Anda di halaman 1dari 11

Erisipelas dan Selulitis

Sri Wahyuni, S.Ked


Pembimbing: dr. Nopriyati, Sp.KK
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. HoesinPalembang

Erisipelas dan selulitis merupakan infeksi kulit dan jaringan lunak.1 Erisipelas berarti
kelainan kulit yang termasuk dalam tipe selulitis superfisial dengan gejala nyeri, teraba lunak,
eritema, edema, berwarna merah cerah dan memiliki batas yang tegas dibandingkan daerah
normal disekitarnya. Selulitis berarti infeksi pada dermis dan lemak subkutan dengan gejala
klinis yang hampir sama dengan erisipelas namun tidak berwarna merah cerah dan tidak
memiliki batas yang jelas dibandigkan dengan daerah normal disekitarnya. 1,2
Erisipelas dan selulitis merupakan bentuk umum dari non-necrotizing skin and soft
tissue infections (SSTI), yang jumlahnya mencapai 7% - 10% di Amerika Utara. Lebih dari
dua dekade yang lalu, insiden SSTI meningkat lebih cepat daripada infeksi akut lainnya,
bersamaan dengan meningkatnya kejadian resistensi Staphylococcus aureus terhadap
metisilin.1 Jumlah kasus erisipelas dan selulitis yang terjadi pada 2014-2015 di Departemen
Dermatologi dan Venereologi RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang adalah 7 dan 11 kasus.*
Resiko terjadinya erisipelas meningkat pada individu dengan imun yang rendah,
seperti baru menjalani kemoterapi, menggunakan steroid, atau infeksi HIV. 2 Faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi pada selulitis adalah hamil, ras putih, trauma, gigitan hewan
dan serangga serta tato. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah insufisiensi vena,
limfoedema, penyakit arteri perifer, status imun rendah, diabetes, ulkus, eksim, tinea pedis
dan luka bakar.
Kompetensi seorang dokter umum untuk kasus erisipelas dan selultis sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia adalah 4 A. Tinjauan pustaka ini membahas mengenai
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis banding, diagnosis,
serta penatalaksanaan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman untuk
menegakkan dan menatalaksana erisipelas dan selulitis dengan cepat dan tepat sesuai
kompetensi.
*Data kunjungan pasien rawat jalan poliklinik Dermatologi dan Vereologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

*Data kunjungan pasien rawat jalan poliklinik Dermatologi dan Vereologi RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.

DEFINISI
Erisipelas
Erisipelas atau St Anthonys fire merupakan bentuk selulitis kutaneus supefisial akut.
Infeksi ini mengenai epidermis dan dermis superfisial wajah, kaki, dan tempat lainnya serta
juga bisa melibatkan sistem limfatik.2 Erisipelas paling sering disebabkan oleh Streptococcus
pyogenes (Streptococcus grup A). 3
Selulitis
Selulitis merupakan inflamasi piogenik, akut, menyebar pada dermis bagian bawah
dan jaringan subkutan.4 selulitis paling sering terjadi pada ekstremitas bawah. Penyebab
paling sering selulitis adalah Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. 3
EPIDEMIOLOGI
Erisipelas
Insiden erisipelas meningkat sejak tahun 1980-an dan cenderung menyerang individu
daripada satu populasi. Angka kejadian erisipelas sama untuk semua kelompok ras dan bisa
mengenai individu dari semua latar belakang sosioekonomi. Puncak terjadinya erisipelas
adalah pada anak kecil dan usia tua.2
Selulitis
Tidak ada perbedaan angka kejadian selulitis pada jenis kelamin yang berbeda.4
FAKTOR RESIKO
Erisipelas
Resiko terjadinya erisipelas meningkat pada individu dengan imun yang rendah,
seperti baru menjalani kemoterapi, menggunakan steroid, atau infeksi HIV. 2
Selulitis
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah hamil, ras putih, trauma, gigitan
hewan dan serangga serta tato. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah insufisiensi vena,
limfoedema, penyakit arteri perifer, status imun rendah, diabetes, ulkus, eksim, tinea pedis
dan luka bakar. 4
ETIOLOGI
Erisipelas paling sering disebabkan oleh Streptococcus pyogenes (Streptococcus grup
A). Penyebab paling sering selulitis adalah Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
2

aureus. Selulitis pada anak paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
beberapa Haemophillus influenza.3
Tabel 1. Etiologi Erisipelas dan Selulitis1
Tipe Infeksi
Erisipelas
Selulitis

