Anda di halaman 1dari 16

Presentasi Kasus

Combustio grade II-III

Disusun Oleh:
Masromi Hendria W

G4A014140

Rahma Dewi A

G4A014141

Andika Pratiwi

G4A014049

Pembimbing: dr. Ahmad Fawzy Masud, Sp. BP

SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2015
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. S

Umur

: 44 tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Status

: Menikah

Pendidikan terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Alamat

: Lobang RT 1 RW 3 Surengede

Suku

: Jawa

Kewarganegaraan

: Indonesia

Tanggal datang

: 29 Oktober 2015 pukul 12.24 WIB

B. ANAMNESIS
Diambil melalui : Autoanamnesis
Tanggal : 2 November 2015
1.

Keluhan Utama :

Wajah, dada, perut dan kedua tangan kemerahan setelah terkena ledakan
tabung gas.
2.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tanggal


29 Oktober 2015 dibawa oleh keluarganya dengan keluhan wajah, dada,
perut dan kedua tangan kemerahan setelah terkena ledakan tabung gas 4
hari yang lalu. Kobaran api mengenai wajah, badan dan kedua tangan nya.
Pasien juga mengeluhkan sebagian luka sudah mengelupas. Pasien
mengeluh perih dan nyeri saat ditekan. Pasien menyangkal adanya sesak
nafas dan pandangan kabur.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat penyakit hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit DM

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

4.

Riwayat pengobatan

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat penyakit sama

: disangkal

Riwayat penyakit hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit DM

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan Umum/kesadaran : sedang/ composmestis
2. Tanda Vital
a.

Tensi : 120/80 mmHg

b.

Nadi

c.

RR

d.

Suhu : 36,5 0C per axiller

: 88 x /menit
: 20 x/menit

3. Status gizi
BB

: 64 kg

TB

: 170 cm
4. Kepala

: Simetris, ukuran normal, rambut hitam

lebat
5. Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), edema (-/-),

cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)


6. Telinga : Bentuk dan ukuran normal, cairan sekret
(-/-).
7. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-).
8. Mulut

: Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah (+)

9. Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran


tonsil (-)
10. Leher

: Deviasi trakea (-), limfonodi cervicalis

tidak teraba, Jejas (+)

11. Thoraks

Paru
Inspeksi

: Simetris, retraksi (-/-), ketertinggalan gerak (-/-), jejas


(+)

Palpasi

: Simetris, ketertinggalan gerak (-/-), vokal fremitus


paru kanan = kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, batas


paru hepar SIC VI LMCD

Auskultasi

: Suara dasar vesikular (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)


wheezing(-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tampak di SIC IV 2 jari medial LMCS

Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC IV 2 jari medial LMCS,


kuat angkat (-)

Perkusi

: Batas jantung kanan atas SIC II LPSD


Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah SIC IV 2 jari medial LMCS

Auskultasi

: S1>S2, reguler, murmur (-), gallop (-)


12. Punggung

: Skoliosis (-)

13. Abdomen
Inspeksi

: Datar, jejas (+)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Nyeri tekan (+)


14. Ekstremitas

Superior

: Edema (-/-), jejas (+/+), akral dingin (-/-),

Inferior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

Status Lokalis
1. Wajah dan leher
Inspeksi :

tampak luka bakar di wajah dan leher

bentuk tidak teratur, permukaan luka licin berwarna pucat


kemerahan.
Tepi tidak rata, batas tegas. Di sekitar luka terdapat kulit melepuh.

Palpasi : nyeri tekan (+)


2. Regio Thorak dan Abdomen
Inspeksi :
-

tampak luka bakar di bagian thorak dan abdomen

bentuk tidak teratur, permukaan luka licin berwarna pucat


kemerahan.
Tepi tidak rata, batas tegas. Di sekitar luka terdapat kulit melepuh.

Palpasi : nyeri tekan (+)


3.

Regio Extrimitas Superior


Inspeksi :
-

tampak luka bakar di regio brachii dan ante brachii

bentuk tidak teratur, permukaan luka licin berwarna pucat


kemerahan.
Tepi tidak rata, batas tegas. Di sekitar luka terdapat kulit melepuh.

Palpasi : nyeri tekan (+)


E.
Lab 29/10/2015

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan
F.

Nilai

Kesimpulan

Hemoglobin

13.8 g/dl

Normal

Leukosit

10460 u/L

Tinggi

Hematokrit

42 %

Normal

Eritrosit

4.7 juta g/uL

Normal

Trombosit
154.000 /uL
Combusitio grade II-III 36%

Normal

G. Penatalaksanaan
1.

Non Medikamentosa

Diagno
sis
IGD

Rawat inap bedah plastik


2.

Medikamentosa
a. IVFD D5 2000 cc/ 24 jam
b. Ceftriaxon 2x1 gram
c. Ketorolac 3x30 mg
d. Ranitidin 2x1 ampul

H. Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

DOKUMENTASI

DASAR TEORI

1. Definisi
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
2. Patofisiologi

3. Mekanisme inflamasi pada luka bakar


Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka
bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan

berbagai mediator proinflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan


respon inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan
mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan
fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor
Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony
Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi adalah
sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan
mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane,
Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease.
Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade
koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi kehilangan
darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off)
jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru
meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan
stimulasi produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya
dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan
kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis
reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11,
reseptor terlarut TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian
mediator-mediator tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan
dengan baik oleh down regulating cytokine production dan efek antagonis
terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga
homeostasis terjaga.
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS);
terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi
destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas
dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai organ dan
mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik (terjadi
peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,
akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang
mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi

inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated


Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.
4. Kriteria American Burn Association
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 20% pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
5. Fase luka bakar
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun
demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis
pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir
dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus
terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis
pada fase selanjutnya (Sunarso, 2008).
a Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 4872 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b

Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah


kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :

Proses inflamasi dan infeksi


Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak

berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional


Keadaan hipermetabolisme
Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

6. Diagnosis
Diagnosis luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka
bakar, lokalisasi dan penyebab.
a. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of Wallace:
1)
2)
3)
4)
5)

Kepala dan leher


Lengan masing-masing 9%
Badan depan 18%
Tungkai masing-masing 18%
Genetalia perineum
Total
b. Kedalaman luka bakar

: 9%
: 18%
: 36%
: 36%
: 1%
: 100 %

1) Derajat I (superficial)
Luka bakar derajat 1 umumnya eritematous dan nyeri. Contoh yang
sering terjadi yaitu sunburn akibat paparan ultraviolet. Luka bakar ini
melibatkan bagian luar epidermis sehingga tidak menimbulkan masalah
kehilangan cairan karena epidermis yang masih intak dan tidak
terbentuk blister. Derajat ini bisa pulih tanpa skar dalam 4 hingga 5
hari.
2) Derajat II (partial-thickness)
a. Derajat IIa (superficial partial-thickness)
Luka bakar ini melibatkan kerusakan pada sebagian dermis lapisan
atas sehingga kulit tampak merah, nyeri dan disertai blister.
Permukaan licin dan biasanya dapat pulih dengan skar minimal 7
hingga 10 hari. Pada orang yang berkulit gelap akan kehilangan
melanin sehingga terjadi hipopigmentasi pada penyembuhannya.
b. Derajat IIb (deep partial-thickness)
Luka bakar ini melibatkan lebih dari 50% ketebalan dermis, tampak
putih pucat, terdapat kerusakan neurovascular sehingga rasa nyeri
juga berkurang. Luka derajat ini biasanya membutuhkan waktu 2
hingga 3 minggu penyembuhan.. Luka bakar derajat ini sulit
dibedakan dengan derajat III karena sering menimbulkan skar yang
parah dan risiko kontraktur.
3) Derajat III (full-thickness)
Merupakan luka bakar dengan derajat paling parah. Tampak putih,
berlilin, halus, tidak berdarah atau tidak menunjukkan adanya capillary
refill. Luka bakar ini umumnya tidak nyeri karena telah merusak saraf
di dermis secara total. Pasien dengan luka bakar derajat ini memiliki
risiko besar terhadap infeksi dan dehidrasi berat.
4) Derajat IV
Klasifikasi derajat IV tidak umum digunakan, pada derajat ini terjadi
kerusakan yang melibatkan struktur-struktur yang lebih dalam seperti
tendon, saraf, otot, tulang. Derajat IV biasanya terjadi akibat sengatan
listrik.
7. Penatalaksanaan

Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:


a

Terapi fase akut


1 Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2 Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan
3

luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).


Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan

cairan.
Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda
infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan
menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat
diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat
diterapi dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang
dalam pada telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat,
karena zat tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah

infeksi purulen kartilago.


Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:

silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.


Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Pasien dipindahkan ke tempat steril
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk

menghindari gangguan pada gaster.


- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,
-

kuman yang mati, serum, darah kering)


Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)

escharotomi atau fasciotomi


Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan

sesuai hasilnya
Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali

- Kalau perlu pemberian Human Albumin


Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan
penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini

menandakan adanya sepsis.


Diet dan cairan

PEMBAHASAN
1. Derajat kedalaman luka dan hitung luas luka
Berdasarkan diagnosis masuk IGD, derajat kedalaman luka dan luas luka
tidak sesuai dengan teori. Pada diagnosis IGD disebutkan kedalaman luka pada
grade II-III, sedangkan menurut penampakan pasien menunjukan grade II.
Penampakan pada pasien yaitu kulit tampak kemerahan dan sebagian
mengelupas pada wajah, leher, dada depan, perut depan serta kedua tangan.
Pada pasien tidak tampak kulit yang putih, berlilin dan halus. Sehingga
diagnosis yang tepat untuk Tn. S adalah Combustio grade IIa.
Berdasarkan inspeksi pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada
pasien, dapat diukur luas permukaan menggunakan metode Rule of Nines
Wajah
: 9%
Badan bagian depan
: 18 %
Tangan kanan + kiri
: 18 %
Total
45 %
2. Penanganan fase sub akut luka bakar
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan badan terkena ledakan
tabung gas 4 hari yang lalu, yang berarti pasien sudah melewati fase akut.
Masalah yang terjadi pada fase sub akut adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Prinsip penanganan fase sub akut
adalah mencegah perburukan morbiditas dan risiko mortalitas. Terapi yang
diberikan oleh IGD RSMS adalah
a.

IVFD D5 2000 cc/ 24 jam

b.

Ceftriaxon 2x1 gram

c.

Ketorolac 3x30 mg

d.

Ranitidin 2x1 ampul

e.

Ganti balut

Terapi yang diberikan oleh IGD RSMS sudah tepat karena sudah meliputi
pencegahan infeksi, managemen nyeri dan pengelolaan luka.

Anda mungkin juga menyukai