Anda di halaman 1dari 11

1

Tata Bahasa, Kosakata dan Analisis Wacana


A. Tata Bahasa
Ketika muncul definisi tata bahasa, kebingungan seketika meluap. Permasalahan yang
muncul adalah kata tata bahasa memiliki arti berbeda untuk masing-masing orang. Bagi
sebagian banyak dari mereka, istilah tersebut merupakan daftar boleh dan tidak boleh,
aturan yang sebaiknya mengatakan It is I, bukan It is me, aturan yang sebaiknya tidak
mengatakan aint, atau sebaiknya menghindari kalimat dengan akhiran preposisi. Bagi
sebagian yang lain, istilah tersebut dapat merujuk pada aturan tata bahasa yang banyak
ditemukan dalam bahasa tertulis, misalnya, peraturan potongan kalimat adalah tidak benar
meskipun kalimat tersebut sering ditemukan dalam bahasa lisan (misalnya, woeking on a
term paper sebagai tanggapan atas pertanyaan what are you doing?) , atau menyarakan
untuk tidak memulai kalimat dengan and atau but , meskipun sekali lagi, penggunaan
tersebut merupakan hal yang umum dalam bahasa Inggris lisan. Namun demikian, hal
tersebut dapat diartikan sebagai sebuah deskripsi umum dari struktur bahasa, dengan tidak
memperhatikan tentang benar atau tidaknya sebuah bentuk.
Tata bahasa dengan aturan yang membuat perbedaan antara bentuk benar dan salah
didefinisikan sebagai tata bahasa preskriptif atau sudah memiliki ketentuan resmi yang
berlaku. Tata bahasa tersebut memiliki aturan bagaimana berbicara denganbaik, dalam hal It
is I, dan bagaimana sebaiknya tidak berbicara, It is me, atau He aint home. Pendekatan
ini membuat perbedaan antara keberanekaragaman tata bahasa standar dan non-standar, juga
secara jelas sering kali membuat penilaian dengan mengacu pada salah satu atau beberapa
standar bahasa Inggris yang tepat atau baik, sedangkan non-standard adalah bahasa Inggris
yang tidak tepat atau buruk.
Tata bahasa yang tidak membuat perbedaan dan yang bertujuan untuk menggambarkan
bahasa sebagaimana ia digunakan disebut tata bahasa deskriptif. Aturan dalam tata bahasa ini
lebih seperti sebuah cetak biru untuk membangun struktur yang well-formed dan mereka
menggambarkan pembicara pengetahuan bawah sadar atau mental tata bahasa dari sebuah
bahasa. Lebih lanjut, pengetahuan bawah sadar dalam bahasan tulisan ini adalah sebuah
pendekatan yang fokus pada penjelasan bagaimana sebenarnya penutur asli bicara dan tidak
memunculkan bagaimana sebaiknya mereka berbicara. Tidak ada keputusan akan sebuah nilai
yang dibuat, melainkanbentuk nilai netral secara gramatikal dan tidak gramatikal
digunakan untuk membedakan antara pola yang well-formed, kalimat atau frasa dalam
bahasa yang mungkin muncul dan yang tidak. Misalnya, The cow ate the corn adalah