Selulitis pada anak


Selulitis wajah/
periorbital
Selulitis perianal
Selulitis sekunder
bakteremia
Selulitis yang
berhubungan
dengan paparan
air

Penyebab Paling
Umum
Streptococcus grup A
S.aureus,
Streptococcus grup A

S.aureus,
Streptococccus grup A
S.aureus,
Streptococccus grup A
Streptococccus grup A
Pseudomonas
aeruginosa
E. rhusiopathiae

Penyebab Tidak Umum


Streptococcus grup B, C dan G, Staphylococcus aureus
Streptococcus grup B, C dan G, Streptococccus iniae;
Pneumococcus; Haemophilus influenza (anak); Escherichia
coli; Proteus, Enterobakteriaceae lainnya; Campylobacter
jejuni; Moraxella; Cryptococcus neoformans; Legionella
Pneumophila, Legionella meicdadei; Bacilus antrachis
(anthrax); Aeromonas hydrophila; Erysipelothrix
rhusiopathiae; Vibrio vulnicus;Vibrio alginolyticus; Vibrio
cholaer non-01
Streptococcus grup B (neonatus)
Neisseria meningitides, H. Influenza (anak kecil)
S. aureus
V. vulnificus; Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
grup A, B, C dan G
V. vulvinicus,A. Hydropila, Myobacterium marinum
(limpangitis nodular), Mycobacteria fortuitum kompleks

PATOGENESIS
Pada umumnya kuman akan masuk melalui port the entry. Yaitu mukokutaneus
melalui dermatosis sebelumnya, trauma, luka operasi, infeksi mukosa, penggunaan obat
injeksi dan paparan air. Rusaknya jaringan akibat trauma menjadi sumber infeksi bakteri
anaerob.5

Gambar 1. Faktor virulensi yang dihasilkan oleh Streptococcus Grup A 10

Dinding sel S pyogens sangat kompleks. Komponen antigen sel adalah faktor
virulensi. Kapsul terluar terdiri dari asam hialuronik yang memiliki struktur mirip dengan
jaringan ikat pejamu, membuat bakteri tidak dikenali oleh pejamu sebagai benda asing.
Sehingga bakteri dapat terhindar dari fagositosis oleh neutrofil atau makrofag dan dapat
berkolonisasi.

Gambar 2. Diagram faktor virulensi S. pyogenes 11

Protein M mempunyai beberapa fungsi dalam patogenesis S. pyogenes, yaitu aktivitas


antifagositosis, adhesin dan invasin.12 Aktivitas antifagositosis terjadi melalui dua mekanisme
yaitu daerah berulang C berikatan dengan faktor H sehingga menghambat aktivitas
komplemen dan fibrinogen berikatan dengan permuakan protein M sehingga menghambat
aktivitas komplemen jalur alternatif. Pengikatan ini menyebabkan penurunan jumlah C3b
yang berikatan dengan S. pyogenes dan menghambat fagositosis oleh Polymorphonuclear
leukocytes (PMNL).13 Protein M juga berfungsi sebagai adhesin untuk penempelan bakteri
pada keratinosit kulit dan invasin yang mempercepat internalisasi pada proses invasi.13
Produksi Dnase melindungi S pyogenes dari mekanisme pertahanan tubuh ekstraseluler oleh
neutrofil. Beberapa mekanisme di atas kemudian menyebabkan kerusakan jaringan yang
menimbulkan manifestasi klinis pada erisipelas dan selulitis.
Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokompromais lebih
sering melalui aliran darah.3
MANIFESTASI KLINIS
Erisipelas
4

