Anda di halaman 1dari 33

9

G. KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka dalam penelitian ini bertujuan sebagai kerangka
acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara teoritis
maupun empiris, dengan kata lain kajian pustaka ini dimaksudkan untuk
menghubungkan penelitian ini dengan literatur-literatur yang ada.
1 PENGERTIAN
PERMUKIMAN
DAN
KUALITAS
PERMUKIMAN.
1. Pengertian Permukiman
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992
menjelaskan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman yang
dimaksudkan dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup
tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas
untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna
(dalam Darda, 2009).
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 01 Tahun 2011
Tentang Permukiman Dan Perumahan, permukiman adalah bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,

10

serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan


perkotaan atau kawasan perdesaan.
Menurut Parwata dalam Susilo dan Rudiarto (2014),
permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia yang telah
disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang
jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang
mencapai dan menetap pada suatu daerah (Menurut Van der Zee,
1986 dalam Susilo dan Rudiarto, 2014). Kegunaan dari sebuah
permukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat
tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan
fasilitas untuk pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Permukiman merupakan suatu kesatuan wilayah di mana
suatu perumahan berada, sehingga lokasi dan lingkungan
perumahan tersebut sebenarnya tidak akan pernah dapat lepas dari
permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman.
Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat bermukim
manusia yang menunjukkan suatu tujuan tertentu. Dengan
demikian permukiman seharusnya memberikan kenyamanan
kepada penghuninya, termasuk orang yang datang ke tempat
tersebut (Sastra dalam Susilo dan Rudiarto, 2014).
Permukiman dalam bahasa asing berarti settlement.
Terdapat dua tafsiran mengenai settlement (tempat kediaman
penduduk), yaitu: dalam arti sempit, yang berarti adalah susunan

11

dan penyebaran bangunan (termasuk antara lain rumah-rumah,


gedung-gedung,

kantor-kantor,

sekolah-sekolah,

pasar,

dan

sebagainya). Dalam arti luas, memperhatikan bangunan-bangunan,


jalan-jalan dan pekarangan yang menjadi salah satu sumber
penghidupan penduduk.
2. Kualitas Permukiman
Pengertian kualitas permukiman merupakan kondisi
permukiman yang diukur berdasarkan standar tertentu, yakni
standar kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, kualitas
bangunan, kualitas kepadatan lalulintas kendaraan, mengandung
ukuran keamanan, kesehatan, dan kenyamanan, mengandung
ukuran tingkat pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan
hidup (Kamus Penataan Ruang, 2009 dalam Fatchurochman,
2011).
Kualitas permukiman secara garis besar dapat digolongkan
menjadi 3 kelas, sesuai dengan golongan penghuninya, yaitu (1)
permukiman

mewah

untuk

golongan

masyarakat

yang

berpenghasilan tinggi; (2) permukiman menengah untuk golongan


masyarakat

menengah;

dan

permukiman

sederhana

yang

cenderung berpotensi menjadi permukiman kumuh adalah


permukiman sederhana (Widyastuti dalam Aliyati, 2010).

PENGERTIAN ZONA RAWAN BENCANA MERAPI


Zona rawan becana merapi merupakan zona yang mendapatkan
ancaman Gunung Merapi yaitu meliputi radius 15 Km dari kawah.

12

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana).
Sedangkan menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang

mengurangi

kemampuan

mencegah,

meredam,

mencapai

kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak


buruk bahaya tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

1.

3
PENGERTIAN RUMAH DAN PERUMAHAN
Pengertian Rumah
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan pasal 28 H Amandemen Undang-Undang Dasar 1945,
rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka
setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Menurut Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah

13

adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian


dan sarana pembinaan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan
dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu
kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi
dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak,
karakter dan kepribadian bangsa.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan Dan Kawasan Permukiman, rumah adalah bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,
sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Jenis-jenis rumah
berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian meliputi:
1

Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan


tujuan mendapatkan keuntungan,

Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa


dan upaya masyarakat,

Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk


memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan
rendah,

Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk


memenuhi kebutuhan khusus,

Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan


berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana

14

pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat


dan/atau pegawai negeri.
2. Pengertian Perumahan
Perumahan menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992
tentang Perumahan dan Permukiman adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 01 tahun 2011
perumahan

adalah

kumpulan

rumah

sebagai

bagian

dari

permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi


dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak huni.
Menurut Soedjajadi Keman dalam bukunya yang berjudul
Kesehatan Perumahan, perumahan di definisikan sebagai kelompok
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu
kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air
minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang
memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana
mestinya dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang
berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah
raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan,serta
fasilitas umum lainnya.
3. RUMAH LAYAK HUNI/RUMAH SEHAT

