Anda di halaman 1dari 11

Tadzkiyatunnafs Muhammad SAW *)

Zainal Abidin
zay.abidin@gmail.com

Pendahuluan
Firman Allah SWT dalam Surah Al Kahfi: 110 dan Surah Fushshilat: 6:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya." (QS Al Kahfi: 110)

Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya
Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan
mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya."
(QS. Fushshilat: 6)

Nabi Muhammad SAW basyar, manusia biasa yang diwahyui Allah SWT; Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah
manusia biasa memang benar, tapi beliau suci dan sucinya sesuai dengan karakteristik manusia. Sucinya bukan
seperti malaikat, bahkan tidak seperti Nabi-nabi sebelumnya yang pada umumnya dilahirkan dalam keadaan
sudah menjadi Nabi. Isa AS sudah Nabi sedang masih bayi. Musa AS sudah Nabi sejak diletakkan dalam
keranjang dan dialirkan oleh ibunya ke sungai. Muhammad menjadi Nabi setelah berumur 40 tahun. Mengapa?
------------*) Disampaikan di Gedung Muslimat NU Sendangagung Kec. Sendangagung Kab. Lampung Tengah Prov. Lampung, 18 Juni 2014.

Agar menjadi teladan, supaya manusia modern terutama manusia masa kini yang paling mampu membuat dan
merekayasa alasan-alasan, misalnya, dengan menyatakan bahwa yang namanya Nabi pasti suci.

Tadzkiyatunnafs
Jiwa manusia sering menerima serangan dari pelbagai penyakit hati yang mengakibatkan akhlak manusia
menjadi buruk, tidak sesuai dengan yang Allah SWT gariskan dan Rasul-Nya contohkan. Bisa jadi orang yang
terkena penyakit hati akan menjadi malas beribadah, pelaku maksiat, atau hamba dari hawa nafsunya.
Oleh karena itu, menyucikan dan membersihkan jiwa (tadzkiyatunnafs) dari pelbagai penyakit hati merupakan
suatu keharusan sebagaimana yang Allah SWT serukan dalam Al Quran, dan itu menjadi aktifitas yang tak
terpisahkan dari keseharian orang muslim. Allah SWT sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang menyucikan
jiwa dan sangat membenci hamba-hamba-Nya yang mengotori jiwa dengan kemaksiatan.

Para Rasul alaimush sholatu wassalam diutus Allah SWT untuk mengingatkan manusia kepada ayat-ayat-Nya
(talim), mengajarkan hidayah-Nya (tadzkir) dan mensucikan jiwa dengan ajaran-Nya (tadzkiyah).

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Baqarah: 129)

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
(Q.S Al-Baqarah: 151)

Tadzkiyatunnafs Muhammad SAW


Nabi Muhammad SAW dihadapkan kepada pelbagai keadaan yang menyulitkan sejak kecil, bahkan ketika dalam
kandungan ayahnya sudah tiada. Ketika kecil ibundanya sudah tiada. Beliau harus berjuang mencari nafkah,
membiayai hidupnya karena beliau harus tahu diri dan belajar mandiri. Maka setelah berangkat remaja, beliau
sudah mempunyai profesi dan berdagang ikut pamannya ke Syam. Sebuah riwayat menceritakan bahwa
semasa usianya menginjak sekitar 10 tahun beberapa bulan, beliau mengalami bedah dada untuk mengeluarkan
hasad, irihati, dengki dan curang dari dalam dirinya, selanjutnya menggantinya dengan lemah lembut, kasih
sayang dan keterbukaan. Diriwayatkan pula bahwa sebelum isra miraj Rasulullah SAW kembali mengalami
bedah dada dengan mengeluarkan sifat-sifat dengki dan segala sifat-sifat yang menjadi penyakit jiwa manusia.
Dalam Al Quran Surah Al Insyirah ayat 1:

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (QS. Al Insyirah: 1)

