G. KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka dalam penelitian ini bertujuan sebagai kerangka
acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara teoritis
maupun empiris, dengan kata lain kajian pustaka ini dimaksudkan untuk
menghubungkan penelitian ini dengan literatur-literatur yang ada.
1 PENGERTIAN
PERMUKIMAN
DAN
KUALITAS
PERMUKIMAN.
1. Pengertian Permukiman
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992
menjelaskan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman yang
dimaksudkan dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup
tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas
untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna
(dalam Darda, 2009).
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 01 Tahun 2011
Tentang Permukiman Dan Perumahan, permukiman adalah bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
10
11
kantor-kantor,
sekolah-sekolah,
pasar,
dan
mewah
untuk
golongan
masyarakat
yang
menengah;
dan
permukiman
sederhana
yang
12
mengurangi
kemampuan
mencegah,
meredam,
mencapai
1.
3
PENGERTIAN RUMAH DAN PERUMAHAN
Pengertian Rumah
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan pasal 28 H Amandemen Undang-Undang Dasar 1945,
rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka
setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Menurut Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
13
14
adalah
kumpulan
rumah
sebagai
bagian
dari
15
16
3. Struktur Atas
Ketentuan struktur atas sebagai berikut.
1
diperkuat dengan
17
perubahan
berupa
penambahan
maupun
yang telah
18
dikeluarkan
hilang.
Di
samping
itu
perubahan
RS/RSS
setempat
(lokal).
Penyeragaman
ini
seringkali
dan
pembongkaran,
meningkatkan
mengingat
prosentase
belum
perubahan
terpenuhinya
atau
kebutuhan
pemilik
untuk
melakukan
19
dihuni
harus
20
Standar
per jiwa (m2)
Luas (m2)
Untuk 3 Jiwa
Unit
Lahan
Rumah
(L)
60% x L
100 %
(Ambang)
21,6
7,2
(Indonesia)
27,0
9,0
(Internasional
)
36,0
12,0
Sumber: Sabarrudin, (2003)
Luas (m2)
Untuk 4 Jiwa
Lahan
Unit Rumah
(L)
60 x L
100 %
36,0
28,8
48
45,0
36,0
60,0
60,0
48,0
80,0
21
(mata)
Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai
ruangan,
Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1
Fl min. TUU
Fl min. TUS
Keterangan
fl = faktor
langit
TUU = Titik
Ukur Utama
TUS = Titik
Ukur Sisi
Keluarga
0,35d = 0,70
0,16d = 0,32
Kerja
0,35d = 0,70
0,16d = 0,32
Dapur
0,18d = 0,36
0,05d = 0,10
Tidur
0,20d = 0,40
0,20d = 0,40
22
b) Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk
bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh
dalam
menentukan
kenyamanan
pada
bangunan
rumah.
23
tentang
Pedoman
Teknik
Pembangunan
ruangan.
Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang
bangunan disekitarnya.
Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan
ruangan kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga,
24
dan keluar.
Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak
bergerak.
Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas
lantai ruangan.
d) Kebutuhan Minimal Keamanan dan Keselamatan
Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk
bangunan rumah tinggal sederhana adalah: pondasi, dinding (dan
kerangka bangunan), atap serta lantai. Sedangkan bagian-bagian
lantai seperti plafond, talang dan sebagainya merupakan estetika
struktur bangunan saja.
a. Pondasi
Secara umum sistim pondasi yang memikul beban
kurang dari dua ton (beban kecil) yang biasa digunakan untuk
rumah-rumah sederhana dapat dikelompokkan kedalam tiga
sistim pondasi, yaitu; pondasi langsung, pondasi setempat, dan
pondasi tidak langsung.
Sistim pondasi yang digunakan pada rumah RIT dan
pengembangannya ini adalah sistim pondasi setempat dari
bahan pasangan batu kali atau pasangan beton tanpa tulangan
25
dan sistim pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin dan
galam.
Pondasi dari batu kali atau pas beton tanpa tulangan
digunakan untuk rumah tinggal yang dibangun didaerah yang
memiliki kondisi tanah kering dengan tegangan tanah tnh 0.5
kg/cm2, sedangkan untuk daerah-daerah yang memiliki kondisi
tanah lembek dengan tnh 0.5 kg/cm2 maka pondasi yang
digunakan adalah pondasi tidak langsung yaitu pondasi yang
mengandalkan friksi antara tiang dengan tanah. Untuk rumah
sederhana biasanya tiang pondasi ini digapit oleh kayu galam
bentuk penampang bulat berdiameter minimal 8 cm yang
disebut dengan kalang, kalang ini berada kurang lebih 30 cm
dibawah tanah. Pondasi seperti ini biasa disebut pondasi tiang
kaca puri dan selalu digunakan untuk rumah tinggal yang
dibangun didaerah pasang surut atau tanah gambut atau disuatu
lahan yang memiliki muka air tanah yang dangkal sehingga
tanah terlalu basah.
Pondasi setempat
ini
dapat
digunakan
dengan
26
27
28
29
30
31
32
b) Pencahayaan buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan menganggu
atau menurunkan produktivitas kerja. Malah dengan cahaya
buatan yang baik dan disaring dari kesilauan dapat
mempertinggi produktivitas kerja dibandingkan dengan bila
bekerja pada cahaya siang alamiah.
Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur
dengan
memilih
pertimbangan
sistem
penerangan
dengan
suatu
hendaknya
penerangan
tersebut
dapat
33
34
(seperti
keuangan,
perindustrian
dan
perdagangan)
(KBBI,1996:251).
Berdasarkan pengertian diatas dapat tarik kesimpulan bahwa
sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan,
perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan
tersebut berkaitan dengan penghasilan (Universitas Sumatera Utara).
Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang memerlukan
pemenuhan sesegera mungkin. Salah satu kebutuhan dimaksud, yaitu
kebutuhan dasar (basic needs), oleh karena itu kebutuhan dasar ini
berkaitan dengan hidup dan kelangsungan hidup (survival) manusia.
Apabila kebutuhan dasar tersebut tidak dapat dipenuhi segera, maka
akan menimbulkan permasalahan pada manusia, dimana manusia
tersebut tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya, atau menusia
tersebut tidak berkesejahteraan sosial. (Medgley dalam Suradi, 2012),
bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi
kehidupan manusia yang tercipta ketika (1) berbagai permasalahan
35
sosial dapat dikelola dengan baik, (2) ketika kebutuhan manusia dapat
terpenuhi dan (3) ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan.
Secara garis besar kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu
fisiologis-organis dan psikis-sosial. Kebutuhan fisiologis-organis atau
kebutuhan material adalah kebutuhan yang terkait langsung dengan
pertumbuhan fisik manusia. Termasuk kebutuhan ini, yaitu tempat
tinggal (rumah), sandang, panagan dan kesehatan. Sedangkan
kebutuhan psikis-sosial adalah kebutuhan yang terkait dengan
perkembangan psikis dan sosial manusia. Termasuk didalam kebutuhan
ini, yaitu kebutuhan relasi sosial, menyatakan diri, kasih sayang, rasa
aman dan harga diri (Gunarsa, 1992 dalam Suradi, 2012). Jika dikaitkan
dengan pemikiran Medgley diatas, maka kebutuhan tempat tinggal
(rumah) merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang sekaligus
sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial (Suradi, 2012).
Berdasarkan definisi tersebut, maka rumah merupakan
kebutuhan pokok yang mutlak untuk dipenuhi. Rumah tidak hanya
berfungsi
sebagai
pemenuhan
kebutuhan
fisik-organis
yaitu
terlindunginya orang dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar
rumah, seperti panas, angin, dan hujan. Akan tetapi rumah juga terkait
dengan pemenuhan kebutuhan sosial psikologis, seperti tempat yang
menjamin kelangsungan hidup, pelembagaan nilai, norma dan
pelembagaan pola relasi sosial, memberikan rasa aman dan damai, dan
meningkatkan harkat dan martabat. Rumah yang tidak layak huni secara
fisik, sosial dan psikologis, akan mempengaruhi komunikasi dan relasi
36
sosial anggota keluarga, kebiasaan, pola pikir dan cara hidup, interaksi
dengan lingkungan, dimana situasi tersebut akan mempengaruhi
produktivitas (Yamantoko, 2012 dalam Suradi, 2012)
Kenyataannya tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan
rumah karena alasan ekonomi atau kemiskinan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Chambers yang dikutip oleh Suradi (2012), bahwa
kemiskinan
digambarkan
sebagai
suatu
keadaan
melarat
dan
rumah
sehingga
untuk
masyarakat
yang
37
Daerah
Kota
Nomor
15
Tahun
2013
Tentang
Penanggulangan Kemiskinan).
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Penanganan Fakir Miskin, fakir miskin adalah orang yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai
sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
6. PERMASALAHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI
INDONESIA
Selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, rumah
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak
serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan
demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Perumahan dan permukiman tidak hanya dilihat sebagai
sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu
38
menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh
prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, serta
permukiman kumuh yang semakin meluas. Berdasarkan Renstra
Kemenpera tahun 2010-2014, permasalahan pokok yang dihadapi
dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah:
1. Keterbatasan penyediaan rumah
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga
menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi penyediaan, jumlah
rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu
sendiri. Sepanjang tahun 20102014, menunjukkan masih terdapat
selisih antara jumlah rumah dan kebutuhan akan rumah (backlog)
sebesar 7,4 juta unit (Nugraheni, 2012 dalam Suhendi dan Syawie,
http://puslit.kemsos.go.id, diakses 07
tersebut masih ditambah dengan adanya 7,9 juta unit rumah yang
tidak dapat dihuni. Jumlah permukiman tidak layak huni tersebut
sampai
sekarang
tercatat
sekitar
54
ribu
hektare
39
kebutuhan
pembangunan
perumahan
telah
40
iklim
yang
kondusif
dalam
pembangunan
41