15

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun


2008 mendefinisakan rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas
bangunan serta kesehatan penghuninya. Kriteria rumah layak huni
meliputi:
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan
1. Ketentuan Struktur Bawah (Pondasi)
1) Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap, yaitu
ditempatkan pada tanah keras, dasar pondasi diletakkan lebih
dalam dari 45 cm dibawah permukaan tanah.
2) Seluruh badan pondasi harus tertanam dalam tanah.
3) Pondasi harus dihubungkan dengan balok pondasi atau sloof,
baik pada pondasi setempat maupun pondasi menerus.
4) Balok pondasi harus diangkerkan pada pondasinya, dengan
jarak angker setiap 1,50 meter dengan baja tulangan diameter
12 mm.
5) Pondasi tidak boleh diletakkan terlalu dekat dengan dinding
tebing, untuk mencegah longsor, tebing diberi dinding
penahan yang terbuat dari pasangan atau turap bambu
maupun kayu.
2. Struktur Tengah
Ketentuan struktur tengah:
1

Bangunan harus menggunakan kolom sebagai rangka


pemikul, dapat terbuat dari kayu, beton bertulang, atau baja.

16

Kolom harus diangker pada balok pondasi atau ikatannya


diteruskan pada pondasinya.

Pada bagian akhir atau setiap kolom harus diikat dan


disatukan dengaan balok keliling/ring balok dari kayu, beton
bertulang atau baja.

Rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof) harus


memiliki hubungan yang kuat dan kokoh.

Kolom/tiang kayu harus dilengkapi dengan balok pengkaku


untuk menahan gaya lateral gempa.

Pada rumah panggung antara tiang kayu harus diberi ikatan


diagonal.

3. Struktur Atas
Ketentuan struktur atas sebagai berikut.
1

Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap

Rangka kuda-kuda harus diangker pada kedudukan (pada


kolom atau ring balok)

Pada arah memanjang atap harus

diperkuat dengan

menambah ikatan angin diantara rangka kuda-kuda.


b. Menjamin Kesehatan
1. Kecukupan pencahayaan rumah layak huni manimal 50% dari
dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang
tamu dan minimal 10% dari dinding yang berhadapan dengan
ruang terbuka untuk ruang tidur.

17

2. Kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10% dari


luas lantai.
3. Penyediaan sanitasi minimal 1 kamar mandi dan jamban
didalam atau luar bangunan rumah dan dilengkapi bangunan
bawah septiktank atau dengan sanitasi komunal.
c. Memenuhi kecukupan luas minimum
Luas minimal rumah layak huni antara 7,2 m2/orang
sampai dengan 12 m2/orang dengan fungsi utama sebagai hunian
yang terdiri dari ruang serbaguna/ruang tidur dan dilengkapi
dengan kamar mandi.
Menurut Sabarrudin, (2003) terdapat 3 aspek dalam penentuan
standar minimal rumah yaitu meliputi kebutuhan rumah masa,
kebutuhan minimal ruang dan kebutuhan minimal kenyamanan
bangunan.
1. Kebutuhan Minimal Masa (Penampilan)
Penerapan kebijakan pembangunan RS/RSS saat ini masih
menyimpan berbagai macam permasalahan, yang secara garis besar
adalah sebagai berikut:
a. RS/RSS merupakan rumah jadi yang secara tidak langsung
mengekang keleluasaan penghuni memenuhi kebutuhan dasarnya
yaitu kebutuhan untuk mengungkapkan jati dirinya.
b. Untuk memenuhi kebutuhan pengungkapan jati diri pada tahun
kedua sampai ketiga, umumnya pemilik RS/RSS cenderung
melakukan

perubahan

berupa

penambahan

pembongkaran bangunannya. Akibat investasi

maupun
yang telah

18

dikeluarkan

hilang.

Di

samping

itu

perubahan

RS/RSS

kurang/tidak memperhatikan kaidah-kaidah perencanaan rumah


sehat.
c. Penyeragaman dari segi bentuk rumah, terutama pada facade dan
bahan bangunan yang digunakan seringkali berbenturan dengan
kondisi

setempat

(lokal).

Penyeragaman

ini

seringkali

kurang/tidak memperhatikan potensi bahan bangunan dan


kekhasan budaya, sehingga berakibat harga jual menjadi lebih
tinggi

dan

pembongkaran,

meningkatkan
mengingat

prosentase
belum

perubahan

terpenuhinya

atau

kebutuhan

maupun belum sesuai dengan pakem yang dianutnya.


Upaya mengantisipasi permasalahan tersebut diatas, diperlukan
suatu perencanaan/perancangan RS/RSS, dengan memperhatikan
tuntutan-tuntutan sebagai berikut.
a. Mampu memberikan keleluasaan

pemilik

untuk

melakukan

pengembangan sesuai dengan kebutuhan, tanpa melakukan banyak


pembongkaran sehingga dapat ditekan seminimal mungkin kerugian
terhadap investasi yang telah dikeluarkan.
b. Mampu mengantisipasi terjadinya pengembangan yang dilakukan
penghuni, sehingga pada saat pelaksanaannya dengan biaya murah,
mudah dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan rumah sehat.
c. Mampu mewadahi kebutuhan dasar manusia akan tempat tinggal
dengan tersedianya ruangan untuk tidur, kamar mandi/kakus dan
ruangan serbaguna atau ruang terbuka yang multi fungsi.
Pada akhirnya bila seluruh kaidah-kaidah diatas terpenuhi maka
akan didapat suatu lingkungan permukiman yang harmonis, antara satu

19

rumah dengan rumah yang lainnya masing-masing memiliki ciri sendiri


namun tetap memiliki kesamaan yang mengikat dan memberikan citra
atau jati diri dari lingkungan secara keseluruhan.
2. Kebutuhan Minimal Ruang (luar-dalam)
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas
dasar manusia dalam kegiatannya dirumah. Aktivitas seseorang
tersebut meliputi aktivitas tidur, kerja, makan, duduk, mandi, kakus,
cuci dan masak serta ruang gerak didalamnya. Adapun rincian ruang
tersebut dapat dilihat pada perhitungan dabawah ini.
Aktivitas tidur
0,80 x 2.00
= 1,60
Aktivitas makan
1,50 x 0,90
= 1,35
Kerja
1,50 x 0,90
= 1,35
Aktivitas istirahat/duduk
1,50 x 0,90
= 1,35
Aktivitas mandi
0,60 x 1,80
= 1,08
Aktivitas masak
0,60 x 1,80
= 1,08
Aktivitas MCK
0,6 x 1,80
= 1,08
Total kebutuhan ruang per orang
= 8,89 m2
Dibulatkan
= 9.00 m2
Dari hasil perhitungan aktivitas berdasarkan ergonomi ukuran
badan rata-rata masyarakat Indonesia maka didapatkan kebutuhan
ruang per orang adalah 9 m2. Perhitungan diatas termasuk ruang
gerak dan perabot untuk mendukung aktivitasnya.
Rumah sederhana sehat yang akan

dihuni

harus

memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan menjalankan


kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum
ruangan pada rumah sederhana sehat, berdasarkan perhitungan
perencanaan untuk rumah tidak bertingkat memperhatikan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
a. Kebutuhan luas per jiwa
b. Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
c. Kebutuhan luas bangunan per kapita Keluarga (KK)
d. Kebutuhan luas lahan per unit bangunan.

20

Tabel 1. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan

Standar
per jiwa (m2)

Luas (m2)
Untuk 3 Jiwa
Unit
Lahan
Rumah
(L)
60% x L
100 %

(Ambang)
21,6
7,2
(Indonesia)
27,0
9,0
(Internasional
)
36,0
12,0
Sumber: Sabarrudin, (2003)

Luas (m2)
Untuk 4 Jiwa
Lahan
Unit Rumah
(L)
60 x L
100 %

36,0

28,8

48

45,0

36,0

60,0

60,0

48,0

80,0

3. Kebutuhan Minimal Kenyamanan Bangunan


Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu
pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam
ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah
perencanaan rumah sehat dan nyaman.
a) Pencahayaan
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan
sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang
dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan
sebagai berikut.
- Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,
- Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,
- Ruangan kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara
merata,
Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke
dalam ruangan ditentukan oleh:
- Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata)

21

Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan

(mata)
Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai

ruangan,
Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1

(satu) jam setiap hari,


Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan
jam 16.00.

Tabel 2. Kebutuhan Pencahayaan alami


Jenis Ruang

Fl min. TUU

Fl min. TUS

Keterangan
fl = faktor
langit
TUU = Titik
Ukur Utama
TUS = Titik
Ukur Sisi

Keluarga

0,35d = 0,70

0,16d = 0,32

Kerja

0,35d = 0,70

0,16d = 0,32

Dapur

0,18d = 0,36

0,05d = 0,10

Tidur

0,20d = 0,40

0,20d = 0,40

Sumber: Sabarrudin, 2003


Dari nilai faktor langit yang diperoleh, lubang cahaya
untuk jendela pada bangunan Rumah Inti Tumbuh dapat
digunakan sebagai ruangan keluarga, kerja, tidur, dan dapur.
Nilai faktor langit tersebut akan sangat ditentukan oleh
kedudukan lubang cahaya dan luas lubang cahaya pada bidang

22

atau dinding ruangan. Semakin lebar bidang cahaya (L), maka


akan semakin besar nilai faktor langitnya. Tinggi ambang bawah
bidang bukaan (jendela) efektif antara 70 80 cm dari permukaan
lantai ruangan.
Nilai faktor langit minimum dalam ruangan pada siang
hari tanpa bantuan penerangan buatan, akan sangat dipengaruhi
oleh:
- Tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis
-

atau meja makan,


Bidang pembatas ruangan, seperti partisi, tirai masif.

b) Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk
bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh
dalam

menentukan

kenyamanan

pada

bangunan

rumah.

Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan


terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau
pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta
lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai
ventilasi.
Penghawaan dapat dilakukan secara alami dan buatan.
Cara alami dengan memanfaatkan pergerakan udara atau angin
yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan tekanan udara alam
sekitarnya. Cara buatan adalah mengkondisikan udara dalam

23

ruangan dengan menggunakan tenaga mekanikal-elektrikal atau


air conditioning.
Persyaratan penghawaan sesuai dengan Kepmen PU No.
20/KPTS/1986

tentang

Pedoman

Teknik

Pembangunan

Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, dan buku Manual of


Housing, Planning and Design Criteria. Agar diperoleh
kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami,
maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan
peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai
berikut.
- Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai
-

ruangan.
Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang

mengalir keluar ruangan.


Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau
kamar mandi/WC.
Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar

mandi/WC, maka diperlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal


seperti blower atau exhaust fan, dengan ketentuan sebagai berikut.
- Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan
-

bangunan disekitarnya.
Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan
ruangan kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga,

tidur, tamu dan kerja.


c) Suhu udara dan kelembaban
Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara
dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia
normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi

24

oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang


atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau
sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam
ruangan.
Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal
untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu
memperhatikan:
- Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk
-

dan keluar.
Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak

bergerak.
Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas

lantai ruangan.
d) Kebutuhan Minimal Keamanan dan Keselamatan
Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk
bangunan rumah tinggal sederhana adalah: pondasi, dinding (dan
kerangka bangunan), atap serta lantai. Sedangkan bagian-bagian
lantai seperti plafond, talang dan sebagainya merupakan estetika
struktur bangunan saja.
a. Pondasi
Secara umum sistim pondasi yang memikul beban
kurang dari dua ton (beban kecil) yang biasa digunakan untuk
rumah-rumah sederhana dapat dikelompokkan kedalam tiga
sistim pondasi, yaitu; pondasi langsung, pondasi setempat, dan
pondasi tidak langsung.
Sistim pondasi yang digunakan pada rumah RIT dan
pengembangannya ini adalah sistim pondasi setempat dari
bahan pasangan batu kali atau pasangan beton tanpa tulangan

25

dan sistim pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin dan
galam.
Pondasi dari batu kali atau pas beton tanpa tulangan
digunakan untuk rumah tinggal yang dibangun didaerah yang
memiliki kondisi tanah kering dengan tegangan tanah tnh 0.5
kg/cm2, sedangkan untuk daerah-daerah yang memiliki kondisi
tanah lembek dengan tnh 0.5 kg/cm2 maka pondasi yang
digunakan adalah pondasi tidak langsung yaitu pondasi yang
mengandalkan friksi antara tiang dengan tanah. Untuk rumah
sederhana biasanya tiang pondasi ini digapit oleh kayu galam
bentuk penampang bulat berdiameter minimal 8 cm yang
disebut dengan kalang, kalang ini berada kurang lebih 30 cm
dibawah tanah. Pondasi seperti ini biasa disebut pondasi tiang
kaca puri dan selalu digunakan untuk rumah tinggal yang
dibangun didaerah pasang surut atau tanah gambut atau disuatu
lahan yang memiliki muka air tanah yang dangkal sehingga
tanah terlalu basah.
Pondasi setempat

ini

dapat

digunakan

dengan

ketentuan: kolom-kolom pemikul beban harus diletakkan pada


pusat pondasi, posisi kuda-kuda harus tepat pada pusat garis
kerja pondasi, bentang sloof maksimum 3 (tiga) meter, dan
setiap pertemuan dinding harus berada diatas pondasi.
b. Dinding
Badan dinding yang digunakan untuk RIT dan
pertumbuhannya adalah batako, papan, dan setengah batako