Lesi klasik dari erisipelas adalah tepi yang tegas, terjadi pada wajah namun sekarang
lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah. Setelah masa inkubasi 2 sampai 5 hari, terjadi
demam, menggigil, malaise, dan nausea. Beberapa jam atau hari kemudian, plak eritema kecil
mulai muncul dan menyebar. Terdapat batas yang tegas dengan area kulit yang sehat, teraba
panas, lunak dan indurasi dengan non-pitting edema, nyeri jika dipalpasi. Limfadenopati
regional biasanya umum terjadi dengan atau tanpa lymphatic streaking. Pasien mengeluh
nyeri selangkangan karena pembengkakan dari kelenjar limfe femur. Pustul, vesikel, bula dan
area kecil nekrosis hemoragik dapat juga muncul. Ketika proses inflamasi mereda maka
deskuamasi dan pigmentasi pasca inflamasi dapat terjadi.3
Eritema merah cerah yang menyerupai kulit jeruk (peau d orange). Adanya edema
sebelumnya atau abnormalitas anatomik lainnya dapat menyebakan tepi antara jaringan yang
sehat dan sakit tidak jelas. 75-90% kasus terjadi pada ekstremitas bawah dan dapat mengenai
wajah 2,5-10% dari kasus. Erisipelas pada wajah diawali dengan unilateral tetapi dapat juga
terjadi simetris pada wajah. Orofaring merupakan port the entry yang sering dan kultur
tenggorokan menunjukkan Grup A Streptococcus (GAS). Edema inflamatori bisa sampai ke
kelopak mata, tetapi komplikasi pada mata jarang terjadi.1

Gambar 1. A: Erisipelas. Nyeri, eritem edema dengan tepi yang jelas pada kedua pipi dan hidung. Teraba
lunak dan pasien mengalami demam dan menggigil. B: Erisepelas. Nyeri, eritem hangat pada
ekstremitas bawah dengan tepi yang jelas.

Selulitis

Selulitis sering diawali oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise.
Area yang terkena memberikan gambaran 4 tanda kardinal inflamasi yaitu rubor (eritema),
kalor (hangat), dolor (nyeri), dan tumor (bengkak).
Menurut klasifikasi Eron, selulitis dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi Selulitis Eron
Kelas

Gejala Toksisitas Sistemik

I
II

Tidak ada
Bisa ada atau tidak

III
IV

Ada (takikardi, takipnea, hipotensi)


Sindrom sepsis, faskitis nekrotisasi

Komorbiditas
Tidak ada
Ada (penyakit vaskular perifer, obesitas,
insufisiensi vena)
Tidak stabil
Tidak stabil

Pada selulitis tepi lesi biasanya tidak berbatas tegas dan tidak teraba. Pada infeksi berat,
vesikel, bula, pustul, jaringan nekrotik mungkin muncul. Limfangitis asending dan keterkaitan
lymph node mungkin terjadi. Selulitis pada anak biasa terjadi pada regio leher, dimana pada
orang dewasa ekstremitas atas juga bisa terkena. 3

Gambar 3. Selulitis A. Pembengkakan, eritem dan lunak, perhatikan blister dan krusta pada
ektremitas bawah B. Selulitis muncul dari abses ekstremitas atas C. Selulitis Pipi. H. Influenza.
Eritema dan edem pada pipi anak kecil dengan gejala demam dan malaise. H. Influenza ditemukan
pada kultur nasofaring.

DIAGNOSIS BANDING
Erisipelas
Diagnosis banding erisipelas adalah selulitis, dan infeksi jaringan lunak lainnya
(erisipeloid, faskitis nekrotisasi).3 Selulitis berarti infeksi pada dermis dan lemak subkutan
dengan gejala klinis yang hampir sama dengan erisipelas namun tidak berwarna merah cerah
dan tidak memiliki batas yang jelas dibandingkan dengan daerah normal disekitarnya.
6

