Anda di halaman 1dari 4

Gara Gara Kemben, Film Gending Sriwijaya

Diprotes Budayawan
Film Gending Sriwijaya yang disutradarai Hanung Bramantyo menuai kontroversi.
Sejumlah budayawan dan peneliti sejarah di Sumatera Selatan protes karena menilai alur cerita
(plot) film menyimpang dari sejarah Kerajaan Sriwijaya. Pakaian songket dan kemben yang
dikenakan bintang film itu juga dianggap keliru. Harus direvisi sebelum ditayangkan karena
bisa jadi pembiasan sejarah, tegas Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti,
Minggu (21/10/2012).
Film Gending Sriwijaya digarap Hanung Bramantyo bekerja sama dengan Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan menggunakan dana APBD senilai Rp11 miliar. Dalam anggaran
disebutkan film yang akan dibuat berjenis film dokumenter. Setelah selesai film ini dikelola
Badan Aset Daerah. Tender film dimenangi putar production pada April 2012. Ini kerja sama
kedua setelah film Mengejar Angin.
Nurhadi menilai kelemahan film Gending Sriwijaya terletak pada cerita pertentangan dan
perebutan tahta oleh dua anak raja (dalam film disebut Raja Dapunta Hyang Srijayanasa. Nama
Dapunta Hyang terukir di Prasasti Kedukan Bukit, 864 Masehi). Menurut Nurhadi, dalam sejarah
Kerajaan Sriwijaya tidak pernah terjadi pertentangan. Kehancuran Sriwijaya yang pernah
menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara disebabkan faktor eksternal, tidak ada sejarah
yang mengisahkan perebutan tampuk kekuasaan di antara keturunan raja.
Pertentangan dan kehancuran kerajaan diriwayatkan terjadi karena ada serangan dari
luar kerajaan, tegas Nurhadi. Ketua Yayasan Kebudayaan Tandipulau, Erwan Suryanegara,
protes lebih keras. Saya berani pasang leher untuk menentang film ini, katanya.
Budayawan yang mendapat Magister Seni Rupa dan Desain dari Institut Teknologi
Bandung ini mengatakan, kisah yang diceritakan terkesan mengada-ada karena menggabungkan
Gending Sriwijaya dengan cerita Kerajaan Sriwijaya. Dua hal ini merupakan objek yang
berbeda. Gending Sriwijaya merupakan nama tarian yang diciptakan pada tahun 1943 ketika
zaman penjajahan Jepang sebagai tarian penyambut petinggi Jepang ketika itu. Tari ini
diciptakan Sukainah Arozak, syair diciptakan A. Muhabit. Sementara Kerajaan Sriwijaya
dikisahkan dalam sejarah mengalami kejayaan pada abad ke-7 hingga ke-13 masehi. Dua hal ini
merupakan kisah yang berbeda, tidak dapat disatukan. Selisih waktu di antara keduanya jauh,
berabad-abad, jelasnya.
Erwin mempermasalahkan riset yang dilakukan sutradara dan penulis skenario film
karena menurutnya film ini tidak didukung riset yang cukup akan latar belakang sejarah
Sriwijaya. Kekeliruan riset juga ditunjukan dengan kostum yang dikenakan para pemain tidak
sesuai pada masanya. Para pemain mengenakan pakain yang tidak bercirikan pakaian Melayu
ketika itu. Kemben yang digunakan itu bukan pakaian sehari-hari masyarakat ketika itu. Bagi

kami, pakaian itu merupakan pakaian khusus untuk ke sungai jika hendak mandi, ungkap
budayawan yang juga menjadi pengajar di Palembang ini.
Sama seperti Nurhadi, perebutan kekuasaan antara kedua anak raja kerajaan yang
diceritakan dalam film ini juga dipertanyakan Erwin. Sinopsis film Gending Sriwijaya
mengisahkan perebutan tahta kerajaan antara dua orang anak Raja Dapunta Hyang Sri jayasana
(diperankan Slamet Rahardjo), yakni Awang Kencana (Agus kuntjoro) dan Purnama Kelana
(Syahrul Gunawan). Tidak ada sejarah yang mengisahkan pereburan kekuasaan oleh dua anak
raja Kerajaan Sriwijaya, tegasnya.

STRUKTUR TEKS ULASAN


Gara-Gara Kemben, Film Gending Sriwijaya Diprotes Budayawan
Struktur Teks

Orientasi

Tafsiran isi 1

Tafsiran isi 2

Tafsiran isi 3

Tafsiran isi 4

Tafsiran isi 5

Tafsiran isi 6

Evaluasi 1

Paragraf
Film Gending Sriwijaya yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo
menceritakan tentang tarian dan pertentangan oleh dua anak raja. Yaitu
Raja Dapunta Hyang Srijayanasa. Dalam film ini, Hanung Bramantyo
bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Film ini
dibuat dengan jenis film dokumenter.
Raja Dapunta Hyang Srijayanasa adalah seorang raja di Sriwijaya. Ia
mempunyai anak yang bernama Awang Kencana yang diperankan oleh
Agus Kuntjoro, dan Purnama Kelana yang diperankan oleh Syahrul
Gunawan. Pada film ini, diceritakan bahwa dua anak dari sang raja ini
terdapat pertentangan dan perebutan tahta.
Dalam film Gending Sriwijaya ini, banyak mendapat komentar tidak
baik, yang datang dari Badan Arkeologi Palembang, Yayasan
Kebudayaan Tandipulau, dan para budayawan. Mereka banyak
memprotes mengenai pakaian, jalan cerita, dan memprotes tentang
kekeliruan riset yang dilakukan oleh sutradara dan penulis naskah film.
Kekeliruan riset yang dipermasalahkan dalam film ini cukup banyak.
Mulai dari baju yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari yang seharusnya menggunakan baju biasa, justru dalam film
diceritakan bahwa masyarakat sehari-harinya menggunakan kemben.
Hal ini dirasa tidak sesuai dengan masanya. Karena, pakaian tersebut
tidak bercirikan pakaian melayu ketika itu.
Kehancuran dan runtuhnya kerajaan Sriwijaya adalah karena
pertentangan dan serangan dari luar kerajaan. Sedangkan didalam film,
diceritakan bahwa kerajaan Sriwijaya runtuh karena pertentangan
antara dua anak raja. Cerita Gending Sriwijaya, disini digabungkan
dengan cerita kerjaan Sriwijaya. Padahal, Gending Sriwijaya dan cerita
kerajaan Sriwijaya adalah dua cerita yang sangat berbeda. Bahkan
Erwan berani pasang leher untuk menentang film ini.
Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti mengatakan
bahwa film ini harus direvisi dulu, sebelum ditayangkan. Karena bisa
menjadikan pembiasan sejarah.
Karena film ini mendapat banyak protes mengenai jalan cerita dan isi
filmnya, film ini akan direvisi terlebih dahulu, sebelum ditayangkan.
Agar para budayawan, dan pihak pemerintah dapat menerima film
Gending Sriwijaya ini yang sesuai dengan sejarah Gending Sriwijaya.
Film ini bagus karena menceritakan tentang Sriwijaya, yaitu kerajaan
yang pernah menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara.
Sayangnya, banyak cerita atau jalan cerita film yang tidak sesuai
dengan sejarah Gending Sriwijaya. Sehingga, mendapat banyak protes
dari berbagai pihak.

Evaluasi 2

Rangkuman

Peran-peran dalam film ini sudah sesuai dengan karakter pemainpemainnya. Hanya saja, baju yang salah dikenakan dalam film. Karena
itu, film ini mendapat banyak protes.
Dari paparan tadi, dapat disimpulkan bahwa film Gending Sriwijaya
banyak mendapat protes dari berbagai pihak. Film ini diprotes karena
banyak hal. Karena itulah film ini harus direvisi terlebih dahulu,
sebelum ditayangkan. Karena jika tidak direvisi, dapat menjadikan
pembiasan sejarah.

Anda mungkin juga menyukai