26

dan setengah papan tergantung pada potensi bahan yang


dominan pada daerah di mana rumah ini akan dibangun.
Ukuran batako yang digunakan adalah 40 x 20 10 cm pejal
tanpa lubang dengan mutu atau kuat tekan minimum 85
kg/cm2.
Untuk dinding papan harus dipasang pada kerangka
yang kokoh, untuk kerangka dinding digunakan kayu
berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100 cm. Kayu yang
digunakan baik untuk papan dan balok adalah kayu kelas II
yang diawetkan, apabila untuk kerangka digunakan kayu balok
berukuran 5/10 maka jarak tiang rangka ini dapat diambil 150
cm. Begitu juga untuk papan yang digunakan untuk dinding
adalah papan dengan ketebalan minimal 2 cm setelah diserut
dan sambungan dibuat alur lidah.
Untuk ring balok dan kolom dibuat dari kayu balok
berukuran 5/10, dengan hubungan antara kolom dengan ring
balok dilengkapi dengan sekur-sekur dari kayu 5/10 dan
panjang sekur maksimum 50 cm.
c. Kerangka bangunan
Rangka dinding untuk rumah tembok dibuat dari
struktur beton bertulang. Untuk rumah dengan setengah
tembok menggunakan setengah rangka dari beton bertulang
dan setengah dari rangka kayu. Untuk rumah kayu tidak
panggung meskipun rangka dinding menggunakan kayu namun
untuk sloof menggunakan beton bertulang. Sedangkan rumah

27

kayu panggung seluruhnya menggunakan kayu baik rangka


bangunan maupun dinding dan pondasinya.
Rumah sehat diartikan sebagai tempat berlindung atau bernaung
dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang
sempurna baik fisik, rohani maupun sosial. Menurut Ditjen Cipta Karya
komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:
1. Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah
dasar memberi kestabilan bangunan dan merupakan konstruksi
penghubung antara bangunan dengan tanah.
2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari
pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk
rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu.
3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan
masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.
4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau
menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari
panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan penghuninya.
5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari.
6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari.
Rumah sebagai tempat tinggal yang layak huni dapat
menyediakan kondisi hidup yang layak dan sehat bagi manusia tentunya
memiliki komponen rumah yang sesuai dengan syarat umum rumah
sehat dan layak huni, dalam penelitian ini komponen rumah yang dinilai
dilihat dari segi kondisi fisik bangunan, sarana sanitasi.
1. Kondisi fisik bangunan yang dimaksud meliputi pondasi, rangka
pemikul, rangka kuda-kuda, atap, langit-langit, dinding, jendela dan
ventilasi, lantai, pencahayaan alami.
1) Struktur bawah (Pondasi)

28

Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap,


yaitu ditempatkan pada tanah keras, dasar pondasi diletakkan
lebih dalam dari 45 cm dibawah permukaan tanah (Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).
2) Struktur tengah (Rangka pemikul)
Bangunan harus menggunakan kolom sebagai rangka
pemikul, dapat terbuat dari kayu, beton bertulang, atau baja
serta untuk rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof)
harus memiliki hubungan yang kuat dan kokoh (Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).
3) Struktur atas (Rangka kuda-kuda)
Rangka kuda-kuda pada rumah harus mempunyai
kekuatan untuk menahan beban atap (Peraturan Menteri
Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).
4) Atap
Atap adalah penutup bagian atas suatu bangunan
sehingga orang yang mendiami dibawahnya terlindung dari
terik matahari, hujan, dan sebagainya (BPS, 2011:6). Atap
berfungsi untuk menahan panas dan debu dari luar.
Kemiringan atap tergantung dari jenis penutup atap yang
dipakai, yang penting harus dapat mengalirkan air hujan
dengan baik. Penutup atap dapat dibuat dari genteng, asbes
semen, sirap dan sebagainya. Pemeliharaan berkala perlu
dilakukan dengan pembersihan dan segera diperbaiki apabila
terjadi kebocoran ( Dirjen Cipta Karya, (1994:37).
5) Langit-langit

29

Dibawah kerangka atap/kuda-kuda biasanya dipasang


penutup yang disebut langit-langit. Langit-langit digunakan
untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda
penyangga, agar tidak terlihat dari bawah, sehingga terlihat
rapi dan bersih. Selain itu, penggunaan langit-langit dapat
menahan panas, debu dan angin terhadap ruangan secara
langsung. Langit-langit dapat dibuat dengan bahan seperti
anyaman bambu, abes semen, tripleks, papan kayu dan lainlain. Pemeiharaan dengan pembersihan secara berkala, agar
ruangan bebas dari sarang laba-laba dan debu yang menganggu
kesehatan. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 240 cm,
sedangkan untuk rung cuci dan kamar mandi tinggi langitlangit sekurang-kurangnya 210 cm. Langit-langit rumah
hendaknya harus mudah dibersihkan, tidak rawan kecelakaan
berwarna terang (Dirjen Cipta Karya, 1994:36)
6) Dinding
Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau
penyekat dengan bangunan fisik lain. Dinding rumah berfungsi
untuk menahan angin dan debu, dibuat tidak tembus pandang,
bahan dibuat dari batu bata, batako, bambu, papan, kayu.
Dinding kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan
mudah dibersihkan. Sedangkan dinding sebelah dalam rata,
Dinding berfungsi sebagai pembatas ruang kegiatan
agar kegiatan dapat dilakukan dengan aman dan terlindung.