Erisipeloid memiliki manifestasi plak berbatas tegas berwarna merah atau ungu cerah dengan
permukaan yang mengkilap di sela-sela jari atau tangan. Faskitis nekrotisasi adalah eritema
pada kulit kaki atau perineum yang berubah menjadi gelap dengan terbentuknya bulla,
progesivitas cepat yang segera diikuti oleh nekrosis dan gangren, nyeri berat, bengkak dan
demam.2,4
Selulitis
Diagnosis banding selulitis ekstremitas bawah adalah deep vein thrombosis dan
penyakit inflamasi lainnya, seperti dermatitis statis, tromboflebitis superfisial. Pada deep vein
thrombosis tidak ditemukan adanya perubahan pada kulit atau demam. Dermatitis stasis
memiliki karakteristik tidak adanya nyeri atau demam dan terjadi bilateral. Tromboflebitis
superfisial memiliki manifestasi merah dan teraba lunak, tidak ada demam dan ditemukan
palpable cord untuk diagnosis.2,4
DIAGNOSIS
Erisipelas
Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dapat diperoleh melalui
anamnesis yaitu adanya demam, menggigil, malaise, dan nausea serta nyeri jika dipalpasi.
Pasien mengeluh nyeri selangkangan karena pembengkakan dari kelenjar limfe femur. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan lesi klasik dari erisipelas berupa eritema cerah, tepi yang
tegas, batas yang jelas dengan area kulit yang sehat, teraba panas, lunak dan indurasi dengan
edema non-pitting . Pustul, vesikel, bula dan area kecil nekrosis hemoragik dapat juga
muncul.
Evaluasi laboratorium rutin menunjukkan peningkatan hitung leukosit ke arah kiri.
Kultur darah hanya positif pada 5 % kasus. Apusan dari port the entry lokal, pustul atau bula,
tenggorokan dan hidung dapat membantu. Kultur dari spesimen biospsi kulit dan metode
injeksi reaspirasi tidak memberikan hasil yang baik. Anti Dnase B dan titer ASO adalah
indikator yang baik infeksi streptococcus. MRI dan CT dapat membantu menegakkan
diagnosis infeksi yang lebih dalam, namun jarang digunakan. Giemsa atau pewarnaan gram
memnunjukkan adanya streptococcus pada jaringan dan diantara limfatik.3
Selulitis
Diagnosis selulitis berdasarkan gejala klinis. Melalui anamnesis dapat diketahui
adanya demam, menggigil, dan malaise yang mengawali selulitis. Area yang terkena
memberikan gambaran 4 tanda kardinal inflamasi yaitu rubor (eritema), kalor (hangat), dolor
7

(nyeri), dan tumor (bengkak). Dari pemeriksaan fisik didapatkan tepi lesi biasanya tidak
berbatas tegas dan tidak teraba. Pada infeksi berat, vesikel, bula, pustul, jaringan nekrotik
mungkin muncul. Selulitis pada anak biasa terjadi pada regio leher, dimana pada orang
dewasa ekstremitas atas juga bisa terkena. 3
Hitung leukosit biasanya normal atau sedikit meningkat. C reaktif protein juga dapat
meningkat dan peningkatan C reaktif protein merupakan indikator yang lebih baik daripada
peningkatan leukosit. Kultur darah memberikan hasil yang hampir selalu negatif pada
imunokompeten. Pengecualian penting selulitis karena H. Influenza, bisanya terjadi
peningkatan leukosit ke arah kiri dan positif kultur darah. Menurut National Guidline, the
Northern Ireland Clinical Resource Efficiancy Support Team (CREST) 2005 pada tatalaksana
selulitis dewasa, kultur darah direkomendasikan pada pasien dengan gejala sistemik signifikan
termasuk pireksia (>380C).4 Pada anak-anak dan pasien dengan imun yang rendah, organisme
atipikal lebih umum dan aspirasi jarum dan biopsi kulit bisa bermanfaat.3 Pencitraan
digunakan ketika adanya dugaan abses yang mendasari selulitis, faskitis nekrotisasi atau
ketika diagnosis selulitis meragukan.
PENATALAKSANAAN
Erisipelas
Drug of choice untuk erisipelas akibat streptococcus adalah penisilin selama 10-14
hari. Walaupun makrolid seperti eritromisin dapat dipakai pada pasien yang alergi penisilin
tetapi banyak yang resisten terhadap strain S. Pyogens. Untuk anak dan pasien debilitasi
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk diberi obat intra vena atau intramuskular.3
Selulitis
Pada kebanyakan kasus selulitis, tujuan pengobatan adalah terhadap S. Pyogenes dan
S. Aureus. Pada kasus ringan diobati dengan antibiotik oral terhadap gram positif. Pada pasien
sakit serius dan selulitis di wajah perlu dirawat di rumah sakit dan diterapi dengan antibiotik
parenteral. Ulkus dekubitus dan pasien diabetes dengan komplikasi selulitis memerlukan
antibiotik spektrum luas (misalnya piperasilin/ tazobactam atau pada pasien yang alergi
penisilin diberi metronidazol plus siprofloksasin).3
Pada daerah yang ada bula atau eksudat, perlu diberi kompres, peninggian kaki dan
imobilisasi. Sementara itu dilakukan biakan, dan pengobatan selanjutnya sesuai hasil biakan.
Jika mengobati selulitis sebaiknya hindari pemberian obat NSAID oleh karena dapat
mengaburkan adanya tanda dan gejala deeper necrotizing infection.3
8

Tabel 2. Klasifikasi Selulitis Eron8


Kelas
I
II

III
IV

Gejala Toksisitas
Sistemik
Tidak ada
Bisa ada atau tidak

Ada (takikardi,
takipnea, hipotensi)
Sindrom sepsis,
Faskitis nekrotisasi

Komorbiditas
Tidak ada
Ada (penyakit
vaskular perifer,
obesitas,
insufisiensi vena)
Tidak stabil
Tidak stabil

Antibiotik
Oral/ IV
Oral
IV

IV
IV dengan atau
tanpa surgical
debridement

Rawat Jalan/ Rumah Sakit


Rawat jalan
Rawat rumah sakit selama 48
jam kemudian rawat jalan
dengan terapi antibiotik
parenteral
Rawat Rumah Sakit
Rawat rumah sakit

Tabel 3. Penatalaksanaan Selulitis 7,8


Kelas
I

Lini Pertama
Flukloksasillin 500 mg qds po

II

Flukloksasillin 2g qds IV atau


*seftrikason 1g od IV (hanya pada
outpatient parenteral antibiotic therapy/
OPAT)
Flukloksasillin 2g qds IV

III

Lini Kedua
Alergi penisilin:klaritromisin 500 mg
bd po
Alergi penisilin:klaritromisin 500 mg
bd IV atau klindamisin 600 mg tds IV

Alergi penisilin:klaritromisin 500 mg


bd IV atau klindamisin 900 mg tds IV
IV
Benzilpenisilin 2,4 g setiap 2-4 jam IV + siprofloksasin 400 mg bd IV + klindamisin
900 mg tds IV (jika alergi penisilin gunakan siprofloksasin dan klindamisin saja)
NB: diskusi dengan layanan Kesehatan Mikrobiologi setempat
*Jangan digunakan pada anafilaksis penisilin

Durasi
10 hari
10 hari

14 hari
Ditentukan
oleh
mikrobiologi

Penisilin sistemik dengan cepat dapat memberikan hasil yang efektif. Perbaikan
keadaan umum terjadi dalam 24-48 jam, namun resolusi lesi kutaneus membutuhkan waktu
bebeapa hari. Tatalaksana dengan antibiotik harus dilanjutkan minimal sampai 10 hari. Untuk
lesi lokal, dapat diberikan ice bags dan kompres dingin. Keterlibatan kaki, khususnya ketika
muncul bulla, dibutuhkan perawatan di rumah sakit dengan antibiotik intravena.9
PROGNOSIS
Selulitis akut, dengan atau tanpa pembentukan abses, memiliki kecendrungan untuk
menyebar melalui sistem limfatik dan aliran darah dan bisa menjadi penyakit serius, jika tidak
ditatalaksana segera. Pasien dengan kronik edema, proses tersebut dapat berlangsung cepat
dan pemulihan lambat. Erisipelas dan selulitis yang tidak ditatalaksana bisa menjadi
komplikasi membentuk bula, abses, faskitis nekrotisasi dan bakteremia dengan sepsis atau
metastase infeksi pada organ berbeda.1