Allah SWT mencahayai hati Muhammad SAW dan menjadikannya lapang dada, berpandangan luas, dan
akomodatif serta bersifat fleksibel. Apakah Muhammad SAW sudah mengetahui dirinya akan menjadi Nabi sejak
kecil atau bahkan saat-saat sebelum peristiwa turunnya wahyu pertama di gua hira? Dari Hadits Riwayat Bukhari
tentang awal turunnya wahyu yang menguraikan secara rinci keadaan serta kondisi kejiwaan Rasulullah SAW
sesaat dan sesudah turunnya wahyu pertama, dapat dipastikan bahwa hingga turunnya wahyu beliau sama
sekali tidak menyadari bahwa peristiwa yang dialaminya merupakan prosesi transformasi dirinya dari manusia
biasa menjadi Nabi dan Rasul. Beliau bingung, panik, tegang, resah, gelisah dan sangat tertekan dengan semua
itu. Salah satu riwayat mengisahkan bahwa beliau pernah bermaksud menjatuhkan diri dari atas puncak gunung,
tetapi urung karena mendengar suara dari langit: Ya Muhammad, engkau adalah Nabi. Mengapa pertanyaan
itu (apakah Nabi sudah tahu sejak awal bahwa beliau akan menjadi Nabi?) penting, karena untuk memastikan
bahwa segala langkah yang diambil oleh Muhammad SAW sebelum prosesi transformasi menjadi nabi adalah
murni pilihan-pilihan manusiawi. Artinya bisa menjadi pedoman untuk diikuti dan diteladani. Mulai dari
kegiatannya berdagang. Ini bisa menjadi kata kunci bahwa pemuda harus ada pekerjaan. Memang, bekerja
bukan untuk mencari rezeki karena rezeki sudah ditanggung oleh Allah SWT. Tapi bekerja merupakan bagian
yang terpenting dalam membentuk kepribadian yang integral. Nabi sangat tidak toleran terhadap pemalas.
Dalam doanya: Allahumma inni auzu bika min alajzi wa al kasali. (ya Allah aku berlindung padamu dari lemah
dan malas). Kalau saja umat Islam mengikuti Nabi yakni mengikuti sunnah Nabi dalam hal perlunya bekerja dan
memiliki profesi sejak masih muda pasti umat Islam menjadi unggul sebagaimana yang diharapkan Allah SWT
dalam Al Quran Surah Al Baqarah: 143:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata)
siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS Al Baqarah:143)

Umat Islam unggul bukan karena namanya Islam atau sekedar bergabung ke dalam barisan muslim melainkan
unggul jika mengikuti Nabinya yang profesional sejak masa muda sebagaimana dibuktikan oleh para sahabat.
Bukan menjadi umat yang membanggakan beliau namun hanya suka memperalat Nabinya untuk kebutuhan
pribadi masing-masing. Kita juga bisa mengambil hikmah di sini bahwa berdagang dan menjadi pengusaha
adalah profesi yang paling ideal untuk mengukur dan menguji kredibilitas hidup dan integritas kepribadian. Nabi
membuktikan bahwa indikator utama keberhasilan dalam berdagang adalah amanah, jujur dan bertanggung
jawab, hingga beliau dijuluki al amiin. Orang yang berdagang tapi menjaga kejujuran itu pertanda memiliki
integritas pribadi yang tinggi. Makanya Sayyidah Khadijah memilih untuk mempercayakan usahanya kepada
Muhammad SAW karena kejujurannya.

Adakah korelasi antara bedah dada Nabi dengan sikap dan sifat serta perilaku jujurnya? Jika memahami kisah
metaforis pembedahan yang dilakukan oleh malaikat dengan mengeluarkan rasa dengki, hasad, irihati dan
curang, selanjutnya mengganti dengan lemah lembut, kasih sayang, dan rasa hormat kepada yang lain, semua
itu menunjukkan bahwa untuk memperoleh kelapangan dada dan berpandangan luas serta akomodatif ialah
dengan cara membedah dada dan mengeluarkan hasad, dengki, iri hati dan curang.
Ini ajaran universal, seseorang tidak akan pernah mampu berlapang dada sepanjang dalam dirinya ada rasa
dengki, hasad, iri dan curang. Dengki ialah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat
sangat kepada keberuntungan orang lain. Irihati adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain;
kecemburuan melihat kelebihan orang lain. Sesorang tidak akan pernah mampu memiliki pandangan luas jika
tidak memiliki kelapangan dada. Seseorang tidak akan akomodatif dan bersikap fleksibel jika tidak memiliki
pandangan yang luas. Walhasil, seseorang tidak akan jujur jika tidak memiliki kelapangan dada, pandangan
luas, akomodatif dan sikap fleksibilitas. Sedangkan untuk tujuan itu perlu membebaskan diri dari hasad, dengki,
iri dan curang. Maka Nabi mengingatkan iyyakum wa al hasad fa inn al hasada yakul al hasanat kama yakulu
4