30

Dinding dapat juga berfungsi sebagai penahan beban merata


dari atap, untuk selanjutnya diteruskan ke pondasi. Bahan
dinding yang digunakan harus dapat menjamin kekuatan dan
keawetannya (Dirjen Cipta Karya, 1994:32).
7) Jendela dan Ventilasi
Jendela rumah berfungsi sebagai lubang angin, jalan
udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Jendela dan
lubang angin digunakan untuk mendapatkan cahaya matahari
dan pengaliran udara segar kedalam ruangan, sehingga ruangan
menjadi sehat dan nyaman.
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam
ruangan dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan
tertutup, baik secara alamiah ataupun dengan cara mekanis.
Ventilasi yang lancar diperlukan untuk menghindarkan
pengaruh-pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan
pada suatu ruang kediaman yang tertutup ( Gunawan, 2009:35
dalam Kusumawati, 2014).
8) Lantai
Secara umum lantai rumah hendaknya kedap air, rata
tak licin serta mudah ibersihkan. Sebaiknya lantai dibedakan
antara:
a) Lantai yang penggunaannya kering, seperti: ruang tidur,
ruang makan, ruang tamu, dapur. Lantai hendaknya dibuat
dengan permukaan kering, datar dan mudah untuk
dibersihkan. Bahan penutup lantai adalah yang tidak
menimbulkan kelembaban dan mudah dibersihkan.

31

b) Lantai yang penggunaannya basah seprti: kamar mandi,


WC, tempat cuci, pembuatannya dengan memperhatikan
kemiringannya sehingga memungkinkan pengaliran air ke
saluran pembuangan. Menggunakan bahan lantai yang
permukaannya tidak licin dan mudah untuk dibersihkan
(Dirjen Cipta Karya, 1994:29)
9) Pencahayaan
Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang didalam
rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan
yang cukup baik diperlukan dalam ruang kediaman agar orang
dapat leluasa melakukan kegiatan rumah tangga yang lazim
tanpa merusak kesehatan mata. Kurangnya pencahayaan akan
menimbulkan beberapa akibat pada mata, kenyamanan dan
sekaligus produktivitas seseorang (Kasjono, 2011:24 dalam
Kusumawati, 2014).
Kecukupan pencahayaan rumah layak huni manimal
50% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka
untuk ruang tamu dan minimal 10% dari dinding yang
berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tidur (Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).
a) Pencahayaan alam
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar
matahari kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan
bagian-bagian bangunan yang terbuka. Sinar ini sebaiknya
tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun
tembok pagar yang tinggi.

32

b) Pencahayaan buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan menganggu
atau menurunkan produktivitas kerja. Malah dengan cahaya
buatan yang baik dan disaring dari kesilauan dapat
mempertinggi produktivitas kerja dibandingkan dengan bila
bekerja pada cahaya siang alamiah.
Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur
dengan

memilih

pertimbangan

sistem

penerangan

dengan

suatu

hendaknya

penerangan

tersebut

dapat

menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan.


Lampu Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat
memenuhi kebutuhan penerangan karena kuat penerangan
yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik
bila dibandingkan penggunaan lampu pijar. Namun
demikian bila ingin mempergunakan lampu pijar ebaiknya
dipilih yang berwarna putih dengan dikombinasikan
beberapa lamu neon (dalam Kusumawati 2014).
10) Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk
bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh
dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah.
Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni
dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran
atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruanganruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding

33

atau partisi sebagai ventilasi (sabarrudin, 2003). Untuk


kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10% dari
luas lantai (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor 22 Tahun 2008).
11) Sarana Sanitasi
Sarana sanitasi yang dimaksud meliputi sarana sanitasi,
mandi, cuci, kakus (MCK). Dalam penelitian ini yang
digunakan untuk penilaian MCK adalah penyediaan 1 (satu)
kamar mandi dan jamban didalam atau luar bangunan rumah
dan dilengkapi bangunan bawah saptiktank atau dengan
sanitasi komunal (Peraturan Menteri Negara Perumahan
Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).
4. ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI
Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya
yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan
pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang
dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang
lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial. Sedangkan Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat (KBBI,1996:958). Sedangkan dalam
konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang
artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang
lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal
yang berkenaan dengan masyarakat.