Selulitis dan erisipelas cenderung berulang pada lokasi yang sama, mungkin sebagai
akibat dari obstruksi limfatik kronik dan edem persisten. Rekuren erisipelas memiliki
manifestasi bengkak persisten pada bibir, abdomen, dan ekremitas bawah. Kejadian rekuren
dapat terjadi karena patogen yag tidak biasa dan pemilihan jenis serta dosis antibiotik yang
tidak tepat.1
KOMPLIKASI
Erisipelas
Komplikasi erisipelas jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
yang mendasari .3
Selulitis
Komplikasi jarang, tetapi bisa terjadi glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh
streptokokus galur nefritogenik), limfadenitis dan endokarditis bakterialis subakut. Kerusakan
pada pembuluh limfatik bisa menyebabkan selulitis rekuren.3
KESIMPULAN
Erisipelas dan selulitis adalah bagian dari non-necrotizing skin and soft tissue
infections (SSTI)1. Erisipelas atau St Anthonys fire merupakan bentuk selulitis kutaneus
supefisial akut. Infeksi ini mengenai epidermis dan dermis superfisial wajah, kaki, dan tempat
lainnya serta juga bisa melibatkan sistem limfatik.2 Erisipelas paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes (Streptococcus grup A). 3 Selulitis merupakan inflamasi piogenik,
akut, menyebar pada dermis bagian bawah dan jaringan subkutan.4 Selulitis paling sering
terjadi pada ekstremitas bawah. Penyebab paling sering selulitis adalah Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus aureus. 3 Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson RA. Non-necrotizing infections of
the dermis and subcutaneous fat: cellulitis and erysipelas. In: Wolff K., Goldsmith LA.,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in General
medicine. 8th edition. New York: McGrawHill Companies Inc;2012.p.2160-8.
2. Celestin R, Brown J, Kihiczak G, Schwartz RA. Review erysipelas: a common
potentially dangerous infection. Acta Dermatoven APA 2007;6(3):123-6.
3. Halpem AV, Heymann WR. Bacterial disease. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Dermatology. 2nd edition. British: Elsevier;2008.p.1082-5.
4. Phoenix G, Das S, Joshi M. Clinical Review Diagnosis and Management. London:
BMJ;2012.p.1-8.
5. Wolff K, Jonhson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
6th Edition. New York: McGraw Hill;2009.p.609-17.
6. Eron, L. J. Infections of skin and soft tissues: outcome of a classification scheme. Clinical
Infectious Diseases. 2000;31: 287.
7. Clinical Resource Efficiency Support Team (CREST). Guideline on the Management of
Cellulitis in Adults. Northend Ireland: CREST;2005.p.1-31
8. Lucy H, Netto M. Cellulitis: What You Ought to Know. London: The Pharmaceutical
Journal;2013.291:193-6.
9. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology.
11 th Edition. British: Elsevier;2011.p.255-6.
10. Johansson L, Thulin P, Low DE, Teglund AN. Getting under the Skin: The
Immunopathogenesis of Streptococcus pyogenes Deep Tissue Infections;2010.p.58-65.
11. Todar K. Todars Online Textbook of Bacteriology: Streptococcus pyogenes, Universitas
of Wisconsin-Madison Departement of Bacteriology;2002.p.28-9.
12. Cue, D., E. P. Dombeck, and P. P. Cleary. Intracellular Invasion by Streptococcus
pyogenes : Invasins, Host receptors , and Relevance to Human disease. American society
for Microbiology, Washington, D. C. 2000; 75(6):3188-91.
13. Navarre, W. T., and O. Schneedwind. Surface Protein of Gram Positive Bacteria and

Mechanisms of Their Targetting to The Cell wall Envelope. Microbiol. Mol. Biol.
Rev.;1999.63:174-229.

11

Anda mungkin juga menyukai