al nar al hathab (hati-hati dengan hasad karena ia memusnahkan segala kebaikan ibarat api melahap kayu
bakar).
Misalkan wahyu tidak turun kepada Muhammad SAW, apakah ajaran membersihkan diri dari dengki tidak baik?
Tetaplah baik. Ini yang kita sebut khairun bizatihi. Ini berarti ajaran pertama yang diterapkan oleh seorang
Muhammad SAW adalah membebaskan diri dari hasad, dengki, iri, dan curang. Dengan membebaskan jiwa dari
hasad, dengki, iri dan curang kemudian muncul lapang dada, pandangan luas, kasih sayang dan respek atau
rasa hormat. Hasilnya luar biasa! Karater Al amanah (kejujuran).
Jika meminjam teori antropologi sosial tentang internalisasi, aktualisasi dan eksternalisasi kita dapat
memformulasikan suatu paradigma begini: jika ketidak-jujuran merebak dalam masyarakat itu merupakan
pertanda bahwa para anggota masyarakat belum terbebas dari rasa dengki, hasad, iri dan curang. Dan berhatihatilah jika ketidak-jujuran merebak karena hal itu mengancam akan memakan semua kebaikan/keberkahan
dalam kehidupan bermasyarakat ibarat api melahap kayu bakar.
Dapat disimpulkan bahwa ajaran yang paling awal dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah melepaskan diri dari
hasad, dengki, iri dan curang selanjutnya mengisi jiwa dengan sifat-sifat lemah lembut, lapang dada, dan
akomodatif. Tujuan utama pembersihan jiwa dalam kaitan ini adalah agar mampu menerapkan sikap amanah
dalam mengembangkan profesi. Intinya, kalau mau membentuk karakter jujur dengan cara membebaskan diri
dari hasad, dengki, iri dan curang; pada saat yang sama memiliki kelapangan dada, lemah lembut, akomodatif,
dan respek kepada yang lain. Ajaran-ajaran murni ini kemudian dilembagakan dalam Al Quran untuk menjadi
pedoman umum bagi umat manusia secara keseluruhan. Peristiwa bedah dada Nabi yang merupakan esensi
pembersihan diri dari hasad, dengki, iri serta curang pada saat yang sama memiliki sifat-sifat lemah lembut,
lapang dada, akomodatif, dan respek seolah-olah menjadi pendahuluan dan pengantar menuju Islam. Sebelum
menjadi Islam bersihkan diri dulu dari hasad, dengki, dan iri. Sebelum menjadi Islam miliki dulu sifat-sifat lemah
lembut, lapang dada, akomodatif, dan respek. Intinya, untuk menjadi muslim yang baik dan paripurna haruslah
memiliki sifat amanah (jujur dan bertanggung jawab). Tanpa melakukan tadzkiyatunnafs ini Islam kita akan
menjadi hanya sekedar nama dan tidak dapat memperoleh keunggulan-keunggulan yang dijanjikan dalam Kitab
Suci Al Quran baik di dunia maupun di akhirat.
Sifat kelapangan dada Nabi SAW dipraktekkan sepanjang hidupnya dan menjadi modal utama bagi keunggulan
perjuangan Islam. Perhatikanlah sirah Nabi bahwa walaupun bermacam-macam halangan dan rintangan yang
dihadapi, benteng kebencian dan perlawanan demikian kuatnya menghadang, pelbagai kegiatan teror dan
siksaan menimpa beliau dan para pengikutnya, sepanjang periode tersebut beliau tidak pernah -walau
sekalipun- kehilangan daya kontrol dan kendali diri; baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sama sekali tidak
pernah kehilangan kesabaran, tidak pula sedikitpun pernah merasa putus asa. Suatu sikap perjuangan yang