34

Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu


oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos yaitu
peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan
sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai
asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta
kekayaan

(seperti

keuangan,

perindustrian

dan

perdagangan)

(KBBI,1996:251).
Berdasarkan pengertian diatas dapat tarik kesimpulan bahwa
sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan,
perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan
tersebut berkaitan dengan penghasilan (Universitas Sumatera Utara).
Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang memerlukan
pemenuhan sesegera mungkin. Salah satu kebutuhan dimaksud, yaitu
kebutuhan dasar (basic needs), oleh karena itu kebutuhan dasar ini
berkaitan dengan hidup dan kelangsungan hidup (survival) manusia.
Apabila kebutuhan dasar tersebut tidak dapat dipenuhi segera, maka
akan menimbulkan permasalahan pada manusia, dimana manusia
tersebut tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya, atau menusia
tersebut tidak berkesejahteraan sosial. (Medgley dalam Suradi, 2012),
bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi
kehidupan manusia yang tercipta ketika (1) berbagai permasalahan

35

sosial dapat dikelola dengan baik, (2) ketika kebutuhan manusia dapat
terpenuhi dan (3) ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan.
Secara garis besar kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu
fisiologis-organis dan psikis-sosial. Kebutuhan fisiologis-organis atau
kebutuhan material adalah kebutuhan yang terkait langsung dengan
pertumbuhan fisik manusia. Termasuk kebutuhan ini, yaitu tempat
tinggal (rumah), sandang, panagan dan kesehatan. Sedangkan
kebutuhan psikis-sosial adalah kebutuhan yang terkait dengan
perkembangan psikis dan sosial manusia. Termasuk didalam kebutuhan
ini, yaitu kebutuhan relasi sosial, menyatakan diri, kasih sayang, rasa
aman dan harga diri (Gunarsa, 1992 dalam Suradi, 2012). Jika dikaitkan
dengan pemikiran Medgley diatas, maka kebutuhan tempat tinggal
(rumah) merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang sekaligus
sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial (Suradi, 2012).
Berdasarkan definisi tersebut, maka rumah merupakan
kebutuhan pokok yang mutlak untuk dipenuhi. Rumah tidak hanya
berfungsi

sebagai

pemenuhan

kebutuhan

fisik-organis

yaitu

terlindunginya orang dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar
rumah, seperti panas, angin, dan hujan. Akan tetapi rumah juga terkait
dengan pemenuhan kebutuhan sosial psikologis, seperti tempat yang
menjamin kelangsungan hidup, pelembagaan nilai, norma dan
pelembagaan pola relasi sosial, memberikan rasa aman dan damai, dan
meningkatkan harkat dan martabat. Rumah yang tidak layak huni secara
fisik, sosial dan psikologis, akan mempengaruhi komunikasi dan relasi

36

sosial anggota keluarga, kebiasaan, pola pikir dan cara hidup, interaksi
dengan lingkungan, dimana situasi tersebut akan mempengaruhi
produktivitas (Yamantoko, 2012 dalam Suradi, 2012)
Kenyataannya tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan
rumah karena alasan ekonomi atau kemiskinan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Chambers yang dikutip oleh Suradi (2012), bahwa
kemiskinan

digambarkan

sebagai

suatu

keadaan

melarat

dan

ketidakberuntungan, berkaitan dengan minimnya pendapatan dan harta,


kelemahan fisik, terisolasi, kerapuhan dan ketidakberdayaan. Pekerjaan
yang tidak menentu serta pendidikan yang rendah juga mempengaruhi
tingkat kemiskinan (Malau, 2006).
Beberapa permasalahan masyarakat dan pemerintah yang
menghambat bagi peningkatan kualitas permukiman disebabkan oleh
beberapa hal (Kurniasih, 2007 dalam Mayasari dan Ritohardoyo):
1. Terbatasnya kemampuan ekonomi penduduk untuk membeli atau
membangun

rumah

sehingga

untuk

masyarakat

yang

berpenghasilan rendah tidak dapat memperoleh dan menikmati


permukiman yang layak.
2. Pertambahan penduduk yang meningkat baik yang berasal dari
pertambahan penduduk secara alami maupun dari perpindahan
penduduk ke daerah perkotaan.
3. Perkampungan yang tidak tertata dengan baik dengan kondisi fisik,
sosial, ekonomi, dan kesehatan yang tidak memenuhi standar.
4. Terdapatnya kampungkampung dengan prasarana lingkungan
yang buruk, tidak ada air bersih, saluran-saluran pembuangan
sampah yang tidak terkendali, dan fasilitas sosial lainnya.

