstremita
(+), NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
(+), NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
(+), NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
(+), NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
Oedema -/KDS
Infus cairan RL
Oedema -/KDS
Infus cairan RL
Oedema -/KDS
Infus cairan RL
Oedema -/KDS
Infus cairan RL 16
16 tpm, Inj.
16 tpm, Inj.
16 tpm, Inj.
tpm, Inj.
Ceftriaxon 2x250
Ceftriaxon 2x250
2x120mg, Pamol
2x120mg, Pamol
2x120mg, Pamol
2x120mg, Pamol
Ambroxol 3x1
Ambroxol 3x1
Ambroxol 3x1
O
:
Pulmonal
s
A:
P:
11
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1
2.2
Faktor Resiko
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam
dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang.
Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam.
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan
perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam
keluarga; dan (4) lamanya demam (IDAI,2009)
2.3
Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih
( Soetomenggolo,2000).
12
2.4
Klasifikasi
2.5
Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan
dengan
orang
terjadi
perubahan
maupun
ion
Natrium
13
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).
14
2.6
Manifestasi klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam
diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam
sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen
(Soetomenggolo, 2000).
2.7
Diagnosis
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang
demam antara lain :
dkk,2009)
Pemeriksaan fisik dan laboratorium
o Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi
maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai
kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat
fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai
prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering
menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).
2.8
Diagnosis Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti
hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang
demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil,
pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam (Soetomenggolo, 2000).
2.9
Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua
pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah
untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu
dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan
dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah
16
dilakukan
untuk
menyingkirkan
Pengobatan profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.
Bila kejang demam berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:
Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena
penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari
10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg
BB/ hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia
(Soetomenggolo, 2000).
Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah
sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna
untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang
dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek
fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping
17
(Soetomenggolo, 2000).
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria
yang dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap
hari dapat diberi pada keadaan berikut:
Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya
menetap.
Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik
DAFTAR PUSTAKA
19