kalimat dengan aturan tata bahasa yang benar dalam bahasa Inggris, tetapi *Ate the corn the
cow adalah kamliat dengan gramatika yang salah. Tata bahasa dalam pengertian ini terdiri
dari aturan sintaks yang menetapkan bagaimana yang kata dan frase digabungkan untuk
membentuk sebuah kalimat, yang juga menetapkan bagaimana bentuk kata dibangun dalam
sebuah kalimat (misalnya, perbedaan present dan past tense: love, loved; perbedaan jumlah
tunggal dan jamak: word, words) dan aturan-aturan lainnya. Bagi ahli linguistik, tata bahasa
deskriptif dapat lebih dirinci bila dilihat dari bahasanya, tidak hanya termasuk sintaks dan
morfologi tetapi juga fonetik, fonologi, semantik dan leksis (atau disebut kosakata).
Bagi para ahli linguistik terapan, fokus lebih diletakkan pada tata bahasa ilmu
pendidikan, yaitu jenis tata bahasa yang dirancang untuk kebutuhan siswa dan guru penerima
bahasa kedua. Meskipun mengajar tata bahasa pada penerima bahasa kedua melibatkan
beberapa aturan preskriptif dalam beberapa macam standar, tata bahasa ilmu pendidikan
sangat menyerupai tata bahasa deskriptif dari pada preskriptif, terutama dalam kisaran
struktur yang dimiliki. (Odlin, 1994). Sementara fokus tata bahasa linguistik cenderung
terbatas, tata bahasa ilmu pendidikan lebih dapat memilih dari berbagai sumber, termasuk
didalamnya pandangan tata bahasa formal dan fungsional, serta berhubungan dengan corpus
linguistik, analisis wacana dan pragmatik akan dibahas di bagian lain pada bab ini.
Selanjutnya, para ahli linguistik terapan perlu memperhatian bahwa siswa tidak hanya dapat
menghasilkan struktur tata bahasa yang benar sesuai dengan bentuknya tetapi siswa juga
harus dapat memanfaatkannya dengan benar dan tepat sesuai dengan artinya.
Persoalan yang Muncul ketika Membahas Tata Bahasa
Sebuah pendekatan deskriptif pada tata bahasa mungkin terlihat sebagai masalah
sederhana, tetapi dalam praktiknya hal tersebut lebih rumit daripada ketika pertama kali
muncul. Hasil akan berbeda, tergantung pada bagian tata bahasa yang digunakan dan pada
apa yang menjadi fokus dari sebuah penjelasan.
Terdapat persoalan lain yang tergantung pada pandangan tertentu dari arti sebuah tata
bahasa dan pada jenis deskripsi yang sesuai dengan pandangan tersebut. Hal tersebut
mencakup pendekatan formal dan fungsional pada deskripsi gramatikal, pertimbangan tipe
versus token, kalimat versus tata bahasa wacana dan peran bentuk lisan versus tulis. Pilihan
yang berdasar pada persoalan tersebut memiliki implikasi luas, tidak hanya untuk kerangka
tertentu dari tata bahasa itu sendiri tetapi juga untuk penerapan yang mempengaruhi
rancangan tata bahasa ilmu pendidikan, baik dari silabus maupun pendekatan dalam
mengajar.
Bentuk dan Fungsi

Model tata bahasa dibedakan dalam banyak bentuk, tergantung pada apa yang disebut
dengan tata bahasa formal atau fungsional. Tata bahasa formal terkait dengan bentuk itu
sendiri dan bagaimana mengoperasikan semua sistem dari tata bahasa tersebut. Tata bahasa
tradisional, yang menjelaskan struktur kalimat, dimungkinkan menjadi tata bahasa formal
yang paling terkenal. Di antara ahli bahasa, tata bahasa formal yang paling berpengaruh di
paruh abad ke-20 ini adalah tata bahasa teori generatif transformasional (Chomsky, 1957,
1965), prinsip-prinsip umum yang masih bebasis pada Chomsky versi terakhir dari tata
bahasa generatif dalam bentuk prinsip-prinsip dan parameter (Chomsky, 1981) dan program
minimalis (Chomsky , 1995), serta puluhan lain yang dikembangkan dengan beberapa versi
dari kerangka generatif. Fokus utamanya terletak pada sintaks dan morfologi.
Tata Bahasa Wacana
Studi korpus juga telah memimpin pada semakin meningkatnya minat dalam analisis
mengenai tata bahasa wacana, yang analisisnya terletak pada peran fungsional struktur tata
bahasa dalam wacana. Dalam hal ini digunakan wacana yang berarti organisasi bahasa pada
tingkat di atas kalimat atau percakapan individu yang menghubungkan bahasa pada tingkat
suprasentential. Selain pada konteks wacana, terdapat juga pengaruh bagian teks nonlinguistik pada penempatan sumber tata bahasa pembicara.
Pembicara dan penulis membuat pilihan tata bahasa bergantung pada bagaimana mereka
menafsirkan dan menginginkan untuk dapat diwakilkan dalam sebuah konteks dan bagaimana
mereka hendak memosisikan dirinya dalam konteks tersebut (Larsen-Freeman, 2002).
Misalnya, pembicara menggunakan past perfect tense aspek kombinasi dalam bahasa
Inggris, tidak hanya untuk menunjukkan yang pertama dari dua peristiwa masa lalu, tapi juga
untuk memberikan alasan atau pembenaran atas peristiwa utama dalam narasinya. Peristiwa
ini bukan peristiwa utama mereka sendiri, tetap lebih kepada pentingnya latar belakang dari
apa yang terjadi.
Tata Bahasa Lisan dan Tulisan
Studi korpus juga menunjukkan pentingnya perbedaan antara tata bahasa lisan dan
tulisan. Perbandingan antara yang diucapkan dan yang ditulis telah meningkatkan pertanyaan
dasar merujuk pada pengertian dari tata bahasa, seperti misalnya bagaimana perbedaan jenis
bahasa lisan yang dapat diklasifikasikan, bagaimana ciri-ciri tata bahasa tulis dan lisan yang
dalam aturan secara tertulis berbeda dan apa status bahasa lisan sebagai objek studi dalam
linguistik terapan (McCarthy 1998). Carter dan McCarthy (1995) mempercayai bahwa
perbedaan antara tata bahasa lisan dan tulisan sangat penting untuk tata bahasa ilmu
pendidikan, sejak pendeskripsian yang menyebutkan terletak pada mode tulis atau pada jenis

terbatas dan register bahasa lisan yang kemungkinan besar menghilangkan banyak ciri-ciri
tata bahasa informal yang digunakan sehari hari dan penggunaannya (Carter and McCarthy,
1995:154).
Pembelajaran Tata Bahasa
Dilihat dari sejarah linguistik terapan, perbedaan teori pembelajaran sudah diusulkan
untuk menjelaskan bagaimana tata bahasa dipelajari. Selama pertengahan akhir abad ini,
misalnya, pembelajaran tata bahasa dianggap sudah mendapat temapat melalui sebuah proses
pembentukan kebiasaan secara verbal. Kebiasaan dibentuk melalui pengkondisian stimulusresponse, yang mengakibatkan overlearning dalam mempelajari pola tata bahasa. Dalam
rangka untuk membantu siswa mengatasi kebiasaan menggunakan bahasa ibu mereka dan
menanamkannya pada target bahasa, guru melakukan pola praktek latihan berbentuk drill
seperti misalnya: pengulangan, transformasi, pertanyaan dan jawaban, dan pola lainnya. Guru
memperkenalkan sedikit kosakatabaru sampai pola tata bahasa sudah dirasa secara tepat
diterima siswa. Penggunakan bahasa juga dikontrol sedemikian rupa dengan tujuan untuk
mencegah siswa membuat kesalahan yang dapat menjadikannya sebagai kebiasaan buruk
dalam pembentukan suatu kalimat sehingga sulit untuk dibetulkan kembali.
Mengajar Tata Bahasa
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pandangan yang berlaku saat ini menyatakan
bahwa siswa harus memperhatikan pada apa yang sekarang mereka pelajari. Meskipun hal ini
secara tradisional dilakukan oleh presentasi seorang guru, sering kali dalam aturan eksplisit,
berbagai cara yang lebih baik, beberapa diantaranya jauh lebih implisit atau interaktif, adalah
apa yang dilakukan saat ini. Contoh dari sebuah cara implisit untuk memperkenalkan sesuatu
dan menarik perhatian siswa adalah penggunaan beberapa macam dari (input enhancement)
masukan peningkatan (Sharwood Smith, 1993). Hal tersebut mengambil bentuk input
flooding, yang menambah waktu lebih banyak untuk siswa menemukan suatu struktur yang
sudah ditargetkan pada suatu teks. Kemungkinan lain untuk meningkatkan masukan adalah
adanya guru untuk memodifikasi fitur teks dalam beberapa model, seperti mencetak tebal
struktur target untuk membuat siswa lebih memperhatikannya. Contoh lain untuk mendorong
perhatian melalui interaksi dapat dicapai melalui partisipasi yang sudah diatur ( Adair Hauck,
Donato and Cumo-Johanssen, 2000), bukan hanya dengan cara seorang guru yang dengan
hati-hati mengarahkan siswa untuk sadar bahwa mereka belum memiliki hal tersebut
sebelumnya tidak dalam proses induktif maupun deduktif, melainkan guru dan siswa
bekerja sama untuk menghasilkan sebuah pengertian atau penjelasan dari tata bahasa yang

sudah dibentuk. Kesadaran siswa akan hal tersebut dapat ditingkatkan melalui interaksi antar
teman (peer interactions), berdasarkan penelitian Donato (1994) dan Swain and Lapkin
(1998).
Dengan perubahan yang lebih ke arah pendekatan komunikatif untuk mengajar bahasa,
pandangan dalam mengajar tata bahasa sekali lagi mengalami perubahan. Beberapa
menganggap bahwa pembelajaran tata bahasa secara implisit dan paling efektif adalah ketika
perhatian siswa sama sekali tidak berpusan hanya pada grammar. Dengan kata lain, mereka
mengatakan bahwa tata bahasa dapat dipelajari dengan baik secara tidak sadar ketika siswa
yang terlibat dalam memahami arti bahasa yang sudah mereka kenal (Krashen Terrell, 1983).
Sedangkan beberapa yang menganut aliran Chomsky perspektif tata bahasa universal (UG)
merasa masukan bahasa target sendiri atau masukan dengan keterangan negatif (keterangan
yang bentuknya tidak secara gramatikal) telah cukup dimiliki siswa untuk me-reset parameter
prinsip tata bahasa universal dalam rangka menunjukkan perbedaan-perbedaan antara tata
bahasa penutur asli dan tata bahasa target.
Pandangan tata bahasa telah berubah selama bertahun-tahun belakangan. Dengan
kesadaran akan bahasa yang sudah diformulasikan sebagaimana lazimnya, hal tersebut jelas
menjadi sesuatu yang harus lebih dipikirkan dalam hal lexicogrammar, daripada berpikir
semata-mata dilihat dari aspek morfologi dan sintaks. Demikian juga, dengan
mempertimbangkan peneliti penerima bahasa kedua (SLA), kita bisa menghargai fakta bahwa
penerimaan lexicogrammar besar kemungkinan tidak hanya bergantung pada satu jenis
proses belajar. Pada akhirnya, dikarenakan adanya berbagai macam bentuk tata bahasa dan
proses kegiatan belajar mengajar, kita harus menyadari bahwa pembelajaran tata bahasa itu
sendiri merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensi, bahkan memerlukan berbagai
pendekatan mengajar. Apa yang sebaiknya tidak diharapkan adalah sederhana, hubungan
sebab-akibat antara apa yang diajarkan dan apa yang dipelajari. Hal tersebut tidak
mengherankan meskipun telah diberi dengan secara alami proses belajaran yang tidak linier,
namun tidak mengurangi sedikitpun kegunaan instruksi tata bahasa.
B. Kosakata
Satu-satunya pertanyaan paling sulit untuk dijawab dalam studi kosakata adalah apa itu
sebuah kata? dan terdapat banyak jenis yang hanya sebagian saja memiliki jawaban
memuaskan bergantung pada alasan atau latar belakang pertanyaan. Jika ingin menghitung
seberapa panjang sebuah buku atau bagaimana seseorang dapat berbicara dengan cepat atau
membaca per menit, diperlukan menghitung token. Kalimat To be or not to be, that is the

question mengandung 10 token. Meskipun kata be yang sama muncul dua kali, hal tersebut
dihitung setiap kali be muncul. Ketika menghitung token, penting utnuk diperhatikan seperti
ketika menghitung Im atau well dengan dua atau satu token.
Terdapat beberapa kelompok kata, seperti good morning dan at the end of the day yang
terlihat seperti satu bentuk tunggal. Beberapa kelompok kata mungkin bentuk yang tidak
diuraikan satu persatu, bagian per bagian tetapi hanya dipelajari begitu saja, disimpan dan
digunakan sebagai satu unit lengkap. Bentuk lainnya dibentuk dari bagian yang telah
diketahui tetapi terlalu sering digunakan sehingga mereka mengganggapnya sebagai satu unit
tunggal. Pawley dan Syder (1983) berpendapat bahwa penutur asli berbicara dengan tata
bahasa benar dan lancar karena mereka memiliki ingatan baik yang disimpan sebagai bahasa
yang sudah diformulasikan (formulaic languange) yang mereka dapat ketika sebuah
komunikasi dilakukan. Dari sudut pandang pembelajaran, berikut diklasifikasikan menjadi
tiga bagian dari formulaic language:
1. Idiom inti: adalah item yang arti dari sebagian kata tidak memiliki hubungan makna
dengan arti keseluruhannya. Contoh yang sering digunakan dalam bahasa inggris
adalah as well (as), of course, such and such, out of hand, take the piss, dan serve
(someone) right. Secara mengejutkan, hanya terdapat lebih dari 100 item dalam
bahasa inggris.
2. Makna Kiasan: adalah item yang keduanya memiliki makna harfiah dan kiasan. Hal
tersebut terdapat dalam contoh, We have to make sure we are singing from the same
hymn sheet yang memiliki arti harfiah tetapi kalimat tersebut juga menggunakan
makna kiasan yang artinya We have to make sure we are following the same set of
rule. Terdapat ribuan bentuk kalimat seperti itu dalam bahasa inggris dan banyak
yang secara terus menerus menambahkannya dalam penggunaan sehari-hari. Mereka
membuatnya ke dalam kamus idiom. Biasanya makna kiasan dapat mudah terkait
dengan makna harfiah dilihat dari unit gabungan kata. Idiom inti dimungkinkan
memiliki makna kiasan yang sejarahnya telah hilang.
3. Makna Harfiah: Sejauh ini kelompok terbesar dari rangkaian yang telah
diformulasikan adalah makna harfiah, yang artinya terlihat jelas pada keseluruhan
bagian. Beberapa frekuensi tertinggi makna harfiah dalam berbicara bahasa Inggris
adalah you know, I think, thank you, in fact, talk about, dan I suppose dan kebanyakan
dari apa yang disebut kata sanding atau collocations termasuk dalam makna harfiah.

Kosakata yang Sebaiknya Dipelajari


Kosakata yang harus diperhatikan, ditentukan oleh dua pertimbangan utama; (a) kebutuhan
peserta didik dan (b) manfaat dari kosakata itu sendiri. Cara tradisional dalam mengukur
kegunaan dari kosata adalah untuk menemukan frekuensi dan jangkauan dalam korpus yang
relevan. Segi yang paling menonjol dari hasil studi berdasarkan frekuensi adalah:
1. Frekuensi yang tersebar luas, dengan kosakata yang muncul berkali-kali dan beberapa
hanya muncul sekali saja.
2. Jumlah kata yang relatif kecil diperlukan untuk menutupi porsi besar dari token dalam
teks.
3. Junlah yang sangat besar untuk kosakata berfrekuensi rendah yang dihitung sebagai
porsi kecil untuk token dalam sebuah teks.
Mempelajari Kosata Berfokus pada Makna Reseptif (Menyimak dan Membaca)
Mempelajari kosakata berfokus pada makna reseptif, pembelajarannya meliputi
mendengarkan dan membaca, dihitung dari pertama kali pelajaran kosakata dimulai.
Meskipun jenis pembelajaran seperti ini kurang diyakini dari studi yang disengaja, untuk
penutur asli ada peluang besar untuk hal tersebut (Nagy, Herman dan Anderson, 1985). Bagi
pembelajaran yang muncul pada pembicara bukan penutur asli, diperlukan tiga kondisi
utama. Pertama, kosa kata yang tidak diketahui sebaiknya memiliki proporsi yang lebih kecil
dari token, diharapkan hanya sekitar 2 persen, yang berarti salah satu kata yang tidak
diketahui berjumlah lima puluh (Hu dan Nation, tahun 2000). Kedua, diperlukan jumlah yang
sangat besar dari segi reseptif, diharapkan dapat dicapai satu juta token atau lebih per
tahunnya. Ketiga, pembelajaran akan ditingkatkan jika tampak lebih banyak perhatian pada
kosa kata yang tidak diketahui melalui munculnya kosa kata sama pada pembelajaran di
kelas. Hal tersebut juga membantu siswa untuk mengetahui kata-kata baru dengan
memberikan keterangan (glossing) (Watanabe, 1997), menggarisbawahi kata-kata dalam teks
dan juga dengan menggunakan kamus. Pada kenyataannya, banyak penelitian menunjukkan
manfaat yang jelas dari pengintegrasian insidental dan pendekatan pembelajaran kosakata
(Schmitt, 2008). Hal tersebut juga penting untuk mengingat bahwa pembelajaran insidental
bersifat kumulatif dan karena kosa kata membutuhkan waktu yang banyak untuk mempelajari
tiap kata menjadi lebih kuat dan untuk memperkaya pengetahuan dari kata tersebut.

Mempelajari Kosakata Berfokus pada Makna Produktif (Berbicara dan Menulis)


Mempelajari kosakata berfokus pada makna produktif yang pembelajarannya melalui
berbicara dan menulis, diperlukan untuk memindahkan pengetahuan reseptif menjadi
produktif. Peningkatan kosa kata melalui kemampuan produktif dapat muncul dalam
beberapa hal. Pertama, kegiatan dapat dirancang, seperti melibatkan penggunaan gambar
berketerangan, yang mendorong penggunaan kosa kata baru. Kedua, kegiatan berbicara yang
melibatkan kerja kelompok dapat memberikan peluang bagi siswa untuk berdiskusi tentang
kosakata yang tidak diketahui. Diskusi seperti itu sering kali berhasil dan merupakan hal yang
positif (Newton, 1995). Ketiga, karena pembelajaran kata tertentu adalah sebuah proses
kumulatif, penggunaan sebagian kata yang dikenal dalam keterampilan berbicara atau
menulis dapat membantu memperkuat dan memperkaya pengetahuan akan kata tersebut.
Meningkatkan Kelancaran Berbahasa melalui Kosakata dengan Empat Keterampilan
Pengetahuan akan kosakata dianggap penting, tetapi untuk menggunakan kosakata
dengan baik membutuhkan pembiasaan dengan fasih menggunakan kosakata yang sudah
diketahui. Mengembangkan kefasihan melibatkan pembelajaran untuk penggunaannya yang
terbaik atas kosakata yang telah dikenal. Dengan demikian, kegiatan mengeksplor kefasihan
sebaiknya tidak melibatkan kosa kata yang tidak dikenal. Sebuah kondisi diperlukan untuk
membangun kefasihan dengan melibatkan materi yang sudah diketahui dalam jumlah yang
banyak, fokus pada pesan dan beberapa tekanan untuk ada pada tingkat yang lebih tinggi dari
level normal pada umumnya. Karena kondisi tersebut, kegiatan pengembangan kefasihan
biasanya tidak secara khusus fokus pada kosa kata atau tata bahasa, tetapi dititikberatkan
pada kefasihan dalam aspek menyimak, berbicara, membaca atau menulis.
Terdapat dua pendekatan umum dalam pepengembangan kefasihan. Pendekatan pertama
sebagian besar bergantung pada pengulangan dan dapat disebut dengan pendekatan yang
cukup keras (the well-beaten path approach) untuk kefasihan. Hal tersebut melibatkan
praktek berulang pada materi yang sama sehingga dapat dilakukan dengan fasih. Selain itu,
hal tersebut juga termasuk kegiatan seperti membaca secara berulang, teknik 4/3/2 (ketika
siswa berbicara selama empat menit, kemudian tiga, lalu dua dengan topik yang sama untuk
siswa yang berbeda), merekam yang terbaik (ketika siswa mengulang untuk merekam
berbicara versi terbaik mereka dari sebuah teks) dan mengulang pembicaraan untuk terakhir
kali. Pendekatan kedua untuk kefasihan bergantung pada pembuatan banyaknya koneksi dan
asosiasi dengan kosakata yang dikenal daripada mengikuti pendekatan cukup keras, siswa

dapat memilih variasi yang banyak, yang demikian biasa disebut dengan pendekatan paling
lengkap untuk kefasihan.

C. Analisis Wacana
Hidup bagaikan aliran konstan dari wacana atas bahasa yang berfungsi di salah satu
dari banyaknya konteks dan bersama-sama membentuk sebuah budaya. Hal tersebut
menentukan hari seperti biasanya. Selanjutnya, hari dapat dimulai dengan sebuah wacana
(misalnya, salam yang ada di sebuah rumah dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga
lain dan beberapa terdengar di radio, TV, internet atau surat kabar) sebelum seorang individu
pergi bekerja atau sekolah. Hari berlanjut dengan berbagai wacana dalam lembaga ini:
mendiskusikan rencana di sebuah rapat bisnis, menulis esai untuk jurusan psikologi di
perpustakaan Universitas, memesan makan siang di tempat makanan siap saji. Semakin
berjalannya waktu yang mendekatkan pada berakhirnya kegiatan di luar rumah, anggota
keluarga berkumpul bersama lagi dan sangat menungkinkan mereka duduk bersama untuk
makan dan berbincang mengenai apa yang sudah dilakukan hari itu serta membicarakan masa
depan.
Dari penjelasan diatas, analisis wacana tepat dikatakan sebagai ilmu linguistik terapan.
Analis mempelajari teks wacana, apakah berbicara atau tulis, apakah panjang atau pendek,
dan lebih menonjolkan hubungan antar teks dan konteks yang telah dikembangkan dan
dioperasikan. Ahli analisis wacana selalu melihat kenyataan yang ada pada teks dan pada
yang demikian itu berbeda secara signifikan dari pandangan ahli tata bahasa formal (seperti
menentang fungsional) dan ahli filsuf bahasa, sejak banyaknya ahli yang cenderung bekerja
dengan contoh yang sudah ditemukan.
Posisi penting yang melingkupi analisis wacana dalam linguistik terapan telah muncul
dikarenakan oleh memungkinkanya para ahli menerapkan untuk menganalisis dan memahami
data bahasa, misalnya, teks yang ditulis oleh penerima bahasa pertama dan kedua, rekamanrekaman pidato atau percapakan yang diucapkan penerima bahasa kedua, juga dari interaksi
antara guru dan siswa atau di antara mereka sendiri di dalam ruang kelas.
Berbicara dan Menulis
Analisis wacana adalah analisis bahasa dalam suatu konteks. Analisis wacana juga sama
menariknya dengan analisis wacana lisan sebagaimana yang ada dalam analisis wacana tulis.
Ketika fokus dalam linguistik terletak pada dasar bahasa tertulis dan dibatasi dengan studi

10

kalimat tertentu, bahasa lisan dipandang sebagai bahasa tak berbentuk dan dan tidak
gramatikal, sedangkan bahasa tulis terlihat sangat terstruktur dan terorganisir.
Salah satu cara mendekati perbedaan antara berbicara dan menulis adalah menge-plot
teks inividual dalam skala atau dimensi. Gambar 4.1 memetakan berbagai jenis teks lisan
maupun tertulis dalam bentuk skala. Di salah satu ujung skala, terdapat yang paling informal,
konkrit, interaksi dan interaksi serta abstraksi paling formal.

Tata Bahasa dan Wacana: Lisan dan Tulisan


Di dalam buku-buku kajian analisis wacana, penulis dapat bersandar kepada pembacanya
untuk proses sebuah teks dalam akal sehat yang logis. Jadi, jika seorang subyek tersebut
diulang dalam sebuah klausa yang terkoordinasi, pembaca hanya mengasumsikan bahwa
subjek yang sama berlaku: kami berdiri dan menatap laut. (dipahami: kami berdiri dan kami
menatap ke arah laut). Tetapi karena diucapkan, wacana tersebut biasanya hanya terlihat
dalam konteks tertentu (tidak seperti ditulis teks yang sering diproduksi pada satu waktu dan
tempat untuk dibaca di lain hari), pembicara biasanya memiliki bahkan kurang merujuk untuk
segala sesuatu yang ada dalam konteks dan dapat menerima begitu saja apa yang didengar
sehingga mengetahui apa yang dimaksud.
Implikasi dalam Ilmu Pendidikan
Ide-ide telah diuraikan dalam bab ini memiliki dampak pada bahasa ilmu pendidikan
(pedagogik):
1. Analisis wacana menggambarkan dan menganalisis bagaimana bahasa memiliki
struktur dalam konteks yang berbeda dari penggunaannya. Hal tersebut
memungkinkan praktisi bahasa untuk lebih tepatnya menggambarkan dalam silabus

11

dan perbedaan jenis bahasa yang dibutuhkan siswa. dan untuk memilih serta
mengevaluasi wacana terkait, khususnya kebutuhan siswa.
2. Ketika berbagai jenis model menulis (misalnya: academic papaer, surat bisnis),
analisis wacana dapat membantu guru untuk menjelaskan dan mendasari jenis teks
terkait dihubungkan dengan jenis tulisannya.
3. Kedua hal diatas dilakukan dalam program pelatihan guru dan guru sudah di dalam
kelas, terdapat model analisis, seperti IRF, dapat meningkatkan kesadaran mengenai
sifat alami dar interaksi antara guru dan siswa.

Referensi:
Schmitt, Nobert. 2010. An Introduction to Applied Linguistic. Great Britain: Hodder &
Stoughton Ltd

Anda mungkin juga menyukai