37

5. PENGERTIAN KEMISKINAN DAN WARGA MISKIN


Kemiskinan adalah masalah yang bersifat multidimensi,
multisektor dengan beragam karakteristiknya merupakan masalah yang
harus segera diatasi karena menyangkut harkat dan martabat manusia
(Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang
Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Magelang).
Kemiskinan adalah suatu kondisi sosial ekonomi seseorang
atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat
(Peraturan

Daerah

Kota

Nomor

15

Tahun

2013

Tentang

Penanggulangan Kemiskinan).
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Penanganan Fakir Miskin, fakir miskin adalah orang yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai
sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
6. PERMASALAHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI
INDONESIA
Selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, rumah
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak
serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan
demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Perumahan dan permukiman tidak hanya dilihat sebagai
sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu

38

merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang


kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.
Pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia masih
dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu keterbatasan
penyediaan rumah, meningkatnya

jumlah rumah tangga yang

menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh
prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, serta
permukiman kumuh yang semakin meluas. Berdasarkan Renstra
Kemenpera tahun 2010-2014, permasalahan pokok yang dihadapi
dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah:
1. Keterbatasan penyediaan rumah
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga
menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi penyediaan, jumlah
rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu
sendiri. Sepanjang tahun 20102014, menunjukkan masih terdapat
selisih antara jumlah rumah dan kebutuhan akan rumah (backlog)
sebesar 7,4 juta unit (Nugraheni, 2012 dalam Suhendi dan Syawie,
http://puslit.kemsos.go.id, diakses 07

Desember 2014). Kondisi

tersebut masih ditambah dengan adanya 7,9 juta unit rumah yang
tidak dapat dihuni. Jumlah permukiman tidak layak huni tersebut
sampai

sekarang

tercatat

sekitar

54

(http://www.tempo.co diakses 18 Desember 2014).

ribu

hektare

39

2. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang


tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana
lingkungan dan utilitas umum yang memadai.
Pada tahun 2012-2013 jumlah rumah tangga yang tinggal
di rumah tidak layak huni meningkat sebesar 0,13%, yaitu dari
rumlah rumah tangga 63.300.932 meningkat menjadi 64.838.315
(http://kemenpera.go.id diakses pada 18 Desember 2014).
3. Permukiman kumuh yang semakin meluas
Tekanan

kebutuhan

pembangunan

perumahan

telah

bergeser ke wilayah perkotaan sebagai dampak dari urbanisasi.


Jumlah penduduk perkotaan sudah mencapai lebih dari 50% dari
total penduduk nasional dengan konsentrasi pertumbuhan di kotakota besar dan metropolitan. Luas lahan perkotaan yang terbatas
tidak mampu menampung desakan pertumbuhan penduduk dan pada
akhirnya kerap memunculkan permukiman yang tidak teratur,
kumuh, dan tidak layak huni. Penanganan permukiman kumuh yang
belum holistik menyebabkan kondisi kekumuhan tidak dapat diatasi
bahkan cenderung mengalami peningkatan luas. Jumlah rumah
tangga kumuh pada tahun 2012-2013 meningkat sebanyak 0,12%
(http://kemenpera.go.id diakses pada 18 Desember 2014).
Menpera mengungkapkan kantong-kantong permukiman
kumuh di Indonesia terus bertambah dengan kecepatan 1,37% per
tahun dan hasil penelitian United Nation Development Programme

40

(UNDP) mengindikasikan terjadinya perluasan permukiman kumuh


mencapai 1,37% setiap tahunnya, dan pada tahun 2012 mencapai
57.800 ha (RPJMN 2010-2014). Jika kondisi ini tidak segera
ditangani, maka dengan kecepatan pertambahan yang dianggap
konstan saja, pada 2020 nanti akan terdapat sekitar 67.100 ha
(http://www.jpnn.com diakses pada 18 Desember 2014).
Permasalahan pokok dalam pembangunan perumahan dan
permukiman disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut (Riska,
2010):
1. Regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung
terciptanya

iklim

yang

kondusif

dalam

pembangunan

perumahan dan permukiman.


1. Keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan menengahbawah terhadap lahan
2. Lemahnya kepastian bermukim (secure tenure)
3. Belum tersedia dana murah jangka panjang untuk meningkatkan
akses dan daya beli masyarakat berpenghasilan menengahbawah.
4.

Belum efisien pasar primer dan belum berkembang pasar


sekunder perumahan.

5. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan


perumahan dan permukiman.

41

6. Belum optimal pemanfaatan sumber daya perumahan dan


permukiman.

Anda mungkin juga menyukai