perlu kita pedomani pada diri Rasulullah SAW. Berbeda dengan sikap sebagian dari yang mengaku umatnya,
belum apa-apa sudah menghunuskan pedang.
Selain tadzkiyatunnafs dari hasad, Nabi juga melakukan suatu hal yang rutin sebelum prosesi kenabiannya.
Yakni kebiasaan ber-khalwat. Yang menarik dari kegiatan ber-khalwat Nabi tidak hanya sekedar mengasingkan
diri dari keramaian lalu melakukan perenungan dan kontemplasi. Khalwat Nabi adalah semacam paket tadzkiyah
yang terdiri atas kegaiatan-kegiatan perenungan, pertapaan yang terpadu dan dibarengi dengan pelayanan
sosial. Kata tadzkiyah lebih kaya makna dari pada kata tasfiyah. Tadzkiyah mengandung makna sosial,
sedangkan tasfiyah lebih kepada penyendirian. Sebelum Muhammad SAW memasuki tahap-tahap prosesi
kenabian, jiwa, hati, dan seluruh perhatiannya sudah tercurahkan dan terpusatkan pada pencarian kebenaran,
seperti yang dilakukan oleh kelompok al-Hanifiyah yang sadar bahwa penyembahan berhala-berhala adalah
pekerjaan sia-sia. Beliau mendambakan agama Nabi Ibrahim AS. Diriwayatkan oleh al Bukhari bahwa prosesi
yang mendahului turunnya wahyu pertama adalah al ruyah al salihah (visi yang layak). Yakni mimpi yang nyata,
indah, melapangkan dada, menenangkan dan menyegarkan jiwa. Keadaan seperti itu mulai dialami
Rasulullah SAW sejak menginjak umur 39 tahun, sebagai akibat khalwat-nya di gua hira atau di tempat-tempat
sunyi lainnya.
Sejak jiwa Muhammad SAW sadar dan bergejolak mencari kebenaran, agama Ibrahim AS; Muhammad SAW
sudah sering melakukan khalwat di hampir setiap gua yang ada pada bukit-bukit yang mengitari kota Mekkah.
Sesungguhnya pemandangan-pemandangan indah yang terlihat oleh Muhammad dalam mimpi-mimpi itu adalah
semacam pengetahuan emanasi dari kontemplasi spiritual yang membuat beliau penuh lapang dada dan melihat
kehidupan amat indah tatkala bangun dari tidurnya. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh pengalaman
seperti ini adalah kecenderungan untuk meninggalkan aktifitas-aktifitas yang tidak berarti. Namun beliau dalam
hal ini tidak memisahkan diri dari keramaian dan pergaulan hidup. Hal itu adalah suatu persiapan untuk
memasuki tahap kenabian. Kata-kata yang digunakan untuk mengekspresikan pengalaman tersebut, yakni falaq
al-shubh (fajar menyingsing) dapat memberikan gambaran tentang perihalnya. Seseorang di antara kita yang
pada malam hari tidur nyenyak dan pulas, lalu bangun di pagi hari dan melayangkan pandangan ke taman
bunga maka ia akan merasa dirinya diliputi cahaya sejuk ibarat sejuknya cahaya fajar menyingsing. Al-falaq
sendiri adalah terminologi al-Quran seperti dalam QS: 113 al-Falaq: 1. Allah SWT berfirman :
Katakanlah (Muhammad) aku berlindung kepada Allah Tuhan al-Falaq. (QS. Al Falaq: 1)

Falaq berarti Allah SWT membelah kehampaan yang gelap dengan cahaya keimanan. Dan cahaya seperti itulah
yang dirasakan oleh Muhammad SAW meliputi dirinya setiap kali sadar dari mimpi-mimpi yang shalihah itu.
Tidak mesti mimpi-mimpi yang emanatif ibarat cahaya fajar tersebut terjadi ketika Muhammad SAW sedang tidur
di malam hari, tetapi bisa saja terjadi di siang hari setiap kali Muhammad SAW tengah atau mengalami
kontemplasi spiritual lalu terlihat olehnya pemandangan-pemandangan indah yang melapangkan dada dan
6

menyejukkan jiwanya. Walaupun rajin ber-khalwat Muhammad tetap menjalankan kegiatan bisnisnya. Dan
dalam ber-khalwat Nabi melakukan tahannuts.
Kata al-tahannuts adalah istilah baru yang menurut sebagian penafsiran penulis Sirah berarti beribadah
sepanjang malam. Sedangkan menurut penafsiran yang lain berarti kegiatan berderma dalam rangka
pembersihan jiwa.

Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah)
untuk membersihkannya. (QS. Al Lail: 17-18)

Kegiatan yang sudah menjadi tradisi mereka yang termasuk golongan al-hanifiyah, pencari kebenaran.
Apa saja yang dilakukan oleh nabi jika berada di dalam pertapaannya? Salah-satu hadist Nabi mengajarkan:
uzkuru hazima al lazzat (ingatlah selalu penghancur kelezatan). Maksudnya, ingatlah selalu kematian, karena
hal itu akan membuatmu tidak betah dalam kelezatan duniawi. Menurut Nabi, mengingat kematian adalah bagian
utama dalam tadzkiyatunnafs karena hubbuddunya rasu kulli khatiatin (mencintai dunia adalah pangkal segala
kejahatan). Tapi di sini harus pandai-pandai membedakan antara mencintai dunia dengan mengelola dunia.
Hubbuka li shshayi yumi wa yusimm, cintamu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli. Mengelola bukan
mencintai. Mengelola dunia adalah salah-satu tugas kekhalifahan yang diwajibkan, tetapi bukan untuk
mencintainya melainkan untuk menyebarkan kebaikan di muka bumi. Menjadi sumber dan media tersebarnya
kebaikan di bumi merupakan indikator pencapaian spiritual yang tinggi. Artinya, pertanda bahwa seseorang telah
berhasil melakukan tadzkiyatunnafs.
Apakah di dunia kita sekarang ini perlu khalwat dan tahannuts? Kegiatan khalwat Nabi sudah barang tentu
bermakna menghindarkan diri dari kegiatan penyembahan berhala-berhala dan memusatkan perhatian pada
penyembahan kepada Allah SWT. Mengapa Nabi mengenal Allah SWT padahal tidak pernah belajar teologi,
filsafat, maupun agama, karena mengenal Allah SWT adalah fitrah dalam diri manusia. Semacam software
(meminjam bahasa komputer) dalam program ruh yang ditiupkan Tuhan ke dalam jiwa manusia.
Perhatikan Al Quran Surah Al Rum: 30:

Maka hadapkanlah dirimu kepada agama secara hanif. Adalah fitratallah yang membentuk diri manusia, tiada
ganti ciptaan Allah, demikian itulah agama yang bernilai tapi sebagian besar umat manusia tidak menyadari.
(QS. Ar Rum: 30)

Mengapa software ruh ini tidak muncul pada kebanyakan orang karena tertutup oleh virus cinta dunia
(hubbuddunya). Fitratallah itulah yang mendorong Nabi melakukan khalwat dan tahannuts.
7

Berhala-berhala pada masa Nabi masih sederhana dan gampang menghindarinya. Berahala-berhala modern
lebih kompleks dan sulit menghindarinya. Dulu harta dan kekuasaan hanya sebagai pengantar menuju kepada
keberhalaan. Kini, harta dan kekuasaan sendiri malah sudah menjadi berhala. Kondisi ini semakin menegaskan
pentingnya tadzkiyatunnafs. Ajaran-ajaran formal agama sudah kurang efektif membendung penetrasi godaan
berhala-berhala termasuk idola-idola modern. Kita perlu ber-khalwat dan tahannuts, yakni perenungan dan
kontemplasi, beribadah secara hanif, yakni ibadah yang bermutu dan efektif merubah perilaku menjadi lebih
baik. Pada saat yang sama perlu tahannuts yakni ibadah yang dibarengi dengan bakti sosial.
Jika bagi Kanjeng Nabi, khalwat dan tahannuts menghantarkannya kepada mimpi-mimpi yang indah, benar, dan
nyata maka bagi manusia modern program khalwat dan tahannuts menghasilkan visi-visi yang cemerlang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa khalwat dan tahannuts adalah tadzkiyatunnafs Nabi dalam
menyongsong turunnya wahyu. Perenungan dan kontemplasi yang dibarengi dengan tahannuts (bakti sosial)
akan melahirkan visi-visi yang cemerlang dan mencerahkan. Dengan khalwat manusia menghindarkan dirinya
dari berhala-berhala yang dipersonifikasikan dalam kata dunia (ad dunya). Yakni bentuk muannats dari al adna
(yang terendah). Maka kata dunia berarti sesuatu yang berada pada titik terendah berhadapan dengan Yang
Maha Tinggi yakni Allah SWT. Tapi di sini perlu reinterpretasi, karena makna menghindarkan dunia maksudnya
tidak tergantung pada dunia, tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Bahwa dunia harus dikelola dan
diatur dengan baik merupakan kewajiban dan tugas utama manusia sebagai khalifah di bumi. Intinya, jika dekat
kepada Tuhan pasti jauh dari pengaruh dan godaan duniawi, jika dekat dan patuh kepada godaan duniawi pasti
jauh dari Tuhan.
Nah, bagaimana cara hidup yang dekat kepada Tuhan tapi tetap hidup di dunia? Dengan tadzkiyatunnafs cara
Rasulullah SAW, yakni:
1. Membebaskan diri dari dengki, hasad, iri, dan curang.
2. Memiliki sifat-sifat lapang dada, berpikiran luas, dan akomodatif atau fleksibal.
3. Ber-khalwat : melakukan kontemplasi perenungan-perenungan mendalam.
4. Ber-tahannuts: melakukan ibadah dengan se-khusyu mungkin.
5. Bakti sosial: memberikan pelayanan dan bantuan kepada sesama.
Barangkali, tidak berlebihan manakala kelima poin dalam tadzkiyatunnafs Rasulullah SAW tersebut merupakan
intisari ajaran yang termuat secara rinci dan panjang lebar dalam al Quran. Diriwayatkan bahwa Aisyah
mengatakan akhlak Rasulullah itu adalah al Quran sehingga Nabi sering disebut sebagai al Quran berjalan.
Yaitu karakter yang mempersonifikasikan al asmaul husna, tapi pada saat yang sama mengelola kehidupan
dunia dengan baik. Tadzkiyatunnafs dilakukan supaya dapat mengelola hidup ini dengan cemerlang dan
mencerahkan. Dalam tradisi tasawuf ini dilakukan melalui sistimatika ahwal dan maqamat, yang pada esensinya
tiada lain adalah usaha dan upaya (ijtihad) yang berkesinambungan untuk menjalin koneksitas kepada

Allah

SWT (maiyatullah), sehingga berkarakter dan berakhlak mulia (akhlaqul karimah) dalam rangka melaksanakan
tugas selaku khalifah Allah di bumi.

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orangorang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al Fath: 29)

Seharusnya kita malu pada Kanjeng Nabi yang sudah terlanjur mengaku muslim tapi pada saat yang sama
memendam dengki, iri, dan kecurangan. Seharusnya kita malu pada Kanjeng Nabi yang sudah terlanjur muslim
tapi pada saat yang sama tidak mampu berlapang dada, berpandangan luas, dan tidak saling menghormati.
Seharusnya kita malu pada Kanjeng Nabi yang sudah terlanjur muslim tapi pada saat yang sama tidak
berkarakter jujur. Mari belajar jujur dulu sebelum ber-Islam. Dalam kaitan hal ini, sebuah bait awal syair tentang
Asma al Husna kiranya perlu untuk direnungkan bersama:
Allah, Allah
Waktu kau sebut Allah
Hanya Dia-lah Ilah
Waktu kau sebut Ilah
Hanya Allahlah Dia
Waktu kau ucapkan Segalanya
Waktu tak kau ucapkan apa-apa
Tetap jua: Ilah hanya Allah
Allah jua yang Ilah
Kita ada atau tidak ada
Kita durhaka atau mematuhi-Nya
disebut satu atau pun tiga
Allah Mutlak Tunggal Ada-nya
Selebihnya: hanya bayangan hampa
Dikejar orang berjuta-juta

kecuali saudara kita


Yang jujur memandang cakrawala

Penutup
Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surah Asy-Syam: 9-10:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10)

Penyucian jiwa (tadzkiyat al-nafs; takdziyatunnafs) sesungguhnya merupakan tawaran Allah SWT kepada umat
manusia. Meraih tawaran itu atau menolaknya, merupakan hak penuh manusia. Yang beruntung atau merugi,
bukanlah Allah SWT tapi manusia itu sendiri. Manusia yang menerima tawaran Allah SWT, dan berusaha
melaksanakannya, adalah manusia yang beruntung. Ia akan berusaha sedapat mungkin melaksanakan perintahperintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya, bukan saja ibadah formal (mahdloh) seperti sholat,
puasa, zakat dan haji, tapi juga segala sesuatu yang dianjurkan-Nya seperti melaksanakan akhlak yang terpuji
sebagaimana telah dicontohkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Usaha itu -yaitu membersihkan dan
menyucikan diri- akan menghasilkan kedamaian, kebahagiaan dan kesejukan di dalam hati. Pembersihan diri
sangat erat hubungannya dengan pendekatan diri. Allah SWT tak bisa didekati oleh yang tidak suci. Kanjeng
Nabi Muhammad SAW, para sahabat, para tabiin dan para hamba Allah SWT yang shaleh, senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah SWT itu. Penyucian diri merupakan usaha untuk mendapatkan perkenan (ridlo)
Allah SWT.

