Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK,
merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stres kerja. Dalam hubungan dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni setiap orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya. Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan sebagai suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah terjadinya
stres
namun,
sebaliknya
bila
karyawan
tidak
mampu
menghadapi stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat
karyawan mengalami stres. Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang
atau
tidak
sesuai
dengan
tuntutan
dalam
lingkungan
pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan menimbulkan konsekuensi yang
bermacammacam jenisnya, baik berupa akibat kognitif, fisiologis maupun keorganisasian.
Akibat
kognitif
dari
stres
antara
lain
adalah
ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang konsentrasi,
sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat ke organisasian dari stres antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi(Gibson, Ivancevich dan
Donnely, 1988). Ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang
berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80). Di antaranya adalah: 1. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produkttfitas kerja karyawan. 2. Selain
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
yang
bersumber
dari
luar
organisasi, stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya. 3. Pemahaman
akan
sumber-sumber
stres
yang
disertai
dengan
pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali
bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif. 4. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah. 5. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa. Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya.