Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak pulau mempunyai berbagai macam suku ras,
adat, bahasa serta kekayaan alam. Indonesia juga kaya akan seni budaya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman seni budaya Indonesia mulai
luntur. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi .Dengan demikian
pola pikir Indonesia menjadi terpengaruh kehidupan barat atau pola budaya
barat, sehingga mereka melupakan kebudayaannya sendiri. Sebagai usaha
untuk menindak-lanjuti masalah tersebut, pemerintah seharusnya membekali
masyarakat dengan ilmu pengetahuan budaya, agar manusia Indonesia dapat
menjadi manusia yang berbudaya dan agar tidak melupakan budayanya sendiri.
Sir Edward Taylor (dari buku Edward Taylor. Primitive Culture. New York: J.P.
Putnams Sons.1920. hal 410)

menyatakan, kebudayaan adalah kompleks

keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral,hukum, adat istiadat


& semua kemampuan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota
masyarakat. Kesenian & kebudayaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan. Kesenian dapat menjadi wajah untuk mempertahankan identitas
budaya Indonesia. Seni tradisi adalah gambaran kebudayaan suatu masyarakat
pada sebuah daerah. Indonesia memiliki keberagaman seni lokalitas yang
sangat kaya dengan kearifan lokal. Kekayaan kultur budaya bangsa dalam seni
tradisi secara tidak langsung memiliki karakter etnis yang sangat beragam dan
berbeda.
Hasil karya yang dipertunjukan oleh seniman-seniman tradisional, merupakan
suatu bukti begitu beragamnya kultur-seni dan budaya masyarakat Indonesia.
Berdasarkan itulah, dari tulisan-tulisan Sulaiman Juned S.Sn, M.Sn ( Seniman
Aceh, calon kandidat Doktor Penciptaan Seni ISI Surakarta), penulis ingin
membahas sebuah seni tradisi Aceh sebagai media komunikasi sosial. Kesenian
Aceh biasanya memiliki transformasi moral dan sosial. Seni tradisi tersebut
adalah Biola Aceh atau sering disebut Mop-Mop.

Seni budaya tradisi yang penulis paparkan ialah suatu realitas sastra Aceh
( hikayat ) menuju realitas seni pertunjukan. Dewasa ini tanpa sengaja berangkat
dari perkembangan jaman kesenian tradisi mulai bergeser fungsinya, pada
awalnya

menjadi

alat

komunikasi

dalam

ruang

sosial

bagi

kehidupan

bermasyarakat di Aceh. Seni tradisi ini memang masih tetap bertahan di Aceh,
walau terasa sudah mulai langka. Dan bisa dikatakan nyaris punah. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya konflik bersenjata yang begitu panjang antara
Gerakan Atjeh Merdeka dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
melahirkan kondisi psikologis buruk terhadap masyarakat Aceh. Tindakan sosial
yang terjadi di Aceh sebelum dilaksanakan perdamaian saling berinteraksi dan
saling melahirkan kekejaman dari pihak-pihak yang bertikai, tentu melahirkan
perubahan terhadap tingkah laku masyarakat.
Interaksi sosial melalui seni tradisi membuat prilaku masyarakat Aceh,
terwujud

dari

keharusan

normatif

yang

terlahir

dari

kesantunan,

rasa

persaudaraan, pemurah, peramah, dan setia terhadap siapapun. Namun kondisi


ini menjadi lenyap karena terjadi tindakan sosial melalui kekerasan yang dilawan
dengan kekerasan. Rakyat hidup dalam ketakutan dan kecemasan karena setiap
detik menyaksikan pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, dan pembakaran.
Akibatnya kesenian tradisi Aceh pun terancam punah. Kondisi inilah yang
membuat seni tradisi Aceh terkesan sulit untuk mencarinya. Syukurlah dewasa
ini telah di bentuk Qanun (hukum/aturan) di bidang seni, untuk menghidupkan
kembali seni tradisional Aceh yang kaya nilai-nilai agama, adat, moralitas, dan
sosial.
Asal Usul Seni Mob-Mob
Kesenian biola Aceh telah hidup di tengah masyarakat semenjak jaman
kolonial Belanda. Namun lebih berkembang di Kabupaten Aceh Utara, Aceh
Besar dan Pidie sejak tahun 50-an. Penamaan terhadap kesenian ini karena
penggunaan instrumen biola sebagai intsrumen utamanya. Di Kabupaten Aceh
Utara kesenian ini diberi nama Mop-mop sedangkan di Aceh Besar dan Kaputen
Pidie, biola Aceh ini di sebut Genderang Kleng. Biola yang digunakan adalah
biola violin. Kesenian ini dimainkan paling banyak 5 (lima) orang pemain atau
paling sedikit 3 ( tiga ) orang pemain, masing-masing satu orang bertindak

sebagai violis (syech) yang merangkap vokalis, pemimpin grup sekaligus sebagai
sutradara yang menyusun dialog untuk menyanyi. Penabuh gendang atau rapai,
penyanyi, dan dua orang lagi sebagai penari dan pelawak, berperan sebagai
Linto Baro dan Dara Baro (Suami Istri atau Marapulai kalau di Minangkabau)
yang melakukan gerak tari dan banyolan sesuai irama Biola dan pukulan Rapai.
Pertunjukannya membutuhkan panggung hanya 6 X 6 meter.

Perkembangan Mob-Mob
Kesenian biola ini telah cukup lama berkembang di Lamno, Pidie dan Aceh
Utara.

Dan

sekarang

yang

tertinggal

hanya

di

Aceh

Utara.

Setelah

berkembangnya Tari Seudati, kesenian biola di Aceh Utara pada saat ini telah
menjadi satu jenis hiburan rakyat yang sangat diminati. Ciri khasnya adalah
adanya tarian,

cerita (dialog),

ungkapan-ungkapan

lucu,

nyanyian

menggelikan,

lewat berbalas
dan

penuh

pantun

humor,

dengan

serta

para

pemainnya memakai pakaian yang warnanya kontras. Biola Aceh berkomunikasi


lewat kekuatan humor, dan secara tidak langsung terselip nilai kritik sosial
melalui pantunnya yang kocak. Kesenian ini sampai sekarang masih mampu
berinteraksi dengan masyarakarat. Ini terbukti dari setiap kali pertunjukannya
mendapat sambutan meriah dari penonton, penyulut tawa adalah pantunnya
yang jenaka, segar dan menggelitik terkadang terkesan porno. Meskipun pola
dasarnya paduan musik dengan nyanyian, namun pusat perhatian justru pada
gerak tubuh dan tingkah pemainnya yang kocak membuat penonton bertahan
sampai dini hari. Pantun dan nyanyian, serta dialog dari penari berisi cerita lucu
tentang perkawinan, dan rumah tangga yang sarat dengan masalah sosial. Juga
diselingi cerita mertua atau isteri yang cerewet. Kisah rumah tangga tentang
wanita yang suami tetapi mencintai pria lain. Sebaliknya pria yang telah
memiliki istri namun masih mencari wanita lain. Mari kita nikmati salah satu
pantunnya:
Ta ek u glee tajak koh sigeudum
Lam kayee ruhung umpung nggang dama

Gajah di dumpek, rimueng di taum


Loen dhoe geuliunyeueng, loen jak bak gata.
Artinya:
Mendaki gunung memotong pohon sigeudum
Di lobang kayu, bangau bersarang
Gajah menguak, harimau mengaum
Ku tutup telinga, ku datang padamu.
Penonton turut terbahak-bahak menyaksikan bunyi biola yang terdengar
sumbang, Ditingkahi suara gendang, dan disahuti pantun yang jenaka. Apalagi
dihadiri penari joget yang adalah lelaki berperan sebagai wanita. Tampil dengan
dandanan menor dan mencolok, terkadang mengenakan rok dan blus, tak jarang
memakai kebaya dengan selendang berwarna hijau atau merah menutup kepala.
Sementara penari pria mengenakan pakaian biasa, namun baju atau jasnya di
pakai

terbalik,

terkadang

juga

memakai

sepatu

yang

kebesaran.

Jadi

menyaksikan pertunjukan biola Aceh, seperti menyaksikan pemain biola dan


penabuh gendang yang dikombinasikan dengan berpantun, menari, dan
melawak.
Kesenian biola Aceh, dalam proses adaptasi menyerap nilai-nilai budaya
Islam, tampak pada tekhnik memainkannya yaitu mengiringi vokal dengan
mengikuti melodi vokal yang ditambah dengan nada hias. Melodi dasar lagu
sama dengan melodi dasar biola, serta digarap secara bervariasi. Perbedaannya
dengan biola konvensional terletak pada metode dalam memainkannya,
penggesek biola Aceh memainkan biolanya secara terbalik. Progresi melodi pada
biola aceh membentuk harmoni vertikal dengan interval kwint (Selang nada 1
5). Teknik memainkannya sangat mirip dengan rabab di Minangkabau, satu nada
di tahan sementara nada lainnya bergerak membentuk progesi melodi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelestarian Seni Budaya Tradisi

Tradisi lahir melalui 2 (dua) cara, yaitu :


1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan
tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Perhatian, ketakziman,
kecintaan

dan

kekaguman

disebarkan

melalui

berbagai

cara,

mempengaruhi rakyat banyak. Sikap takzim berubah menjadi prilaku


dalam

bentuk

upacara,

penelitian

dan

pemugaran

peninggalan

purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama.


2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap
tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh
individu yang berpengaruh atau berkuasa.
Tradisi

(Bahasa

Latin:

traditio

"diteruskan")

atau

kebiasaan,

dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal
yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari
generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa
adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
B. Penting Untuk Dilestarikan
Khusus untuk kesenian Mop-Mop, saat ini para pelaku seni tersebut sudah
mulai beranjak tua. Hal ini harus menjadi perhatian yang utama mengingat
proses

kelanjutan

kesenian

ini

sudah

dalam

tingkat

mengkhawatirkan.

Pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus segera melakukan


regenerasi agar seni ini dapat berkembang dan tetap bertahan.
Saat ini masih hidup empat orang penggesek biola, yaitu AlmarhumSyech
Abdul Gani Krueng Mane, Syech Maneh, dan Syech Mae (Ismail), serta Syech Ali
Basyah. Menurut mereka, biola sebagai alat musik instrumen kesenian tradisi
Aceh yang berasal dari Mesir, walau biola pertama sekali diperkenalkan di Italia
tahun 1719. Sama persis seperti alat musik konvensional barat. Hanya berbeda
pada cara memainkan nada-nada biola tersebut.
C. Pengembangan Seni Mob-Mob Sangat Diperlukan
Salah satu contoh perbandingan teater Randai di Pariaman dan dan teater
Mob-mob di Aceh Utara. Perbedaan mendasar kenapa Randai dikenal oleh
masyarakat Sumatra Barat dan sangat familiar (akrab) sebab nilai dokma yang
diciptakan serta ditanamkan dalam masyarakat Minang bahwa kesenian Randai

memiliki

kekuatan

tradisi

yang

tidak

bisa

dipisahkan

dari

kebudayaan

masyarakat Minang Kabau. Kesenian Randai itu sendiri adalah kesenian Teater
Tradisional dari Sumatera Barat. Randai bagi masyarakat Sumatera Barat
dianggap sebagai sebuah kesenian yang mampu memberikan kekuatan lokal
dimana dalam pertunjukannya selalu menyuguguhkan pesan-pesan moral dalam
membangkitkan semangat Minang Kabau artinya ada semangat yang sangat
kuat didalam kesenian Randai itu. Bagaimana dengan Mob-Mob bagi masyarakat
Aceh yang sampai hari ini masih dinilai sebagai bagian yang tidak bermanfaat
dan sia-sia?
Seni tradisi Aceh selalu bersentuhan secara aktual dan universal lewat
konsep kebersamaan, dan mampu mengikuti kemajuan jaman. Seni tradisi Aceh,
tidak

mempertentangkan

kontemporer.

Sebab

konsepsi

pertunjukan

pertunjukan

seni

tradisi

antara

Aceh

tradisi

dengan

sesungguhnya

telah

melaksanakan konsepi pertunjukan dalam tataran kontemporer.


D. Upaya Pelestarian
Kebudayaan dapat dilestarikan dalam dua bentuk yaitu :
1. Culture Experience
Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung
kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika kebudayaan tersebut
berbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam
menguasai tarian tersebut. Dengan demikian dalam setiap tahunnya selalu
dapat dijaga kelestarian budaya kita ini.
2. Culture Knowledge
Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu
pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam
banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan
pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah.
Dengan demikian para generasi muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya
sendiri.
Hal lain yang sudah dilakukan dalam upaya pelestarian Mop-Mop adalah
mulai seringnya seni teater Mop-Mop Aceh Utara di undang untuk tampil di
event-event penting di Aceh. Informasi lain yang penulis dapatkan teater MopMop bulan November 2013 tampil di Jakarta, tanpa ada bantuan dari pemerintah

daerah sedikitpun. Miris sekali, tradisi Mop-Mop yang hampir punah tidak di
pedulikan oleh pemerintah daerahnya sendiri.
Ini hanya salah satu kasus. Persoalan lain adalah kurangnya buku-buku yang
mencatat kebudayaan lokal, kalaupun ada tidak mudah diperoleh. Boleh jadi ada
yang mencatat dan menulis secara mendalam tentang karya-karya budaya,
namun entah di mana buku-buku dan referensi itu berada . Sudah saatnya para
seniman harus dibekali ilmu penulisan tentang karyanya. Beberapa informasi
tersedia di Internet, tapi sering tak ada sumber rujukannya. Dengan demikian,
secara

akademis,

tulisan-tulisan

itu

tidak

bisa

dikutip

kecuali

sekadar

memperkaya informasi.
Lalu tugas Lembaga Pendidikan Tinggi Seni, dan Dinas Pariwisata dan
Budaya, serta senimannya, atau Kementerian Dinas Pendidikan Nasional
berkenan menjadikan seni lokalitas ini menjadi mata kuliah untuk kurikulum
nasional, agar seni tradisi populer ini dapat menjadi media komunikasi sosial.
Sekaligus dapat terus hidup dan berkembang.
Namun yang lebih penting adalah pencatatan kekayaan budaya lokal yang
dilakukan

secara

sungguh-sungguh,

dengan

metodologi

yang

bisa

dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini, pemerintah lewat instansi bidang


kebudayaan dari tingkat kementerian hingga dinas-dinas di daerah--bisa
berperan lebih nyata. Misalnya dengan membiayai riset-riset budaya dan
menerbitkan hasil riset itu secara luas sehingga mudah diakses siapa saja.
Begitu pula lembaga-lembaga dan komunitas kesenian, yang selama ini lebih
sibuk dengan pertunjukan, juga bisa mulai memikirkan bagaimana menulis
kesenian itu.
E. Hal-Hal Yang Terjadi Setelah Terjadi Bentuk Pelestarian
Selama proses melestarikan sebuah seni budaya tradisi, yang perlu di ingat
dan harus menjadi catatan penting yaitu nilai-nilai estetika dan cirri khas seni
budaya tersebut jangan sampai mengalami kemunduran atau perubahan yang
menghilangkan identitas seni budaya itu sendiri.
Sifat dinamis dalam suatu kebudayaan mengakibatkan adanya perubahanperubahan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari dua aspek.
1. Aspek positif

Kesenian Mop-Mop mulai banyak di ketahui dan diminati oleh


segala kalangan masyarakat dan di jadikan sarana serta media

penyampaikan informasi.
Mulai di perkenalkan ke tingkat nasional dan internasional, yang
pada muaranya menambah seni tradisi Mop-Mop Aceh menjadi di
kenal luas seperti seni lainnya.

2. Aspek negatif
-

Saat sekarang ini ada pergeseran hakikat seni Mop-Mop yang


dulunya sarat dengan pesan moral dan informasi, tetapi kini demi
di sukai masyarakat isi dari pertunjukan seni ini mulai menjadi

pertunjukan yang hanya mengandalkan kelucuan semata.


Di awal perkembangan Mop-Mop, seni ini bisa di tonton dengan
durasi pertunjukan yang lama. Tapi di masa sekarang seni Mop-Mop
harus mengemas durasi penampilannya sesuai permintaan agar
tidak membuang-buang waktu.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan diatas maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa kesenian Mop-Mop sangat erat kaitannya dengan sendi-sendi
kehidupan masayarakat. Seni ini sarat dengan pesan moral dan informasi
bermanfaat yang di kemas dengan pertunjukan musik biola,gendang atau rapai
dan komedi.
B. Saran
Permasalahan yang perlu diselesaikan saat ini ialah bagaimana seni tradisi
Aceh dapat dihidupkan kembali. Maka pemerintah daerah hendak perlu terus
menggelar event-event kesenian yang bertaraf nasional, dan internasional
seperti; Pekan Kebudayaan Aceh, Festival Baiturrahman, Diwana Cakradonya,
dan lainnya. Kegiatan-kegiatan yang serupa ini jelas mampu menumbuhkan
seni-seni tradisi yang akan mulai punah. Jika seni ini hilang maka tanpa kita
sadari budaya Aceh yang sarat dengan muatan penyadaran moral, agama, adat
dan sosial akan terkikis dan hilang lenyap dari kehidupan bermasyarakat.
Kesenian tradisi di Aceh tidak hanya dianggap sebagai media hiburan sematamata, tetapi mampu menjadi sebagai media komunikasi. Semoga seni tradisi
Aceh ini tetap hidup dan berkembang.

10

DAFTAR PUSTAKA
Daham, Basri. 2007. Gelitik Biola Aceh Makin Langka. Banda Aceh: Serambi
Indonesia. 30 Agustus 2008 Efendy. 1999. Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek.
Bandung: Rosda Karya
Juned,Sulaiman. 1999. Teater Tutur Aceh: Adnan P.M.T.O.H Trobadour yang
Menulis di atas Angin. Jurnal Palanta Padangpanjang: STSI Padang Panjang
( http://kuflet.com/2011/09/seni-tradisi-populer-aceh-sebagai-media-komunikasisosial/ )
Hamzah, A.Adjib. 1984. Pengantar Bermain Drama. Bandung:CV Rosda
Herwanfakhrizal. 1996/1997. Ekspresi dalam Seni Teater. Jurnal Ekspresi Seni
Program Studi Pascasarjana. Yogyakarta: UGM
Kartomi, Margaret J. 2005. dalam Asvi Warman Adam. Peneliti Musik Aceh
Pasca Tsunami. Jakarta: Harian Kompas. 18 Desember 2005
Mohammad Sahimi bin Hj. Chik. Pariwisata dan Seni di Sumatera Utara,Aceh, dan
Semenanjung Malaysia. Medan: 1990
Noor,Agus. 2006. Monolog, Aktor di Panggung Teater. Jakarta: Harian Kompas 26
Maret 2006
Sulaiman,Budiman. 1988. Kesusastraan Aceh. Banda Aceh: Unsyiah Press
Sandro Fernando, Permasalahan Budaya di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/82942280/Permasalahan-Budaya-Di-Indonesia, di akses
tanggal 12 Maret
2015

11

Anda mungkin juga menyukai