(Ya khafiyyal althaf adriknaa biluthfikal khafiy;


Ya muhawwilal hawli wal ahwal hawwil haalana ila ahsanil ahwal)

Acuan:
10

A. Mustofa Bisri. 2007. Membuka Pintu Langit. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Emha Ainun Nadjib. 2001. 99 untuk Tuhanku. Yogyakarta: Zaituna.
Hussein Muhammad. Pluralisme Gus Dur, Gagasan Para Sufi. http://pustakaaswaja.web.id/
Imam Al-Ghazali. 2010. Kimia Kebahagiaan. Bandung: Mizan.
Jessy Agusdin.Tafsir Tentang Tadzkiyat Al-Nafs. Jurnal Ulumul Quran. h. 33-37.
Muhammad Nursamad Kamba. Belajar dari Muhammad Baru Berislam. http://mnkamba.wordpress.com/
Prayogi R. Saputra. 2012. Spriritual Journey: Pemikiran dan Permenungan Emha Ainun Nadjib. Jakarta: Kompas.
Sahl b. Abd Allh al-Tustar. 2011. Tafsr al-Tustar. Amman, Jordan: Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought.
Said Hawwa. 1998. Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press.

----------------------------Penulis

Zainal Abidin, lahir di Sendangagung, 30 April 1969. Lulus D3 Pendidikan Fisika (1990) dan
S1 Penyetaraan Pendidikan Fisika (1997) keduanya dari FKIP Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Sejak 1992 menjadi guru fisika di SMAN 3 Bandar Lampung. Antara 1990-1992 menjadi guru fisika SMP
Islam Sendangasri, MTs Al Muallimin Sendangrejo, MA Maarif Sendangagung Kab. Lampung Tengah dan
SMAN 1 Sukoharjo Kab. Pringsewu. 1998-2000 mengajar juga di SMAN 1 Kedondong Kab. Pesawaran.
Bersama Iyan Ibrani dan Yohanes Dwi Nugroho menjadi pemenang kedua Lomba Pembuatan Modul
Pendidikan Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Lampung berjudul Air untuk Kehidupan (2000). Juara kedua
Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA bagi Guru Tingkat Provinsi Lampung, LPMP Lampung (2007).
Guru Teladan Tingkat Nasional versi Pesta Sains Nasional IPB Bogor (2010). Juara kedua Lomba Inovasi
Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) FMIPA IPB Bogor (2013). Pengurus Asosiasi
Guru Fisika Indonesia Jakarta (2007-2011).
Kader Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Lampung (2006-sekarang). Beberapa tulisannya di http://www.scribd.com, antara lain:
1.
Fisika Sedikit Angka; 2. Memahami Fisika Tanpa Rumus; 3. Ayo Belajar Fisika 4. Internet untuk Pembelajaran Fisika yang
Menyenangkan; 5. TinjauanTerhadap Profesionalisme Guru Fisika; 6. Fisika Physik Interaktiv; 7. 101 Fakta Fisika; 8. Riset untuk Remaja;
9. Butir-butir Penting Penelitian Tindakan Kelas; 10. Dimanakah Engkau Guru Profesional? dan 11. Rumus-rumus Fisika SMA. Beberapa
tulisan di http://docstoc.com, antara lain: 1. Pengantar Teori Kinetik Gas, 2. Pengelolaan Kelompok Ilmiah Remaja (KIR),
3.
Pemanfaatan Faceebook untuk Pembelajaran Sains, 4. Menulis Itu Berkarya dan lain-lain. Sekitar seratus tulisan lainnya ada di
http://kompasiana.com/ZainalAbidinMustofa. Mengelola grup Majelis Ilmu dan Silaturahmi Masjid Al-Wustho Sendangagung di facebook.

11

Anda mungkin juga menyukai